Upload
sef-nengko
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori Medis Tuberkulosis dan Efusi Pleura
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, tuberkulosis dapat juga ditularkan kebagian
tubuh yang lain, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe.
( Bruner dan Sudarth, 2002, hal. 584 )
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain.
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi , 2006 )
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang menular disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis yang biasanya menyerang jaringan
parenkim paru. Namun juga dapat menyerang bagian tubuh lain seperti
tulang, otak, ginjal, dan nodus limfe yang membutuhkan tetapi yang lama
dalam penyembuhannya.
( Halim Danusantoso, 2004, hal. 94 )
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB ( mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
( Depkes , 2002)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubeculosis, yang biasanya ditularkan dari orang ke orang
melalui nuklei droplet lewat udara
(Sandra M. Nettina, 2002, hal 817)
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam
disingkat BTA nama lengkapnya Mycobacterium Tuberculosis
(htt p://nusaindah.tripod.com/kestbc.htm)
Tuberculosis Paru adalah suatu peradangan pada paru yang ditandai oleh
pembetukan tuberkel (benjolan) yang meninggalkan jaringan fibrotik
yang mengganas.
(Mansyoer, Arief. 2001. 74)
Efusi Pleura adalah suatau keadaan dimana terjadinya penumpukan cairan
Dalam rongga pleura.
(Irman Somantri. 2008. hal : 95 )
Efusi Pleura yaitu akumulasi cairan didalam rongga pleura. Timbulnya
efusi pleura didahului oleh keradangan pleura ( Pleuritis ).
(Hood Alsogaf. 2008. hal : 143 )
Efusi Pleura adalah penimbunan cairan didalm rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebih dari permukaan pleura.
( http://www.google.com//efusipleura )
Efusi Pleura, pengumpulan cairan didalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, adalah proses penyakit primer
yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain.
( Brunner & Suddarth. 2001. hal : 593 )
2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
a. Anatomi Pernafasan
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang
melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya.
Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.
Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian
rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga
suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang
masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.
Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru,
disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada
dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal
terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan
pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan
dindingdada.
Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada.
Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat
sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang)
tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang.
Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting
sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah
sebagaiberikut :
1). Interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga
2).Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum tulang dada
3).Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
4).Interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
5).Otot perut yang menarik iga ke bawah dan diafragma keatas
6).Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus
kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25
kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir
sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga
agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar.
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi
pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan
udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-
masing rata-rata 0,2 milimeter.
(http://images.google.co.id/)
b. Fisiologi Pernafasan
1) Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2
lubang ( kavum nasi ), yang dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi ).
Didalamnya terdapat bulu – bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2) Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong ( ± 13 cm ), letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungan dengan esophagus.
Faring digunakan pada saat “ digestion ” ( menelan ) seperti pada saat
bernafas.
Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi 3 :
a) Naso – faring ( dibelakang hidung ) penting sebagai mata rantai nodus
limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke
hidung dan tenggorokan.
b) Oro – faring ( dibelakang mulut ) untuk menampung udara dari naso –
faring dan makanan dari mulut.
c) Laringo – faring ( dibelakang laring ) berfungsi pada saat menelan dan
respirasi.
3) Laring
Merupakan kotak suara yang dindingnya tersusun atas tulang rawan, selain itu
di laring terdapat pita suara
4) Trakhea
Trakhea bersifat fleksibel, berotot, memiliki panjang 12 cm dengan cicin
kartilago berbentuk huruf C. Ujung cabang trachea disebut Carina. Didalam
trachea diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, untuk mengeluarkan benda – benda asing yang masuk bersama
dengan udara pernafasan.
5) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trachea. Bronkus
bercabang – cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus, pada ujung
bronkiolus terdapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.
6) Alveolus
Alveolus merupakan ujung dari saluran nafas. Pada alveolus inilsh terjsdi
proses difusi. Proses difusi ini erjadi di dinding alveolus. Dinding alveolus
terdiri atas sel epithel gepeng dan pembuluh darah yang berdinding endotel
7) Pleura
Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru – paru. Pleura
ada 2 macam :
a) pleura parietal ( lapisan luar paru )
b) pleura visceral ( lapisan dalam paru )
Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan ( 5 – 15 ml )
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari pada
tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Masuknya udara maupun
cairan kedalam rongga pleural akan menyebabkan paru – paru tertekan dan
kolaps.
