31
1 LAPORAN PENELITIAN PEMANFAATAN DAUN PEPAYA UNTUK MENEKAN KADAR LEMAK TUBUH ITIK IR. TJOKORDA ISTRI PUTRI, MP FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

LAPORAN PENELITIAN...minggu, dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada: 1. Direktorat

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    LAPORAN PENELITIAN

    PEMANFAATAN DAUN PEPAYA UNTUK MENEKAN KADARLEMAK TUBUH ITIK

    IR. TJOKORDA ISTRI PUTRI, MP

    FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR2015

  • 2

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Berkah dan Rachmat

    yang diberikan, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan yang bertujuan untuk

    mengkaji khasiat daripada enzim papain (daun pepaya) terhadap peningkatan kuantitas

    dan kualitas karkas serta efisiensi penggunaan ransum pada itik Bali jantan umur 6 - 12

    minggu, dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

    Pada kesempatan ini kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa

    mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional,di

    Jakrta, atas dana yang diberikan sehingga penelitian sampai penyusunan laporan

    ini dapat terselesaikan.

    2. Rektor Universitas Udayana, atas ijin dan fasilitas yang diberikan, sehingga

    penelitian ini dapat terlaksana.

    3. Ketua Lembaga Penelitian Unud, atas kesempatan, saran, dan ijin yang

    diberikan, mulai dari pengajuan proposal sampai penyusunan laporan penelitian.

    4. Dekan dan Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet. Unud., atas ijin

    dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.

    5. Sdr. Putu Tegik, atas bantuan analisis, serta Ketua Lab. THT, Fapet Unud.

    Semoga laporan hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi kita semua. Segala

    saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan ini, sangat kami harapkan. Sebelum dan

    sesudahnya, penulis ucapkan banyak terimakasih.

    Denpasar,

    Hormat Kami,

    Penulis

  • 3

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. I

    LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... Ii

    RINGKASAN DAN SUMMARY…………………………………………… Iii

    KATA PENGANTAR………………………………………………………... V

    DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. Vi

    I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1

    1.1 Latar belakang…………………………………………………………….. 1

    1.2 Perumusan Masalah……………………………………………………… 1

    II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 3

    2.1 Enzim dan Pengaruhnya pada ternak …………………………………….. 3

    2.2 Enzim Papain …………………………………………………………….. 4

    III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………………………………… 6

    3.1 Tujuan Penelitian………………………………………………………… 6

    3.2 Manfaat Penelitian…………………………………………………………. 6

    IV. MATERI DAN METODE…………………………………………………… 7

    4.1 Materi……………………………………………………………………… 7

    4.2. Metode…………………………………………………………………… 9

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………. 10

    5.1 Hasil………………………………………………………………………. 10

    5.2 Pembahasan………………………………………………………………. 17

    VI. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….. 24

    6.1 Simpulan…………………………………………………………………... 24

    6.2 Saran……………………………………………………………………… 24

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 25

    LAMPIRAN………………………………………………………………….. 28

  • 4

    DAFTAR TABEL

    No. Teks Halaman

    1. Komposisi pakan dalam ransum itik Bali jantan umur 6 – 12 minggu .…….. 7

    2. Komposisi zat makanan dalam ransum itik Bali jantan umur 6 - 12 minggu 8

    3. Pengaruh pemberian enzim papain dalam ransum terhadap penampilan,karkas dan perlemakan tubuh itik Bali Jantan umur 6 - 12 minggu………. 11

