47
BAB I PEMICU 1 I. Pemicu I Seorang anak laki-laki usia 7 tahun dibawa ke poliklinik oleh ibunya dengan keluhan pucat dan malas bermain sejak 6 bulan yang lalu. Nafsu makan berkurang dan prestasi belajar menurun. Selain itu, anak juga sering mengeluh gatal pada anusnya. Tidak ada riwayat demam atau perdarahan. Anak tidak suka makan daging dan sayur- sayuran. Keluarga tinggal di daerah padat penduduk dnegan air sumur sebagai sumber minum yang digunakan bersama. Pada pemeriksaan fisis terlihat anak sadar, tanda vital : FP 32X/ menit, FN 112X/ menit, TD 100/60 mmHg, Suhu 36,4 °C , BB 21 kg, TB 110 cm. tidak sesak napas, kesan gizi klinis kurang. Konjungtiva dan telapak tangan terlihat pucat. Tidak ada kelainan pada paru dan jantung. Pada pemeriksaan abdomen, tidak ditemukan pembesaran hati dan limpa. Ekstremitas tidak tampak kelainan. Genitalia eksterna : testis normal, phymosis (-), anus (+) normal. II. Klarifikasi dan Definisi Phymosis: penyempitan orifisium prepusium sehingga prepusium tidak dapat ditarik ke belakang dan ujung gland penis. III. Key Word a. Anak laki-laki 7 tahun b. Pucat dan malas bermain 1

laporan pemicu 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporn hematologi

Citation preview

BAB IPEMICU 1I. Pemicu ISeorang anak laki-laki usia 7 tahun dibawa ke poliklinik oleh ibunya dengan keluhan pucat dan malas bermain sejak 6 bulan yang lalu. Nafsu makan berkurang dan prestasi belajar menurun. Selain itu, anak juga sering mengeluh gatal pada anusnya. Tidak ada riwayat demam atau perdarahan. Anak tidak suka makan daging dan sayur-sayuran. Keluarga tinggal di daerah padat penduduk dnegan air sumur sebagai sumber minum yang digunakan bersama.Pada pemeriksaan fisis terlihat anak sadar, tanda vital : FP 32X/ menit, FN 112X/ menit, TD 100/60 mmHg, Suhu 36,4 C , BB 21 kg, TB 110 cm. tidak sesak napas, kesan gizi klinis kurang. Konjungtiva dan telapak tangan terlihat pucat. Tidak ada kelainan pada paru dan jantung. Pada pemeriksaan abdomen, tidak ditemukan pembesaran hati dan limpa. Ekstremitas tidak tampak kelainan. Genitalia eksterna : testis normal, phymosis (-), anus (+) normal.

II. Klarifikasi dan DefinisiPhymosis: penyempitan orifisium prepusium sehingga prepusium tidak dapat ditarik ke belakang dan ujung gland penis.

III. Key Worda. Anak laki-laki 7 tahunb. Pucat dan malas bermainc. Napsu makan berkurangd. Prestasi belajar menurune. Gatal pada anusf. Tidak ada riwayat demam dan perdarahang. Tidak suka makan daging dan sayuran h. Minum air sumur yang digunkaan bersama

IV. Rumusan MasalahAnak laki-laki 7 tahun mengeluh pucat dan malas bermain sejak 6 bulan yang lalu, napsu makan berkurang dan prestasi belajar menurun dan mengeluh gatal pada daerah anus serta tidak ada riwayat demam.

V. Analisis Masalah

Laki-laki 7 tahun

PrognosisPenatalaksanaanPemeriksaan penunjangPemeriksaan tinjadan lainnyaBerdasarkan etiologi dan morfologi DD: Anemia Defisiensi besiInfestasi cacingAnemia akibat Perdarahan kronikSkrining : Pemeriksaan darah pada anemiaAnemiaInfestasi cacingPemeriksaan darah lengkapPemeriksaan fisisAnamnesisKeluhan utama: Pucat dan malas bermain sejak 6 bulan yang lalu

VI. Hipotesis Anak laki-laki 7 tahun mengalami Anemia Defisiensi Besi

VII. Leaning Issues7.1 Hematopoesis dan Eritropoesis7.2 Anemia 7.2.1 Definis7.2.2 Klasifikasi7.2.3 Terapi Farmakologi dan non Farmakologi pada Anemia7.3 Pemeriksaan Penunjang 7.3.1 Metode7.3.2 Pemeriksaan skrining7.3.3 Pemeriksaan seri anemia7.3.4 Pemeriksaan sumsum tulang7.3.5 Pemeriksaan khusus7.4 Infestasi cacing7.5 Studi kasus7.5.1 Patofisiologi gatal pada anus7.5.2 Patofisiologi takipnea dan takikardi7.5.3 Patofisiologi pucat7.5.4 Hubungan air sumur sebagai sumber air minum dan penduduk yang padat pada pemicu7.5.5 Hubungan tidak makan sayur-sayuran dan daging