(Drs. H. Syaifuddin, 2006. hal : 193 – 195 )
3 PENYEBAB
a. Tuberkulosis
1) Penyebab dari Tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium
Tuberkulosis yang mempunyai sifat khusus, yaitu:
a) Tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
b) Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab.
c) Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2003, hal. 9 )
2) Basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik
(http://medscape.com)
b. Efusi Pleura
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada 2 macam, yaitu :
1) infeksi kuman primer intra pleura
2) tumor primer pleura
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi – kondisi :
1) gangguan pada reabsorbsi cairan pleura
2) peningkatan produksi cairan pleura
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah :
1) transudat
gagal jantung, serosis hepatis dan ascites, pasca bedah abdomen,
hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, dll.
2) eksudat
a) infeksi ( TBC, pneumonia, virus, jamur, parasit, abses )
b) neoplasma ( Ca paru, limfoma, leukemia )
c) emboli / infark paru
d) penyakit kolagen ( rheumatoid arthritis )
e) penyakit gastrointestinal ( pankreatitis, abses hati )
f) trauma ( hemothoraks )
(Irman Somantri. 2008. hal : 95 - 96 )
4 PATOFISIOLOGI
a. Tuberkulosis
M. Tuberculosis
Inhalasi droplet Bakteri mencapai Alviolus
Terjadi reaksi Antigen-antibody
Muncul reaksi Radang
Terjadi pengeluaran secret/ mucus
Akumulasi secret dijalan nafas menghalangi proses difusi Oksigenasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif Kompensasi tubuh meningkatkan gerakan pernafasan
Respon batuk-batuk sesak
penggunaan otot-otot abdomen pola nafas tidakefektif
Refluk fagal Transportasi O2 Tergangu
Mual, muntah Kelelahan
Kelemahan fisik
Nutrisi kurang dari kebutuhan Tubuh Otropi otot-otot
Keterbatasan aktivitas
Aktivitas kehiduapn sehari hari terganggu
(http://harnawatiaj.files.wordpress.com)
b. Efusi Pleura
Jantung tidak dapat memompa darah dengan maksimal
Cairan yang berada di pembuluh darah menjadi bocor
Hipertensi kapiler sistemik
Peningkatan tekanan hidrostik pada kapiler
Masuk ke dalam pleura
Pengumpulan abnormal cairan pleural
Efusi Pleura
(Irman Somantri. 2008. Hal : 97 – 98 )
5 TANDA DAN GEJALA
a. Tuberkulosis
a) Batuk lama, kurang lebih 3 bulan, disertai riak dan kadang keluar darah.
b) Nafsu makan berkurang.
c) Berat badan berkurang.
d) Keluar keringat pada malam hari.
e) Badan terasa panas.
(Mansyoer, Arief. 2001. 74)
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
1) Gejala respiratorik, meliputi:
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2). Gejala sistemik, meliputi:
a). Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b). Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :
1). Batuk darah
(a). Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
(b). Darah berbuih bercampur udara
(c). Darah segar berwarna merah muda
(d). Darah bersifat alkalis
(e). Anemia kadang-kadang terjadi
(f). Benzidin test negatif
2). Muntah darah
(a). Darah dimuntahkan dengan rasa mual
(b). Darah bercampur sisa makanan
(c). Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
(d). Darah bersifat asam
(e). Anemia seriang terjadi
(f). Benzidin test positif
3). Epistaksis
(a). Darah menetes dari hidung
(b). Batuk pelan kadang keluar
(c). Darah berwarna merah segar
(d). Darah bersifat alkalis
(e). Anemia jarang terjadi
(http://medscape.com)
b. Efusi Pleura
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik. Timbul gejala sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan :
1) demam
2) menggigil
3) nyeri dada
Ketika efusi sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dispnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar mengakibatkan nafas pendek.
(.Irman Somantri. 2008. hal : 98 )
Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi nafas minmal atau tidak
sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi.
