47
1 LAPORAN PENELITIAN Evaluasi Ekonomi Penambahan Trastuzumab pada Kemoterapi untuk Pasien Kanker Payudara Metastasis (MBC) dengan HER-2 Positif PPJK Kementerian Kesehatan RI BPJS Kesehatan Departemen Farmakologi Dan Terapi FKKMK UGM 2019

LAPORAN PENELITIAN Evaluasi Ekonomi Penambahan … · C. Pertanyaan Penelitian PTK 7 D. Tujuan Penelitian 7 E. Manfaat Penelitian 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Payudara 8 B

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    LAPORAN PENELITIAN Evaluasi Ekonomi Penambahan Trastuzumab pada Kemoterapi untuk Pasien Kanker Payudara Metastasis (MBC) dengan HER-2 Positif

    PPJK Kementerian Kesehatan RI

    BPJS Kesehatan

    Departemen Farmakologi Dan Terapi FKKMK UGM

    2019

  • 2

    RANGKUMAN EKSEKUTIF Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di antara berbagai

    kanker yang menimpa wanita di seluruh dunia. Di negara sedang berkembang, kanker payudara metastasis jauh lebih sering ditemukan dibanding kanker payudara tahap awal, dan umumnya memberikan prognosis yang buruk. Sekitar 20-25% kanker payudara menunjukkan gambaran adanya human epidermal growth receptor 2 (HER-2) yang positif. Kanker payudara HER-2 positif cenderung lebih agresif dan lebih mudah menyebar dengan cepat, serta berhubungan dengan risiko kekambuhan dan kematian yang lebih tinggi, terutama pada kanker payudara metastasis. Obat trastuzumab adalah antibodi monoklonal rekombinan yang bekerja menghambat HER-2 pada sel kanker payudara, sehingga mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara. Obat ini telah disetujui badan regulasi obat di Amerika Serikat (US-FDA-Food and Drug Administration) dan Uni Eropa (EMA-European Medicine Agency), maupun Indonesia (Badan POM-RI) untuk pengobatan kanker payudara metastasis. Di Indonesia, obat ini masuk dalam paket manfaat BPJS. Dari data BPJS trastuzumab termasuk obat dengan biaya sangat tinggi dan menjadi biaya obat termahal ke-2 dari seluruh terapi kanker. Penelitian terkait aspek efektivitas klinis dan ekonomi penambahan trastuzumab pada kemoterapi pasien kanker payudara metastasis di Indonesia masih terbatas, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di luar Indonesia dan masih tidak konklusif.

    Masalah kebijakan yang diteliti pada penelitian ini adalah apakah penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis HER-2 positif mempunyai value for money yang baik, dan bagaimana dampak anggaran biaya untuk penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif?

    Penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu (1) evaluasi efikasi/efektivitas klinis dan (2) evaluasi ekonomi. Evaluasi efikasi klinis dilakukan melalui telaah sistematik terhadap literatur yang relevan, sedangkan efektivitas klinis dievaluasi melalui penelitian observasional dengan rancangan kohort retrospektif. Telaah sistematik dilakukan pada literatur yang ditelusuri di database Pubmed, Cochrane Library, dan EMBASE, dengan perluasan menggunakan Google Scholar, untuk menemukan studi klinis dengan randomisasi yang membandingkan trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja, dengan batasan bahwa penelusuran dilakukan hanya pada penelitian berbahasa Inggris, bisa diakses secara lengkap, terbit di atas tahun 2000, dan disain uji klinis. Luaran yang diukur adalah overall survival (OS) dan progression-free survival (PFS). Penilaian validitas studi dilakukan dengan menggunakan Modified Jadad scale.

    Penelitian kohort retrospektif dilakukan menggunakan data rekam medis pasien kanker payudara metastasis di 4 rumah sakit, yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RS Kanker Dharmais Jakarta, dan RSUD Ulin Banjarmasin, untuk membandingkan manfaat klinis terapi pada kelompok pasien yang mendapatkan trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja, dengan luaran klinis utama OS dan PFS. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah wanita berusia lebih dari 18 tahun, didiagnosis sebagai kanker payudara metastasis HER-2 positif, tes IHC menunjukkan adanya HER-2 +++, baru pertama kali mendapatkan kemoterapi saja atau kombinasi kemoterapi dan trastuzumab, trastuzumab telah diberikan minimal 8 siklus atau progress ketika mendapat trastuzumab (manapun yang lebih dahulu), dan pemberian trastuzumab diberikan secara intravena. Subyek tidak diikutsertakan dalam penelitian apabila

  • 3

    terbukti memiliki cardiac diseases, mendapat dosis kumulatif doxorubicin > 360 mg/m2, mengalami metastasis ke otak, dan menderita lebih dari 1 jenis kanker.

    Evaluasi ekonomi dilakukan dengan 3 metode, yaitu cost effectiveness analysis (CEA), cost utility analysis (CUA), dan budget impact analysis (BIA). Penelitian CEA menggunakan pendekatan real world data, dengan perspektif health provider (rumah sakit). Biaya yang dianalisis adalah biaya medik langsung. Luaran klinis yang diukur adalah OS dan PFS. Time horizon CEA adalah sejak dimulainya terapi sampai follow-up terakhir. Penelitian CUA menggunakan pendekatan Markov model, dengan perspektif societal. Biaya yang diukur meliputi biaya medik langsung, biaya non-medik langsung, dan biaya tak langsung. Sedangkan luaran terapi adalah quality adjusted life year (QALY). Model ini terdiri dari tiga health state, yaitu stable metastatic disease, progressive metastatic disease, dan death. Data utilitas didapatkan melalui interview langsung dengan pasien menggunakan instrumen EQ-5D-5L. Panjang untuk tiap siklus adalah 6 bulan dengan time horizon-nya lifetime mulai usia 40 tahun. Discount rate yang digunakan adalah 3%. Penelitian BIA menggunakan model analisis dampak biaya, dengan perspektif healthcare provider (rumah sakit). Biaya yang diukur adalah biaya medik langsung (terapi). Time horizon untuk BIA adalah 5 tahun. Analisis ketidakpastian dilakukan dengan analisis sensitivitas satu arah dan analisis sensitivitas probabilistik.

    Hasil telaah sistematik terhadap 5 penelitian uji klinis menunjukkan bahwa penambahan trastuzumab pada kemoterapi memberikan perbaikan overall response rate yang bermakna (4 dari 5 studi), namun tidak memberikan perbaikan OS (berdasarkan 3 studi yang meneliti luaran OS) jka dibandingkan dengan pemberian kemoterapi saja. Untuk luaran PFS, hanya 3 dari 4 studi menunjukkan perbaikan yang bermakna. Meta-analisis yang dilakukan untuk studi-studi yang membandingkan trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja menunjukkan bahwa penambahan trastuzumab memberikan perbaikan yang bermakna pada OS dan PFS dibandingkan pemberian kemoterapi saja.

    Penelitian kohort retrospektif pada 4 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan trastuzumab plus kemoterapi (n = 62) tidak memberikan perbaikan OS secara bermakna secara statistik dibandingkan pemberian kemoterapi saja (n = 58), dengan median OS untuk trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja adalah 25,2 bulan vs 18,0 bulan (p = 0,113). Perbedaan PFS juga tidak bermakna secara statistik antara kedua kelompok (median PFS 14,6 vs 20,4 bulan, p = 0,680), baik untuk pasien yang belum maupun sudah pernah mendapat terapi sebelumnya.

    Hasil evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa berdasarkan studi pada pasien yang menerima trastuzumab plus kemoterapi (n = 51) vs kemoterapi saja (n = 35), penambahan trastuzumab pada kemoterapi tidak menunjukkan manfaat yang baik berdasarkan pertimbangan biaya-efektivitas (CEA). Analisis CUA memberikan nilai ICER untuk trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi sebesar Rp 250.630.968 per QALY (perspektif rumah sakit), atau sebesar Rp 290.707.803 per QALY (perspektif societal). Nilai-nilai ICER ini berada di atas nilai 3 GDP per kapita Indonesia tahun 2017 (Rp 167.029.590), sehingga penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif tidak cost-effective. Berdasarkan hasil BIA, penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk seluruh pasien kanker payudara metastasis HER-2 positif di Indonesia selama 5 tahun ke depan akan membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp 3.606.350.412.954 (3,6 triliun rupiah).

  • 4

    Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk terapi pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif tidak memberikan luaran klinis PFS dan OS yang berbeda bermakna dibandingkan pemberian kemoterapi saja. Penambahan trastuzumab pada kemoterapi terbukti tidak cost-effective, dan penambahan trastuzumab ini untuk terapi seluruh pasien kanker payudara metastasis HER-2 positif di Indonesia selama 5 tahun ke depan akan membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp 3.606.350.412.954

  • 5

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL 1 RANGKUMAN EKSEKUTIF 2 DAFTAR ISI 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 5 B. Pertanyaan Kebijakan 7 C. Pertanyaan Penelitian PTK 7 D. Tujuan Penelitian 7 E. Manfaat Penelitian 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Payudara 8 B. Penatalaksanaan Kanker Payudara 9 C. Trastuzumab 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Review Efektivitas Klinis 12 B. Metode Evaluasi Ekonomi 16 BAB IV HASIL A. Bukti Efektivitas Klinis 21 B. Evaluasi Ekonomi 29 BAB V PEMBAHASAN A. Bukti Efektivitas Klinis 38 B. Evaluasi Ekonomi 39 BAB VI KESIMPULAN 41 DAFTAR PUSTAKA 42 TIM PENELITI 43 SUMBER PENDANAAN 44 PERNYATAAN BEBAS KONFLIK KEPENTINGAN 45

  • 6

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan wanita di dunia. Setiap 2 dari 10.000 perempuan di dunia diperkirakan akan mengalami kanker payudara setiap tahunnya. Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan di seluruh dunia. Di negara ASEAN tahun 2008 kanker payudara berada pada posisi teratas dengan perkiraan insidensi 86.842 kasus dan mortalitas 36.723 kasus per 100.000 populasi. Insidensi per 100.000 populasi wanita tertinggi didapatkan di Singapura (59,9) dan terendah Vietnam (15,6). Mortalitas per 100.000 populasi wanita tertinggi didapatkan di Indonesia (36,2) dan terendah Singapura (13,6) (Kimman et al., 2012). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2018 diketahui bahwa di Indonesia kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru tertinggi, yaitu sebesar 16,7% pada semua jenis kelamin dan sebesar 30,9% pada perempuan, dengan persentase kematian sebesar 11,0%.

    Kanker payudara metastasis adalah komplikasi kanker payudara yang sangat berpengaruh terhadap prognosis. Angka 5-year survival rate pada kasus metastasis adalah kurang dari 25% (Horner et al, 2009). Proliferasi sel epithelial salah satunya diatur oleh Human Epidermal Growth Factor Receptor (HER). Sekitar 20-25% kanker payudara menunjukkan ekspresi berlebih dari gen tersebut. Kanker payudara HER-2 positif cenderung lebih agresif dan menyebar lebih cepat daripada kanker lainnya. Terdapat beberapa obat yang tersedia untuk kanker payudara dengan status HER-2 positif. Obat yang paling banyak digunakan adalah trastuzumab, yang bekerja pada reseptor HER-2 yang ada pada sel kanker payudara dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Trastuzumab terbukti baik sebagai terapi pada stadium awal maupun lanjut (metastatis), dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi dengan atau setelah kemoterapi standar. Trastuzumab adalah antibodi monoklonal human recombinant yang menghambat reseptor HER-2, dan telah disetujui untuk pengobatan kanker payudara metastasis, baik oleh Amerika Serikat (US-FDA), Eropa (EMA), maupun Indonesia (Badan POM-RI).