  • 5

    PEMANFAATAN PAPAIN (DAUN PEPAYA) UNTUK MENEKAN KADARLEMAK TUBUH ITIK

    TJOKORDA ISTRI PUTRI

    Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

    RINGKASAN

    Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzimpapain (daun pepaya) dalam ransum yang mengandung 30% dedak padi terhadappertambahan berat badan, perlemakan, karkas, keempukan daging, dan efisiensipenggunaan ransum itik Bali jantan umur 6 - 12 minggu, telah dilaksanakan di Tababan,Bali. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan empat perlakuan, yaitu itik yang diberi ransum basal (15% dedak padi)tanpa penambahan enzim papain sebagai kontrol (A); ransum basal dengan penambahan0,10% enzim papain; ransum dengan 30% dedak padi (C), dan ransum dengan 30 %dedak padi + 0,10% enzim papain. Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan dan tiapulangan menggunakan empat ekor itik Bali jantan umur enam minggu dengan bobotbadan relatif homogen. Ransum disusun isokalori (M : 2900 kkal/kg) dan isoprotein(CP: 16%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara adlibitum. Variabel yang diamati dalampenelitian ini meliputi : konsumsi ransum, beratbadan akhir, pertambahan berat badan, feed conversion ratio (FCR), berat karkas,persentase karkas, distribusi lemak tubuh (pad-fat, mesenteric-fat, ventriculus-fat, danlemak subkutan termasuk kulit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,10% enzim papain dalam ransum basal ternyata tidak berpengaruh nyata (P>0,05)terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan, berat karkas, dan akumulasilemak tubuh itik. Akan tetapi secara nyata (P

  • 6

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Umumnya konsumen kurang menyukai daging itik, karena keempukannya yang

    lebih rendah daripada daging broiler dan aromanya yang kurang disukai konsumen.

    Oleh karena itu, perlu dicari upaya untuk meningkatkan keempukan daging itik dengan

    memanfaatkan enzim papain.

    Pengempukan daging secara tradisional yang sudah popular khususnya pada

    daging sapi dan kambing, yaitu dengan membungkusnya dengan daun pepaya beberapa

    saat sebelum dimasak. Pepaya mengandung enzim proteolitik terbaik, murah, dan

    mudah di dapat (Winarno, 1993). Papain terdapat pada getah pepaya yang terdapat

    pada seluruh bagian tanaman kecuali akar dan biji (Triyanti et al., 1992).

    Kendala lain yang dihadapi dalam meningkatkan kualitas produksi yang efisien

    adalah tingginya harga ransum. Mahalnya biaya ransum dapat dipengaruhi oleh

    beberapa hal, salah satu diantaranya adalah pemakaian bahan baku impor seperti

    bungkil kacang kedelai dan tepung ikan.

    Dedak padi merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam

    penyusunan ransum. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya

    yang cukup tinggi, yaitu 13,0 % dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral

    dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang

    merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun

    demikian, dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12 – 13,5 %

    menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan di dalam penyusunan ransum

    unggas. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya rendah,

    demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral. Penggunaan dedak padi dalam

  • 7

    ransum itik ada batasannya, yaitu 5 – 10 % pada fase starter dan 5 – 15 % pada fase

    grower (Rasyaf, 2002).

    Upaya peningkatan kecernaan dedak padi dapat dilakukan dengan

    memanfaatkan khasisat dari enzim papain. Penambahan enzim dapat meningkatkan

    efisiensi penggunaan ransum dan kecernaan pakan. Penambahan enzim biasanya

    dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya rendah (Mastika, 2000), sehingga

    dapat meningkatkan penggunaan bahan pakan tersebut.

    Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim yang mengkatalis reaksi

    hidrolisis substrat protein. Hasil hidrolisis protein adalah berupa suatu hidrolisat yang

    mengandung peptida yang berat molekulnya rendah dan asam amino bebas. Produk

    hidrolisat umumnya mempunyai kelarutan pada air yang tinggi, kapasitas emulsinya

    baik, kemampuan mengembang besar serta mudah diserap oleh tubuh (Sasongko, 1993).

    Dilaporkan juga bahwa suplementasi 0,20 % enzim papain pada ransum ayam petelur

    ternyata dapat meningkatkan konsumsi pakan.

    Papain dapat memotong sisi karboksil lisin dan arginin, sedangkan khemotripsin

    bekerja pada sisi karboksil triptofan, fenilalanin, leusin, dan metionin. Elastase bekerja

    pada sisi karboksilalanin dan kolagenase pada sisi amino glisin. Substrat kolagen

    sendiri kaya akan glisin dan prolin (Bidura, 2005).

    Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10 - 0,30 % enzym kompleks

    dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, pertumbuhan, dan

    efisiensi penggunaan ransum. Suplementasi enzim phytase dalam ransum secara nyata

    dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta

    dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn (Lim et al., 2001).

    Simbaya et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase,

    dan protease dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan

  • 8

    dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan zat makanan meningkat dengan

    adanya suplementasi ketiga enzim tersebut (Selle et al., 2003).

    Dari uraian tersebut diatas, dengan adanya penambahan enzim papain

    diharapkan akan dapat membantu memecah ikatan protein kompleks pada dedak padi

    sehingga lebih banyak dapat dimanfaatkan oleh tubuh serta sebagai upaya untuk

    meningkatkan keempukan daging itik itu sendiri.

