Laporan Kkl Print

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

PT Perkebunan Nusantara VII ( Persero) unit Pagaralam merupakan sebuah perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk teh sebagai komoditi utamanya. Teh dipilih sebagai komoditi utama dalam industri ini dikarenakan kesesuaian kondisi lahan perkebunan dan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat nasional maupun internasional. Dengan tingginya tingkat konsumsi tersebut dibutuhkan suatu peningkatan kemampuan dalam proses produksi. Peningkatan proses produksi ini merupakan suatu peluang yang positif untuk meningkatkan laba serta kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu tingkat produksi, laba, penjualan dan klasifikasi biaya produksi. Dalam hal ini penulis akan memfokuskan untuk meninjau salah satu dari faktor tersebut yaitu klasifikasi biaya produksi. Klasifikasi biaya yang sesuai dalam produksi merupakan hal yang penting untuk dapat menghemat biaya sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif ,efisien dan ekonomis serta meningkatkan hasil dari kinerja keuangan.Menurut William K.Carter (2009:174), tujuan penting dari sistem perhitungan dan klasifikasi biaya adalah untuk menentukan biaya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Peranan manajemen dibutuhkan dalam perencanaan dan pelaksanaan produksi agar dapat mencapai laba yang maksimal dan kinerja keuangan yang sehat.

Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu diraih oleh perusahaan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Laporan keuangan terdiri dari lima jenis yaitu laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keungan. Dalam tinjauan ini, penulis memfokuskan dalam hal klasifikasi biaya sehingga penulis akan melihat pengaruh biaya-biaya produksi tersebut terhadap laporan laba rugi perusahaan. Laporan laba rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan biaya-biaya suatu perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba atau rugi bersih. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun laporan kuliah kerja lapangan ini dengan judul : Tinjauan Klasifikasi Biaya Produksi Pada Laporan Laba Rugi Terhadap Kinerja Keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam .1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengklasifikasian biaya dalam perhitungan laba rugi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam?

2. Bagaimana pengaruh laporan laba rugi terhadap kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam?1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.3.1 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan berdasarkan perumusan masalah tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui pengklasifikasian biaya dalam perhitungan laba rugi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam.

2. Untuk mengetahui pengaruh laporan laba rugi terhadap kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam1.3.2 Manfaat Penulisan1. Bagi Penulis

Penulis mengharapkan hasil penulisan ini selain menambah wawasan ilmu pengetahuan juga memahami bagaimana pengklasifikasian biaya produksi pada laporan laba rugi dan pengaruh laporan laba rugi terhadap kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam.2. Bagi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pertimbangan dan pemikiran dalam penulisan lebih lanjut di bidang yang sama, yaitu bagaimana bagaimana pengklasifikasian biaya produksi pada laporan laba rugi dan pengaruh laporan laba rugi terhadap kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Pagaralam.

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Pagaralam

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor perkebunan Indonesia. Perseroan berkantor pusat di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 dan Akte Notaris Harun Kamil, SH No.40 tanggal 11 Maret 1996. PTPN VII (Persero) merupakan penggabungan dari PT Perkebunan X (Persero), PT Perkebunan XXXI (Persero), Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) di Kabupaten Lahat dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di Provinsi Bengkulu.

Akte Pendirian Perusahaan oleh Notaris Harun Kamil, SH tersebut telah diubah dengan Akte Nomor 08 tanggal 11 Oktober 20 02 oleh Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, SH, dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM RI dengan Surat Nomor C-20863 HT.01.04 tahun 2002 tanggal 25 Oktober 20 02. Akte pendirian tersebut di atas kemudian diubah dengan Akte Nomor 34 tanggal 13 Agustus 20 08, oleh Notaris Nur Muhammad Dipo Nusantara Pua Upa, SH, dan telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-55963.AH.01.02. Tahun 20 08 dan dengan adanya perubahan Pasal 11 ayat (12) yang dituangkan dalam Akta Nomor 11 tanggal 14 September 20 09, disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10 -18412 tanggal 22 Oktober 20 09. Penggabungan sejumlah perkebunan ke dalam PT Perkebunan Nusantara VII memberikan catatan sejarah tersendiri. Sebelum bergabung menjadi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), PT Perkebunan X (Persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan dengan wilayah kerja di Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan. PT Perkebunan X (Persero) bermula dari sebuah perusahaan perkebunan milik Belanda yang terletak di Sumatera Selatan dan Lampung. Melalui proses nasionalisasi, perkebunan tersebut diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1957. Perusahaan ini juga telah berjalan mengikuti berbagai bentuk kebijakan pemerintah di bidang reorganisasi dan restrukturisasi perusahaan sebelum akhirnya menjadisebuah Perseroan Terbatas pada tahun 1980.