    Trastuzumab telah mendapat persetujuan untuk digunakan di negara Uni Eropa untuk kanker payudara HER-2 positif stadium lanjut (metastatis) pada tahun 2000 dan untuk kanker payudara HER-2 positif stadium awal pada tahun 2006. Trastuzumab sekarang disetujui untuk digunakan sebagai terapi pertama dalam kombinasi dengan paklitaksel di mana anthrasiklin tidak cocok, sebagai terapi pertama dalam kombinasi dengan doksetaksel, dan sebagai obat tunggal dalam terapi ketiga. Pada kanker payudara stadium awal dengan HER-2 (+3), trastuzumab disetujui untuk digunakan setelah kemoterapi standar (ajuvan).

    Terapi kanker payudara metastasis (MBC) HER-2 positif saat ini sudah ada dalam paket manfaat BPJS. Dari data BPJS, trastuzumab termasuk dalam dua obat kanker dengan biaya terbesar sejak tahun 2014 dan termasuk dalam kategori high cost. Penelitian terkait aspek manfaat klinis dan ekonomi juga masih sangat terbatas dan tidak konklusif. Terkait dengan tingginya biaya penggunaan trastuzumab, maka perlu dilakukan evaluasi ekonomi untuk menilai dampak biaya akibat penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk kanker payudara metastasis HER-2 positif di Indonesia.

  • 7

    B. Pertanyaan Kebijakan

    Pertanyaan kebijakan untuk penelitian ini adalah: 1. Apakah penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara

    metastasis HER-2- positif mempunyai value for money yang baik? 2. Bagaimana dampak anggaran biaya untuk penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk

    pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif?

    C. Pertanyaan Penelitian Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) Pertanyaan penelitian PTK ini adalah sebagai berikut:

    1. Apakah penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif cost- effective?

    2. Berapa besar dampak anggaran biaya untuk penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif?

    D. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengkaji cost effectiveness penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan

    dengan kemoterapi saja untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif. 2. Mengkaji dampak anggaran biaya untuk penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk

    pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif.

    E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah sebagai dasar pertimbangan

    penambahan trastuzumab pada kemoterapi pada pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif di dalam paket manfaat BPJS.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kanker Payudara Epidemiologi

    Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan wanita di dunia. Setiap 2 dari 10.000 perempuan di dunia diperkirakan akan mengalami kanker payudara setiap tahunnya. Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian yang diakibatkan oleh kanker pada perempuan di seluruh dunia. Di negara ASEAN tahun 2008 kanker payudara berada pada posisi teratas dengan perkiraan insidensi 86.842 kasus dan mortalitas 36.723 kasus per 100.000 populasi. Insidensi per 100.000 populasi wanita tertinggi didapatkan di Singapura (59,9) dan terendah Vietnam (15,6). Mortalitas per 100.000 populasi wanita tertinggi didapatkan di Indonesia (36,2) dan terendah Singapura (13,6) (Kimman et al., 2012). Di negara Asia Pasifik tahun 2012 diperkirakan kanker payudara mencapai 24% (404.000 kasus atau 30 per 100.000) dengan urutan jumlah terbanyak di China (46%), Jepang (14%) dan Indonesia (12%), sedangkan mortalitasnya mencapai 22% (116.000 kasus, 8 per 100.00) dengan urutan terbanyak China (41%), Indonesia (17%) dan Jepang (12%) (Youlden et al., 2014). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2018 diketahui bahwa di Indonesia kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru tertinggi, yaitu sebesar 16,7% pada semua jenis kelamin dan sebesar 30,9% pada perempuan, dengan persentase kematian sebesar 11,0%.

    Di Indonesia kanker payudara metastasis lebih sering ditemukan dibandingkan dengan kanker payudara tahap awal, dan ini sangat berpengaruh terhadap prognosis. Angka 5-year survival rate pada kasus metastasis adalah kurang dari 25% (Horner et al, 2009). Proliferasi sel epithelial salah satunya diatur oleh Human Epidermal Growth Factor Receptor (HER). Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER-2 adalah: (1) overekspresi HER meningkatkan properti sel-sel kanker metastasis, seperti angioinvasi dan angiogenesis, (2) menyebabkan resistensi terhadap terapi dan menyebabkan respons buruk terhadap terapi hormonal, hal ini mungkin juga berhubungan absennya respons hormon steroid pada HER-2 positif, (3) proliferasi yang tinggi dengan karakteristik persentase tinggi pada fase S yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor.

    Mayo Clinic memperkirakan bahwa sekitar 20 persen dari kanker payudara adalah Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER-2) positif. Kanker payudara HER-2 positif lebih banyak ditemukan pada wanita yang lebih muda daripada wanita yang lebih tua. Kanker payudara HER-2 positif cenderung lebih agresif dan menyebar lebih cepat daripada kanker lainnya. Menurut Smichkoska and Lazarova, faktor pertumbuhan HER-2 yang diekspresikan pada 20-30% dari kanker payudara merupakan penanda prognosis yang buruk. Pada sekitar 25% kanker payudara terdapat amplifikasi gen HER-2 dan/atau overekspresi dari produk protein yang terkait (Murphy & Morris, 2012) (Bartsch & Steger, 2011). Dilaporkan lebih dari 25% kanker payudara stadium awal terdapat HER-2 positif yang terkait dengan risiko tinggi kekambuhan dan kematian dari metastatis penyakit (Baselga, Perez, Pienkowski, & Bell, 2006).

    Usia penderita saat diagnosis kanker payudara HER-2 positif terbanyak adalah usia 50-60 tahun yaitu 40,93%. Selanjutnya adalah usia kurang dari 50 tahun (28%), usia 65-74 tahun (17,5%) dan usia lebih dari 75 tahun (13,5%). Usia saat diagnosis penderita HER-2 positif umumnya lebih tua dibandingkan dengan HER-2-negatif dan biasanya ditemukan pada stadium

  • 9

    yang lebih lanjut. Berdasarkan ras, penderita kanker payudara HER-2 positif terutama pada ras Non-Hispanic Asian Pacific Islander (16,94%), Non-Hispanic black (15,25%), dan Hispanic (14,82%) (Howlader et al., 2014). B. Penatalaksanaan Kanker Payudara

    Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan, meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi, dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pendekatan terapi umumnya didasarkan pada biomarker yang dideteksi melalui berbagai pemeriksaan. Pengobatan ditujukan untuk memusnahkan sel kanker atau membatasi perkembangan penyakit, serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara individual (KPKN, 2017). a. Pembedahan

    Tumor primer biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker, atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi.

    b. Non pembedahan, meliputi beberapa modalitas, antara lain 1. Terapi Radiasi

    Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak dapat terangkat saat pembedahan.

    2. Terapi Hormon Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir.

    3. Kemoterapi Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah kapesitabin, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.

    4. Terapi Imunologik Sekitar 20-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan atau HER-2 secara berlebihan, dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER-2 dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien harus menjalani tes HER-2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab. Berdasarkan guideline American Cancer Society (ACS) dan National Cancer

    Comprehensive Network (NCCN) 2006 bahwa kemoterapi untuk kanker payudara agen tunggal dapat digunakan doksorubisin, epirubisin, paklitaksel, dosetaksel, kapesitabin, gemsitabin, dan untuk kombinasi CAF (siklofosfamid + doksorubisin + flourourasil), FEC (flourourasil + epirubisin + siklofosfamid), AC (doksorubisin + siklofosfamid), ET (epirubisin + paklitaksel), CMF,

  • 10

    doksetaksel/kapesitabin, GT (gemsitabin + paklitaksel), juga dapat digunakan agen aktif lainnya, yaitu sisplatin, karboplatin, etoposid, vinblastin, dan flourourasil infus. Pengobatan untuk kanker payudara HER-2 positif yang direkomendasikan adalah obat yang memblok reseptor HER-2 pada permukaan sel-sel kanker HER-2 positif, mencegah pertumbuhan kanker, dan menyebabkan penurunan ukuran. Kemoterapi adjuvan dengan HER-2 tumor positif ACTHH adalah (doksorubisin, siklofosfamid diikuti paklitaksel dengan trastuzumab) atau neoajuvan TH+CEF (paklitaksel + trastuzumab diikuti siklofosfamid, flourourasil + trastuzumab).

    Tabel 1. Kemoterapi yang digunakan pada kanker payudara HER-2 positif

    Dosis

    AC diikuti/tidak diikuti T (doxorubicin/cyclophosphamide diikuti paclitaxel)

    Doxorubicin 60 mg/m2 iv hari 1

    Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv hari 1 Siklus 21 hari; 4 siklus

    Paclitaxel 80 mg/ m2 iv hari 1

    Trastuzumab 4 mg/kg BB (siklus 1) diikuti 2 mg/kg BB (siklus berikutnya) Siklus 21 hari; 4 siklus trastuzumab dilanjutkan sampai 8-16 siklus.

    TCH (Docetaxel/carboplatin) Docetaxel 75 mg/ m2 iv hari 1

    Carboplatin AUC 6 iv hari 1

    Siklus 21 hari; 4 siklus Trastuzumab 4 mg/kg BB (siklus 1) diikuti 2 mg/kg BB (siklus berikutnya) Siklus 21 hari; 8-16 siklus

    Docetaxel diikuti FEC (Fluorouracil/epirubicin/cyclophosphamide)

    Docetaxel 125 mg iv hari 1

    Trastuzumab 4 mg/kg BB (siklus 1) diikuti 2 mg/kg BB (siklus berikutnya) Siklus 21 hari; 3 siklus

    5 FU 500 mg/m2 iv hari 1

    Epirubicin 50 mg/m2 iv hari 1

    Cyclophosphamide 500 mg /m2 iv hari 1 Siklus 21 hari; 6 siklus

    TAC (Docetaxel/ doxorubicin/cyclophosphamide)

    Docetaxel 75 mg/ m2 iv hari 1

    Doxorubicin 50 mg bolus iv hari 1

    Cyclophosphamide 500 mg/m2 iv hari 1 Siklus 21 hari; 6 siklus

    Trastuzumab 4 mg/kg BB (siklus 1) diikuti 2 mg/kg BB (siklus berikutnya) Siklus 21 hari; 8-16 siklus

    Sumber: NCCN guidelines ver 2. 2013

    C. Trastuzumab

  • 11

    Trastuzumab merupakan rekombinan antibodi monoklonal manusia yang menargetkan domain ekstraseluler HER-2. Mekanisme kerja trastuzumab menghambat jalur sinyal hilir, internalisasi dan degradasi protein reseptor HER-2, menginduksi p27 yang berakibat gangguan siklus sel karena penurunan aktivitas Cdk 2, dan menghambat perbaikan DNA (Bartsch & Steger, 2011) (Dokmanovic & Wu, 2014) (Murphy & Morris, 2012).

    Di Indonesia terapi anti-HER-2 yang masuk dalam Formularium Nasional untuk kanker payudara adalah trastuzumab. Untuk kanker payudara dengan HER-2 positif selain diberikan kemoterapi juga diberikan ajuvan anti-HER-2. Ajuvan anti-HER-2 antara lain trastuzumab, lapatinib (reversible TKI, anti-HER-2 dan HER1), pertuzumab (anti-HER-2, HER1 dan HER3) dan antibody-drug conjugates (emtansine) (Murphy & Morris, 2012).