    1.2 Perumusan Masalah

    Apakah melalui penambahan enzim papain (daun pepaya) dalam ransum

    berbahan baku dedak padi dapat menekan harga ransum dan meningkatkan pemanfaatan

    protein pakan, dilihat dari jumlah daging yang dihasilkan dan efisiensi penggunaan

    ransum, serta keempukan daging itu sendiri pada itik.

  • 9

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Enzim dan Pengaruhnya pada Ternak

    Pada dua dasa warsa terakhir ini, penggunaan enzim secara komersial telah maju

    pesat. Produksi senyawa baru seperti antibiotika, asam organik, dan vitamin dapat

    dilakukan dengan cara fermentasi yang pada hakikatnya memanfaatkan kerja enzim.

    Perkembangan penggunaan enzim dampaknya sangat nyata pada perkembangan industri

    pangan, seperti pada pembuatan sirup glukosa atau fruktosa, pengempukkan daging, dan

    sebagainya. Memanfaatkan kerja enzim untuk meningkatkan nilai guna pakan alternatif

    (limbah industri pertanian) dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum melalui

    peningkatan daya cerna ransum akan menjadi tantangan baru dalam industri makanan

    ternak (Bidura, 2005)

    Enzim merupakan katalis biologis dalam proses metabolisme. Dalam proses

    pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam mempercepat dan

    meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Menurut Maggy (l989), enzim merupakan

    molekul primer yang beragam yang dihasilkan oleh sel hidup. Keragaman tersebut

    tidak hanya nyata di dalam bentuk dan ukurannya, tetapi juga di dalam peranannya. Di

    dalam sel sumber, enzim terlibat dalam setiap reaksi biokimia, mulai dari konversi

    energi metabolisme makanan, mekanisme pertahanan sel, komunikasi antarsel, sampai

    ke konversi sifat keturunan. Karena peranan yang demikian beragam ini, enzim

    merupakan salah satu produk alamiah yang mempunyai potensi bioteknologi yang

    tinggi. Selain itu, sifatnya cocok untuk dimanfaatkan didalam proses industri, yaitu

    efisiensi yang tinggi, spesifitas dan kerja yang selektif, reaksi yang tanpa produk

    samping, sifat aktif pada keadaan ringan, yaitu pada suhu kamar dan pH normal.

  • 10

    Salah satu pertimbangan penting dalam pemilihan enzim adalah substrat (bahan

    pakan) yang menjadi target. Pemberian enzim papain pada ransum unggas ternyata

    dapat mengatasi problema yang disebabkan oleh ikatan protein kompleks sehingga

    protein lebih banyak. Pohon pepaya mengandung enzim proteolitik yang sangat bagus

    yang terdapat pada bagian getah yang berasal dari seluruh bagian tanaman kecuali akar

    dan biji (Triyanti et al., 1992). Menurut Winarno (l993), penggunaan papain dapat

    dilakukan dengan menaburkan pada potongan-potongan daging atau merendamnya

    dalam larutan papain.

    Enzim merupakan katalis biologis dalam proses metabolisme di dalam tubuh.

    Dalam proses pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam mempercepat

    dan meningkatkan efisiensi dari berbagai proses tersebut. Salah satu pertimbangan

    penting dalam pemilihan enzim adalah substrat (bahan pakan) yang menjadi target,

    karena aktivitas kerja masing-masing enzim berbeda. Misalnya, enzim selulase akan

    bekerja optimal apabila substratnya adalah selulosa dan enzim lipase akan bekerja

    optimal apabila substratnya adalah lipida, demikian seterusnya.

    Sumber enzim yang berasal dari hewan dan tanaman ternyata jenisnya berbeda-

    beda. Lebih rinci diuraikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Enzim dari hewan dan tanaman

    Enzim SumberHewan Tanaman

    Alfa-Amilase, Tripsin,dan Khimotripsin

    Kelenjar Pankreas Kecambah barley

    Beta-Amilase Barly, ubi jalar, kacangKedelai, gandum

    R – EnzimLipoksigenase

    Kacang-kacangan, dankentang

    Endo Beta-glukanase Kecambah barleyPapain PepayaBromelin Nenas

    Sumber : Maggy (l989)

  • 11

    2.2 Enzim Papain

    Berbeda dengan enzim dari hewan yang umumnya diperoleh sebagai produk

    samping, tanaman tertentu secara khusus dipelihara untuk menghasilkan enzim. Contoh

    yang paling nyata adalah papaya untuk memproduksi papain. Papain dari papaya dan

    enzim amilolitik dari kecambah barley merupakan contoh enzim asal tanaman yang

    dimanfaatkan dalam skala besar, khususnya dalam industri roti (Purnamawati, 1997).