Perjalanan sejarah PT Perkebunan XXXI (Persero) baru mulai terukir menyusul kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri gula di luar Jawa pada tahun 1978. Perusahaan perkebunan ini pada awalnya merupakan proyek pengembangan PT Perkebunan XXI - XXII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya. Pada tahun 1989 perusahaan ini ditetapkan menjadi badan usaha sendiri dengan nama PT Perkebunan XXXI (Persero) dengan kantor pusat di Palembang, Sumatera Selatan.Sementara itu Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan yang berkantor pusat di Jakarta dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) Bengkulu yang berkantor pusat di Surabaya merupakan Proyek Perkebunan Inti Rakyat sejak tahun 1980-an. Rentang kendali yang cukup jauh ini menyebabkan rendahnya efisiensi pengelolaan proyek, selain beratnya kondisi topografi yang mengakibatkan tingginya biaya eksploitasi proyek, yang pada gilirannya membuat pengelolaan proyek berjalan kurang optimal.

Saat ini, wilayah kerja Perseroan meliputi 3 (tiga) Provinsi yang terdiri dari 10 Unit Usaha di Provinsi Lampung, 14 Unit Usaha di Provinsi Sumatera Selatan, dan 3 Unit Usaha di Provinsi Bengkulu. Sejak awal, Perseroan didirikan untuk ambil bagian dalam melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan Program Pemerintah di bidang ekonomi dan Pembangunan Nasional pada umumnya serta sub-sektor perkebunan pada khususnya. Ini semua bertujuan untuk menjalankan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri, serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan dalam rangka meningkatkan nilai Perseroan melalui prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.Keberadaan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) banyak memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung, berupa pajak dan retribusi kepada Pemerintah Pusat dan Daerah, dividen kepada Pemegang Saham, kesempatan kerja, maupun dalam bentuk kemitraan dan bina lingkungan bagi masyarakat sekitar pabrik. Perusahaan PT Perkebunan Nusantara VII memiliki visi menjadi perusahaan agribisnis dan agroindustri yang tangguh, terus tumbuh dan berkembang serta berkarakter. Selain visi tersebut, PT Perkebunan Nusantara VII juga memiliki misi antara lain:

1. Menjalankan usaha agribisnis perkebunan dengan komoditas karet, kelapa sawit, teh dan tebu yang profitable.2. Mengembangkan usaha berbasis bisnis inti yang mengarah ke integritas vertikal secara efisien.

3. Menggunakan teknologi budidaya dan proses yang efisien dan akrab dengan lingkungan untuk menghasilkan produk berstandar baik untuk pasar domestik maupun internasional.

4. Memperhatikan kepentingan shareholders dan stakeholders khususnya petani, pemasok dan mitra usaha untuk bersama-sama mewujudkan daya saing guna menumbuhkan dan mengembangkan perusahaan.2.2 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas

2.2.1 Struktur Organisasi

Salah satu tujuan utama didirikannya sebuah pabrik adalah untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut harus ada sistem yang mengatur dan mengarahkan kerja dan operasional seluruh pihak yang berkompeten dalam segala hal yang berkenaan dengan proses dan operasi pabrik. Oleh karena itu, harus ada wadah dan tempat yang jelas bagi pihak-pihak tersebut untuk melakukan aktivitas yang sesuai dengan kapabilitas dan tingkat intelejensinya. Wadah yang dimaksud di atas adalah sebuah organisasi atau lembaga proses perorganisasian ialah upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan pabrik akan stabilitas dan perusahaan.

Sebagai suatu Badan Umum Milik Negara, PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) memiliki suatu struktur organisasi yang merupakan bagian yang sangat penting untuk perusahaan, sehingga nantinya masingmasing mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) memiliki bentuk organisasi line dan staff, dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan dipimpin oleh komisaris utama serta bagian direksi.