    Trastuzumab diberikan secara intravena setiap 1 atau 3 minggu selama 1 tahun atau sampai terjadi kekambuhan, untuk wanita penderita kanker payudara HER-2 positif stadium awal yang telah menjalani pembedahan, kemoterapi (neoadjuvant atau adjuvant) dan radioterapi. Pada yang diberikan setiap 3 minggu sekali, untuk awalnya diberikan dosis loading trastuzumab 8 mg/kg berat badan diikuti 6 mg/kg berat badan setiap 3 minggu selama 1 tahun. Pada yang diberikan 1 minggu sekali, untuk awalnya diberikan dosis loading trastuzumab 4 mg/kg berat badan diikuti 2 mg/kg berat badan setiap 3 minggu selama 1 tahun. Mengingat efeknya yang tergolong kardiotoksik, trastuzumab tidak diberikan pada penderita dengan LVEF kurang dari 55% atau memiliki riwayat gagal jantung kongestif, berisiko tinggi aritmia, mendapatkan terapi angina pektoris, mempunyai riwayat penyakit katup jantung dan hipertensi tidak terkontrol. Fungsi jantung diperiksa secara berkala setiap 3 bulan selama terapi. Bila LVEF turun 10% dari pemeriksaan awal atau di bawah 50%, trastuzumab harus ditunda dan dikaji manfaat dan risikonya (NICE, 2006).

    Penelitian Slamon et al. (2001) menunjukkan manfaat kombinasi kemoterapi trastuzumab untuk memperbaiki angka survival dibanding kemoterapi tunggal. Penelitian uji klinik tahap 2 dan 3 selanjutnya menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebagian penelitian bukan penelitian randomisasi dan tanpa kelompok kontrol. Laporan adanya disfungsi kardiak dan munculnya metastasis baru dilaporkan pula dari berbagai penelitian terdahulu (Seidman et al., 2002; Burstein et al., 2005). Telaah kritis sebelumnya oleh Balduzi et al. (2014) menunjukkan hasil adanya perbaikan dalam hal overall survival dan progression free survival pada pasien dengan kanker payudara metastasis yang memiliki HER-2 positif. Dilaporkan adanya peningkatan efek samping pada jantung. Analisis sub-kelompok tidak dapat dilakukan karena jumlah subjek penelitian yang kecil. Penggunaan trastuzumab bersama dengan kemoterapi berbasis taxane dilaporkan memperbaiki overall survival.

  • 12

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Metode Review Efektivitas Klinis

    1. Strategi pencarian bukti

    Penilaian indikator efikasi dilakukan dengan menghitung Progession Free Survival (PFS) dan overall survival (OS). Pencarian bukti mengenai efikasi/efektivitas klinis trastuzumab sebagai tambahan kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja pada kasus kanker payudara metastasis dilakukan melalui 2 cara, yaitu: a. Penelitian observasional bertujuan untuk menilai efektivitas klinis trastuzumab pada real

    setting. Untuk menjawab tujuan ini digunakan rancangan penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan hasil pelacakan pada data rekam medis pasien kanker payudara metastasis di 4 rumah sakit yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RS Kanker Dharmais Jakarta, dan RSUD Ulin Banjarmasin). Data tersebut diolah untuk mendapatkan data overall survival dan progression free survival. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

    Perhitungan besar sampel dengan alpha 5%, interval kepercayaan 95%, power penelitian 80%. Terdapat dua arm: pasien dengan kemoterapi dan trastuzumab dan pasien dengan kemoterapi saja. Beda efek dari penelitian sebelumnya adalah: trastuzumab meningkatkan survival rate 37%, dengan survival rate pada kelompok pembanding 60-70%.

  • 13

    Untuk perhitungan kemoterapi dan kemoterapi dan trastuzumab adalah sebagai berikut:

    Sample Size: X-Sectional, Cohort, & Randomized Clinical Trials (Kelsey et al., 1996)

    Two-sided significance level(1-alpha): 95 Power(1-beta, % chance of detecting): 80 Ratio of sample size, Unexposed/Exposed: 1 Percent of Unexposed with Outcome: 60 Percent of Exposed with Outcome: 80 Odds Ratio: 2,7 Risk/Prevalence Ratio: 1,3 Risk/Prevalence difference: 20

    Kelsey Fleiss Fleiss with CC Sample Size - Exposed 83 82 91 Sample Size – Nonexposed 83 82 91 Total sample size 166 164 182

    b. Untuk mengetahui efikasi klinis trastuzumab pada ideal setting dilakukan pelacakan pustaka

    yang difokuskan pada penggunaan trastuzumab sebagai tambahan kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja pada pasien kanker payudara metastasis. Pelacakan pustaka secara sistematis dilakukan untuk mencari bukti ilmiah yang, terbaik (best), sahih (valid) dan mutakhir (current). Pelacakan pustaka untuk kajian sistematis ini dilakukan secara elektronik melalui internet. Pelacakan terutama ditujukan untuk medapatkan full-text semua artikel/literatur yang membandingkan efektivitas trastuzumab sebagai terapi kanker payudara metastasis HER-2 positif. Artikel yang diperoleh dikaji lebih lanjut untuk menilai apakah studinya sahih, apakah hasilnya secara klinis penting, dan apakah hasil tersebut dapat diterapkan pada pasien. Pelacakan pustaka dilakukan di databases yang merupakan sumber terbaik untuk memperoleh semua data mutakhir yang terpercaya (current and best evidences). Database sebagai sumber utama pencarian bukti ilmiah pada kajian ilmiah ini adalah: (1) PubMed (www.pubmed.com), (2) The Cochrane Library (www.cochranelibrary.com), dan (3) EMBASE (www.embase.com). Perluasan pencarian dilakukan melalui Google Scholar. Penggunaan kata kunci (keywords) merupakan cara terbaik untuk mencari artikel atau bukti ilmiah. Kata kunci yang dipakai untuk pelacakan bukti ilmiah disesuaikan dengan pertanyaan klinik yang diajukan yaitu: “apakah pada pasien kanker payudara metastasis HER-2 positif pemberian terapi trastuzumab meningkatkan proporsi kesintasan (survival) yang lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi?”. Pencarian untuk semua uji klinik trastuzumab dilakukan dengan menggunakan kata OR untuk “trastuzumab”, “herceptin”, dan “HER-2 antobodies” digabung dengan AND untuk “metastatic breast cancer”. Pembatasan dilakukan hanya untuk penelitian berbahasa Inggris, bisa diakses secara penuh (full text), terbit di atas tahun 2000, dan menggunakan disain uji

    http://www.cochranelibrary./http://www.embase.com/

  • 14

    klinik (clinical trial). Perluasan pencarian dilakukan untuk sinonim cancer yaitu dengan menambahkan OR “neoplasm”, “malignancy”, “malignant tumor”, dan “tumor”. Artikel yang dipilih adalah artikel dengan uji klinik randomisasi yang membandingkan kemoterapi dan trastuzumab dibandingkan kemoterapi saja. Artikel dalam bentuk editorial, studi observasional, poster, dan review tidak diikutsertakan dalam telaah sistematik. Data artikel yang dipilih dibatasi sebagai berikut: - Populasi: pasien dengan kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif, tanpa

    memandang usia. - Intervensi: trastuzumab sebagai kombinasi taxane (paclitaxel atau docetaxel) pada pasien

    kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang belum mendapat kemoterapi sebelumnya.

    - Kelompok pembanding atau kontrol adalah subyek yang hanya mendapat kemoterapi saja.

    - Outcome klinis: overall survival dan progression free survival.

    2. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi

    1. Usia lebih dari 18 tahun 2. Pasien MBC HER-2 positif 3. Laporan PA menunjukkan: IHC test (immunohistochemistry) HER-2 +++ (HER-2 protein

    overexpression) 4. Pertama kali mendapatkan:

    i. kemoterapi saja, atau ii. kemoterapi dan trastuzumab

    5. Mendapatkan trastuzumab minimal 8 siklus atau progress ketika mendapatkan trastuzumab

    6. Pemberian trastuzumab intravena Kriteria eksklusi:

    1. Cardiac diseases (kelainan jantung sebelum mendapatkan kemoterapi) 2. Mendapatkan dosis kumulatif doxorubicin > 360 mg/m2 3. Menderita lebih dari 1 jenis kanker 4. Metastasis ke otak

    3. Telaah kritis

    Telaah kritis dilakukan dengan melihat syarat-syarat utama validitas suatu hasil penelitian, yaitu: randomisasi, blinding, pengamatan yang cukup lama dan lengkap. Hasil penelitian yang diperoleh ditabulasi dengan memuat informasi luaran yang dianggap penting secara klinis, yaitu: overall survival dan time to progression. Telaah kritis secara skoring dilakukan dengan telaah Modified Jadad scale.

  • 15

    Tabel 2. Modified Jadad scale

    Pertanyaan Jawaban Skor

    Apakah dilakukan randomisasi? Ya +1

    Tidak 0

    Apakah metode randomisasi sudah sesuai?

    Ya +1

    Tidak -1

    Tidak dijelaskan 0

    Apakah dilakukan blinding? Ya +1

    Tidak 0

    Apakah metode blinding telah sesuai? Ya +1

    Tidak -1

    Tidak dijelaskan 0

    Apakah ada penjelasan withdrawal dan dropout?

    Ya +1

    Tidak 0

    Apakah ada penjelasan detail kriteria inklusi dan eksklusi?

    Ya +1

    Tidak 0

    Apakah ada penjelasan detail pengukuran efek samping?

    Ya +1

    Tidak 0

    Apakah ada penjelasan detail metode statistik yang dipakai?

    Ya +1

    Tidak 0

    4. Peringkat bukti

    Setiap artikel ilmiah yang diperoleh dari pelacakan pustaka dilakukan telaah kritis (critical appraisal). Langkah awal adalah dengan menilai hirarki derajat bukti ilmiah artikel yang diperoleh. Kajian sistematis ini hanya berfokus pada bukti ilmiah yang tertinggi, yaitu: kajian sistematis terhadap uji klinik randomisasi buta ganda, dan uji klinik randomisasi buta ganda (randomized double blind controlled trial). Tabel 3. Hirarki bukti ilmiah

    Levels of evidence Penjelasan

    IA Bukti ilmiah dari meta analisis uji klinik randomisasi

    IB Bukti ilmiah dari uji klinik randomisasi

    IIA Bukti ilmiah dari uji klinik dengan kelompok kontrol tanpa randomisasi

    IIB Bukti ilmiah dari salah satu penelitian kuasi eksperimental

    III Bukti ilmiah dari penelitian non eksperimental, penelitian deskriptif, studi korelasi, atau penelitian kasus kontrol

    IV Bukti ilmiah berdasar pendapat ahli atau sekelompok pakar atau organisasi dengan reputasi baik

  • 16

    5. Derajat rekomendasi

    Derajat rekomendasi merupakan tingkatan rekomendasi berdasarkan level of evidence (peringkat bukti):

    Derajat A: langsung berdasarkan pada level I evidence

    Derajat B: langsung berdasarkan pada level II evidence atau ekstrapolasi rekomendasi dari level I evidence

    Derajat C: langsung berdasarkan pada level III evidence atau ekstrapolasi rekomendasi dari level I atau level II evidence

    Derajat D: langsung berdasarkan pada level IV evidence atau ekstrapolasi rekomendasi dari level I atau level II atau level III evidence

    Pada penelitian ini derajat rekomendasi yang digunakan adalah derajat rekomendasi A.

    B. Metode Evaluasi Ekonomi

    1. Desain dan model Evaluasi ekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode cost

    effectiveness analysis (CEA), cost utility analysis (CUA), dan budget impact analysis (BIA). Untuk menjawab hal ini maka dilakukan kajian dengan membandingkan pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang mendapatkan kemoterapi saja dengan yang mendapatkan kombinasi kemoterapi plus trastuzumab.

    a. CEA

    Analisis CEA menggunakan pendekatan real world data. Perspektif penelitian CEA adalah health provider (rumah sakit). Biaya yang dianalisis meliputi biaya medik langsung. Sedangkan untuk menilai efektivitas dilakukan pengukuran parameter outcome klinis berupa Progression free survival dan Overall survival.

