Upload
tanzil-murdha
View
20
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan MA buper
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan budidaya udang windu sendiri telah mengalami kemajuan yang sangat
pesat, hal ini didukung oleh usaha budidaya yang intensif dengan teknologi yang sudah
dikuasai, harga yang tinggi dipasar lokal maupun internasional, dan peluang yang luas telah
membuat udang windu menjadi komoditas harapan bagi para pengusaha sehingga banyak
yang berani menanamkan modal bisnis udang windu ini.
Guna menunjang usaha budidaya, yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan
balai-balai pembenihan (hatchery) udang windu. Usaha pembenihan udang ini berkembang
pesat setelah ditemukannya teknik ablasi mata. Dengan teknik tersebut maka masalah
penyediaan induk matang telur dapat diatasi dan seluruh siklus hidup udang dapat diusahakan
dalam lingkungan yang terkontrol.
Udang merupakan komoditas perikanan yang memiliki potensi yang besar karena
merupakan produk ekspor. Sektor budidaya udang saat ini mengalami banyak kendala yakni
masalah lingkungan, penyakit, dan larangan dari negara pengimpor penggunaan bahan
antibiotik. Dari segi pengadaan benih udang berkualitas dituntut adanya ketersediaan induk
udang yang syarat dengan kualitas prima. Domestikasi kualitas induk udang selain ditentukan
oleh perbaikan genetiknya yang menghasilkanturunan bebas penyakit (SPF) dan tahan
penyakit (SPR) juga ditentukan oleh kualitas nutrisi pakan yang dikonsumsinya. Kualitas
pakan yang baik adalah jika ketersediaan nutrisi yang dikandung oleh pakan tersebut sesuai
dengan kebutuhan nutrisi induk udang serta manajemen pemberian pakan yang tepat perlu
diketahui. Udang Vannamei (litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang
introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki keunggulan seperti tahan
penyakit, pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100-110 hari), sintasan selama
pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan (FCR-nya) rendah (1:1,3).
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit
licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang
(Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar),
ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan
nama mali (Afrika),plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka),
catretrang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking
catfish. Lele dumbo dikenal sebagai lele hibrida Clarias gariepinus. Adalah salah satu ikan
yang berasal dari benua Afrika. Lele dumbo mulai diperkenalkan sebagai ikan berprospek
cerah di Indonesia sejak tahun 1985. Sejak itulah ikan lele dumbo mulai banyak diternak oleh
penghobi ikan di Indonesia. Ikan lele dumbo adalah varian/spesies ikan lele yang baru yang
dihasilkan dari perkawinan silang antara indukan lele betina dari Taiwan dan pejantannya
adalah indukan lele dari Afrika.
Lele merupakan salah satu budidaya perikanan darat melalui kolam. Kolam adalah
petakan-pematang yang digali dan luasnya lebih kecil dari tambak, digunakan untuk
pemeliharan ikan yang ada dipekarangan maupun bukan lahan pekarangan dengan
menggunakan air tawar yang bangunannya dapat dibuat secara permanen maupun non
permanen dan mempunyai bentuk bermacan-macam.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah agar dapat mengetahui cara dan tehnik
yang benar dalam pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dan untuk melihat
budidaya ikan lele sitem intensif resirkulasi bioboll, serta mempelajari cara pembenihan
udang windu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAAmri (2003) menyatakan bahwa habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dari
persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Udang windu bersifat
euryhaline yakni bisa hidup di laut yang berkadar garam tinggi hingga perairan payau yang
berkadar garam rendah. Udang windu juga bersifat benthik, hidup pada permukaan dasar laut
yang lumer (soft) terdiri dari campuran lumpur dan pasir terutama perairan berbentuk teluk
dengan aliran sungai yang besar dan pada stadium post larva ditemukan di sepanjang pantai
dimana pasang terendah dan tertinggi berfluktuasi sekitar 2 meter dengan aliran sungai kecil,
dasarnya berpasir atau pasir lumpur.
Udang windu bersifat omnivor, pemakan detritus dan sisa-sisa organik baik hewani
maupun nabati. Udang ini mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang
tersedia di lingkunagnnya, tidak besifat terlalu memilih-milih (Dall dalam Toro dan
Soegiarto, 1979). Sedang pada tingkat mysis, makanannya berupa campuran diatome,
zooplankton seperti balanus, veligere, copepod dan trehophora (Vilalez dalam Poernomo,
1976).
Toro dan Soegiarto (1979) mengemukakan bahwa udang penaeid termasuk hewan
yang heteroseksual, yaitu memepunyai jenis kelamin jantan dan betina yang masing-masing
terpisah . Perkawinan udang terjadi di laut bebas dengan jalan merapatkan perutnya (ventral)
masing-masing. Udang jantan biasanya lebih agresif dibanding betina, perkawinan terjadi
setelah betina mengganti kulit (moulting), udang jantan tertarik kepada betina karena adanya
hormon ektokrin yang keluar secara eksternal yaitu pada saat telur dikeluarkan melaluai
saluran telur (oviduk).