Gambar Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) disajikan pada gambar 2.1 berikut ini:

Sumber www.ptpn7.com Gambar 2.1 Struktur Organisasi

Wilayah kerja PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) tersebar di tiga provinsi yang terdiri atas 5 Distrik dengan 27 Unit Usaha. Masing-masing distrik dikepalai Manajer Distrik dan masing-masing Unit Usaha dikepalai Manajer Unit Usaha. Secara struktural Direksi membawahi Manajer Distrik dan Manajer Unit Usaha. Organisasi di kantor pusat terdiri atas 15 bagian yang masing-masing dikepalai seorang Kepala Bagian.2.2.2 Pembagian Tugas

Tugas dan tanggung jawab dari pembagian manajemen organisasi di PT Perkebunan Nusantara VII antara lain:

1. Direktur Utama membawahi, antara lain:

a. Direktur Produksib. Direktur SDM/Umum

c. Direktur Keuangand. Direktur Pemasaran Renbang (Perencanaan dan Pengembangan)

2. Direktur Produksi membawahi, antara lain :a. Bagian Kemitraan dan Pengadaan Bahan Bakub. Bagian Tanaman

c. Bagian Teknik

d. Bagian Pengolahan

3. Direktur SDM/Umum membawahi, antara lain:a. Bagian SDM

b. Bagian Umum

c. Bagian Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan4.Direktur Keuangan membawahi, antara lain:a. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Anggaran

b. Bagian Akuntansi dan Keuangan5.Direktur Pemasaran dan Renbang (Perencanaan dan Pengembangan) membawahi, antara lain :a. Bagian Pengadaan

b. Bagian Pemasaran

c. Bagian Penelitian dan Pengembangan

d. Sekretaris PerusahaanBAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Deskripsi Teh

Pada dasarnya, produk yang berbasis teh mempunyai spektrum industri yang sangat luas yang mencakup teh untuk minuman yang meliputi teh kemasan (packet tea), tea bag, instant tea , flavoured tea , teh wangi (teh melati), decafeinated tea , dan aneka minuman siap saji ( ready to drink tea ) antara lain teh botol, teh kotak ( tetrapack tea ), canning tea , fermented tea, fruit tea, ice tea, tea cola , dan foamy tea.Teh untuk bahan campuran makanan antara lain dalam bentuk tea-candies, tea-noodles, tea biscuits, tea-cake, tea-rice, tea-porridge, tea-ice-cream, dietary food dan teh untuk keperluan industri pewarna makanan dan pengawet makanan alami. Teh untuk industri farmasi antara lain dalam bentuk teh jamu, food supplement , cafein, catechin (anti kanker), tea flavin , tea rubigin , vitamin (B,C,E) dan fluoride.Teh untuk keperluan industri toiletries dan disposable under wear karena adanya sifat anti mikroba dari teh. Kandungan fluor yang tinggi dalam teh telah mendorong penggunaan teh untuk industri pasta gigi, dan obat kumur. Teh untuk industri kosmetik antara lain perfume, beuty oil dari minyak biji teh, deodorant dan aneka bahan pewarna kosmetik. Teh untuk biopestisida antar lain berupa disinfectant dan saponin dari biji teh untuk pembasmi hama udang.

Saat ini konsumsi teh dunia masih didominasi oleh penggunaan teh sebagai produk minuman. Dari sejumlah produk minuman teh jadi tersebut, ternyata tea bag merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi didunia yang diperkirakan mencapai 80% dari total konsumsi teh untuk minuman. Produk-produk tertentu mampu menguasai pasar tertentu, misalnya canning tea mampu menguasai 22% dari total pasar minuman Jepang. Demikian pula ice tea yang berasal dari instant tea mampu menguasai 30% dari total teh di Amerika Serikat.

Pasar dalam negeri Indonesia sendiri merupakan pasar yang sangat besar dan potensial, mengingat konsumsi teh di Indonesia masih sangat rendah yaitu hanya 288 gram/kapita/tahun. Diperkirakan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat minum teh bagi kesehatan, meningkatnya daya beli masyarakat dan adanya berbagai promosi baik promosi generik dari FAO maupun promosi merk dari para produsen teh maka konsumsi teh di Indonesia akan meningkat mencapai sekitar 600 gram/kapita/tahun. Tingkat konsumsi tersebut sama dengan tingkat konsumsi teh per kapitan di negara-negara produsen teh lainnya seperti India, China, dan Srilangka.