    Time horizon analisis CEA sesuai waktu pengamatan outcome klinis, yaitu mulai terapi dengan kemoterapi atau kemoterapi + trastuzumab sampai dengan follow-up terakhir.

    b. CUA

    Analisis CUA dilakukan dengan pendekatan modeling mengacu pada Markov model. Perspektif CUA adalah societal. Biaya meliputi biaya medik langsung, biaya non-medik langsung, dan biaya tak langsung. Efektivitas berupa outcome humanistik dinyatakan dengan quality adjusted life year (QALY). Perhitungan biaya dan QALY pada kedua opsi kebijakan menggunakan Markov model yang diadopsi dari penelitian sebelumnya (Lidgren et al, 2008). Model tersebut terdiri dari tiga health state, yaitu stable metastatic disease, progressive metastatic disease, dan death. Panjang untuk tiap siklus adalah 6 bulan dengan time horizon lifetime dimulai usia 40 tahun. Discount rate yang digunakan adalah 3% sesuai rekomendasi untuk negara berkembang. Gambar 1 menunjukkan diagram model yang digunakan.

  • 17

    Gambar 1. Diagram Markov model

    Parameter yang diinput pada model didapatkan dari berbagai sumber data yang dirinci

    lebih lanjut pada poin terkait. Secara singkat, data probabilitas dari progress-free ke progress, progress-free ke death, dan probabilitas dari progress ke death diambil dari data systematic review yang dikonfirmasi dengan data observasi (kohort retrospektif).

    c. BIA

    Untuk mengetahui BIA digunakan model analisis dampak biaya. Cakupan biaya untuk BIA adalah biaya medik langsung (terapi). Penelitian ini dilakukan menggunakan perspektif healthcare provider (rumah sakit). Time horizon untuk analisis dampak anggaran atau budget impact analysis (BIA) adalah 5 tahun. Model yang digunakan untuk penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Model analisis dampak biaya (Budget Impact Analysis)

    Pogressive metastatic

    Stable metastatic

    disease

    Death

  • 18

    Sumber data yang digunakan untuk pemodelan ini adalah laporan studi epidemiologi,

    data registrasi, data klaim, informasi pola terapi yang telah dipublikasikan, data penelitian perkiraan pasar, data sumber daya dan biaya per unit berdasarkan data retrospektif, hasil uji klinik terkait efektivitas terapi dan perkembangan penyakit yang sudah dipublikasikan. Pendapat ahli dapat digunakan jika tidak ada alternatif sumber data.

    2. Variabel biaya dan variabel utilitas

    a. Variabel biaya

    1) Biaya langsung medik dikumpulkan berdasarkan biaya riil perawatan pasien yang berasal dari arsip tagihan pasien saat perawatan di unit rawat jalan maupun rawat inap. Komponen biaya langsung medik meliputi antara lain biaya obat, biaya alat kesehatan, biaya kamar rawat inap, biaya tenaga medis, biaya laboratorium, dan biaya administrasi. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dari 4 Rumah Sakit yang menjadi lokasi penelitian.

    2) Komponen biaya langsung non-medis meliputi: biaya transportasi, biaya makan, biaya penginapan pasien dan care giver saat perawatan pasien rawat jalan ataupun rawat inap. Biaya langsung non-medis dihitung berdasarkan wawancara ke pasien dan/atau care giver. Subyek untuk pengumpulan data biaya langsung non-medis sama dengan subyek yang digunakan untuk pengukuran utility.

    3) Komponen biaya tak langsung meliputi: biaya produktivitas pasien yang hilang karena sakit dan perawatan, biaya produktivitas care giver yang hilang karena harus mendampingi pasien saat sakit dan menjalani perawatan. Biaya langsung non-medis dihitung berdasarkan wawancara ke pasien dan/atau care giver. Subyek untuk pengumpulan data biaya tak langsung sama dengan subyek yang digunakan untuk pengukuran utility.

    Biaya dinyatakan dalam rupiah tahun 2018.

    Jumlah sampel untuk penelitian biaya dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (WHO, 2005):

    n = (precision2

    CV2xZ1−

    2a

    2 +1

    N0)

    −1

    Dimana: n = jumlah sampel CV = coefficient of variance (ratio of standard of deviation to mean), didapatkan dari studi sebelumnya Z 1-α/2= the abscissa of the normal curve that cuts off an area at the tails (1 – equals the desired confidence level); the value for Z is found in statistical tables, for the confidence level of 95%, Z value is 1.96) N0 = total jumlah kasus pada tahun sebelumnya

  • 19

    Dengan taraf kepercayaan 95%, tingkat presisi 10%, koefisien variasi diasumsikan sebesar 0,5 dan perkiraan jumlah kasus sebesar 50 pada tiap rumah sakit, maka didapatkan jumlah sampel sekitar 30.

    b. Variabel utilitas

    Pengumpulan data utility dilakukan dengan rancangan observasional menggunakan pendekatan cross sectional. Data utility didapatkan melalui interview langsung dengan subjek penelitian menggunakan instrumen pengukuran kualitas hidup EQ-5D-5L. Value set yang digunakan adalah value set untuk orang Indonesia.

    Subjek pengukuran utility adalah pasien kanker payudara metastasis pada dua kondisi, yaitu progression-free state dan progression state sesuai dengan Markov model. Populasi subjek untuk pengukuran utility adalah pasien dari 4 rumah sakit yang menjadi lokasi penelitian. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Walters, 2009):

    𝑛 =𝜎2

    [𝑤/1.96]2

    Dimana: n = Jumlah sampel Z 1-α/2 = the abscissa of the normal curve that cuts off an area at the tails (1 – equals the desired confidence level); the value for Z is found in statistical tables, for the confidence level of 95%, Z value is 1.96 σ = standard of deviation (dari studi sebelumnya)

    = absolute precision atau effect size Dengan taraf kepercayaan 95%, tingkat presisi 10%, dan standar deviasi utility penelitian sebelumnya sebesar 0,3 maka didapatkan jumlah sampel sebesar 35 subyek. Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 35 subyek untuk setiap health state.

    3. Analisis model dan time horizon

    a. CEA

    Diagram biaya dan efektivitas dibuat untuk menentukan posisi biaya dan luaran klinis antara satu opsi kebijakan dengan opsi kebijakan yang lainnya. Salah satu opsi kebijakan yaitu opsi kebijakan dengan luaran klinis paling kecil digunakan sebagai pembanding. Opsi kebijakan lainnya dibandingkan apakah mempunyai biaya dan luaran klinis yang lebih kecil, sama besar, atau lebih besar. Nilai inkremental efektivitas biaya (Incremental Cost Effectiveness Ratio atau ICER) dihitung untuk mengetahui apakah opsi kebijakan dengan luaran klinis lebih besar membutuhkan biaya yang juga lebih besar.

    ICER dihitung menggunakan formula sebagai berikut (Drummond et al, 2015):

    ICER =Biaya (kemoterapi + trastuzumab) − Biaya kemoterapi

    Luaran klinis (kemoterapi + trastuzumab) − Luaran klinis kemoterapi

  • 20

    b. CUA

    Diagram biaya dan efektivitas dibuat untuk menentukan posisi biaya dan luaran klinis antara satu opsi kebijakan dengan opsi kebijakan yang lainnya. Salah satu opsi kebijakan yaitu opsi kebijakan dengan luaran klinis paling kecil digunakan sebagai pembanding. Opsi kebijakan lainnya dibandingkan apakah mempunya biaya dan luaran klinis yang lebih kecil, sama besar, atau lebih besar. Opsi kebijakan dengan QALY lebih besar namun membutuhkan biaya yang juga lebih besar, dihitung nilai inkremental efektivitas biaya (Incremental Cost Effectiveness Ratio atau ICER)-nya.

    ICER dihitung menggunakan formula sebagai berikut (Drummond et al, 2015):

    ICER =Biaya (kemoterapi + trastuzumab) − Biaya kemoterapi

    QALY (kemoterapi + trastuzumab) − QALY kemoterapi

    c. BIA

    Analisis dampak biaya dilakukan dengan menghitung biaya yang dibutuhkan untuk terapi berbasis trastuzumab dan tanpa trastuzumab untuk seluruh populasi pasien kanker payudara metastatis HER-2 positif di Indonesia.

    Pada penelitian ini time horizon yang digunakan untuk cost-effectiveness analysis (CEA) adalah sejak dimulainya terapi sampai follow-up terakhir. Sedangkan untuk analysis cost-utility (CUA) adalah seumur hidup. Time horizon untuk analisis dampak anggaran atau budged impact analysis (BIA) adalah 5 tahun. Discount rate yang digunakan adalah 3% sesuai rekomendasi untuk negara berkembang.

    4. Analisis ketidakpastian

    Analisis ketidakpastian dilakukan dengan analisis sensitivitas satu arah (one-way sensitivity analysis) dan analisis sensitivitas probabilistik (cost effectiveness acceptability curve). Adapun variabel yang diuji meliputi biaya, efektivitas, dan discount rate. Pada basecase, nilai yang digunakan adalah nilai rata-rata untuk tiap parameter. Pada analisis sensitivitas satu arah, rentang nilai menggunakan nilai terendah (rata-rata dikurangi standar deviasi) dan nilai tertinggi (rata-rata biaya ditambah standar deviasi), menggunakan nilai rentang dari deviasi CI, dan nilai terendah dan tertinggi berdasarkan asumsi (Drummond et al, 2015).

  • 21

    BAB IV

    HASIL

    A. Bukti Efektivitas Klinis 1. Tinjauan sistematik

    Pelacakan pustaka mendapatkan 5 penelitian uji klinis dengan randomisasi (Tabel 4). Hasil telaah kritis validitas penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, dan berdasarkan kriteria Modified Jadad scale, kelima penelitian ini adekuat validitasnya untuk dlakukan tinjauan sistematik. Penelitian Slamon et al. (2001) menunjukkan adanya perbaikan overall survival 20,3 bulan. Penelitian lebih baru dari Swain et al. (2013) memperlihatkan bahwa kombinasi pertuzumab, trastuzumab, dan docexatel memperbaiki overall survival 48 bulan. Kajian Cameron et al. (2008) memperlihatkan kombinasi trastuzumab dan capecitabine meningkatkan overall survival 15,3 bulan. Menurut kajian Verma et al. (2012), kombinasi trastuzumab dan emtansine memperbaiki overall survival 30,7 bulan. Penelitian Blackwell et al. (2012) menunjukkan bahwa kombinasi lapatinib dan trastuzumab memperbaiki overall survival 4,5 bulan dibanding lapatinib saja (14 bulan VS 9,5 bulan).

    Tabel 4. Karakteristik uji klinik yang dikaji

    Studi Metode Subjek Outcome

    Slamon (2001)

    RCT 234 pasien mendapat kemoterapi saja, dan 235 pasien mendapat kemoterapi plus trastuzumab.

    Penambahan trastuzumab menghambat progresi (median 7,4 vs 4,6 bulan; p < 0,001), response rate lebih baik (50% vs 32%, p < 0,001), respons lebih lama (median 9,1 vs 6,1 bulan; p < 0,001), angka kematian 1 tahun lebih rendah (22% vs 33%, p = 0,008), survival lebih lama (median survival 25,1 vs 20,3 bulan; p = 0,046).

    Marty (2005)

    RCT 186 pasien, dirandomisasi mendapat 6 siklus docetaxel 100 mg/m2 setiap 3 minggu dengan atau tanpa trastuzumab 4 mg/kg loading dose, lalu 2 mg/kg tiap minggu.

    Trastuzumab plus docetaxel lebih superior daripada docetaxel dalam hal overall response rate (61% vs 34%; p = 0,0002), overall survival (median 31,2 vs 22,7 bulan; p = 0,0325), time to disease progression (median 11,7 vs 6,1 bulan; p = 0,0001), time to treatment failure (median 9,8 vs 5,3 bulan; p = 0,0001), dan duration of response (median 11,7 vs 5,7 bulan; p = 0,009).