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pembentukan Sel Darah ( Hematopoesis )Proses pembentukan sel darah disebut hemopoiesis atau hematopoiesis. Sebelum lahir, hemopoiesis terjadi di dalam yolk sac embrio, dan kemudian terjadi di dalam hati, limpa, timus, dan nodus limfa fetus. Sumsum tulang merah menjadi lokasi utama hemopoiesis sejak 3 bulan sebelum kelahiran dan berlanjut sebagai sumber sel darah setelah lahir dan sepanjang hidup. 1, 2Sumsum tulang merah (red bone marrow) adalah jaringan ikat dengan vaskularisasi tinggi yang terletak diantara trabekula tulang sponge, terutama tulang-tulang yang menyusun aksis tubuh, dada, pelvis, dan proksimal femur dan humerus. Sekitar 0.05-1% dari sel di sumsum tulang merah berasal dari jaringan mesenkim dan disebut stem sel pluripoten atau hemositoblast. Sel-sel ini mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel. Pada neonatus semua sumsum tulang adalah merah dan aktif memproduksi sel darah. Seiring pertambahan usia, sumsum tulang merah pada kavitas tulang panjang menjadi inaktif dan digantikan oleh sumsum tulang kuning (yellow bone marrow), yang isinya adalah sel-sel lemak. Pada situasi tertentu, seperti pada perdarahan berat, sumsum tulang kuning dapat kembali menjadi sumsum tulang merah melalui perluasan sel sumsum tulang merah pada area yang tersisa, terutama di proksimal tulang ke area sumsum tulang kuning dan menggantikan sel-sel lemak dengan sel pluripoten kembali.Stem sel pada sumsum tulang merah terus menerus bereplikasi kembali menjadi stem sel baru, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel yang akan menjadi sel darah, makrofag, sel reticular, sel mast dan adiposit. Beberapa stem sel juga dapat membentuk osteoblas, kondroblas, dan sel otot. Sel reticular menghasilkan serat-serat reticular yang menyusun stroma/ kerangka yang menyokong sel sumsum tulang merah. Sekali sel darah dihasilkan di sumsum tulang merah, mereka akan memasuki sirkulasi melalui sinusoid (sinus), kapiler yang membesar dan bocor di sekitarnya. Kecuali limfosit, semua sel darah yang meninggalkan sumsum tulang merah tidak lagi mengalami pembelahan sel. 1, 2Stem sel pluripoten di sumsum tulang menghasilkan dua tipe stem sel yang mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai tipe sel dalam membentuk sel darah. Stem sel ini disebut sebagai stem sel myeloid dan stem sel limfoid. Stem sel myeloid memulai perkembangannya di sumsum tulang merah dan menjadi induk dari sel eritrosit, trombosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil. Stem sel limfoid memulai perkembangannya di sumsum tulang merah tetapi menyempurnakan perkembangannya di jaringan limfoid dan membentuk sel limfosit. Walaupun berbagai stem sel memiliki marker identitas pada membrane plasmanya, secara mikroskopik mereka tidak dapat dibedakan dan tampak seperti limfosit. Selama proses hemopoiesis, beberapa stem sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Stem sel myeloid lainnya dan stem sel limfoid berkembang langsung menjadi sel precursor. Sel progenitor tidak dapat lagi bereplikasi menjadi dirinya sendiri dan akan bereplikasi membentuk berbagai sel darah spesifik. Beberapa sel progenitor disebut sebagai colony-forming-unite (CFU). Singkatan ini menandakan lebih lanjut tipe sel matur apa yang akan dihasilkannya, misalnya CFU-E akan menghasilkan eritrosit, CFU-Meg menghasilkan megakariosit, sumber trombosit, dan CGU-GM menghasilkan granulosit (terutama neutrofil) dan monosit, sel progenitor juga secara histologi mirip dengan limfosit dan tidak dapat dibedakan. 1, 2Generasi berikutnya adalah sel prekursor (-blast). Setelah beberapa kali pembelahan mereka akan berkembang menjadi bagian sesungguhnya darah. Sebagai contoh, monoblast akan berkembang menjadi monosit, eosinofilik mieloblast akan berkembang menjadi eosinofil dan lain-lain. Sel precursor dapat dibedakan penampakannya secara histolgis.Berbagai hormone yang disebut hemopoietik growth factor mengatur diferensiasi dan proliferasi sel progenitor tertentu. Eritropoietin (EPO) meningkatkan jumlah sel progenitor eritrosit. EPO dihasilkan oleh sel di ginjal dan terlentak diantara tubulus ginjal (sel interstitial peritubular). Jika terjadi gagal ginjal, pelepasan EPO melambat dan produksi eritrosit tidak adekuat. Trombopoietin (TPO) dihasilkan oleh sel hati, menstimulasi pembentukan trombosit dari megakariosit. Berbagai tipe sitokin mengatur perkembangan berbagai tipe sel. Sitokin adalah glikoprotein kecil yang dihasilkan oleh sel seperti sel sumsum tulang merah, leukosit, makrofag, fibroblast dan sel endotel. Secara umum bekerja sebagai hormone lokal (autokrin/ parakrin). Sitokin menstimulasi proliferasi sel progenitor di sumsum tulang merah dan meregulasi aktivitas sel yang terlibat dalam pertahanan tubuh nonspesifik (misal fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). dua keluarga penting dari sitokin yang menstimulasi pembentukan leukosit adalah colony-stimulating-factors (CFUs) dan interleukin. 1, 2Skema dari hematopoesis