Di Indonesia jenis minuman teh yang populer sehingga mampu mengalahkan pangsa pasar dari carbonated drink adalah teh botol. Saat ini pangsa pasar teh botol mencapai 28% dari total pasar minuman di Indonesia, sementara pangsa pasar carbonated drink adalah 27%. Pangsa pasar terbesar masih dikuasai oleh air minum mineral dalam kemasan (42%).

Produsen sekaligus eksportir teh dunia didominasi oleh lima negara yaitu Sri Langka, Kenya, India, China dan Indonesia. Pangsa produksi kelima negara tersebut terhadap total produksi dunia pada tahun 1998 mencapai 76,5%, sedangkan pangsa ekspornya mencapai 80,3%. Urutan pangsa produksi mulai dari yang terbesar adalah India (29,4%), China (22,4%), Kenya (9,9%), Sri Langka (9,5%), dan Indonesia (5,6%). Karena jumlah pada pola konsumsi di kelima negara tersebut berbeda, urutan pangsa ekspor menjadi sebagai berikut: Sri Lanka (21,0%), Kenya (20,8%), China (17,2%), India (16%) dan Indonesia (5,3%).

Di Indonesia dan beberapa negara lainnya, teh merupakan minuman sehari-hari yang banyak disukai karena kadungan kafein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kopi. Satu cangkir teh mengandung 45 mg kafein, sedangkan kopi mengandung 90 mg kafein.

Pengolahan teh terbesar didominasi dalam bentuk teh hitam, sisanya teh hijau, sedangkan industri teh wangi merupakan hasil olahan teh hitam. Penggolongan daun teh diperoleh pada tahap akhir produksi, yaitu tahap penyortiran. Ada 4 kelompok utama dalam produksi biasa (ortodoks): Daun, Cacat, Hancur, dan Partikel halus. Kategori ini menentukan dan menunjukkan perbedaan ukuran daun dan persentasenya. Pada setiap kategori, yang berkualitas paling baik ditempatkan pada daftar pertama. Berikut adalah klasifikasi komoditas teh di PT Perkebunan Nusantara VII Pagaralam :

1. Mutu I

a. BOP (Broken Orange Pekoe I/Broken Orange Pekoe): Bagian bagiannya pendek, agak kecil, hitam terpilin, terdiri dari tulang tulang daun pendek terutama berasal dari daun muda mengandung sedikit atau tanpa tip.

b. BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning): Berbentuk seperti BOP, tetapi lebih kecil.

c. PF (Pekoe Fanning): Berbentuk seperti BOP, tetapi berukuran lebih besar dari fanning (campuran antara partikel pipih dan keriting).

d. Dust: Teh halus yang dalam sortasinya lolos dari ayakan 20 mesh dan berbentuk sangat kecil.

e. BP (Broken Pekoe): Pendek lurus, terdiri dari tangkai dan tulang daun muda yang tidak terkelupas.

f. BT (Broken Tea): Kecil, pipih, tidak terpilin dengan baik.

2. Mutu II

a. BP II (Broken Orange Pekoe II): Berbentuk seperti BP, tetapi lebih banyak mengandung tangkai dan tulang daun tua yang terkelupas, berwarna lebih kemerahan dibanding BP.

b. BT II (Broken Tea II): Seperti BP namun banyak mengandung serat.

c. PF II (Pekoe Fanning II): Seperti PF, lebih banyak mengandung serat.

d. Dust II: Sangat kecil dan mengandung banyak serat.

e. Dust III: Sangat kecil dan lebih banyak serat dibanding Dust II.

f. Dust IV: Ukuran yang paling kecil dan paling banyak serat.

g. Fanning II : Berukuran lebih kecil dari BOPF, campuran antara partikel pipih dan keriting, banyak mengandung serat.

3. Off Gradea. BM (Broken Mix): Campuran dari dua, atau tiga jenis mutu pada teh bubuk.

b. Powder: Partikelnya berebentuk seperti D III, mengandung hancuran serat, lebih dari 75% lolos ayakan 60 mesh tetapi tertahan ayakan 80 mesh.

c. Fluff dan RMIT.

3.2 Deskripsi Proses Pembuatan TehTahapan Pengolahan teh dimulai dari proses-proses berikut ini :

1. Proses Pengangkutan Pada saat melakukan pengangkutan bahan baku harus memperhatikan hal-hal berikut ini yaitu:

a. Tumpukan pucuk selama pengangkutan aerasi yang cukup

b. Benturan mekanis diusahakan serendah mungkin.

c. Hindari adanya panas matahari yang langsung mengenai pucuk.