    Gasparini (2007)

    RCT fase 2

    124 pasien dirandomisasi mendapat paclitaxel single agent (80 mg/m2) atau kombinasi trastuzumab (4 mg/kg loading dose, then weekly 2 mg/kg).

    Terapi kombinasi secara bermakna memiliki overall response rate lebih tinggi (ORR) (75% vs. 56,9%; p = 0,037).

    Kaufman (2009)

    RCT fase 3

    103 pasien mendapat trastuzumab plus

    Ada perbaikan progression free survival pada pasien yang mendapat terapi kombinasi (HR

  • 22

    Studi Metode Subjek Outcome

    anastrozole; 104 mendapat anastrozole

    0,63; 95% CI, 0,47-0,84; median PFS, 4,8 vs 2,4 bulan; log-rank P = 0,0016).

    Huober (2012)

    RCT Pasien dirandomisasi untuk mendapat letrozole (arm A, n = 31) atau letrozole plus trastuzumab (arm B, n = 26) sebagai terapi first line

    Median time to progression pada arm A adalah 3,3 bulan dibanding 14,1 bulan pada arm B (HR 0,67; p = 0,23)

    Tabel 5. Kajian sistematis uji klinik berbasis traztuzumab untuk kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif

    Peneliti Randomisasi Alokasi terapi Blinding Outcome yang

    dilaporkan

    Slamon (2001) Ya, kurang adekuat

    Ya, kurang adekuat

    Ya, adekuat Ya, adekuat

    Marty (2005) Ya, adekuat Ya, kurang adekuat

    Ya, kurang adekuat

    Ya, adekuat

    Gasparini (2007) Ya, adekuat Ya, kurang adekuat

    Ya, adekuat Ya, adekuat

    Kaufman (2009) Ya, adekuat Ya, kurang adekuat

    Ya, adekuat Ya, adekuat

    Huober (2012) Ya, adekuat Ya, kurang adekuat

    Ya, adekuat Ya, adekuat

    Tabel 6. Nilai telaah kritis dengan Modified Jadad scale

    Peneliti Random? Apakah

    randomisasi benar?

    Kriteria inklusi & eksklusi

    Blinding Blind-ing benar?

    Teknik statistik benar

    Adverse event diukur jelas?

    Outcome jelas?

    Slamon (2001) Ya Tidak jelas Ya Ya Ya Ya Ya Ya, adekuat

    Marty (2005) Ya Ya Ya Ya Tidak jelas

    Ya Ya Ya, adekuat

    Gasparini (2007) Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya, adekuat

    Kaufman (2009) Ya, Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya, adekuat

    Huober (2012) Ya YA Ya Ya Ya Ya Ya Ya, adekuat

  • 23

    Tabel 7 secara konsisten menunjukkan bahwa 4 di antara 5 studi yang dikaji memperlihatkan adanya perbaikan yang bermakna dalam hal overall response rate pada kelompok yang mendapatkan tambahan trastuzumab dibandingkan kemoterapi saja. Studi Houber et al. sebenarnya juga menunjukkan arah yang sama dalah hal perbaikan overall response rate, namun karena jumlah subjek yang lebih sedikit, sehingga bisa mempengaruhi confidence interval.

    Tabel 7. Perbaikan dalam hal overall response rate masing-masing studi

    Studi Trastuzumab (n/N) Kontrol (n/N) RR (95% CI)

    Slamon (2001) 118/ 235 74/234 1,59 (1,26-1,99)

    Marty (2005) 56/92 32/94 1,79 (2,29-2,48)

    Gasparini (2007) 45/60 33/58 1,32 (1,01-1,72)

    Kauffman (2009) 15/74 5/73 2,96 (1,13-7,72)

    Houber (2012) 7/26 4/31 2,09 (0,69-6,35)

    Hasil kajian pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa penambahan trastuzumab tidak memberikan perbaikan overall survival yang bermakna dibandingkan kelompok kemoterapi saja, berdasarkan 3 studi yang meneliti trastuzumab dengan luaran overall survival. Untuk luaran progression free survival, 3 dari 4 studi menunjukkan perbaikan yang bermakna.

    Tabel 8. Efektivitas terapi berbasis trastuzumab dalam memperbaiki time to progression dan overall survival

    Peneliti Kemoterapi/ terapi

    hormonal Overall survival Time to progression

    Slamon (2001) Kemoterapi 0,80 (0,64-1,00) 0,51 (0,41-0,63)

    Marty (2005) Kemoterapi 0,74 (0,48-1,13) -

    Gasparini (2007) Kemoterapi - 0,50 (0,26-0,95)

    Kaufman (2009) Terapi hormonal 0,85 (0,56-1,30) 0,63 (0,47-0,84)

    Huober (2012) Terapi hormonal - 0,67 (0,35-1,29)

    Meta-analisis dilakukan untuk studi-studi yang membandingkan trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja, baik untuk luaran OS dan PFS (Tabel 9). Berdasarkan Tabel 9, penambahan trastuzumab terhadap kemoterapi memberikan perbaikan OS yang bermakna (RR 0,79, 95%CI: 0,65-0,96, dengan p for heterogeneity = 0,749) dan perbaikan PFS yang bermakna (RR 0,51, 95%CI: 0,42-0,62, dengan p for heterogeneity = 0,954) dibandingkan pemberian kemoterapi saja. Nilai p for heterogeneity untuk kedua luaran menunjukkan probabilitas heterogenitas studi yang rendah.

  • 24

    Tabel 9 Meta-analisis terhadap studi-studi yang membandingkan trastuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja

    Overall survival

    Study RR LL UL Weight

    Slamon 0;800 0,640 1,000 0,58

    Marty 0,740 0,480 1,130 0,42

    Pooled 0,787 0,646 0,958 P for heterog. = 0,749

    Progression free survival

    Study RR LL UL Weight

    Slamon 0,510 0,410 0,630 0,66

    Gasparini 0,500 0,260 0,950 0,44

    Pooled 0,509 0,416 0,622 P for heterog. = 0,954

    RR = relative risk; LL (lower limit); UL (upper limit)

    2. Studi efektivitas klinis

    Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan pelacakan rekam medis pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif di 4 rumah sakit, yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RS Kanker Dharmais Jakarta, dan RSUD Ulin Banjarmasin, untuk membandingkan pasien yang mendapatkan kombinasi traztuzumab plus kemoterapi vs kemoterapi saja. Gambar 3 menunjukkan alur perolehan data, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Pasien yang dianalisis sejumlah 120 orang, terdiri dari pasien yang mendapat kemoterapi saja sebanyak 58 orang, dan kelompok yang mendapat kombinasi trastuzumab+kemoterapi sebanyak 62 orang.

    Gambar 3. Alur perolehan data

  • 25

    Pada Gambar 3 dijelaskan bahwa penelusuran kasus dimulai dari seluruh penderita kanker payudara yang ditemukan di 4 rumah sakit yang menjadi populasi penelitian ini, yaitu sebesar 2083 subyek. Proporsi subyek dengan HER2 (+3) pada populasi ini adalah 17,71%. Hanya 270 subyek dengan HER2 (+3) yang memiliki hasil pemeriksaan PA dan penunjang (73,17%), dan hanya 166 dari 270 subyek (61,48%) yang terbukti metastasis. Dari 166 subyek yang metastasis terdapat 141 subyek (84,94%) yang dapat dijaring dan dikategorikan ke dalam kelompok kemoterapi plus trastuzumab dan kelompok kemoterapi saja. Dari jumlah ini akhirnya hanya dapat diperoleh 120 subyek yang data rekam mediknya lengkap dan memenuhi seluruh kriteria penelitian, yaitu 62 subyek mendapat kemoterapi plus trastuzumab dan 58 subyek mendapat kemoterapi saja. Tabel 10 menunjukkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok terapi. Mayoritas subyek (> 80%) berusia di atas 45 tahun, dengan pendidikan minimal SMA (> 70%) dan umumnya telah menikah (> 85%). Secara umum, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal karakteristik subjek antar kelompok yang mendapat traztuzumab plus kemoterapi dibanding yang mendapat kemoterapi saja. Kelompok yang mendapatkan kombinasi trastuzumab plus kemoterapi lebih banyak menggunakan kemoterapi taxan-based dibanding kelompok yang mendapatkan kemoterapi saja. Tabel 10. Karakteristik subjek penelitian

    Karakteristik Kemoterapi

    (n = 58) Trastuzumab+Kemoterapi

    (n = 62) P value n % n %

    Kelompok umur 0,548 26 - 35 tahun 1 1,7 0 0,0 36 - 45 tahun 7 12,1 7 11,3 46 - 55 tahun 17 29,3 20 32,3 56 - 65 tahun 21 36,2 26 41,9 > 65 tahun 11 19,0 6 9,7 Mean (SD) 46,69 10,21 46,77 9,58 Pendidikan 0,382 Tidak sekolah 2 3,4 1 1,6 SD 10 17,2 6 9,7 SMP 6 10,3 4 6,5 SMA 17 29,3 29 46,8 S1/S2/S3 11 19,0 11 17,7 D1/D2/D3 5 8,6 3 4,8 Tidak ada data 7 12,1 8 12,9 Status pernikahan 1,00 Belum/tidak menikah 2 3,4 3 4,8 Menikah 50 86,2 58 93,5 Tidak ada data 6 10,3 1 1,6 Riwayat KB 0,171 Tidak KB 12 20,7 14 22,6 IUD 0 0,0 2 3,2 Pil/susuk/suntik 6 10,3 17 27,4

  • 26

    Karakteristik Kemoterapi

    (n = 58) Trastuzumab+Kemoterapi

    (n = 62) P value n % n %

    Kontrasepsi tetap 1 1,7 0 0,0 Lainnya 0 0,0 0 0,0 Tidak ada data 39 67,2 29 46,8 Status menopause 0,226 Belum menopause 8 13,8 22 35,5 Sudah menopause 8 13,8 10 16,1 Tidak ada data 42 72,4 30 48,4 Riwayat Laktasi 0,343 Tidak 11 19,0 10 16,1 < 6 bulan 0 0,0 2 3,2 >= 6 bulan 5 8,6 7 11,3 Tidak ada data 42 72,4 43 69,4 Riwayat kanker payudara dalam keluarga

    1,00

    Ada 4 6,9 6 9,7 Tidak ada 28 48,3 36 58,1 Tidak tahu 0 0,0 0 0,0 Tidak ada data 26 44,8 20 32,3 Riwayat kanker lain dalam keluarga

    1,00

    Ada 3 5,2 5 8,6 Tidak ada 27 46,6 38 65,5 Tidak tahu 0 0,0 0 0,0 Tidak ada data 28 48,3 19 32,8 Riwayat penyakit lain Diabetes 6 10,3 3 4,8 0,173 Hipertensi 7 12,1 8 12,9 0,781 Penyakit jantung 2 3,4 2 3,2 1,00 Penyakit ginjal 1 1,7 1 1,6 1,00 Penyakit hati 1 1,7 1 1,6 0,988 Riwayat operasi 0,075 Ya 41 70,7 53 85,5 Tidak 17 29,3 9 14,5 Jumlah metastasis 0,887 1 38 65.5% 42 67.7% >1 20 34.5% 20 32.3% Letak metastasis 0,380

    paru 22 37,9 18 29,0 tulang 13 22,4 20 32,3 hepar 13 22,4 18 29,0 liver 2 3,4 0 0,0 liver, paru 1 1,7 0 0,0 paru, hepar 3 5,2 1 1,6 tulang, paru 1 1,7 3 4,8

  • 27

    Karakteristik Kemoterapi

    (n = 58) Trastuzumab+Kemoterapi

    (n = 62) P value n % n %

    tulang, hepar 2 3,4 2 3,2 tulang, paru, hepar 1 1,7 0 0,0

    Diferensiasi 0,345 Grade 1 (baik) 4 6,9 3 4,8 Grade 2 (sedang) 25 43,1 21 33,9 Grade 3 (buruk) 18 31,0 27 43,5 Tidak diketahui 0 0,0 1 1,6 Tidak ada data 11 19,0 10 16,1 Pemeriksaan estrogen receptor

    0,578

    Positif 24 41,4 31 50,0 Negatif 29 50,0 30 48,4 Tidak dinilai 0 0,0 0 0,0 Tidak ada data 5 8,6 1 1,6 Pemeriksaan progesteron receptor

    0,706

    Positif 24 41,4 25 40,3 Negatif 29 50,0 36 58,1 Tidak dinilai 0 0,0 0 0,0 Tidak ada data 5 8,6 1 1,6 Jenis kemoterapi 0,000 Taxan-based 27 46,6 51 82,3 Non-taxan 31 53,4 11 17,7

    Penelitian ini mengikutsertakan subyek yang sebelumnya pernah mendapat terapi maupun yang belum pernah mendapat terapi. Perbandingan efek klinis kedua kelompok dalam hal outcome PFS dan OS ditunjukkan pada Tabel 11. Kombinasi trastuzumab plus kemoterapi berkaitan dengan PFS yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kemoterapi saja (median PFS 14,6 vs 20,4 bulan), namun tidak bermakna secara statistik (p = 0,680). Sedangkan untuk OS, penambahan trastuzumab pada kemoterapi memberikan OS yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kemoterapi saja (median OS 25,2 vs 18,0 bulan). Namun perbedaan ini juga tidak bermakna secara statistik (p = 0,113).