( Brunner & Suddarth. 2001. hal : 593 )
Menurut Mansyoer, Arief ( 2001) Tanda dan gejala dari Efusi Pleura yaitu :
a) Nyeri dada
b) Batuk
3). Fibris
4) Gerakan nafas menurun
5) Redup pada perkusi
6) Suara nafas menghilang (Fokal vrimitus mengecil pada saat palpasi)
7) Dispneu berfariasi
6 KOMPLIKASI
a. Tuberkulosis
1) Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
- Hemoptisis berat
Terjadi akibat perdarahan saluran napas bawah, dapat mengakibatkan
kelemahan karena syock hipovolumi atau tersumbatnya jalan napas.
- Kolaps dari lobus
Terjadi akibat dari retraksi bronkial.
- Bronkiektasis dan Fibrosis pada Paru
Lesi yang menyebabkan Mycobacterium Tuberkulosis menyebabkan
fibrosis pada paru.
- Pneumotorak spontan
Yaitu kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain
Penyebaran infeksi dapat menuju ke organ lain seperti ginjal, otak, tulang,
persendian, nodul limfe, dll karena ikutnya basil Mycobacterium
Tuberkulosis beredar bersama aliran darah dan sistem limfe.
- Insufisiensi Kardiopulmoner
Apabila pada penderita TB kronik dapat menyebabkan jantung dan paru –
paru tidak dapat berfungsi dengan baik.
(Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ; 2006 )
b. Efusi Pleura
Ada beberapa keganasan yang menimbulkan efusi pleura :
1) adenokarsinoma
keganasan ini biasanya terletak di daerah perifer paru
2) keganasan payudara
3) tumor pancreas, uterus, ovarium, lambung, hati, prostate, dan testis
( http://www.google.com//komplikasiefusipleura )
7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Tuberkulosis
1) Pemeriksaan BTA
Diagnosis Paru orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif sedikitnya dua dari 3 spesimen pemeriksaan SPS
(Sewaktu, Pagi, Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya satu spesimen positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen thorak atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
- Jika hasil rontgen mendukung TB, maka penderita
didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
- Jika hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan
dahak SPS diulang. Apabila fasilitas memadai, maka dapat dilakukan
pemeriksaan lain, misal biakan.
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ; 2006 )
2) Pemeriksaan Laboratorium darah rutin
- Biasanya ditemukan LED mengalami peningkatan.
- Terjadi Limfositosis.
3) Tes Tuberkulin / Mantoux test
Tes kulit yang digunakan untuk menentukan apakah telah terinfeksi basil
TB. Ekstrak Basil Turbekel (Tuberkulin) disuntkan kedalam lapisan
intradermal pada aspek di dalam lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah
siku. 0,1 ml PPD (Derivat Protein yang dilemahkan) disuntikan
membentuk benjolan pada kulit melembung.
Pada saat menyuntikkan jangan lupa menuliskan tempat, nama antigen,
nomor Lot dan tanggal serta waktu tes dilakukan. Hasil pemeriksaan akan
terlihat 48 sampai 72 jam. Tes kulit Tuberkulin memberikan reaksi
setempat lambat, yang menandakan bahwa individu tersebut sensitif
terhadap tuberkulin.
Reaksi terjadi ketika tampak indurasi maupun eritema:
a) Reaksi signifikan (+) , apabila reaksi yang ditimbulkan luasnya lebih
dari 10 mm.
b) Reaksi mungkin signifikan (ragu-ragu), apabila reaksi yang
ditimbulkan diameternya 5 mm.
c) Reaksi non signifikan (-), apabila reaksi yang dimbulkan diameter 0 –
4 mm.
Makin kuat reaksi, makin besar kecenderungan infeksi aktif.
( Bruner dan Sudarth ; 2002 ; hal. 586 )
4) Foto Thorak, gambaran fotto thoraks yang menonjol dignosis TB, yaitu:
a) Bayangan lesi terletak dilapang atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b) Bayangan berwarna (Patchy) atau bercak (nodular).
c) Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d) Kelainan bilateral, terutama dilapang atas paru.
e) Adanya klasifikasi (pada inaktif).
f) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g) Bayangan milier.
5) Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 microorganisme
dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
6) Beckton Dickinson Diagnostik Instrument System (BACTEC)
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh Mycobacterium Tuberkulosis.
7) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan aintibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menumbuhkan masalah.
8) Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen Lipoarabinomanan yang direaksikan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam
serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai
maka warna sisir akan berubah.
( Halim Danusantoso ; 2004 ; hal. 97 )
b. Efusi Pleura
1) sinar tembus dada
yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan
2) torakosintesis
aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun
terapeutik. Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada posisi duduk.
Pengeluaran cairan tidak boleh lebih dari 1000 – 1500 cc pada setiap kali
aspirasi
3) biopsy pleura
pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis tuberculosis dan timor
pleura
4) pemeriksaan tambahan :
a) bronkoskopi : pada kasus – kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru
b) scanning isotop : pada kasus dengan emboli paru – paru
c) torakoscopi : pada kasus dengan neoplasma atau TBC
(Irman Somantri. 2008. hal : 98 – 99 )
8. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Tuberkulosis
1) Pengobatan TB
a) Pengobatan TB mempunyai tujuan:
(1) menyembuhkan pasien
(2) mencegah kematian
(3) mencegah kekambuhan
(4) memutuskan rantai penularan
(5) mencegah terjadinya resistensi kuman
b) Jenis OAT dan Dosis
JENIS OAT SIFATDosis yang direkomendasikan (mg / kg)Harian 3x seminggu
ISONIAZID (H)BAKTERISID
5(4 – 6)
10(8 – 12)
RIFAMPILIN ( R ) BAKTERISID 10
(8 – 12)
10
(8 – 12)
PYRAZINAMIDE (Z) BAKTERISID 25(20 – 30)
35(30 – 40)
STREPTOMYCIN (S) BAKTERISID 15(12 – 18)
15(12 – 18)
ETHAMBUTOL (E) BAKTERIOSTATIK
15(15 – 20)
30(20 – 35)
c) Panduan OAT dan Peruntukannya
(1) Kategori – I (ZHRZE / 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- pasien TB Paru BTA positif
- pasien TB Paru BTA negatif, foto torak positif
- pasien TB Paru ekstrak paru
TAHAP INTENSIF
TAHAP LANJUTAN
3 KALI SEMINGGU
BERAT
BADAN
TIAP HARI SELAMA 56
HARI
RHZE (150/75/400/275)
SELAMA 16
minggu
RH (150/150)
30 -37 Kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 -54 Kg 3 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
55 -70 Kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
> 71 Kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
(2) Kategoti – 2 (ZHRZE / HRZE / 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Positif yang telah
diobati sebelumnya:
- pasien kambuh
- pasien gagal
- pasien dengan pengobatan setelah difault (terputus)
Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2
BERAT
BADAN
Tahap Intensif
Tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap lanjutan
3x seminggu
RH (150/150) + E (275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30 -37 Kg
2 tablet 4 KDT
+ 500 mg
streptomycin inj.
2 tablet 4 KDT
2 tablet 4 KDT
+ 2 tab Etambutol
38 -54 Kg
3 tablet 4 KDT
+ 500 mg
streptomycin inj.
3 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
+ 3 tab Etambutol
55 -70 Kg
4 tablet 4 KDT
+ 500 mg
streptomycin inj.
4 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
+ 4 tab Etambutol
> 71 Kg
5 tablet 4 KDT
+ 500 mg
streptomycin inj.
5 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
+ 5 tab Etambutol
Catatan :
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus
Cara melarutkan streptomicin vial 1 gr yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg).
(3) OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap
intensif kategori I hanya diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis KDT untuk sisipan;
Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama28 hariRHZE ( 150 / 75 / 275 )
30 -37 Kg 2 tablet 4 KDT
38 -54 Kg 3 tablet 4 KDT
55 -70 Kg 4 tablet 4 KDT
> 71 Kg 5 tablet 4 KDT
( Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006, hal. 20 – 22 )
b. Efusi Pleura
1) Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar
dan pengosongan cairan ( torasentesis ).
Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a) Menghilangkan sesak nafas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan
rongga pleura.
b) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
c) Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan cairan pertama jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak
dapat menimbulkan sembab paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian :
a) Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
di dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura ( empiema )
c) Dapat terjadi pneumotoraks.