2. Proses Pelayuan Tujuan dari proses pelayuan daun teh adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi kadar air sampai tingkat layu tertentu.

b. Melemaskan daun sehingga pada saat digiling menjadi tidak pecah.

c. Meletakkan dasar-dasar fermentasi.

Pada saat melakukan proses pelayuan harus diperhatikan kondisi-kondisi berikut:

a. Prinsip Pelayuan: melewatkan udara hangat melalui daun teh sampai mencapai derajat layu tertentu

b. Derajat layu: perbandingan antara berat daun layu dengan berat daun segar dalam satuan persen. Layuan ringan : KA 57-60 % DL 40-43 %, layunan sedang:KA 54-56 % DL 44-46 % dan layunan berat : KA 50-53 % DL 47-50 %.

c. Menggunakan alat Withering Trough (palung pelayuan) T = 27C, (beda Tbk-Tbb) = 3-4 C dengan laju = 30000 cfm tebal hamparan 25 cm (30 kg/m2). Tanda-tanda bahwa pucuk daun telah layu adalah:

a. apabila dikepal-kepal menjadi bola.

b. apabila diraba seperti meraba sapu tangan sutera.

c. apabila diremas tidak menimbulkan bunyi patah .

d. tulang muda dapat dilenturkan tanpa patah .

e. apabila tangan ditekankan akan meninggalkan bekas.

f. aromanya tercium sedap berbeda dengan daun segar atau kurang layu

3. Proses Penggilingan Tujuan dari proses penggilingan adalah:

a. memecahkan dinding sel pucuk teh sehingga cairan sel bercampur dengan enzim dan udara luar.

b. menggulung daun agar menjadi keriting.

c. mengecilkan ukuran daun.

d. meletakkan dasar bagi proses fermentasi

Proses penggilingan dilakukan sebanyak 3-4 tahap, tergantung skema gilingannya. Tiap tahap penggilingan diikuti dengan pengengayakan (sortasi basah). Prinsip kerja dalam proses penggilingan adalah gerak putar silinder di atas meja untuk menggulung, memeras, memotong. Menurut fungsinya ada tiga jenis proses penggilingan yaitu :

1. Open Top Roller (OTR) a. Terdiri dari silinder dan meja.

b. Tanpa tekanan dan menggulung

2. Press Cap Roller (PCR)a. Terdiri dari silinder dan meja

b. Dengan penekanan (press)

c. Menggulung dan memeras

3. Rotor Vane (RV)a. Terdiri dari silinder horisontal, poros/rotor, kipas pendorong, kipas penahan, plat ujung dan ulir

b. Memotong atau mengecilkan ukuran

c. Skema Giling I : OTR ->PCR -> PCR -> RV II

PCR -> RV -> PCR III

OTR -> RV -> PCR -> PC.R

4. Proses Sortasi Basah (Pengayakan) Tujuan dari proses sortasi basah atau pengayakan adalah untuk memisahkan bagian yang halus (bubuk) dan bagian yang kasar (badag) sehingga diperoleh bubuk yang seragam, supaya hasil fermentasi sempurna dan pengeringan dapat merata. Dalam proses pengayakan ini digunakan alat pengayak yang disebut DIBN (double india breaker natsorteedeer) dan saringan RRB (rotary roll breaker).5. Proses FermentasiProses fermentasi berlangsung sejak pucuk mengalami proses giling I dan berakhir ketika masuk kedalam mesin pengeringan. Proses fermentasi dimulai dengan mencampurkan senyawa polifenol dimana bertujuan untuk menghasilkan warna senduhan teh kuning atau merah kecoklatan, membentuk kemantapan seduhan dan menentukan karakter brightness dan briskness. Tujuan dilakukannya proses fermentasi adalah untuk memperoleh aroma, rasa da warna air seduhan seperti yang dikehendaki sebagai akibat reaksi kimia yang terjadi selama fermentasi. Dalam melakukan proses fermentasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

a. Kondisi ruangan berada di suhu 20-28C.

b. Suhu lapisan bubuk antara 26-28C.

c. Kelembapan udara/RH berada di persentase 90-95%.

d. Batas waktu fermentasi antar 2-3,5 jam sejak masuk giling I.

e. Alat baki alumunium yang digunakan memiliki tebal hamparan tidak lebih dari 7cm.

f. Menyediakan oksigen yang cukup dengan aerasi.