  • 28

    Tabel 11. Luaran klinis subyek kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang mendapat kemoterapi saja vs trastuzumab plus kemoterapi

    Kemoterapi Trastuzumab+Kemoterapi

    Progression Free Survival

    Number of event 25/58 (43,1%) 35/62 (56,4%)

    Median PFS 20,4 14,6

    95% CI 12,948-27,852 10.238-20.962

    p-value 0,680

    Overall survival

    Number of death 21/58 (36,2%) 19/62 (30.6%)

    Median OS 18,0 25,2

    95% CI 9,466-26,534 21,979-28,421

    p-value 0,113

    Penghitungan luaran PFS dan OS selanjutnya dilakukan dalam sub kelompok yang belum

    pernah mendapat terapi untuk kanker payudaranya sebelumnya dan dipresentasikan pada Tabel 12. Pada sub kelompok yang sebelumnya belum pernah mendapat terapi, pemberian kombinasi trastuzumab plus kemoterapi secara konsisten juga berkaitan dengan PFS yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kemoterapi saja (median PFS 14,4 vs 20,4 bulan) meskipun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p = 0,423). Pada Tabel 12 juga terlihat bahwa proporsi jumlah event (yang mengalami progression) pada kelompok trastuzumab plus kemoterapi lebih besar daripada kelompok kemoterapi saja (62,9% vs 41,7%). Tidak terdapat perbedaan dalam hal OS antara kedua kelompok terapi (median OS 25,2 vs 25,2 bulan, p = 0,664).

    Tabel 12. Luaran klinis progression-free survival dan overall survival pada pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang belum pernah diterapi

    Kemoterapi Trastuzumab+Kemoterapi

    Progression Free Survival

    Number of event 15/36 (41,7%) 22/35 (62,9%)

    Median PFS 20,4 14,4

    95% CI 18,480-22,320 10,330-18,470

    p-valued 0,423

    Overall survival

    Number of death 10/36 (27,8%) 10/35 (28,6%)

    Median OS 25,2 25,2

    95% CI 14,800-35,600 20,789-29,611

    p-valued 0,664

    Tabel 13 menampilkan perbedaan luaran klinis berupa PFS dan OS pada pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang sebelumnya sudah pernah diterapi. Tampak dalam Tabel bahwa PFS pada kelompok kombinasi trastuzumab plus kemoterapi tidak lebih baik dibandingkan kelompok kemoterapi saja (median PFS 22,8 vs 27,6 bulan), meskipun perbedaan ini tidak mencapai kebermaknaan statistik (p = 0,975). Tabel 13 juga menunjukkan bahwa, meskipun OS pada kelompok kombinasi trastuzumab plus kemoterapi lebih baik dibandingkan

  • 29

    kelompok kemoterapi saja (median OS 20,4 vs 15,6 bulan), namun perbedaan ini juga tidak bermakna secara statistik (p = 0,422).

    Tabel 13. Luaran klinis progression-free survival dan overall survival pada pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif yang sudah pernah diterapi

    Kemoterapi Trastuzumab+Kemoterapi

    Progression Free Survival

    Number of event 11/22 (47,8%) 13/27 (48,1%)

    Median PFS 27,6 22,8

    95% CI 0,000-61,700 2,587-43,013

    p-valued 0,975

    Overall survival

    Number of death 11/22 (52,2%) 9/27 (67,9%)

    Median OS 15,6 20,4

    95% CI 9,534-21,666 15,114-25,686

    p-valued 0,422

    B. Evaluasi Ekonomi

    Evaluasi ekonomi dilakukan pada 86 pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif, yang terdiri dari 35 pasien yang mendapat kemoterapi saja dan 51 pasien yang mendapat kombinasi trastuzumab plus kemoterapi. Tabel 14 menunjukkan proporsi biaya untuk kedua kelompok terapi berdasarkan komponen penyusun biaya. Komponen penyusun biaya terbesar pada kedua kelompok adalah biaya obat kemoterapi, yaitu 27,5% pada kelompok kemoterapi dan 54,5% pada kelompok kemoterapi plus trastuzumab.

  • 30

    Tabel 14. Proporsi biaya berdasarkan komponen penyusun biaya (Rp)

    Komponen biaya Kemoterapi

    (n = 35) Trastuzumab+Kemoterapi

    (n = 51)

    Rerata biaya % Rerata biaya %

    Administrasi 1.580.128,2 1,5% 2.997.596,3 1,4% Akomodasi 6.889.988,6 6,4% 8.752.554,2 4,2% Bahan medis habis pakai 5.948.242,6 5,5% 4.215.044,2 2,0% Farmasi alkes 1.397.926,8 1,3% 2.348.478,8 1,1% Farmasi obat 16.426.495,8 15,1% 15.402.393,3 7,3%

    Konsul visit pemerisaan dokter 6.180.230,4 5,7%

    8.063.281,3

    3,8%

    Konsultasi visit tenaga ahli 9.081,2 0,0% 26.551,6 0,0%

    Laboratorium 5.876.808,2 5,4% 6.448.856,7 3,1%

    Lainnya 4.669.448,0 4,3% 10.287.616,4 4,9% Obat kemoterapi 29.834.418,2 27,5% 114.491.820,4 54,5% Pelayanan darah 2.417.571,4 2,2% 6.258.630,6 3,0%

    Penunjang 2.080.997,8 1,9% 1.947.953,5 0,9%

    Prosedur bedah 5.164.408,0 4,8% 4.459.208,0 2,1%

    Prosedur non bedah 307.557,5 0,3% 2.697.887,7 1,3%

    Radiologi 7.000.990,0 6,5% 6.758.647,8 3,2% Radioterapi 6.716.905,9 6,2% 10.956.058,4 5,2% Rehabilitasi 125.478,9 0,1% 287.187,6 0,1% Sewa alat medis 58.151,0 0,1% 593.753,0 0,3% Tindakan keperawatan 5.763.826,5 5,3% 3.227.091,4 1,5% Total 108.448.655,1 100,0% 210.220.611,2 100,0%

    1. Hasil cost-effectiveness analysis Tabel 15 menampilkan biaya dan efektivitas berupa outcome klinik yang diukur dalam PFS

    dan OS dari hasil terapi pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif dengan kemoterapi dan kempoterapi plus trastuzumab. Berdasarkan uji statistik, PFS dan OS kedua kelompok yang mendapatkan terapi dengan kemoterapi plus trastuzumab dibandingkan kemoterapi saja tidak berbeda bermakna. Apabila dilihat dari perbandingan biaya, biaya terapi dengan kemoterapi jauh lebih kecil daripada kemoterapi plus trastuzumab, sehingga penambahan trastuzumab pada kemoterapi tidak menunjukkan manfaat yang baik jika ditinjau dari pertimbangan biaya – efektivitas.

  • 31

    Tabel 15. Biaya dan efektivitas klinik penambahan trastuzumab pada kemoterapi

    Cost-effectiveness ratio (Previously treated and untreated) Cost (Rp) PFS (bulan) OS (bulan)

    Chemotherapy (58) 108.448.655 20,4 18

    Chemotherapy + Trastuzumab (62) 210.220.611 14,6 25,2

    Cost-effectiveness ratio (Previously untreated) Cost PFS (bulan) OS (bulan)

    Chemotherapy 96.876.326 20,4 25,2

    Chemotherapy + Trastuzumab 216.391.935 14,4 25,2

    Cost-effectiveness ratio (Previously treated) Cost PFS (bulan) OS (bulan)

    Chemotherapy 128.032.597 27,6 15,6

    Chemotherapy + Trastuzumab 202.366.199 22,8 20,4

    2. Hasil cost-utility analysis

    Tabel 16 menyajikan paramater input yang dimasukkan dalam model Markov yang digunakan untuk melakukan analisis penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja, dihitung menggunakan metode studi farmakoekonomi CUA. Parameter input terdiri dari probabilitas transisional berdasarkan perjalanan alamiah penyakit kanker payudara metastasis yang diadopsi dalam struktur model Markov, efektivitas terapi, biaya, utility, dan discount rate. Data untuk probabilitas transisional didapatkan dari literature review penelitian terdahulu yang menggunakan model yang sama, efektivitas terapi didapatkan dari hasil tinjauan sistematik yang dilakukan oleh peneliti, data biaya dan utility menggunakan data primer dari studi yang dilakukan peneliti, dan discount rate menggunakan angka sesuai yang direkomendasikan oleh KPTK dalam pedoman HTA. Tabel 16. Parameter input untuk model Markov

    Parameter Nilai

    basecase Referensi

    I. Probabilitas transisi

    Probabilitas transisi dari Progression free state ke Progression state

    0,301 Lidgren, 2008

    Probabilitas transisi dari Progression state ke Meninggal 0,251 Lidgren, 2008

    Probabilitas Meninggal pada populasi umum WHO Life Table 2016

    II. Efektivitas terapi

    Relative risk PFS kemoterapi+trastuzumab versus

    kemoterapi

    0,509 Meta analisis

    Relative risk OS kemoterapi+trastuzumab versus

    kemoterapi

    0,787 Meta analisis

    III. Biaya

    A. Biaya medik langsung pada periode kemoterapi

    Biaya medik langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    96.331.074 Data primer

  • 32

    Parameter Nilai

    basecase Referensi

    Biaya medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    139.748.228

    Data primer

    Biaya medik langsung kemoterapi pada fase Progression state

    88.696.739 Data primer

    Biaya medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    272.548.124

    Data primer

    B. Biaya non-medik langsung pada periode kemoterapi

    Biaya non-medik langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    4.785.306 Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    7.317.264 Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi pada fase Progression state

    8.102.271 Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    7.995.673 Data primer

    C. Biaya tak langsung pada periode kemoterapi

    Biaya tak langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    37.844.407 Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    52.079.724 Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi pada fase Progression state 35.558.811 Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    65.363.609 Data primer

    D. Biaya medik langsung pada periode setelah kemoterapi

    Biaya medik langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    4.430.931 Data primer

    Biaya medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    4.922.871 Data primer

    Biaya medik langsung kemoterapi pada fase Progression state

    3.136.291 Data primer

    Biaya medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    3.523.222 Data primer

    E. Biaya non-medik langsung pada periode setelah kemoterapi

    Biaya non-medik langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    231.724

    Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    451.538

    Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi pada fase Progression state

    291.618

    Data primer

    Biaya non-medik langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    223.742

    Data primer

    F. Biaya tak langsung pada periode setelah kemoterapi

  • 33

    Parameter Nilai

    basecase Referensi

    Biaya tak langsung kemoterapi pada fase Progression free state

    3.639.367 Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression free state

    933.595

    Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi pada fase Progression state 2.060.573 Data primer

    Biaya tak langsung kemoterapi+trastuzumab pada fase Progression state

    503.931

    Data primer

    IV. Utility

    Utility fase Progression free state 0,754 Data primer

    Utility fase Progression state 0,701 Data primer

    V. Discount rate

    Discount rate untuk biaya 3% Guideline KPTK

    Discount rate untuk utility 3% Guideline KPTK

    Tabel 17 menampilkan hasil perhitungan rasio biaya-efektivitas penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja, yang dinyatakan dengan ICER. Berdasarkan perspektif healthcare provider (rumah sakit), nilai ICER penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan kemoterapi sebesar Rp 250.630.968 per QALY, dan berdasarkan perspektif societal (masyarakat), nilai ICER sebesar Rp 290.707.803 per QALY. Nilai-nilai ICER tersebut berada di atas nilai 3 GDP per kapita Indonesia tahun 2017, yaitu Rp 167.029.590, sehingga penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif tidak cost-effective.

