17
A K A D E M I P E R A W A T A N U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H S U R A B A Y A LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PRE DAN POST OPERASI BpH DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT AL – IRSYAD O L E H Titik Nur Hidayati 200154

Laporan Pendahuluan Bph

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Bph

AKAD E M I P E R AW ATA N

UN IVERS ITAS M U H A M M A D IYA H SUR ABA

YA

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PRE DAN POST OPERASI BpH

DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT

AL – IRSYAD

O

L

E

H

Titik Nur Hidayati

200154

AKADEMI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2004

Page 2: Laporan Pendahuluan Bph

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BENING PROSTATIC

HYPERPLASIA (BPH) DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT

AL – IRSYAD

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

BpH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh

karena hiperplasia. Beberapa atau semua komponen prostat, meliputi

antara lain:

- Jaringan kelenjar.

- Jaringan fibro-muskular yang menyebabkan penyumbatan uretra

parsprostatika.

2. ETIOLOGI

Etiologi BpH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan

hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi

pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang

akan terjadi perubahan katologik anatomi yang pada pria usia 50 tahun

angka kejadian sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun

100%.

3. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar (80%) laki-laki usia diatas 50 tahun menderita

BpH tetapi kebanyakan tanpa gejala. Hanya 10% saja yang

menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis yang pertama timbul adalah

manifestasi dari adanya obstruksi. Obstruksi yang ditimbulkan oleh

pembesaran prostat menyebabkan tahanan di uretra prostatika meningkat

sehingga muskulus detrusor buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk

dapat memompa urin keluar. Hal ini menyebabkan hipertropi pada

muskulus detrusor. Pada pemeriksaan sistoskopi ini akan terlihat sebagai

Page 3: Laporan Pendahuluan Bph

trabekulasi dan adanya selule. Lama-kelamaan terjadi gangguan pada

persyaratan buli-buli sehingga timbul gejala intatif.

Pada suatu saat muskulus detrasor tidak mampu lagi memompa

urin (dekompensasi) dan terjadilah retensi urin.

Kadang-kadang muskulus detrusor kemampuan kontraksinya

terbatas, artinya sebelum buli-buli kosong kontraksinya sudah berhenti.

Maka dalam buli-buli akam tersisa urin (rest urin).

Penyebab yang pasti dari BpH diketahui, diduga yang berperan

adalah perubahan keseimbangan hormonal, dimana ratio estrogen

testosteron meningkat.

4. GEJALA KLINIS

Berupa sindroma prostatisme, yang terdiri dari :

a. Gejala obstruktif : Kelemahan pancaran urin, hesitansi, proses

kencing berlangsung lebih lama, rasa tidak

puas pada akhir kencing.

b. Gejala intatif : Frekuensi, urgensi, nocturia, deseina, makin

lama residu urin makin banyak dan terjadi

retensi urin, kencing spontan tidak mungkin

lagi / urin menets (inkontinensia paradaksa).

5. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA

1). a. Inspeksi buli-buli : Ada / tidaknya penonjolan perut di daerah

supra pubik (buli-buli penuh / kosong).

b. Palpasi buli-buli : Tekanan di daerah suprapublik

menimbulkan rangsangan ingin kencing bila

buli-buli bersih / penuh. Teraba massa yang

kontraktil dan “ballotlement”.

c. Perkusi : Buli-buli yang penuh berisi urin memberi

suara merdu.

2). Colok dubur.

3). Laboratorium : Dl, Ul, kultur urin, kreatinin serum, B, U, N

Page 4: Laporan Pendahuluan Bph

4). Flowmetri :

flowmeter adalah alat khusus untuk mengukur pancaran urin dengan

satuan ml / detik.

Penderita dengan sindroma prostatisme perlu diperiksa dengan

flowmetri sebelum dan sesudah terapi.

- Penilaian : F maks < 10 ml / dt obstruktif

F maks 10-15 ml / dt bordeline

F maks >15 ml / dt non obstruktif

5). Radiologis : I.V. P dengan foto buli-buli pre dan post muksi

posisi obligue ini dikerjakan bila prextatisme masih

mungkin disebabkan oleh hal lain.

Bila diagnosa klinis sudah jelas BpH, hanya

dikerjakan foto polos abdomen.

6). Kateterisasi : mengukur “rest urine”.

7). Ultrasonografi.

8). Uretra-sistoskopi.

6. DIASNOSTIK BANDING

a. Prostatotis.

Keluhan : disuria, urgensi

Pemeriksaan fisisk : - colok dubur prostat tidak membesar,

lunak, nyeri tekan.

- setelah kencing “rest urine”

b. Keganasan prostat.

Keluhan : disuria, urgensi, hematuria, retensi urine.

Pemeriksaan fisik : - colok dubur : prostat membesar, terdapat nodul

yang soliter ataupun difus dan

lebih besar.

c. Striktur uretra.

d. Batu uretra posteriorUmur peenderita relatif lebih muda

Page 5: Laporan Pendahuluan Bph

7. KOMPLIKASI

a. Infeksi saluran kemih (ISK).

b. Obstruksi intravertikal : - Pada buli-buli Trabekulasi, divertikuli,

terbentuk batu buli-

buli.

- Pada ginjal Hindronetrosi.

8. PENATALAKSANAAN

a. Konservativ : bila gejala klinis hanya ringan dan tidak pragresif.

b. Medika mentosa.

- Indikasi :

BpH dengan gejala prostatisme ringan dan belum memenuhi

indikasi operatif.

- Macam obat :

Golongan x 1 adrenergik “ blocker” berkhasiat menurunkan

tekanan / tahanan di uretra prostatika.

Golongan 5 x reduktase “inhibitor” mencegah sintesa dehidra

testateron (DHT) yang berperan dalam proses hiperplasia

prostat.

c. Operatif

- Indikasi : - gejala klinis yang progresif.

- Terdapat pernyulitan, terdapat hernia / hemoroid

sekunder karena prostatisme.

- Pernah retensi urin.

- “Residual Urine” lebih dari 1/3 kapasitas buli-buli

yang normal.

Cara : - pembedahan terbuka.

- Pembedahan endoskopik : “Trans uretral resection” (TUR).

Cara derobstruksi yang lain seperti dengan hipertermia dan ablasi

dengan laser masih dalam taraf uji klinis.

Page 6: Laporan Pendahuluan Bph

B. KONSEP KEPERAWATAN

Dari seluruh danpak masalah diatas, maka diperlukan suatu askep

yang komperhensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat

adalah melalui pengkajian, dimana yang diambil adalah merupakan respon

pasien biopsikososio maupun spiritual. Kemudian ditetapkan suatu rencana

tidakan keperawatan untuk menentukan tidakan keperawatan.

Pengkajian.

Perawat mengkaji bagaimana hiperplasia prostatik benigna telah

mempengaruhi gaya hidup pasien dalam selama beberapa bulan yang

lalu. Apakah pasien cukup aktif untuk usianya?. Apakah bentuk masalah

urinari pasien (uraian dalam kata-kata pasien) ?. Apakah terjadi

penurunan dorongan aliran urin, penurunan kemampuan untuk dapat

berkemin, keinginan untuk berkemih, sering berkemih, naktruria, disuria

retensi urin, hematuria ?. Apakah pasien melaporkan masalah-masalah

yang berkaitan seperti nyeri pinggang, nyeri punggung, dan rasa tidak

nyaman abdomen atau suprapubis ?. Apabila pasien melaporkan ketidak

nyamanan tersebut, kemungkian penyebabnya adalah infeksi, retensi dan

kemungkinan kolik renalis.

Perawat mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang riwayat

keluarga pada pasien mengenai kanker dan penyakit jantung serta ginjal,

termasuk hipertensi. Apakah pasien mengalami penurunan BB ?. Apakah

pasien tampak pucat ?. Dapatkah pasien turun dari tempat tidur dan

kembali ke tempat tidur tanpa bantuan ?. Informasi tersbut dapat

membantu menentukan seberapa cepat pasien akan kembali ke aktivitas

normalnya setelah prostatektoni.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan pre operatif.

a. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih.

b. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih.

c. Kurang pengetahuan tentang faktor berhubungan dengan masalah dan

protokol pengobatan.

Page 7: Laporan Pendahuluan Bph

2. Diagnosa keperawatan pasca operatif.

a. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, pemarangan karakter dan

spasme kandung kemih.

b. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pasca operatif dan masa

penyembuhan.

D. PERENCANAAN.

1. Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

berkemih.

Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang dalam waktu 3 jam setelah

dilakukan Asuhan Keperawatan.

Kriteria hasil : - Pasien mengatakan cemasnya berkurang.

- Pasein mengatakan sudah dapat berkemih.

- Pasien tanpak tenang dan rilex.

- Tanda “vital stabil” (T, N, S, RR).

Rencana Tindakan :

1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan komunikasi

terapentik.

2. Kaji tingkat kecemasam pasien.

3. Berikan penjelasan kepada pasein tentang penyebab ketidakmampuan

untuk berkemih.

4. Pantau pola berkemih pasien.

5. Pasang karakter indweling jika pasien mengalami retensi urin

kontinue atau jika pemeriksaan laborat menunjukkan azotemia

(sampah produk nitrogen dalam darah).

6. Observasi TTV (T, N, S, RR).

7. Kolaborasi dengan tim dokter terapi yang tepat.

Rasionalisasi

1. Komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan yang bersifat

potensional dan rasa saling percaya.

Page 8: Laporan Pendahuluan Bph

2. Mengkaji kecemasan untuk membantu pemberian asuhan keperawatan

yang tepat.

3. Penjelasan / informasi yang tepat dapat membantu mengurangi

ansietas pada pasien.

4. Untuk mengetahui perkembangan atau kelainan yang terjadi secara

dini.

5. Karakter dapat mendekompresi kandung kemih selama beberapa hari.

6. Untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien.

7. Untuk membantu mengatasi tingkat kecemasan pasien.

2. Diagnosa : Nyeri berhubngan dengan distensi kandung kemih.

Tujuan : nyeri hilang dalam waktu 2 x 24 jam.

Kriteria hasil :

- Kilen mengatakan nyeri berkurang sampai hilang.

- Wajah Kx tampak rilex (tidak menyeringai).

- Distensi kandung kemih menurun (berkurang).

- TTV stabil.

Rencana tindakan.

1. Lakukan pendekatan secara terapeutik pada klien dan keluarga.

2. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan (PQRST).

3. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.

4. Anjurkan dan bimbing pasien untuk distraksi dan relaxasi dengan

nafas panjang saat nyeri timbul.

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam sekali.

6. Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi analgetik.

Rasionalisasi.

1. Pendekatan terapik dapat mempermudah perawat untuk

melakukan tindakan keperawatan.

2. Untuk pemberian tindakan keperawatan yang tepat.

3. Membantu pasien untuk mengurangi nyeri.

4. Membantu pasien untuk mengurangi nyeri.

Page 9: Laporan Pendahuluan Bph

5. Mengetahi secara dini perkembangan kesehatan dan kelainan.

6. Terapi Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

3. Diagnosa : kurang pengetauhuan tentang faktor-faktor berhubungan

dengan masalah dan pratokol pengobatan.

Tujuan : pasien mengerti tentang pratakol pengobatan.

Kriteria hasil : - Pasien mengatakan mengerti tentang prosedur

pengobatan setelah mendapat penjelasan.

- Pasien tidak bertanya-tanya lagi.

- TTV stabil.

Rencana tindakan

1. Lakukan komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga.

2. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur pengobatan

yang benar (prosedur diinformasikan sesuai kebutuhan pasien dan

pasien sesuai dengan pertanyaan pasien).

3. Motivasi pasien dan keluarga untuk mematuhi prosedur / tindakan

keperawatan yang diberikan.

Rasionalisasi :

1. Komunikasi terapeutik untuk menciptakan hubungan profesional

dan rasa saling percaya antara tenaga kesehatan dengan pasien dan

keluarga.

2. Penjelasan yang benar kepada pasien dan keluarga dapat

mengurangi dan menghilangkan kesalahpahaman tentang prosedur

pengobatan yang benar.

3. Motivasi sangat penting bagi pasien karena dapat menambah

keyakinan pasien tentang harapan kesembuhan.

Page 10: Laporan Pendahuluan Bph

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Vol 2.

Jakarta : penerbit EGC, 2002.

Mansjoer Arif, Suprohaito, Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi ketiga.

Jakarta : penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, 2000.

Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB / UPF Ilmu Bedah , RSUD Dr. Soetomo,

Surabaya 1994.

Page 11: Laporan Pendahuluan Bph

LEMBAR PENGESAHAN

Kasus askep pasien dengan diagnosa medis Bening Prostatic Hyperplasia (BpH0

diambil saat mahasiswa praktik diruang Bedah Rumah Sakit AL-IRSYAD

Surabaya. Tanggal 05 Januari – 18 Januari 2004.

Surabaya, 09 Januari 2004

Mahasiswa

Titik Nur Hidayati

Nim : 200154

Kepala Ruangan Bedah

RS AL-IRSYAD

( )

Pembimbing Ruangan Bedah

RS AL-IRSYAD

( )

Pembimbing Pendidikan

Akper Unmuh

( )