6. Proses PengeringanTujuan dilakukan proses pengeringan adalah untuk menghentikan proses fermentasi dan memperoleh hasil akhir berupa teh kering yang tahan lama untuk disimpan, mudah diangkut dan diperdagangkan. Prinsip dalam melakukan proses pengeringan adalah menghembuskan udara panas melewati hamparan teh yang telah difermentasi, udara yang paling panas bersentuhan dengan bubuk teh yang paling kering. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi dalam proses pengeringan adalah:

1. Suhu dan volume udara yang dihembuskan.

2. Jumlah input bubuk basah.

3. Waktu pengeringan atau kecepatan gerak tray.

4. Alat yang digunakan yaitu ECP 6 (two stage/three stage drier), Fluid bed drier (FBD).

5. Suhu Inlet antara 93-94C selama 20-25 menit.

6. Tebal hamparan bubuk antara 0.5-1 cm, badag 2-3 cm dengan kapasitas per jam 274-300 kg.

7. Kadar air teh kering antara 2.5-3% Case hardening (bagian luar bubuk teh sudah kering tetapi bagian dalam masih basah).

7. Proses Sortasi Kering

Proses ini adalah proses pengolahan lanjutan untuk klasifikasi jenis dan mutu teh kering. Proses ini dilakukan untuk membersihkan teh kering dari potongan serat dan batang serta memisahkan jenis-jenis mutu teh sesuai ukuran yang dikehendaki pasar dan apabila diperlukan harus pula memperkecil partikel teh. Alat yang digunakan dalam proses sortasi kering ini adalah :

1. Buble tray digunakan untuk memisahkan bubuk kasar dan halus.

2. Chota digunakan untuk mengelompokkan teh berdasarkan ukuran partikel.

3. Vibro screen digunakan untuk memisahkan powdery dari bubuk teh.

4. Fibrex digunakan untuk membersihkan serabut.

5. Winnower digunakanuntuk memisahkan teh berdasarkan berat jenis.

6. Cutter digunakan untuk memotong bubuk menjadi lebih kecil.

7. Chrusher digunakan untuk memperkecil bubuk kasar.

Dalam proses sortasi ini kegagalan mungkin saja dapat terjadi dimana kegagalan produk dapat diketahui dari permukaan teh yang tidak mengkilat, perubahan warna hitam menjadi kelabu serta ukuran partikel tidak merata dan bayak serat, tangkai dan debu.

8. Analisa MutuProses terakhir dari pengolahan teh adalah analisa mutu dimana analisa ini akan menentukan mutu, mengetahui dan memeriksa kesalahan-kesalahan proses pengolahan. Pengujian dilakukan terhadap :

1. Kenampakan: warna serta keseragaman bentuk teh.2. Sifat Seduhan: warna, rasa dan aroma.3. Sifat ampas teh: warna ampas teh.Penggolongan mutu teh adalah sebagai berikut :

1. Mutu I

a. BOP (Broken Orange Pekoe I/Broken Orange Pekoe): Bagian bagiannya pendek, agak kecil, hitam terpilin, terdiri dari tulang tulang daun pendek terutama berasal dari daun muda mengandung sedikit atau tanpa tip.

b. BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning): Berbentuk seperti BOP, tetapi lebih kecil.

c. PF (Pekoe Fanning): Berbentuk seperti BOP, tetapi berukuran lebih besar dari fanning (campuran antara partikel pipih dan keriting).

d. Dust: Teh halus yang dalam sortasinya lolos dari ayakan 20 mesh dan berbentuk sangat kecil.

e. BP (Broken Pekoe): Pendek lurus, terdiri dari tangkai dan tulang daun muda yang tidak terkelupas.

f. BT (Broken Tea): Kecil, pipih, tidak terpilin dengan baik.

2. Mutu II

a. BP II (Broken Orange Pekoe II): Berbentuk seperti BP, tetapi lebih banyak mengandung tangkai dan tulang daun tua yang terkelupas, berwarna lebih kemerahan dibanding BP.

b. BT II (Broken Tea II): Seperti BP namun banyak mengandung serat.

c. PF II (Pekoe Fanning II): Seperti PF, lebih banyak mengandung serat.

d. Dust II: Sangat kecil dan mengandung banyak serat.

e. Dust III: Sangat kecil dan lebih banyak serat dibanding Dust II.

f. Dust IV: Ukuran yang paling kecil dan paling banyak serat.

g. Fanning II : Berukuran lebih kecil dari BOPF, campuran antara partikel pipih dan keriting, banyak mengandung serat.