    Tabel 17. Rasio biaya-efektivitas (ICER) penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi

    Perspective: Healthcare provider

    QALYs Cost (Rp) Incremental ICER

    (Rp/QALY)

    Secondary data Undis-

    counted Dis-

    counted Undis-counted Dis-counted Cost (Rp) QALY

    Chemotherapy 2,050 1,898 198.146.448 192.353.058 - - Reference

    Chemotherapy + Trastuzumab

    2,993 2,696 416.748.520 392.431.431 200.078.373 0,798 250.630.968

    Perspective: Societal

    QALYs Cost Incremental ICER

    (Rp/QALY) Secondary data

    Undis-counted

    Dis-counted

    Undiscounted Discounted Cost QALY

    Chemotherapy 2,050 1,898 296.620.400 287.571.571 - - Reference

    Chemotherapy + Trastuzumab

    2,993 2,696 550.460.308 519.643.229 232.071.658 0,798 290.707.803

  • 34

    Hasil analisis sensitivitas satu arah (one-way sensitivity analysis) disajikan dalam bentuk diagram Tornado pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, variabel yang paling sensitif adalah utility fase Progression free state. Rentang nilai dari variabel tersebut menyebabkan pergeseran nilai ICER yang cukup besar (143%). Secara keseluruhan, pergeseran nilai ICER yang diakibatkan oleh deviasi nilai setiap variabel pada parameter input model tidak mempengaruhi kesimpulan bahwa nilai ICER penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan kemoterapi berada di atas nilai cost effectiveness threshold yang digunakan di Indonesia, yaitu 3 kali GDP per kapita.

    Gambar 4. Diagram Tornado hasil analisis sensitivitas satu arah

    Gambar 5 menampilkan hasil analisis sensitivitas probabilistik (probabilistic sensitivity analysis) yang digambarkan dengan cost effectiveness acceptability curve (CEAC). Berdasarkan

    7%

    -10%

    7%

    -15%

    2%

    -2%

    3%

    -2%

    16%

    -22%

    14%

    -22%

    143%

    -8%

    0%

    -7%

    -30%

    0%

    -7%

    10%

    -7%

    15%

    -2%

    2%

    -7%

    2%

    -22%

    25%

    -24%

    22%

    -27%

    6%

    0%

    8%

    56%

    0%

    -150% -100% -50% 0% 50% 100% 150%

    #Direct medical cost#

    DMC Chemo_Stable

    DMC Chemo_Trastu_Stable

    DMC Chemo_Progres

    DMC Chemo_Trastu_Progres

    #Direct non-medical cost#

    DNMC Chemo_Stable

    DNMC Chemo_Trastu_Stable

    DNMC Chemo_Progres

    DNMC Chemo_Trastu_Progres

    #Indirect cost#

    IC Chemo_Stable

    IC Chemo_Trastu_Stable

    IC Chemo_Progres

    IC Chemo_Trastu_Progres

    #Utility#

    Progression Free

    Progression

    #Discount Rate#

    Cost

    Utility

    #RR Trastu vs Soc#

    RR PFS Trastu vs SoC

    RR OS Trastu vs SoC

    % change of ICER from base case

    Oneway sensitivity analysis Societal perspective

    LOW HIGH Threshold 1 GDP Threshold 3 GDP

  • 35

    CEAC tersebut, peluang penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif cost effective pada CE-threshold Indonesia 3 GDP (Rp 167 juta) sebesar sekitar 17%, dan baru akan cost effective > 90% jika CE-threshold dinaikkan sebesar Rp 2,5 miliar. Pada CE-threshold sebesar Rp 425 juta, peluang cost effective untuk terapi dengan kemoterapi vs trastuzumab+kemoterapi masing-masing sebesar 50%.

    Gambar 5. Cost effectiveness acceptability curve (CEAC) hasil analisis sensitivitas probabilistik

    3. Hasil budget impact analysis Model BIA menggunakan model Markov yang sama dengan CUA. Tabel 18 menampilkan

    tambahan data yang digunakan sebaga parameter input pada model BIA. Parameter input tambahan tersebut digunakan untuk menghitung jumlah populasi target terapi selama 5 tahun yang akan diterapi dengan kemoterapi vs kemoterapi plus trastuzumab, dimana perhitungan populasi target berdasarkan prevalensi pada tahun pertama dan 4 tahun berikutnya ditambah dengan insidensi setiap tahunnya. Terlihat pada Tabel 19 bahwa jumlah populasi target pada kelompok kemoterapi plus trastuzumab lebih banyak karena jumlah yang meninggal relatif lebih sedikit sebagai efek dari penambahan trastuzumab pada kemoterapi.

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1

    - 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000 1.100 1.200 1.300 1.400 1.500 1.600 1.700 1.800 1.900 2.000 2.100 2.200 2.300 2.400 2.500

    PR

    OB

    AB

    ILIT

    Y O

    F B

    EIN

    G C

    OST

    EFF

    ECTI

    VE

    COST EFFECTIVENESS THRESHOLD MILLIONS

    CEAC CHEMO VS CHEMO+TRASTU

    Chemotherapy Chemotherapy + Trastuzumab

  • 36

    Tabel 18. Parameter input model BIA

    Variabel Nilai Ref

    Number of Indonesian population (2018)

    265.050.000 BPS, 2019

    Laju pertumbuhan 2% BPS, 2019

    Prevalence of all cancer 1,79 per 1000 penduduk Riskesdas-Pusdatin, 2018

    Proportion of breast cancer 19,18% Globocan 2018 (data for Indonesia)

    Incidence of breast cancer 41,2 per 100.000 Globocan 2018 (data for Indonesia)

    Proportion of metastatic breast cancer

    22,40% RS Sanglah

    Proportion of HER 2 +++ 25% Asumsi

    Tabel 19. Jumlah populasi target terapi selama 5 tahun dengan kemoterapi vs trastuzumab+kemoterapi

    Kemoterapi

    Year Cohort 1/

    current cases Cohort 2/ new cases

    Cohort 3/ new cases

    Cohort 4/ new cases

    Cohort 5/ new cases

    Total

    1 5.198

    5.198

    2 4.640 6.362

    11.002

    3 3.354 5.679 6.490

    15.523

    4 2.204 4.106 5.793 6.619

    18.722

    5 1.372 2.698 4.188 5.909 6.752 20.918

    Kemoterapi + trastuzumab

    Year Cohort 1/

    current cases Cohort 2/ new cases

    Cohort 3/ new cases

    Cohort 4/ new cases

    Cohort 5/ new cases

    Total

    1 5.198

    5.198

    2 4.833 6.362

    11.195

    3 4.004 5.916 6.490

    16.410

    4 3.123 4.902 6.034 6.619

    20.678

    5 2.348 3.823 5.000 6.155 6.752 24.077

    Tabel 20 menampilkan hasil analisis dampak biaya (budget impact analysis) penambahan trastuzumab pada kemoterapi yang dihitung untuk periode 5 tahun. Penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk seluruh pasien kanker payudara metastasis HER-2 positif di Indonesia selama 5 tahun akan membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp 3.606.350.412.954 (Rp 3,606 triliun).

  • 37

    Tabel 20. Jumlah dan selisih anggaran terapi selama 5 tahun dengan kemoterapi vs kemoterapi plus

    trastuzumab

    Incremental budget (chemotherapy plus trastuzumab - chemotherapy)

    Year Chemotherapy plus trastuzumab (Rp) Chemotherapy (Rp) Incremental (Rp)

    1 726.380.123.789 500.707.439.088 225.672.684.701

    2 1.327.781.391.538 876.669.526.472 451.111.865.067

    3 1.752.090.395.181 1.079.813.341.105 672.277.054.076

    4 2.065.711.689.956 1.194.476.452.929 871.235.237.027

    5 2.663.768.511.583 1.277.714.939.500 1.386.053.572.083

    5 Year budget impact (Rp.) 3.606.350.412.954

  • 38

    BAB V

    PEMBAHASAN

    A. Bukti Efektivitas Klinis

    Pada penelitian ini dilakukan dua metode untuk memperoleh bukti efektivitas klinis, yaitu melalui telaah sistematik dan studi observasional dengan pendekatan kohort retrospektif. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk pasien kanker payudara metastasis memberikan hasil perbaikan yang bermakna pada OS dan PFS.

    Kajian sebelumnya oleh Mendes et al. (2015) menyimpulkan bahwa terapi yang ditargetkan pada HER-2 memperbaiki OS pada pasien dengan kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif. Kombinasi docetaxel, pertuzumab, dan trastuzumab memperbaiki keberlangsungan hidup sampai lebih dari 4,5 tahun. Kajian Mannocci et al. (2010) menunjukkan bahwa pada uji klinik, trastuzumab memperlambat progression time pada kelompok trastuzumab dan capecitabine dibanding kelompok capecitabine saja (8,2 bulan vs 5,6 bulan).

    Kajian sistematis sebelumnya oleh Balduzi et al. (2014) memperlihatkan bahwa kombinasi trastuzumab dan kemoterapi memperbaiki OS dibanding kemoterapi saja (HR 0,82, 95% CI: 0,71-0,94, p < 0,004). Pemberian kombinasi trastuzumab dan kemoterapi lebih baik dalam PFS dibanding kemoterapi saja (HR: 0,61, 95% CI: 0,54-0,70, p < 0,001). Data kajian sistematis Balduzi sama dengan kajian sistematis yang dilakukan saat ini, dan berasal dari moderate to high quality evidences.

    Dari aspek adverse drug event, pemberian trastuzumab secara signifikan meningkatkan risiko congestive heart failure hingga lebih dari 3 kali lipat jika dibanding kemoterapi saja (RR: 3,49, 95% CI: 1,88-9,47, p < 0,005). Juga terjadi peningkatan risiko penurunan kemampuan ejeksi ventrikel kiri (left ventricle injection fraction decline) yang bermakna secara statistik dibanding kemoterapi saja (RR: 2,65, 95% CI: 1,48-4,74, p < 0,005).