2.2 Sel Darah Merah (Eritrosit)Sel darah merah/ eritrosit mengandung protein pengangkut oksigen yaitu hemoglobin, pigmen yang menyebabkan darah berwarna merah. Pria dewasa sehat memiliki 5,4 juta eritrosit per L darah dan wanita dewasa sehat memiliki 4,8 juta eritrosit per L darah (satu tetes darah sekitrar 50 L). Untuk mempertahankan jumlah eritrosit normal, sel matur baru harus masuk ke sirkulasi dengan laju setidaknya 2 juta sel per detik, suatu jumlah yang sebanding dengan tingkat dekstruksi eritrosit.2.2.1 Struktur EritrositEritrosit berbentuk bikonkaf dengan diameter 7-8 m. Membrane plasma nya lebih kuat dan fleksibel sehingga memudahkannya untuk berubah bentuk tanpa terjadi rupture saat bergerak melewati kapiler. Berbagai glikolipid pada membrane plasma eritrosit adalah antigen yang menyebabkan pengelompokkan golongan darah seperti ABO dan Rh. Eritrosit tidak memiliki nucleus dan organel sel lainnya dan tidak dapat melakukan proses metabolism yang ekstensif. Sitosol eritrosit mengandung molekul hemologbin yang disintesis sebelum nucleus menghilang saat proses pembentukan eritrosit dan menyusun Gambar 1Morfologi eritrosit, tampak bikonkaf33% dari berat eritrosit. 1, 22.2.2 Struktur hemoglobinSetiap eritrosit mengandung 280 juta molekul hemoglobin. Sintesis Hemoglobin dimulai sejak proeritroblast hingga retikulosit. Sebuah hemoglobin mengandung sebuah protein yang disebut globin, tersusun atas empat rantai polipeptida (dua rantai alfa dan dua rantai beta), pigmen non protein berbentuk sirkular yang disebut heme yang terikat pada keempat rantai globin. Pada pusat dari cincin heme terikat sebuah zat besi (Fe2+) yang dapat mengikat satu molekul oksigen, sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat empat molekul oksigen. Setiap molekul oksigen dari paru akan berikatan dengan satu ion besi. Saat darah melewati kapiler jaringan, terjadi reaksi yang berkebalikan. Hemoglobin akan melepaskan oksigen yang berdifusi ke cairan interstitial dan kemudian ke dalam sel.

Pembentukan hemoglobin:2 suksinil-KoA + 2 glisin4 pirol protoporfirinProtoporfirin IX + Fe 2+ hemeHeme + polipeptida rantai hemoglobin2 rantai + 2 rantai hemoglobin A