3. Off Gradea. BM (Broken Mix): Campuran dari dua, atau tiga jenis mutu pada teh bubuk.

b. Powder: Partikelnya berebentuk seperti D III, mengandung hancuran serat, lebih dari 75% lolos ayakan 60 mesh tetapi tertahan ayakan 80 mesh.

c. Fluff dan RMIT..3.3 Klasifikasi Biaya dan Unsur-Unsur Harga Laporan Laba RugiKlasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar yang berarti atas data biaya, karena dengan pengklasifikasian biaya yang tepat sangat membantu pihak manajemen dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, pengklasifikasian biaya produksi yang diterapkan PT Perkebunan Nusantara VII meliputi:

1. Berdasarkan fungsi :a. Biaya produksi : Biaya bahan baku, Biaya tenaga kerja langsung, Biaya overhead pabrik.

b. Biaya Non produksi : Biaya administrasi, Biaya Pemasaran, Biaya Bunga Kredit, dll.

2. Berdasarkan tujuan pemakaian :a. Biaya langsung, contoh : Biaya Pengolahan

b. Biaya tak langsung, contoh : Biaya Administrasi

3. Berdasarkan tingkah laku a. Biaya variabel

b. Biaya tetap

Berikut ini unsur-unsur harga pokok penjualan teh tersebut :

1. Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku yang diklasifikasikan oleh PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebagai biaya bahan baku adalah biaya yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produksi. Biaya bahan baku yang dipakai yaitu:1. Biaya Tanaman 2. Biaya Pemeliharaan Tanaman 3. Biaya Panen & Angkut 4. Biaya Pembelian Bahan Baku2. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang diklasifikasikan oleh PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yaitu biaya tenaga kerja yang melakukan konvensi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Pengklasifikasian biaya tenaga kerja PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebagai berikut:

a. Gaji Karyawan

Merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar jasa seluruh karyawan yang bekerja di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

b. Upah Buruh Produksi

Merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai uang pekerja buruh di sebagian produksi teh.

c. Premi atau Tunjangan1. Biaya Makan

Merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai uang makan karyawan yang bekerja di lapangan.

2. Lembur

Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pegawai yang bekerja lebih dari jam kerja.

3. Tranportasi Lapangan

Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk uang tranportasi karyawan yang bekerja dilapangan.

4. Biaya ritasi sopir

Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk sopir truck, dengan kata lain sebagai uang rokok.

3. Biaya Overhead PabrikBiaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan kecuali biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Banyak jenis biaya yang tergolong ke dalam biaya overhead pabrik perusahaan contohnya adalah biaya pemeliharaan mesin. Biaya pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjaga kualitas peralatan ataupun mesin yang berhubungan dengan yang dihasilkan agar terjaga kualitasnya. Misalnya biaya peralatan dan mesin mesin pabrik PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang terdiri dari pemeliharaan mesin dan peralatan pabrik. Pemeliharaan ini digunakan untuk menjaga kualitas mesin dan peralatan pabrik tersebut agar masih layak dipakai lebih lama lagi tanpa mengeluarkan dana untuk membeli yang baru. Pemeliharaan ini dihitung sebagai berikut:

Biaya pemeliharaan Mesin dan peralatan pabrik = jumlah mesin x biaya pemeliharaan yang dikenakan.

3.4 Laporan Harga Pokok PenjualanSecara umum harga pokok produksi diartikan sebagai seluruh biaya yang dikorbankan dalam proses produksi untuk mengelola bahan baku menjadi barang jadi.

Cara perhitungan laporan harga pokok penjualan pada perusahaan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah sebagai berikut:PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

Laporan Harga Pokok Produksi

Tahun 20xx

Biaya Bahan Baku:

Biaya TanamanRpxxx

Biaya Pemeliharaan TanamanRpxxx

Biaya Panen dan AngkutRpxxx

Biaya Pembelian Bahan BakuRpxxx

Total Bahan BakuRpxxxx

Biaya Tenaga Kerja Langsung :

Gaji KaryawanRpxxx

Upah Buruh ProduksiRpxxx

Biaya MakanRpxxx

LemburRpxxx

Transport LapanganRpxxx

Biaya rit sopirRpxxx

Total Biaya Tenaga Kerja LangsungRpxxxx

Biaya Overhead Pabrik:

Biaya Pemeliharaan MesinRpxxx

Biaya Utilitas PabrikRpxxx

Asuransi dibayar dimukaRpxxx

Biaya Bahan Baku Tidak LangsungRpxxx

Total Biaya Overhead PabrikRpxxxx

Harga pokok ProduksiRpxxxx

Persediaan Barang Jadi AwalRpxxxx

Barang Tersedia Untuk DijualRpxxxx

Persediaan Barang Jadi Akhir(Rpxxxx)

Harga Pokok PenjualanRpxxxx

3.5 Laporan Laba Rugi

Pencapaian kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) ditinjau dari Laporan Laba Rugi diuraikan sebagai berikut :

Penjualan bersih / laba-Rugi bersihDalam pencapaian Laba Bersih untuk tahun 2009 mengalami penurunan menjadi Rp. 150.356 juta, hal ini disebabkan karena hasil penjualan yang didapat pada tahun 2009 mencapai Rp 2.892.459 juta, menurun sebesar 15,5% bila dibanding dengan hasil penjualan tahun 2008 yang mencapai sebesar Rp. 3.421.191 juta. Penurunan terhadap penjualan bersih dipicu karena pendapatan/volume produksi hasil jadi secara umum mengalami penurunan dibawah tahun lalu ditambah pula harga jual dari produk hasil jadi Karet dan Kelapa Sawit dunia mengalami penurunan dibanding harga jual tahun lalu.

Dalam pencapaian Laba Bersih untuk tahun 2009 mengalami penurunan menjadi Rp. 150.356 juta, hal ini disebabkan karena hasil penjualan yang didapat pada tahun 2009 mencapai Rp 2.892.459 juta, menurun sebesar 15,5% bila dibanding dengan hasil penjualan tahun 2008 yang mencapai sebesar Rp. 3.421.191 juta. Penurunan terhadap penjualan bersih dipicu karena pendapatan/volume produksi hasil jadi secara umum mengalami penurunan dibawah tahun lalu ditambah pula harga jual dari produk hasil jadi Karet dan Kelapa Sawit dunia mengalami penurunan dibanding harga jual tahun lalu.

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan peninjauan dan penjelasan diatas maka penulis dapat memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Klasifikasi mutu teh di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibagi dalam 3 jenis yaitu Mutu I, Mutu II dan off grade.

2. Klasifikasi biaya produksi di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu berdasarkan fungsi (biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik), berdasarkan tujuan pemakaian (biaya langsung dan biaya tak langsung) dan berdasarkan tingkah laku (biaya variabel dan biaya tetap).3. Dalam melakukan proses produksi teh terdapat 8 departemen produksi yaitu Departemen Pengangkutan, Departemen Pelayuan, Departemen Penggilingan, Departemen Pengayakan, Departemen Fermentasi, Departemen Pengeringan, Departemen Sortasi Kering dan Departemen Pemutuan.4. Pengklasifikasian biaya akan mempengaruhi nilai dari Harga Pokok Penjualan Produk.Hasil perhitungan dari Harga Pokok Penjualan akan mempengaruhi besarnya laba atau rugi yang diperoleh oleh perusahaan per periode.

5. Pencapaian laba bersih untuk tahun 2009 mengalami penurunan menjadi Rp. 150.356.000, hal ini disebabkan karena hasil penjualan yang didapat pada tahun 2009 mencapai Rp 2.892.459.000, menurun sebesar 15,5% bila dibanding dengan hasil penjualan tahun 2008.6. Kinerja keuangan perusahaan dapat diketahui dari analisis laporan keuangan perusahaan, salah satunya adalah laporan laba rugi perusahaan. Pada PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) kinerja keuangan pada tahun 2009 mengalami penurunan seiring dengan penurunan penjualan dan peningkatan biaya penjualan perusahaan.4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran dari penulis adalah pengaplikasian dari klasifikasi biaya dan kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sudah baik sesuai dengan teori biaya dan akuntansi yang berlaku pada perusahaan manufaktur.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media.Nasehatun. 2007. Akuntansi Biaya. Edisi Ke-2. Salemba Empat. Yogyakarta.

Usry, Carter. 2004. Akuntansi Biaya.. Jakarta: Salemba Empat..

www.ptpn7.com

Sumber www.semenbaturaja.co.id

Gambar 2.1 Struktur Organisasi

25