    Bukti ilmiah dari hasil tinjauan sistematik dan meta-analisis di atas diperoleh dari penelitian terdahulu yang dilakukan bukan di Indonesia, dengan subyek yang mayoritas adalah Caucasian, sehingga hasilnya belum tentu sama dengan kondisi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk memperoleh bukti efektivitas klinis penambahan trastuzumab pada kemoterapi pasien kanker payudara metastasis yang sesuai dengan kondisi di Indonesia dilakukan dengan pendekatan studi observasional kohort retrospektif. Studi yang dilakukan menggunakan data pada real setting dan ini diutamakan untuk melihat efektivitas terapi jika suatu obat digunakan pada setting pelayanan yang sebenarnya, apalagi di negara atau populasi yang tidak terwakili dalam uji kliniknya. Untuk meminimalkan bias, penetapan subyek dilakukan secara ketat dan diverifikasi secara teliti oleh konsultan hemato-onkologi yang ditetapkan secara independen. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, RSUP Sanglah, RSK Dharmais, dan RSUD Ulin, yang ditetapkan oleh KPTK berdasarkan data utilisasi yang diperoleh dari BPJS Kesehatan. Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa penambahan trastuzumab terhadap kemoterapi tidak memberikan perbaikan luaran klinis PFS dan OS yang bermakna. Pada pasien yang treatment-naïve, tidak terdapat perbedaan dalam hal luaran klinis OS antara kedua kelompok, baik secara klinis maupun secara statistik. Hasil studi pada setting pelayanan yang sebenarnya (real setting) memang dapat jauh berbeda dibandingkan dengan hasil uji kliniknya. Hal ini dapat dimengerti mengingat uji klinik selalu dilakukan pada setting ideal (ideal setting). Pada uji klinik RCT, semua variabel yang dapat

  • 39

    mempengaruhi outcome dikendalikan secara ketat, mulai dari penegakan diagnosis secara akurat dan hati-hati, prosedur terapi, penjadwalan terapi yang ketat, standar/pedoman pemberian terapi yang seragam dan ketat, hingga pencatatan dan penilaian outcome yang sangat rinci dan sangat ketat. Jika dalam uji klinik RCT suatu obat memberikan manfaat yang lebih baik daripada pembandingnya, ini benar-benar karena obatnya, karena faktor lain dikendalikan secara ketat oleh peneliti (seperti ketaatan penggunaan obat, jadwal, prosedur, dan sebagainya). Sedangkan dalam setting pelayanan yang sebenarnya (real setting), hal itu tidak sepenuhnya dapat dilakukan. Pada setting ini jika terapi diberikan oleh klinisi, maka dianggap telah sesuai dengan indikasi (sebagaimana tertera dalam ijin edar obat oleh Badan POM). Pada situasi ini dapat saja kondisi pasien berbeda sama sekali dengan pasien yang diikutsertakan dalam uji klinik (dikenal sebagai fenomena cone of evidence, yaitu ketika obat diberikan pada pasien yang bisa saja berbeda dengan kriteria pasien dalam uji klinik RCT nya).

    Oleh sebab itu tentu banyak aspek yang akan ikut mempengaruhi luaran klinis di real setting, seperti misalnya ketidaktepatan jadwal pemberian obat, dosis, dan sebagainya. Sepanjang obat diberikan oleh klinisi sesuai dengan data dan kelengkapan yang tertera dalam catatan medik pasien beserta dokumen lain yang relevan dan valid (data billing, data obat, data pasien, data hasil pemeriksaan klinis, laboratoris, dan marker), maka luaran pasien didasarkan pada hasil yang dapat dilacak secara obyektif. Dengan demikian, studi efektivitas terapi pada real setting tidak dapat disandingkan langsung dengan uji efikasi pada RCT. Dalam konteks Health Technology Assessment, pemegang kebijakan memiliki otoritas untuk memutuskan apakah suatu teknologi kesehatan bermanfaat atau kurang bermanfaat setelah diterapkan pada setting yang sebenarnya dalam pelayanan kesehatan.

    B. Evaluasi Ekonomi

    Hasil analisis CEA pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan trastuzumab pada kemoterapi tidak lebih baik dalam hal efektivitas dibanding kemoterapi saja (PFS dan OS tidak berbeda bermakna), namun membutuhkan biaya yang jauh lebih besar. Beberapa penelitian CEA yang membandingkan penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan kemoterapi saja menunjukkan hasil yang bervariasi, yaitu penelitian Norum et al. (2005) di Norwegia menyimpulkan bahwa penambahan trastuzumab tidak cost-effective dengan nilai ICER € 63.137–€ 147.320/LY, sedangkan penelitian di Perancis oleh Poncet et al. (2008) dan penelitian Perez-Ellis et al. (2003) menyimpulkan penambahan trastuzumab cost-effective dengan nilai ICER masing-masing hasil penelitian tersebut adalah secara berurutan € 15.370/LY dan € 18.700/LY.

    Hasil analisis CUA pada penelitian ini menunjukkan penambahan trastuzumab pada kemoterapi dibandingkan kemoterapi saja ternyata tidak cost-effective. Penelitian yang dilakukan oleh Lidgren et al. (2008) di Swedia menunjukkan hasil yang cost-effective pada penambahan trastuzumab terhadap kemoterapi dibandingkan kemoterapi saja, dengan nilai ICER € 52.267/QALY. Penelitian yang dilakukan oleh Elkin et al. (2004) di USA juga menunjukkan hasil yang cost-effective dengan nilai ICER US$ 125.000 – US$ 145.000/QALY. Walaupun penelitian di Swedia dan USA menunjukkan hasil yang cost-effective, namun ICER dari kedua penelitian tersebut nilainya besar dan pengambilan kesimpulan menggunakan CE-threshold yang lebih besar daripada nilai CE-threshold yang biasa digunakan, yaitu € 20.000 – 30.000/QALY di Eropa dan US$50.000 – 100.000/QALY di USA.

  • 40

    Selain berprinsip pada kemanfaatan yang dapat diperoleh dari suatu obat atau intervensi dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, sistem pembiayaan kesehatan juga harus mempertimbangkan segi affordabilitas. Meskipun suatu intervensi dapat saja dianggap cost-effective, namun mengingat pembiayaan jangka panjang jauh dari kemampuan pembiayaan, dapat saja suatu teknologi kesehatan tidak lagi bisa diterapkan, apalagi jika kemanfaatan dalam real setting bersifat marginal, sehingga mungkin tidak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan.

    Penilaian teknologi kesehatan dimaksudkan untuk membantu pemegang kebijakan dalam memutuskan apakah suatu teknologi memenuhi kriteria manfaat dan biaya yang sepadan, serta mampu diterapkan sesuai kemampuan pembiayaan yang ada. Suatu teknologi kesehatan harus selalu dievaluasi dan tetap dipertimbangkan untuk mewujudkan sistem pembiayaan kesehatan sustainable atau berkesinambungan

  • 41

    BAB VI

    KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk terapi pasien kanker payudara metastasis

    dengan HER-2 positif selain tidak memberikan outcome klinik PFS dan OS yang berbeda bermakna dibandingkan pemberian kemoterapi saja, juga membutuhkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pemberian kemoterapi saja.

    2. Penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk terapi pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif tidak cost-effective.

    3. Penambahan trastuzumab pada kemoterapi untuk terapi seluruh pasien kanker payudara metastasis dengan HER-2 positif di Indonesia selama 5 tahun akan membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp 3.606.350.412.954.

  • 42

    DAFTAR PUSTAKA

    Balduzi S, Mantarro S, Guanerri V, et al, 2014, Trastuzumab containing for metastatic breast cancer, Cochrane database of systematic review, issue 6

    Bartsch, R., & Steger, G. G. (2011). Drugs for HER-2-positive Breast Cancer, 33–50. http://doi.org/10.1007/978-3-0346-0094-1.

    Baselga, J., Perez, E. a, Pienkowski, T., & Bell, R. (2006). Adjuvant trastuzumab: a milestone in the treatment of HER-2-positive early breast cancer. The Oncologist, 11 Suppl 1(suppl 1), 4–12. http://doi.org/10.1634/theoncologist.11-90001-4.

    Blackwell KL, Burstein HJ, Storniolo AM, Rugo HS, Sledge G, Aktan G, et al. Overall survival benefit with lapatinib in combination with trastuzumab for patients with human epidermal growth factor receptor 2-positive metastatic breast cancer: final results from the EGF104900 Study. J Clin Oncol. 2012;30: 2585–92.

    Burstein H, Lieberman G, Slamon DJ, et al (2005). Isolated central nervous system metastases in patients with HER-2- overexpressing advanced breast cancer treated with first-line trastuzumab-based therapy. Ann Oncol, 16, 1772-7.

    Cameron D, Casey M, Press M, Lindquist D, Pienkowski T, Romieu CG, et al. A phase III randomized comparison of lapatinib plus capecitabine versus capecitabine alone in women with advanced breast cancer that has progressed on trastuzumab: updated efficacy and biomarker analyses. Breast Cancer Res Treat. 2008;112:533–43.

    Dokmanovic, M., & Wu, W. J. (2014). Trastuzumab-induced HER-2 phosphorylation: exploring the mechanisms and implications. Receptors & Clinical Investigation, 1-5. http://doi.org/10.14800/rci.340.

    Drummond, M.F., Sculpher, M.J., Claxton, K., Stoddart, G.L. and Torrance, G.W., 2015. Methods for the economic evaluation of health care programmes. Oxford University Press.

    Elkin EB, Weinstein MC, Winer EP, Kuntz KM, Schnitt SJ, Weeks JC. HER-2 testing and

    trastuzumab therapy for metastatic breast cancer: A cost-effectiveness analysis. J Clin

    Oncol 2004;22(5):854-63.

    Gasparini G, Gion M, Mariani L, Papaldo P, Crivellari D, Filippelli G, Morabito A, Silingardi V, Torino F, Spada A, Zancan M, De Sio L, Caputo A, Cognetti F, Lambiase A, Amadori D. Randomized Phase II Trial of weekly paclitaxel alone versus trastuzumab plus weekly paclitaxel as first-line therapy of patients with Her-2 positive advanced breast cancer. Breast Cancer Res Treat. 2007;101(3):355-65.

    Horner M, Ries L, Krapcho M, et al (2009). SEER Cancer Statistics Review, 1975-2006, National Cancer Institute. Bethesda, MD

    Huober J, Fasching PA, Barsoum M, et al (2012). Higher efficacy of letrozole in combination with trastuzumab compared to letrozole monotherapy as first-line treatment in patients with HER-2-positive, hormone-receptor-positive metastatic breast cancer–results of the eLEcTRA trial. The Breast, 21, 27-33.

    http://doi.org/10.14800/rci.340

  • 43

    Howlader, N., Sean, F., Li, C. I., Chen, V. W., Clarke, C. A., Ries, L. A. G., & Cronin, K. A. (2014). Article US Incidence of Breast Cancer Subtypes Defined by Joint Hormone Receptor and HER-2 Status, (15), 1–8. http://doi.org/10.1093/jnci/dju055.

    Kaufman B, Mackey JR, Clemens MR, Bapsy PP, Vaid A, Wardley A, Tjulandin S, Jahn M, Lehle M, Feyereislova A, Révil C, Jones A. Trastuzumab plus anastrozole versus anastrozole alone for the treatment of postmenopausal women with human epidermal growth factor receptor 2-positive, hormone receptor-positive metastatic breast cancer: results from the randomized phase III TAnDEM study. J Clin Oncol. 2009 Nov 20;27(33):5529-37

    Kelsey, J.L., Whittemore, A.S., Evan, A.S., Thomson, W.D. (1996). Methods in Observasional Epidemiology. 2nd Edition. New York: Open University Press.

    Kimman, M., Norman, R., Jan, S., Kingston, D., Woodward, M. (2012). Asian Pac J Cancer Prev. 2012;13(2):411-20.

    Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2017), Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Payudara, Kementerian Kesehatan RI.

    Lidgren M, Wilking N, Jönsson B, Rehnberg C. Cost-effectiveness of HER-2 testing and

    trastuzumab therapy for metastatic breast cancer. Acta Oncologica 2008;47:1018–28.

    Mannocci A, De Feo E, de Waure C, Specchia ML, Gualano MR, Barone C, Ricciardi W, La Torre G. Use of trastuzumab in HER-2-positive metastatic breast cance