2.2.3 Fungsi eritrositEritrosit terutama berfungsi dalam transport oksigen. Karena semua eritrosit matur tidak memiliki nucleus, semua ruang internalnya digunakan untuk transport oksigen. Karena eritrosit juga tidak memiliki mitokondria dan membentuk ATP secara anaerobic, mereka tidak menggunakan oksigen yang mereka bawa untuk kebutuhan energinya. Bahkan bentuk eritrosit juga fungsional, bentuknya yang bikonkaf memperluas permukaannya sehingga meningkatkan area untuk difusi gas masuk dan keluar dari eritrosit 1, 2.Hemoglobin juga membawa 23% total karbondioksida, produk sisa metabolisme. Darah mengalir melalui kapiler jaringan dan mengambil karbondioksida yang kemudian terikat dengan asam amino pada globin. Saat darah melewati paru, karbondioksida dilepaskan dari hemoglobin dan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi. Selain itu, hemoglobin juga berperan dalam regulasi aliran darah dan tekanan darah. Hormon nitric-oxide (NO) yang dihasilkan oleh sel endotel yang membatasi pembuluh darah berikatan dengan hemoglobin. Dalam situasi tertentu hemoglobin akan melepaskan NO dan pelepasan NO ini akan menyebabkan vasodilatasi, peningkatan diameter pembuluh darah yang terjadi akibat relaksasi otot polos dinding pembuluh darah. 1, 2 2.2.4 Siklus hidup eritrositEritrosit hanya hidup 120 hari karena kerusakan membrane terus menerus saat melewati kapiler. Tanpa adanya nukleus dan organel lainnya, eritrosit tidak dapat mensintesis komponen baru untuk menggantikan komponen yang rusak. Membrane plasma semakin rapuh seiring bertambahnya usia eritrosit dan mudah lisis khususnya saat melewati kanal yang sempit di limpa. Eritrosit yang rusak akan dibuang dari sirkulasi dan dihancurkan oleh makrofag fagositik di dalam limpa dan hati, dan produk sisa akan di daur ulang. Pembentukan dan dekstruksi eritrosit serta daur ulang hemoglobin dapat dijelaskan di bawah ini: a. Makrofag di dalam hati, limpa atau sumsum tulang merah memfagosit eritrosit yang ruptur dan rusak,b. Bagian heme dan globin dari hemoglobin dipisahkan,c. Globin dipecah menjadi asam amino, yang dapat digunakan ulang untuk sintesis protein lain,d. Zat besi dilepaskan dari bagian heme dalam bentuk Fe3+ yang berikatan dengan protein transferin, transporter Fe3+ di darah,e. Pada serat otot, sel hati, dan makrofag limpa dan hati, Fe3+ dilepaskan dari transferrin dan menempel pada protein penyimpan besi yang disebut ferritin,f. Fe3+ yang dilepaskan dari situs penyimpanannya atau yang berasal dari absorbs gastrointestinal akan kembali berikatan dengan transferring,g. Kompleks Fe3+ dan tranferin dibawa ke sumsum tulang merah lalu diambil oleh sel precursor eritrosit melalui proses reseptor mediated endocytosis dan digunakan untuk sintesis hemoglobin. Zat besi dibutuhkan untuk bagian heme dan asam amino diperlukan untuk menyusun bagian globin. Vitamin B12 juga diperlukan untuk mensintesis hemoglobin,h. Eritrosit yang dihasilkan di sumsum tulang merah kemudian memasuki sirkulasii. Saat zat besi dilepaskan dari heme, bagian non-besi dari heme dikonversikan menjadi biliverdin, pigmen hijau, kemudian menjadi bilirubin, dan pigmen kuning,j. Bilirubin memasuki aliran darah dan dibawa ke hati,k. Di dalam hati, bilirubin dilepaskan oleh hepatosit ke dalam kantung empedu, yang kemudian menuju usus halus lalu ke usus besar,l. Di usus besar, bilirubin diubah oleh bakteri usus menjadi urobilinogen,m. Sebagian urobilinogen di absorbsi ulang ke dalam darah, diubah menjadi pigmen kuning yang disebut urobilin dan diekskresikan lewat urin,n. Kebanyakan urobilinogen akan dieliminasi lewat fese dalam bentuk pigemn coklat yang disebut sterkobilin yang memberikan warna coklat pada feses.