Udang vannamei termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami
yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga
dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Kandungan protein pada pakan untuk udang
vannamei relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. udang vannamei membutuhkan
pakan dengan kadar protein 20-35% ( Briggs, 2004 ).
Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif
tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar tinggi,
sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio. Tingkat kelulushidupan vannamei
dapat mencapai 80 - 100% dan tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Berat udang ini
dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100
udang/m2). Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang dewasa dapat mencapai
20 gram dan diatas berat tersebut, vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/
minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban, 1995).
Ikan lele adalah ikan yang hidup di air tawar. Ia bersifat nocturnal, artinya ia aktif
pada malam hari atau menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele
lebih suka berdiam di dalam lubang-lubang atau tempat yang tenang dan alirannya tidak
terlalu deras. Ikan lele membuat sarang di dalam lubang-lubang di tepian sungai, tepi-tepi
rawa atau pematang sawah, kolam yang teduh dan tenang (Suyanto, 2007).
Ikan lele mencapai kedewasaannya setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih. Jika
sudah masanya berkembang biak, ikan jantan dan betina berpasangan. Pasangan itu lalu
mencari tempat, yakni tempat yang teduh dan aman untuk bersarang. Lubang sarang ikan lele
terdapat kira-kira 20-30 cm di bawah permukaan air. Ikan lele tidak membuat sarang dari
suatu bahan (jerami atau rumput-rumputan) seperti ikan gurame, melainkan hanya
meletakkan telurnya di atas dasar lubang sarangnya itu (Puspowardoyo, 2006).
Ikan lele temasuk pemakan segala bahan makanan (omnivora), baik bahan hewani
maupun nabati. Dilihat dari jumlahnya, ikan lele dumbo lebih banyak memakan bahan
hewani dibandingkan dengan bahan nabati. Anak ikan lele memakan protozoa, rotifera,
crustacea yang halus dan fitoplankton. Sementara ikan lele dumbo dewasa memakan cacing
dan larva insekta, ikan-ikan kecil, udang, bahan organik, dan jasad-jasad yang telah
membusuk (Rukmana, 2003).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum Manajemen Akuakultur ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal
03 Mei 2014 pukul 09.00 WIB s/d selesai di SUPM Negeri Ladong, Aceh Besar.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah berupa alat tulis.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Ditentukan lapangan tempat diadakannya praktikum
Disiapkan alat tulis
Mendengarkan penjelasan dari narasumber
Mencatat segala hal yang dianggap penting
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil dari hasil praktikun Manajemen Aquacultur yang dilaksanakan di SUPMN
Ladong Aceh Besar dapat dilihat di Lampiran.
4.2 Pembahasan
Keadaan Lokasi pembenihan udang windu di SUPMN Ladong Aceh Besar adalah sebagai
berikut:
1. Lokasinya tersebut berada di dekat pinggiran pantai.
2. Pinggiran pantai banyak terdapat pohon mangrove dan pohon kelapa dekat dengan
laut.
3. Mudah dijangkau oleh transportasi darat atau laut.
4. Jauh dari lokasi pertambangan dan pabrik.
5. Tidak berada dekat dengan sungai atau limbah penduduk.
6. Tidak jauh dari tempat pemasaran larva dari daerah pertambakan.
Sebelum melakukan proses pembenihan atau pembelian induk udang windu, terlebih
dahulu mempersiapkan segala sarana pembenihan yang akan digunakan harus dipersiapkan
seperti :
a. Pembersihan Bak
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum memulai suatu produksi adalah
membersihkan atau mencuci semua bak yang telah di gunakan pada produksi
sebelumnya, Adapun bak-bak yang harus di persiapkan dan dibersihkan
terlebih dahulu adalah sebagai berikut :
Bak tandon air laut
Bak pemeliharaan larva
Bak penampungan induk
Bak harus dibersihkan dari segala kotoran baik bakteri atau jamur yang masih melekat
pada bak, bak harus dibersihkan dengan menggunakan detergen dan kaporit, bahan-bahan
organic seperti amoniak yang masih tersisa akan mengganggu kehidupan dan biasa
mematikan larva, selain itu mikro organisme (jasad-jasad renik) yang masih menempel yang
belum mati akan menimbulkan suatu penyakit. Oleh karena itu pembersihan media
pembenihan harus terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Penyedotan Air Laut
c. Proses Filterisasi Air Laut
d. Proses Treatmen
Sebelum digunakan untuk beroprasi, media air laut hasil dari proses filterisasi
perlu di treatmen atau dinetralkan terlebih dahulu. Proses treatmen
menggunakan kaporit 15-30 ppm. Tujan dari pemberian kaporit ini adalah
untuk membunuh kuman atau mikro organisme yang berbahaya serta untuk
menjernihkan air laut.