(Hood Alsagaf. 2008. hal : 152 )
2). Aspirasi Cairan Pleura
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau
dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal
Drainage ( WSD ). Aspirasi cairan berulang merupakan tindakan penanganan
yang tidak berbeda dengan torakosentesis untuk tujuan diagnostik.
3). Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatnya pleura viseralis dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam
rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis
merupakan penanganan terpilih pada keganasan efusi pleura. Bahan kimia
yang lazim digunakan adalah sitostatika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen
mustard, 5 – fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin.
( http://www.google.com//keganasanefusipleura )
B. Landasan Teori Keperawatan Tuberkulosis dan Efusi Pleura
1. Pengkajian Dasar
a. Tuberkulosis
Data tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena.
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan
Napas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil
dan /atau
berkeringat
Mimpi buruk
Tanda : Takikardia, Takipnea / dispnea pada kerja
Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)
2) Integritas Ego
Gejala : adanya / faktor stres lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tak berdaya / tak ada harapan
populasi budaya / etnik : Amerika asli atau imigran dari Amerika
Tengah.
Asia Tenggara, Indian, anak Benua
Tanda : Menyangkal
Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
3) Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, keringat / kulit bersisik
Kehilangan otot / hilang lemak subkutan
4) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
5) Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif
Napas pendek
Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan
pleura)
6) Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh; AIDS, Kanker
Tes HIV Positif
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut
7) Interaksi Sosial
Gejala : Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular
erubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran
8) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga TB
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
Gagal untuk membaik / kambuhnya TB
Tidak berpatisipasi dalam terapi
( Marilynn E. Doenges ; 2000 ; 240 – 241 )
b. Efusi Pleura
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2) Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tidak teratur. TD : hipertensi / hipotensi.
3) Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4) Makanan / cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infus tekanan
5) Nyeri / kenyamanan
Gejala : ( tergantung pada ukuran / area yang terlibat ) : nyeri dada unilateral,
meningkat karena pernafasan. Batuk tajam dan nyeri, menusuk yang
diperberat oleh nafas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
( efusi pleural ).
Tanda : berhati – hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan
wajah.
6) Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : inflasi /
infeksi paru.
Tanda : perkusi dada : bunyi pekak diatas area yang terisi cairan.
Pernafasan : peningkatan frekuensi / takipnea.
7) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan
8) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : adanya bedah intratorakal / biopsi paru, bukti kegagalan membaik
(Doenges. 2000. hal : 195 – 196 )
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Tuberkulosis1) Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan / kelelahan.
2) Ansietas berhubungan dengan Dispnea.
3) Ketidakefektifan Pemberian Jalan Napas berhubungan dengan sekresi
yang berlebihan.
4) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan.
5) Syndrom defisit Perawatan diri (mandi, berpakaian, toileting, makan)
berhubungan dengan kelemahan fisik.
( Judith M Wilkinson ; 2007 ; hal. 618 )
b. Efusi Pleura
1) Pola nafas tidak efektif
Hal tersebut berhubungan dengan :
a) Penurunan ekspansi paru – paru ( akumulasi dari udara / cairan )
b) Proses radang
2) Resiko tinggi terhadap trauma
Hal tersebut berhubungan dengan :
a) Ketergantungan alat eksternal
b) Proses penyakit saat ini
3) Nyeri akut
Hal tersebut berhubungan dengan :
a) Terangsangnya saraf intratoraks sekunder terhadap iritasi pleura
b) Inflamasi parenkim paru - paru
4) Kerusakan pertukaran gas
Hal tersebut berhubungan dengan :
a) Penurunan kemampuan rekal paru - paru
b) Gangguan transportasi oksigen.
5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
Hal tersebut berhubungan dengan :
a). Kurang terpajan pada informasi
6) Kurang mandiri dalam merawat diri
Hal tersebut berhubungan dengan :
a) Keletihan , kelemahan otot
(Imam Somantri. 2008. hal : 100 )
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut b/d inflamasi
parenkim paru
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …
diharapkan klien dapat :
Menyatakan nyeri
hilang atau terkontrol
Menunjukan rileks,
istirahat / tidur
Menunjukan
peningkatan aktivitas
dengan tepat
1. tentukan karakteristik nyeri, missal,
tajam, konstan, ditusuk. Selidiki
perubahan karakter / lokasi /
intensitas nyeri
2. Pantau tanda vital
3. Berikan tindakan nyaman, missal,
pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang / perbincangan,
relaksasi / latihan nafas.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan
sering.
5. Anjurkan dan bantu klien dalam
1. nyeri dada biasanya ada dalam beberapa
derajat, juga dapat timbul komplikasi
2. Perubahan frekuensi jantung atau TD
menunjukan bahwa pasien mengalami
nyeri
3. Tindakan non analgestik diberikan
dengan sentuhan lembut dapat
menghilankan ketidaknyamanan dan
memperbesar efek terapi analgestik.
4. Pernafasan mulut dan terapi oksigen
dapat mengiritasi dan mengeringkan
teknik menekan dada selama episode
batuk.
6. Berikan analgestik sesuai indikasi.
membrane mukosa, potensial
ketidaknyamanan umum.
5. Alat untuk mengontrol
ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan batuk.
6. Obat ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kenyamanan / istirahat
umum.
2 Pola nafas tidak efektif
b/d penurunan ekspansi
paru ( akumulasi udara /
cairan )
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …
diharapkan klien dapat :
Menunjukan pola
nafas efektif.
Bebas sianosis dan
tanda / gejala hipoksia.
1. Mengidentifikasi etiologi / factor
pencetus, contoh kolaps spontan,
trauma, keganasan, infeksi
2. Efaluasi fungsi pernafasan, catat
kecepatan / pernafasan serak,
dispnea, “ lapar udara “ terjadinya
sianosis, perubahan tanda fital.
1. Pemahaman penyebab kolaps paru
perlu untuk pemasangan selang dada
yang tepat dan memilih tindakan
terapiutik lain.
2. Distress pernafasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologis dan nyeri atau
3. Auskultasi bunyi nafas
4. Kaji pasien adanya area nyeri tekan
bila batuk, nafas dalam.
5. Pertahankan posisi nyaman dan
tenang, bantu pasien untuk “ control
diri “ dengan menggunakan
pernafasan lebih lambat / dalam
6. Kaji seri foto thorak.
7. Awasi / gambarkan seri GDA dan
nadi oksimetri.
8. Berikan oksigen tambahan melalui
dapat menunjukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia.
3. Bunyi nafas dapat menurun atau tak
ada pada lobus, sigmen paru, atau
seluruh area paru.
4. Sokong terhadap dada dan otot
abdominal membuat batuk lebih
efektif / mengurangi trauma.
5. Membantu pasien mengurangi efek
fisiologis hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ansietas
atau takut.
6. Mengawasi kemajuan perbaikan dan
ekspansi paru, dalam efusi pleura.
7. Mengkaji status pertukaran gas dan
ventilasi. Perlu untuk kelanjutan
kanula / masker sesuai ndikasi. dalam terapi.
8. Meningkatkan penghilangan distress
respirasi dan sianosis.
3 Kerusakan pertukaran
gas b/d transportasi
oksigen
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . . . .
diharapkan pasien dapat :
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan
oksigen jaringan
adekuat.
Berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam tingkat
kemampuan / situasi.
1. Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan.
2. Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas.
3. Kaji / awasi secara rutin kulit dan
warna membrane mukosa.
4. Auskultasi bunyi nafas.
5. Awasi tanda vital
6. Berikan oksigen tambahan yang
1. Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernafasan dan / kronisnya
proses penyakit.
2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps.
3. Sianosis mungkin perifer atau sentral.
4. Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan aliran udara / cairan.
5. Takikardia, disritmia, dan perubahan
TD dapat menunjukkan kemajuan /
tidaknya keadaan pasien.
sesuai dengan indikasi hasil GDA
dan toleransi pasien.
6. Dapat memperbaiki / mencegah
memburuknya hipoksia.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf Hood, 2008. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Dalam Cetakan 5. Airlangga
Univercity : Surabaya.
Doenges E. Marilyn, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta.
Somantri Irman, 2008. Sistem Pernafasan. Salemba Medika : Jakarta.
Suddarth, Brunner, 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. EGC : Jakarta
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta.
http://www.google.com//efusipleura
http://www.google.com//keganasanefusipleura
http://www.google.com//komplikasiefusipleura