Gambar 2: Pembentukan dan dekstruksi eritrosit serta daur ulang hemoglobin2.2.5 Eritropoiesis (Produksi Eritrosit)Eritropoiesis dimulai di sumsum tulang merah dengan sel precursor yang disebut proeritrosit. Proeritrosit membelah beberapa kali, menghasilkan sel yang mulai mensintesis hemoglobin. Sel yang mendekati tahap akhir ini kemudian melepaskan nukleusnya dan menjadi retikulosit. Kehilangan nucleus mengakibatkan indurasi bagian tengah dari sel, sehingga bentuk eritrosit menjadi bikonkaf. Retikolosit masih mempertahankan beberapa mitokondria, ribosom dan retikulum endoplasmic. Retikulosit ini kemudian masuk ke dalam aliran darah. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit matur dalam 1-2 hari setelah dilepaskan dari sumsum tulang. 1, 2Normalnya eritropoiesis dan sel eritrosit dihancurkan dalam laju yang sama, jika kapasitas pengangkutan oksigen berkurang karena eritropoiesis tidak sebanding dengan yang didekstruksi, maka ada system umpan balik yang meningkatkan produksi eritrosit. Defisiensi oksigen jarigan disebut hipoksia dapat terjadi jika terlalu sedikit oksigen yang memasuki darah. Sebagai contoh, kadar oksigen yang rendah pada udara akan mengurangi saturasi oksigen darah.Pengangkutan oksigen juga dapat berkurang menyebabkan anemia yang dapat diakibatkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan asam amino tertentu, dan kekurangan vitamin B12. Masalah sirkulasi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dapat juga mengurangi pengangkutan oksigen. Apapun penyebabnya, hipoksia akan menstimulasi ginjal untuk meningkatkan produksi eritropoietin yang meningkatkan laju perkembangan proeritroblas menjadi retikulosit dalam sumsum tulang merah. 1, 22.3 Anemia2.3.1 DefinisiAnemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal jumlah sel darah merah (SDM), kuantitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 mL darah.3 Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oksigen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan dengan penurunan kadar Hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Tetapi yang lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian disusul dengan hematokrit. Terdapat beberapa keadaan di mana kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit tidak sejalan dengan massa eritrosit seperti pada keadaan dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan.4 2.3.2 Prevalensi AnemiaAnemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Untuk Indonesia, Husnaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahin 1989 sebagai berikut: Anak prasekolah:30-40% Anak usia sekolah:25-35% Perempuan dewasa tidak hamil:30-40% Perempuan hamil:50-70% Laki-laki dewasa:20-30% Pekerja berpenghasilan rendah:30-40%

2.3.4 Kriteria AnemiaParameter yang paling umum digunakan untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. WHO menetapkan cut of point anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Anemia Menurut WHO

KelompokKriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasaWanita dewasa tidak hamilWanita hamil< 13 g/dL< 12 g/dL< 11 g/dL

Beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria hemoglobin kurang dari 10 g/dL sebagai awal dari work up anemia.4

2.3.5 Etiologi dan Klasifikasi AnemiaAnemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena4:a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulangb. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya/dipercepat (hemolisis).Anemia diklasifikasikan berdasarkan gambaran morfologik menjadi tiga golongan, yakni4:a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fL dan MCH < 27 pgb. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fL dan MCH 27-34 pgc. Anemia hipokromik makrositer, bila MCV > 95 fLPada klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukkan ukuran SDM dan kromik untuk menunjukkan warnanya.3 Ukuran sel dapat digambarkan sebagai normositik dengan MCV normal, mikrositik apabila MCV lebih kecil daripada normal, dan makrositik dengan MCV yang lebih besar daripada normal. Derajat hemoglobinisasi sel dapat diperkirakan dengan mengukur MCH dan dapat digambarkan sebagai memiliki hemoglobin rerata normal (normokromik) atau hemoglobin rerata yang kurang daripada normal (hipokromik). Hipokromia adalah penurunan intensitas pewarnaan hemoglobin yang terjadi apabila bagian kepucatan di tengah menempati lebih dari sepertiga garis tengah sel. Hipokromia apabila dilihat pada apusan darah, hampir selalu berkaitan dengan penurunan MCHC.5

Klasifikasi Anemia Berdasarkan morfologi 3 Anemia hipokromik mikrositer: ADB, thalasemia mayor, anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik Anemia normokromik mikrositer: anemia pasca perdarahan akut, anemia aplastik, anemia hemolitik didapat, anemia akibat penyakit kronik, anemia pd GGK, anemia pd sindrom mielodisplastik, anemia pd keganasan hematologik Anemia makrositer: Megaloblastik: anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa Non-megaloblastik: anemia pd penyakit hati kronik, anemia pd hipotiroidisme, anemia pd sindrom mielodisplastik

Anemia dapat di klasifikasi menurut etiologi :1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang. a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12b. Gangguan penggunaan besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik c. Kerusakan sumsum tulang Anemia aplastik Anemia mieloplastik Anemia pada keganasan hematologi Anemia diseritropoietik Anemia pada sindrom mielodisplastik 2. Anemia akibat hemoragik a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia akibat perdarahan kronik 3. Anemia hemolitik a. Anemia hemolitik intrakorpuskular b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular 4. Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.6

2.3.6 Patofisiologi dan Gejala Anemia Gejala umum anemia ini timbul karena: 1) Anoksia organ; 2) Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a) Derajat penurunan hemoglobin; b) Kecepatan penurunan hemoglobin; c) Usia; d) Adanya kelainan jantung dan paru sebelumnya.Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu4:a. Gejala umum Anemia. Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb