41
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK A. DEFINISI Stroke atau cedera cerebrovaskuler merupakan suatu keadaan hilanganya fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006). Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000). Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi 1

LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keperawatan medikal bedah

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

A. DEFINISI

Stroke atau cedera cerebrovaskuler merupakan suatu keadaan hilanganya fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,

2002).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang

terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri

otak (Sylvia A Price, 2006).

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,

progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam

atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan

trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di

pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan

hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan

proses patologik (kausal):

1.      Berdasarkan manifestasi klinis

1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari

24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2.      Berdasarkan kausal

a.    Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh

darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan

pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi

akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang

cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol

jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah

kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil

terhalang.Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit

aterosklerosis.

b.   Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan

lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang

mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

C. ETIOLOGI

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh

emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga

dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses

yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik

yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

1.      Emboli

2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

a.  Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal

dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada

intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

b.  Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian

kiri atrium atau ventrikel.

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan

pada katup mitralis.

Fibrilasi atrium

Infarksio kordis akut

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus

sistemik

c.  Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided

circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah

trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural

(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan

atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard

dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark

miokard.

2.      Thrombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi

dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik

percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.

Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah

(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),

dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,

defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi

3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan

diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik

(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

D. ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki

jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron

berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg)

dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang

ada di dalam darah arterial.

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari

darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak

mendapat darah dari arteri, yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari

arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut

sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior dan kedua adalah vertebrobasiler, yang

memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum

posterior.Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri

serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari

otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,

sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara

sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat

koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target

organ

        

4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Gambar. Sel gilia pada otak

Gambar. Pembuluh darah di otak

         

 Gambar. Bagian otak dan fungsi otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada

anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan

darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.

E. PATOFISIOLOGI

Infark ischemic cerebri (SNH) terdapat hubungan yang sangat erat

dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-

macam manifestasi klinis dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih

tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

a. Keadaan pembuluh darah.

b. Keadan darah: viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak

menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu

kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak

tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena

lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,

perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena

gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering cenderung sebagai faktor penting

terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada

area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada

pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti throm-

bosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia

serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat

anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang

bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

       Pathway

6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

F. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk, 2000):

1. Kehilangan motorik

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia 

2. Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)

atau afasia (kehilangan berbicara).

3. Gangguan persepsi

7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan

penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan

kehilangan sensori.

4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia

urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak

bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan

kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

1.   Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah

2.   Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan

penglihatan

3.   Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan

o Mengalami hemiparese kanan

o Perilaku lambat dan hati-hati

o Kelainan lapan pandang kanan

o Disfagia global

o Afasia

o Mudah frustasi

o Hemiparese sebelah kiri tubuh

o Penilaian buruk

o Mempunyai kerentanan terhadap sisi

kontralateral sehingga memungkinkan

terjatuh ke sisi yang berlawanan

tersebut

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

2.      Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

3.      CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4.      MRI (Magnetic Imaging Resonance)

8

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya

perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari

hemoragik.

5.      EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan

yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

6.      Pemeriksaan laboratorium

Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur

turun kembali.

Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

H. KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini

dapat dikelompokan berdasarkan:

a. Berhubungan dengan immobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,

konstipasi dan thromboflebitis.

b. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas

dan terjatuh

c. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.

d. Hidrocephalus

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan

atau kardiovaskuler dapat meninggal.

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan

tindakan sebagai berikut:

o Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,

oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

9

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

o Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

o Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

o Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien

harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

o Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan

Pengobatan Konservatif

Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi

maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan

agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis

atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka

arteri karotis di leher.

Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling

dirasakan oleh pasien TIA.

Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

Rehabilitasi Medik Pada Stroke

A. Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke

Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam

rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi

rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:

1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke

2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke

3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke

10

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Rehabilitasi Stroke Fase Akut

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah

sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di

ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik.

Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat

dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.

Rehabilitasi Stroke Fase Subakut

Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali

ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang

Intensif.

Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis

mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas

lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan

peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar

melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim

saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk

tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui

rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan

fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak

yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat

tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta

mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.

B. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:

1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab.

Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan

pasien untuk bergerak/ beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin

juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada

“kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama

sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.

2. Terapi latihan gerak

11

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu.

Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak

fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian– bagian dari otak, baik area lesi

maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan.

Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang lemah

menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa

digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk

sirkuit yang baru.

3. Bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal, jangan

biarkan menggunakan gerak abnormal.

Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih

terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan

ototnya secara aktif.

4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,

Yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk

statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu

mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu

tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat

mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke

sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara

lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang

tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan

pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal

dicapai apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.

5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima

untuk melakukan terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil

maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan

kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada

nyeri pada

pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil

yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga menjadi salah satu

12

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor.

Lama latihan tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan

yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit)

namun dengan pengulangan

sesering mungkin.

6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal

bila ditunjang oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang

utuh. Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisahpisahkan.

Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif, karena

rehabilitasi

pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan

suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.

C. Mobilisasi

Tujuan mobilisasi pada klin stroke menurut Hoeman adalah: 1) Mempertahankan range of

motion.2)Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.3)Menggerakkan seseorang secara

dini pada fungsi aktifitas meliputi gerakan di tempat tidur, duduk, berdiri dan

berjalan.4)Mencegah masalah komplikasi. 5) Meningkatkan kesadaran diri dari bagian

hemiplegi 6) Meningkatkan kontrol dan keseimbangan duduk dan berdiri. 7) Memaksimalkan

aktivitas perawatan diri. Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif

dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.

Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah serangan.

Lamanya pasien harus diam di tempat tidur tergantung keadaan tipe CVA dan prakiraan

dokter tentang mobilisasi dini. Klien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan

fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk

Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke fisioterapi pasif pada klien yang belum boleh, perubahan

posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan

sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. (Mansjoer, dkk,

2000)

D. Mobilisasi Dini

1. Pelaksanaan mobilisasi dini posisi tidur.

Berbaring terlentang:

13

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal dibawah lengan yang lumpuh

secara hati-hati, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan

memutar ke arah luar, siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal

dibawah paha

yang lumpuh dengan posisi agak memutar kea rah dalam, lutut agak ditekuk.

Miring ke sisi yang sehat:

Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan

siku di luruskan. Kaki yang lumpuh diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal

bantal, lutut ditekuk.

Miring ke sisi yang lumpuh:

Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu penderita tidak memutar

secara berlebihan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang

lumpuh dengan diganjal bantal.

2. Latihan gerak sendi (range of motion)

Latihan gerak sendi aktif adalah klien menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan dan

intinya tidak ada ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian

urutan selama atau setiap tahap.

3. Latihan duduk

Latihan di mulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap untuk kemudian

dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya posisi duduk. Latihan duduk secara aktif

sering kali memerlukan alat bantu, misalnya trapeze untuk pegangan penderita.

Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang memegang kuat siku sisi yang

lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain berjabatan tangan dengan tangan

penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit harus berada langsung di bawah bahu, bukan

di belakang bahu. Latihan ini diulang-ulang sampai penderita merasakan gerakannya.

Penyanggaan berat di siku yang menyebar ke atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan

bagian yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1.  Identitas klien

14

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose

medis.

2.  Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat

berkomunikasi.

3.  Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang

melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai

tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang

lain.

4.  Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma

kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

5.   Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

Pengkajian Fokus:

a. Aktivitas/istirahat:

Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,

hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.

b. Sirkulasi

Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.Dan

hipertensi arterial.

c. Integritas Ego.

Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d. Eliminasi

Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak.Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi

kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.

e. Makanan/caitan

Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia

f. Neuro Sensori

15

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.Kelemahan

dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang

menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas

dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.

g. Nyaman/nyeri

Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka

h. Respirasi

Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.Suara nafas, whezing, ronchi.

i. Keamanan

Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.Perubahan persepsi dan

orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan

nutrisi.Tidak mampu mengambil keputusan.

j. Interaksi social

Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan penurunan tekanan

perfusi serebral

b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan

neurovaskuler

d. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

f. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran

g. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

16

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi1. Penurunan kapasitas

adaptif intracranial berhubungan dengan penurunan tekanan perfusi serebral

NOC :Circulation statusTissue Prefusion : cerebralKriteria Hasil :a. Mendemonstrasikan status sirkulasi

yang ditandai dengan :- Tekanan systole dandiastole

dalam rentang yang diharapkan- Tidak ada ortostatikhipertensi- Tidak ada tanda tanda

peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

b. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

- Memproses informasi- Membuat keputusan dengan

benarc. Menunjukkan fungsi sensori motori

cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

NIC :Peningkatan perfusi otak Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter

hemodinamik dan mempertahankan parameter hemodinamik dalam rentang tersebut

Tingkatkan tegangan untuk peningkatan volume atau alat inotropik atau vasokonstriktif, jika ada order, untuk mempertahankan parameter hemodinamik dan tekanan perfusi otak (CPP)

Berikan dan titrasi obat vasoaktif, jika ada order, untuk mempertahankan parameter hemodinamik

Berikan alat untuk meningkatkan volume intravascular, jika sesuai (contoh: koloid, produk darah dan kristaloid)

Berikan peningkat volume untuk mempertahankan parameter hemodinamik, jika ada order

Pantau waktu prothrombin (PT) dan thromboplastin parsial (PTT), jika menggunakan hetastarch sebagai peningkat volume

Berikan rheologik agen [contoh: Mannitol dosis rendah atau Dextrans dengan Berat Molekul Rendah (LMDs)], jika ada order

Pertahankan kadar hematokrit sekitar 33% untuk terapi hemodilusi hipervolemik

Phlebotomy pasien, jika sesuai, untuk mempertahankan kadar hematokrit pada rentang yang diinginkan

Pertahankan kadar serum glukosa dalam rentang normal Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan

penempatan head of bed (HOB) yang optimal (contoh: 0, 15 atau 30 derajat) dan pantau respon pasien terhadap posisi kepalanya

17

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Hindarkan fleksi leher dan pinggul/lutut yang ekstrim Pertahankan tingkat pCO2 pada 25 mmHg atau lebih besar Berikan penghambat saluran kalsium, jika ada order Berikan vasopressin, jika ada order Berikan dan pantau efek diuretic osmotic dan loop-aktif dan

kortikosteroid Berikan pengobatan terhadap nyeri, jika ada order Berikan antikoagulan, jika ada order Berikan obat antiplatelet, jika ada order Berikan obat thrombolytic, jika ada order Pantau waktu prothrombin (PT) pasien dan waktu

prothrombin parsial (PTT) untuk menjaga 1 ½ atau 2 kali normal, jika diperlukan

Pantau efek samping terapi antikoagulan Pantau tanda-tanda pendarahan (contoh: tes tinja dan

pengeringan NG pada darah) Pantau status persarafan Hitung dan pantau tekanan perfusi otak (CPP) Pantau  ICP dan respon saraf pasien dalam melakukan

perawatan Pantau tekanan arteri rata-rata (MAP) Pantau CVP Pantau PAWP dan PAP Pantau status pernapasan (contoh: rentang, irama, dan

kedalaman pernapasan; pO2, pCO2, pH dan kadar bikarbonat)

Auskultasi suara paru yang bergemericik atau suara yang aneh

Pantau tanda-tanda kelebihan cairan (contoh: rhonchi, distensi vena jugularis (JVD), udema dan peningkatan sekresi paru)

Pantau factor pengangkutan oksigen ke jaringan (contoh:

18

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

PaCO2, Sao2 dan kadar hemoglobin dan kardiak output), jika tersedia

Pantau hasil laboratorium untuk perubahan oksigenasi atau keseimbangan asam-basa, jika diperlukan i

Pantau intake dan output

Monitoring neurologisa. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk  pupilb. Monitor tingkat kesadaran klienc. Monitir tanda-tanda vitald. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntahe. Monitor respon klien terhadap pengobatanf. Hindari aktivitas jika TIK meningkatg. Observasi kondisi fisik klien

Intrakranial Pressure (ICP) Monitoringa. Berikan informasi kepada keluargab. Set alarmc. Monitor tekanan perfusi serebrald. Catat respon pasien terhadap stimulie. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology

terhadap aktivitasf. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinalg. Monitor intake dan output cairanh. Restrain pasien jika perlui. Monitor suhu dan angka WBCj. Kolaborasi pemberian antibiotikk. Posisikan pasien pada posisi semifowlerl. Minimalkan stimuli dari lingkungan

19

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

Peripheral Sensation Managementa. Pantau perbedaan tajam/tumpul atau panas/dingina. Pantau parestesia: kekakuan, geli, hiperestesia dan

hipoestesiab. Anjurkan pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang

tidak terpengaruh untuk menentukan suhu makanan, cairan, air mandi dan lain-lain

c. Anjurkan pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang tidak terpengaruh untuk mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda

d. Latih pasien/keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh ketika mandi, duduk, berbaring atau merubah posisi

e. Latih pasien/keluarga untuk memeriksa kulit harian untuk perubahan integritas kulit

f. Pantau kesesuaian alat penyegaran, prosthesis, sepatu dan pakaian

g. Latih pasien/keluarga untuk menggunakan thermometer untuk mengukur suhu air

h. Anjurkan penggunaan sarung tangan anti panas ketika memegang paralatan memasak

i. Anjurkan penggunaan sarung tangan atau pakaian pelindung pada bangian tubuh yang terpengaruh ketika bagian tubuh tersebut berhubungan dengan benda yang- karena suhu, tekstur atau ciri khusus- berpotensi membahayakan

j. Hindarkan atau pantau dengan hati-hati penggunaan panas atau dingin, seperti bantal panas, botol air panas dan kantong es

k. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang pas, sepatu bertumit rendah dan sepatu yanga lembut

l. Letakkan penyangga di sekitar bagian tubuh yang terpengaruh untuk menjaga alas tempat tidur terhindar dari

20

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

area tang terpengaruhm. Periksa sepatu, saku dan pakaian dari benda berkerut atau

asingn. Latih pasien untuk menggunakan interval waktu, daripada

ketidaknyamanan yang hadir, sebagai sebuah tanda posisi yang berubah

o. Gunakan alat pengurang tekanan, jika diperlukanp. Lindungi bagian tubuh dari perubahan temperature yang

ekstrimq. Kurangi gerak kepala, leher dan punggung, jika diperlukanr. Pantau kemampuan BAK dan BABs. Tetapkan BAK rata-rata, jika diperlukant. Tetapkan BAB rata-rata, jika diperlukanu. Berikan analgesic, jika perluv. Pantau tromboplebitis dan thrombosis vena dalamw. Diskusikan atau identifikasi penyebab sensasi yang

abnormal atau perubahan sensasix. Latih pasien untuk memantau posisi bagian tubuh secara

visual, jika transmisi rangsangan sensorik terganggu

2 Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:

i.Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat

ii.Dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar

iii.Dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal

a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien

b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatianc. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi

dengan kliend. Dorong klien untuk mengulang kata-katae. Berikan arahan/ perintah yang sederhana setiap interaksi

dengan klienf. Programkan speech-language teraphyg. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan

klien

21

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

2 Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:- Klien dapat makan dengan bantuan

orang lain / mandiri- Klien dapat mandi de-ngan bantuan

orang lain- Klien dapat memakai pakaian dengan

bantuan orang lain / mandiri- Klien dapat toileting dengan bantuan

alat

a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan dirib. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan,

mandi, berpakaian dan toiletingc. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa

mandirid. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas

normal sesuai kemampuannyae. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhanf. perawatan diri klien

4 Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama, diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil :- Tidak terjadi kontraktur otot dan

footdrop- Pasien berpartisipasi dalam program

latihan- Pasien mencapai keseimbangan saat

duduk- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh

yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi

Terapi aktivitas: ambulasia. monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan

lihat respon pasien saat latihanb. konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana

ambulasi sesuai dengan kebutuhanc. bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan

dan cegah terhadap cederad. ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik

ambulasie. kaji kemampuan pasien dalam mobilisasif. latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara

mandiri sesuai kemampuang. dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu

pemenuhan kabutuhan ADLh. berikan alat bantu bila pasien memerlukani. ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan

jika diperlukan

Exercise therapy: joint movementa. tentukan batasan gerakan kolaborasi dengan fisioterapis

22

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

dalam mengembangkan dan menentukan program latihanb. tentukan level gerakan pasienc. jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihand. monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama

gerakan atau aktivitase. lindungi pasien dari trauma selama latihanf. bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk

gerakan pasif atau aktifg. dorong ROM aktifh. instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM

pasif dan aktifi. bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan

ROM aktif

5 Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama, diharapkan pasien mampu mengetahui dan  mengontrol resiko dengan kriteria hasil :- Klien mampu menge-nali tanda dan

gejala  adanya resiko luka tekan- Klien mampu berpartisi-pasi dalam

pencegahan resiko luka tekan (masase sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen tekanan).

a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)

b. Berikan masase sederhana- Ciptakan lingkungan yang nyaman- Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin- Lakukan masase secara teratur- Anjurkan klien untuk rileks selama masase- Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari

kerusakan kapiler- Evaluasi respon klien terhadap masase

c. Lakukan alih baring- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk

mengurangi kekuatan geseran- Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit- Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,

skrotum, siku, ischium, skapula)

23

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

d. Berikan manajemen nutrisi- Kolaborasi dengan ahli gizi- Monitor intake nutrisi- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk

memelihara ke-seimbangan nitrogen positife. Berikan manajemen tekanan

- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering- Monitor aktivitas dan mobilitas klien- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

6 Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil :- Dapat bernafas dengan

mudah,frekuensi pernafasan normal

- Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi

Aspiration Control Management

a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan

b. Pelihara jalan nafasc. Lakukan saction bila diperlukand. Haluskan makanan yang akan diberikane. Haluskan obat sebelum pemberian

7 Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Setelah dilakukan tindakan perawatan, diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien dengan kriteria hasil:- Bebas dari cedera- Mampu menjelaskan factor resiko dari

lingkungan dan cara untuk mencegah cedera

- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Risk Control Injurya. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasienb. Memberikan informasi mengenai cara mencegah cederac. Memberikan penerangan yang cukupd. Menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasienManajemen lingkungana. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasienb. Identifiksi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan

kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

c. hindari lingkungan yang berbahaya

24

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

d. pasang siderail tempat tidure. sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersihf. tempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau

pasieng. batasi pengunjungh. berikan penerangan yang cukupi. Anjurkan keluarga menemani pasienj. Kontrol lingkungan dari kebisingank. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakanl. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau

pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

25

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purwanti, Okti Sri & Maliya, Arina. 2008. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke. Jurnal

FIK UMS

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,

Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Wirawan, Rosiana Pradanasari. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan

Kesehatan Primer. Jurnal SMF Rehabilitasi Medis RS Fatmawati, Jakarta

26

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

27

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN SNH

28