Persiapan Bak Larva
Persiapan wadah pemeliharaan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dalam usaha pembenihan udang windu. Bak yang akan digunakan untuk kegiatan
pembenihan di keringkan terlebih dahulu selama beberapa hari baru kemudian di bersihkan
untuk membuang kotoran serta lumut yang menempel pada bak, serta di lakukan juga
sterilisasi untuk membuang kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang telah lama
tidak beropersi. Kegiatan sterilisasi dilakukan dengan menggunakan kaporit dengan dosis 500
- 100 ppm, yang telah dilarutkan ke dalam ± 15 liter air lalu disiramkan secara merata ke
dinding-dinding atau dasar bak.
Setalah dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang peralatan
pendukung seperti heater, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu aerasi), dan terpal untuk
menutup bagian atas bak pemeliharaan nauplius. Pengisian air dilakukan setelah bak telah
bersih dan semua peralatan pendukung terpasang. Pengisian air dilakukan sampai ketinggian
mencapai 70 – 80 cm, yang sebelumnya air laut tersebut telah disaring terlebih dahulu dengan
menggunakan kain satin (filter back) yang di ikatkan pada ujung pipa pemasukan air.
Pemberian Pakan
Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi pakan karena
pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang melekat pada tubuhnya sebagai pakan.
Pada saat stadia zoea, mysis dan postlarva, larva diberi pakan tambahan yaitu pakan alami
dan pakan buatan.
Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema
Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.
Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara penebaran secara merata
kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan. Syarat yang
mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat
diusahakan agar satu individu udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu
lainnya, sehingga diharapkan dengan pemberian pakan merata pertumbuhannya akan
seragam.Untuk pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan kebutuhan
larva.
Budidaya lele dapat dilakukan di kolam tanah, bak permanen maupun bak plastic
(kolam dari terpal). Sumber air dapat berasal dari air sungai mapun air sumur. Suhu air yang
ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-27 °C. Suhu air mempengaruhi laju
pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air
(Prihartono, 2001).
Usaha pembudidayaan ikan lele dumbo perlu dikembangkan sesuai permintaan
masyarakat, ini akan menambah pendapatan usahatani akan lele dumbo. Pendapatan
usahatani ikan lele dumbo sangat erat kaitanya denagn harga. Semangkin tinggi harga jual,
semangkin tinggi nilai produksi yang diterima petani yang berarti semangkin meningkat
pendapatan usahatani. Menurut Mubayarto (1994), “Pada setiap akhir panen petani akan
menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu yaitu luas tanah akan dikalikan hasil
persatuan luas. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil ini akan dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka petani akan memperoleh hasil netto yang disebut
pendapatan usahatani”.
BAB V
PENUTUP5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Sebelum melakukan proses pembenihan perlu dipersiapkan sarana dan prasarana yang
meliputi: Pembersihan bak, Penyedotan Air Laut, Proses Filterisasi Air Lautdan
Proses Treatmen.
Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa (Skeletonema
Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti dengan artemia.
Adapun pemberian pakan pada benur udang windu di berikan setiap 3 jam sekali.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan adalah tidak sebatas menanyakan proses-
proses pembenihan udang tetapi alangkah baiknya kalau kita dapat mempraktekkannya
langsung.
\
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2006 SNI 01-6143. Benih udang windu (Penaeus monodon fabriciu, 1798) kelas benih sebar. Jakarta. 7 hal
Briggs, 2004. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha. Institut Pertanian Bogor.
Prihartono, R.Eko, Juansyah rasidik, dan Usni Arie. 2001. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Lele Dumbo. Penebar Swadaya, Jakarta.
Puspowardoyo, 2006. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.
Rukmana, 2003. Pembenihan dan pembesaran Lele.Kanisius. Yogyakarta.
Suyanto, 2007. Pengajuan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wardianto, 2008. Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar Tambak Intensif Udang Vanname (Litopenaeus vanname). Institut Pertanian Bogor.
Wyban, 1995. Udang vaname. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA sehingga laporan praktikum Menajemen Aquacultur ini dapat diselesaikan. Tidak lupa pula selawat bertangkaikan salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis mengucapka terimakasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pembimbing dan tim asisten dosen yang telah membimbing penulis dalam melakukan praktikum dan juga cara menyusun laporan sehingga penulis telah dapat menyelesaikannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini belum sempurna dan masih banyak tedapat kesalahan baik dari segi materi maupun dari segi teknis penulisan. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan ini dan semoga laporan ini dapat berguna dikemudian hari.
Darussalam 10 Mei 2014
Penyusun
Fadhlullah
DAFTAR ISIHal.
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1.2 Tujuan Praktikum..............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................
BAB III METODELOGI.....................................................................................................
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................................3.2 Alat dan Bahan.................................................................................................3.3 Prosedur Kerja..................................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................
4.1 Hasil Pengamatan.............................................................................................4.2 Pembahasan......................................................................................................
BAB V PENUTUP..............................................................................................................
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................5.2 Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
LAMPIRAN........................................................................................................................
LAPORAN
PRAKTIKUM MANAJEMENT AQUACULTUR
Tentang
PEMBENIHAN UDANG WINDU DAN BUDIDAYA IKAN LELE DI SUPMN LADONG
Disusun
Oleh
FARDIN APRIDO
1011102010068
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2014