    Papain terdapat dalam getah pohon, terutama getah buah papaya muda. Getah

    ini biasanya dipanen dari pohon yang masih muda pada musim panas di pagi hari, sebab

    waktu panen sangat mempengaruhi jumlah getah yang dihasilkan.

    Daun pepaya berkhasiat sebagai peluntur empedu, sedangkan seduhannya

    berdaya kerja sebagai pencahar dan mencegah kejang lambung, serta dapat juga

    digunakan untuk mengatasi demam dan malaria. Daun pepaya juga dapat digunakan

    sebagai penghilang rasa sakit (analgetik) dan penambah nafsu makan

    (Wijayakusuma,1995). Dilaporkan juga bahwa kandungan kimia pada masing-masing

    bagian pepaya adalah sebagai berikut ini.

    1. Pada bagian daun, terdapat enzim papain, alkaloid carpain, pseudocarparina,

    glikosid, saponin, sukrosa dan dektrosa.

    2. Pada bagian buah, terdapat beta carotin, pectin, d-galaktosa, I-arabinosa,

    papain, fitokinase.

    3. Pada bagian biji, terdapat papain, kemo karpain, lisosom, lipase, glutamin, siklo

    transferase.

    4. Pada bagian akar, terdapat alkaloid, saponin, dan flavonoid (Syamsuhidayat dan

    Hutapea, 1991).

    Sifat papain yang menarik adalah kestabilannya pada suhu yang tinggi. Serbuk

    papain tahan terhadap panas kering pada suhu 100 0C selama 3 jam dan di dalam larutan

  • 12

    menunjukkan kestabilan yang luar biasa terhadap suhu. Papain sangat stabil pada pH

    yang berkisar antara 5 - 7, sedangkan di bawah pH 3 terjadi penurunan aktivitas

    (Kimmel dan Smith, 1957 dikutif oleh Yanie, 1989).

    Dalam industri produksi papain (crude papain) secara tradisional, getah hasil

    penyadapan buah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Namun, papain ini

    mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih rendah daripada papain yang dikeringkan

    dengan pengering semprot atau “spray drier” (Muhidin, 2003). Daun pepaya yang

    sudah layu sampai kering masih mengandung enzim walaupun aktivitas protiolitiknya

    rendah. Pemberian daun pepaya pada kambing pada level 25 – 50 % dalam ransum

    yang diberikan, ternyata keempukan daging meningkat (Sriyani, 2004)

    Melalui pemanasan, mioglobin yang merupakan komponen warna pada daging

    segar mengalami denaturasi. Jadi, perbedaan warna pada daging yang sudah dimasak

    erat kaitannya dengan konsentrasi mioglobin pada daging yang belum dimasak.

    Dilaporkan bahwa senyawa kompleks warna pada daging yang sudah dimasak adalah

    hemoprotein yang merupakan salah satu dari beberapa protein dan globin yang

    terdenaturasi (Ledward, 1971 dalam Lawrie, 1995).

    Triyanti et al. (l992) melaporkan bahwa penambahan larutan papain murni

    dengan konsentrasi 1 % selama 10 menit pada potongan daging dada dan paha ayam

    petelur afkir, ternyata dapat meningkatkan keempukan daging 200 % lebih tinggi

    daripada kontrol.

  • 13

    III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    3.1 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah dengan penambahan enzim

    papain (daun pepaya) ke dalam ransum yang berbasis dedak padi (mengandung 30%

    dedak padi) mampu memberikan hasil yang sama dengan ransum standar atau justru

    lebih tinggi, dilihat dari aspek pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum, dan kualitas

    karkas

    3.2 Manfaat penelitian

    Informasi data ilmiah untuk penelitian-penelitian lebih lanjut khususnya mengenai

    enzim papain (daun pepaya) yang diperoleh dari getah papaya untuk meningkatkan

    kuantitas dan kualitas daging itik dalam ransum yang berbasis dedak padi

    (mengandung 30% dedak padi).

    Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

    Informasi data kepada petani peternak didalam usaha untuk meningkatkan kuantitas

    dan kualitas produksi yang efisien dengan memanfaatkan enzim papain dalam

    ransum yang menggunakan dedak padi tinggi.

  • 14

    IV. MATERI DAN METODE

    4.1 Materi

    4.1.1. Tempat dan Lama Penelitian

    Penelitian dilaksanakan Farm Bukit, Jimbaran dan Laboratorium Teknologi

    Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Unud. Lama penelitian direncanakan selama lima

    bulan mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan.

    4.1.2. Kandang dan Itik

    Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem battery colony dari

    bilah-bilah bambu sebanyak 24 buah. Tiap petak kandang berukuran panjang 0,80 m,

    lebar 0,50 m, dan tinggi 0,40 m. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan

    dan air minum.

    Itik yang digunakan adalah itik Bali jantan umur enam minggu yang diperoleh

    dari Poultry Shop setempat dengan berat badan homogen.

    4.1.3. Ransum dan Air Minum

    Ransum yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan Scott et al.

    (l982), dengan menggunakan bahan seperti : jagung kuning, tepung ikan, bungkil

    kelapa, kacang kedelai, garam, dan premix. Ransum disusun isokalori (ME: 2900

    kcal/kg) dan isoprotein (CP: 16%). Air minum yang diberikan bersumber dari PAM

    setempat.

    4.1.4.Papain

    Enzim papain diperoleh dari pengeringan getah papaya. Terlebih dahulu getah

    papaya dikumpulkan dalam wadah nonlogam, yaitu mangkok plastik atau dapat diambil

    langsung apabila getah dalam buah tidak menetes dan sudah berkoagulasi di permukaan

  • 15

    buah. Mula-mula getah papaya yang baru diambil akan berbentuk cair, selanjutnya

    menjadi seperti susu dan menggumpal. Di dalam satu kilo gram getah papaya segar

    akan diperoleh 200 gram lateks (papain) kering. Pengeringan dilakukan di bawah sinar

    matahari (Bidura, 2005).

    Tabel 3.Komposisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Itik Bali jantan umur 6 – 12minggu

    Komposisi Pakan (%) Perlakuan

    A B C D

    Jagung Kuning 45,90 45,90 39,01 38,96

    Dedak Padi 15,00 14,90 30,00 30,00Bungkil Kelapa 14,00 14,00 0,79 0,70Kacang Kedelei 10,00 10,00 16,45 16,47Tepung Ikan 12,95 12,95 11,45 11,47Mineral Mix 0,30 0,30 0,30 0,30Enzim papain - 0,10 - 0,10Minyak kelapa 1,85 1,85 2,00 2,00Jumlah 100 100 100 100

    Keterangan :A : Ransum dengan dedak padi 15 % tanpa enzim papain sebagai kontrol.B : Ransum dengan dedak padi 15 % + 0,10 % enzim papain.B : Ransum dengan dedak padi 30 % tanpa enzim papainC : Ransum dengan dedak padi 30 % + 0,10 % enzim papain.

    Tabel 2. Komposisi Zat-zat Makanan dalam Ransum Penelitian (itik umur 6 – 12minggu)1)

    Perlakuan Standar

    Zat Makanan A B C D NRC (l984)

    Energi metabolis (kkal/kg) 2900 2900 2900 2900 2900

    Protein kasar (%) 16,06 16,00 16,0l 16,10 16Lemak kasar (%) 6,06 6,10 11,52 11,09 5-82)

    Serat Kasar (%) 4,54 4,98 7,95 7,98 3-82)

    Kalsium (%) 1,04 1,00 0,98 1,00 0,60Fosfor tersedia (%) 0,59 0,63 0,60 0,63 0,35Arginin (%) 1,23 1,04 0,98 1,05 1,00Met + Sistin (%) 0,68 0,65 0,61 0,66 0,60Lysin (%) 1,12 1,07 1,03 1,10 0,80Keterangan :

    1. Perhitungan berdasarkan tabel komposisi Scott et al. (l982)2. Standar Morrison (l961)

  • 16

    4.2 Metode

    4.2.1. Rancangan Penelitian

    Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

    Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan enam kali ulangan. Keempat perlakuan

    yang dicobakan yaitu :

    A : Ransum dengan dedak padi 15% tanpa enzim papain sebagai kontrol.

    B : Ransum dengan dedak padi 15% + 0,10 % enzim papain.

    B : Ransum dengan dedak padi 30% tanpa enzim papain

    C : Ransum dengan dedak padi 30% + 0,10 % enzim papain.

    Semua ransum perlakuan disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP:

    16%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara ad

    libitum.Tiap ulangan atau unit percobaan menggunakan 4 ekor itik Bali jantan umur 6

    minggu dengan berat badan homogen.

    4.2.2. Variabel yang diamati

    Variabel yang di ukur atau diamati dalam penelitian ini adalah:

    Konsumsi ransum dan air minum: konsumsi ransum diukur setiap dua minggu

    sekali, yaitu selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum dan

    konsumsi air minum di ukur setiap hari dengan menggunakan gelas ukur.

    Pertambahan berat badan: pertambahan berat badan diperoleh dengan mengurangi

    berat badan akhir dengan berat badan minggu sebelumnya.

    Feed Conversion Ratio (FCR): merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang

    dikonsumsi dengan pertambahan berat badan. Merupakan tolok ukur untuk menilai

    tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi

    efisiensi penggunaan ransumnya, demikian sebaliknya.

  • 17

    Berat karkas: berat hidup dikurangi dengan darah, bulu, kepala, kaki dan jeroan

    (USDA., l977).

    Perlemakan tubuh itik: Bagian-bagian lemak tubuh menurut Kubena at al. (l974)

    adalah: Pad fat atau lemak bantalan (dipisahkan dari organ-organ jeroan dengan

    kulit perut), mecenteric fat atau lemak mesenterium (dipisahkan pertautannya dari

    usus), lemak empedal (dipisahkan dari empedal) dan abdominal fat atau lemak

    abdomen (gabungan dari pad fat, mecenteric fat dan lemak empedal).

    Uji Uji karakteristik fisik daging menggunakan daging bagian dada, meliputi derajat

    keasaman atau pH, warna, keempukan, dan susut masak.

    Derajat keasaman atau pH daging segar ditentukan dengan menggunakan pH meter.

    Sampel ditimbang seberat 10 g, dilumatkan dan diencerkan dengan aquadest 10 ml.

    Kemudian dilakukan pengukuran pH setelah dilakukan kalibrasi dengan larutan

    buffer untuk standar 7. Elektroda dicuci dan dikeringkan kemudian dimasukkan

    kedalam ekstrak, setelah itu saklar dihidupkan dan angka yang tertera merupakan

    pH dari ekstrak daging tersebut.

    Pengukuran warna daging dilakukan dengan menggunakan chart warna daging dari

    9 foto berwarna daging sapiatau Meat Colour Scores (AUSMEAT). Penilaian skor

    warna dilakukan dengan cara membandingkan permukaan potongan melintang otot

    dengan foto otot berwarna yang mempunyai kisaran skor warna dari 1 (sangat muda

    - hampir merah muda) sampai 9 (amat gelap - merah keungu-unguan).

    Keempukan daging diuji dengan metode shear press menurut Bouton et al. (1971).

    Sampel daging dimasak pada temperatur 80oC selama 60 menit, kemudian di iris

    searah serabut daging dengan penampang berukuran 1,5 cm dan tebalnya 0,67 cm.

    Derajat keempukan diuji dengan shear press, yaitu besarnya tekanan yang

    dibutuhkan (kg) untuk memotong sampel daging seluas 1 cm2. Semakin rendah

  • 18

    tekanan yang dibutuhkan untuk memotong sampel, maka semakin empuk daging

    tersebut. Demikian pula sebaliknya.

    Susut masak (SM) atau cooking loss ditentukan dengan modifikasi metode Bouton

    et al. (1971) dalam Soeparno (1994). Sampel 20g ditimbang dan dimasukkan

    kedalam kantong plastik klip, diusahakan agar air tidak masuk kedalam palstik.

    Selanjutnya dimasak di dalam penangas air selama 1 jam pada suhu 80 oC. Setelah

    masak sampel daging didinginkan, daging dikeluarkan dari kantong, cairan yang

    menempel dikeringkan dengan kertas tissue dan ditimbang. Berat sampel yang

    hilang selama pemasakan adalah besarnya susut masak dan dinyatakan dalam

    persen.

    4.2.3. Analisis Statistik

    Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan menunjukkan

    adanya perbedaan yang nyata (P

  • 19

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil

    5.1.1. Berat Badan Akhir

    Rataan berat badan akhir itik Bali jantan umur 12 minggu yang diberi ransum

    basal (15% dedak padi) tanpa penambahan enzim papain sebagai kontrol (A) adalah

    1309,16 g/ekor (Tabel 3). Sedangkan itik yang diberi ransum basal dengan penambahan

    0,10% enzim papain (B) 4,10% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi, dan itik yang diberi

    ransum dengan 30 dedak padi (C), dan 30% dedak padi + 0,10% enzim papain (D),

    masing-masing: 9,48% nyata (P0,05) lebih rendah

    daripada kontrol

    5.1.2. Pertambahan Berat Badan

    Pertambahan berat badan itik selama enam minggu penelitian pada itik kontrol

    (A) adalah 778,46 g/ekor (Tabel 3). Pertambahan berat badan itik selama enam minggu

    penelitian untuk itik perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah: 6,58% tidak nyata

    lebih tinggi (P>0,05), 15,74% nyata (P0,05) lebih rendah daripada kontrol.

    5.1.3. Konsumsi Ransum

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik

    kontrol adalah 7333,09 g/ekor/6 minggu (Tabel 3). Rataan konsumsi ransum pada itik

    perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah : 0,20%, 1,34%, dan 1,92% tidak nyata

    (P>0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

    5.1.4. Feed Conversion Ratio (FCR)

    Rataan nilai FCR selama enam minggu penelitian pada itik control adalah

    9,42/ekor/6 minggu (Tabel 3). Rataan nilai FCR pada itik perlakuan B 6,37% nyata

  • 20

    (P

  • 21

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase karkas itik ke empat perlakuan

    tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan persentase karkas

    itik perlakuan A adalah 62,18% (table 3).

    5.1.6. Distribusi Lemak Tubuh

    Distribusi lemak dalam tubuh itik untuk keempat perlakuan tidak menunjukkan

    adanya perbedaan yang nyata (P>0,05), kecuali lemak abdominal. Rataan persentase

    lemak abdominal pada itik kontrol adalah 1,15% berat badan (Tabel 3). Rataan

    persentase lemak abdomen pada itik perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah :

    4,35% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah, 19,13% nyata (P

  • 22

    perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah : 4,28%; 5,76%; dan 1,64% tidak nyata

    (P>0,05) lebih rendah daripada warna daging itik kontrol (A).

    Rataan nilai pH daging untuk keempat perlakuan tidak menunjukkan adanya

    perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan nilai pH daging itik kontrol adalah 6,07

    (Tabel4).

    5.1.7. Susut masak dan Keempukan Daging

    Persentase susut masak daging itik yang mendapat perlakuan kontrol adalah

    39,08% (Tabel 4). Rataan persentase susut masak daging itik perlakuan B, C, dan D,

    masing-masing adalah : 0,87%; 4,61%; dan 2,97% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah

    daripada kontrol (A).

    Hasil uji laboratorium terhadap keempukan daging itik kontrol adalah 1,57 kg/

    cm2 irisan daging (Tabel 4). Keempukan daging itik perlakuan B, C, dan D, mengalami

    peningkatan yang nyata (P

  • 23

    semakin meningkat konsumsi ransum, maka konsumsi air minum akan meningkat pula.

    Umumnya konsumsi air minum berbanding lurus dengan konsumsi air minum.

    Berat badan akhir, pertambahan berat badan, berat karkas, dan persentase karkas

    itik meningkat dengan adanya penambahan 0,10 % enzim papain dalam ransum. Hal ini

    disebabkan karena adanya sifat dari enzim papain yang merupakan enzim proteolitik,

    yaitu enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis substrat protein. Hasil hidrolisis protein

    adalah berupa suatu hidroksilat yang mengandung peptida yang berat molekulnya

    rendah dan asam amino bebas. Produk hidroksilat umumnya mempunyai kelarutan

    pada air yang tinggi, kapasitas emulsinya baik, kemampuan mengembang besar serta

    mudah diserap oleh tubuh (Fox et al., 1982 dikutif oleh Sasongko, 1993). Papain dapat

    memotong sisi karboksil lisin dan arginin, sedangkan khemotripsin bekerja pada sisi

    karboksil triptofan, fenilalanin, leusin, dan metionin (Bidura, 2005). Dilaporkan pula

    oleh Selle et al. (2003) bahwa penambahan enzim xylanase dan phytase dalam ransum

    dapat meningkatkan bobot badan ayam.

    Feed conversion ratio (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat

    memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah

    nilai FCR, maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransumnya (Anggorodi,

    l985). Penambahan papain dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan efisiensi

    penggunaan ransum pada itik. Hal ini dimungkinkan karena penambahan enzim melalui

    ransum, maka di dalam saluran pencernaan itik, enzim papain akan dapat membantu

    meningkatkan aktivitas enzimatis dan aktivitas pencernaan (Bidura, 2006).

    Menurut DeRyckey yang dikutip oleh Sturkie (1976), enzim memiliki peranan

    yang sangat penting dalam proses pencernaan. Zat makanan sebelum diserap oleh usus

    halus terlebih dahulu dihidrolisis oleh enzim menjadi bentuk yang lebih sederhana.

    Adanya peranan enzim inilah makanan yang dimakan itu akan bermanfaat untuk tubuh

  • 24

    unggas. Penambahan enzim mampu meningkatkan effisiensi pencernaan ransum

    sehingga zat-zat makanan akan mudah diserap tubuh khususnya protein, karena protein

    merupakan zat makanan yang berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, membangun

    jaringan tubuh, dan sebagai sistem enzim yang dibutuhkan untuk proses pencernaan,

    produksi, dan reproduksi (Anon., 2000).

    Dalam proses pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam

    mempercepat dan meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Menurut Maggy (l989),

    enzim merupakan molekul primer yang beragam yang dihasilkan oleh sel hidup.

    Keragaman tersebut tidak hanya nyata di dalam bentuk dan ukurannya, tetapi juga di

    dalam peranannya. Di dalam sel sumber, enzim terlibat dalam setiap reaksi biokimia,

    mulai dari konversi energi metabolisme makanan, mekanisme pertahanan sel, sampai ke

    konversi sifat keturunan. Karena peranan yang demikian beragam ini, enzim merupakan

    salah satu produk alamiah yang mempunyai potensi bioteknologi yang tinggi. Salah satu

    pertimbangan penting dalam pemilihan enzim papain adalah substrat (bahan pakan)

    yang menjadi target. Pemberian enzim papain pada ransum unggas ternyata dapat

    mengatasi problema yang disebabkan oleh ikatan protein kompleks sehingga protein

    lebih banyak dapat dimanfaatkan/diserap oleh tubuh. Enzim berfungsi meningkatkan

    proses pencernaan zat makanan dalam saluran pencernaan ayam sehingga meningkatkan

    penyerapan zat makanan yang menyebabkan peningkatan berat badan (Anon., 2002).

    Pertambahan berat badan dan berat karkas itik perlakuan B lebih tinggi

    dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena papain dalam ransum dapat

    meningkatkan retensi protein, khususnya asam amino lysin yang merupakan komponen

    utama untuk sintesis urat daging. Dengan meningkatnya pertumbuhan itik, maka secara

    langsung akan berpengaruh terhadap pembentukkan daging karkas. Protein merupakan

    komponen utama untuk sintesis urat daging, sehingga menurunkan penimbunan lemak

  • 25

    dalam tubuh dan meningkatkan persentase daging. Peningkatan tersebut juga

    disebabkan karena peningkatan konsumsi protein dan asam amino pembatas seperti

    lysin, sebagai akibat peningkatan konsumsi ransum. Menurut Sugahara dan Kubo

    (1992), konsumsi protein dan asam amino lysin yang tinggi akan dapat meningkatkan

    retensi energi sebagai protein dan menurunkan retensi energi sebagai lemak dalam

    tubuh. Pendapat senada dilaporkan oleh Sibbald dan Wolynetz (1986), bahwa retensi

    energi sebagai protein meningkat, sedangkan retensi energi sebagai lemak tubuh

    menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam amino lysin dalam tubuh

    sebagai akibat meningkatnya konsumsi protein atau asam amino lysin. Dilaporkan juga

    oleh Al-Batshan dan Hussein (1999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara

    nyata akan meningkatkan berat karkas, persentase karkas dan persentase daging dada

    (“breast meat”) dan nyata menurunkan lemak abdomen (“abdominal fat”).

    Penambahan enzim papain dalam ransum dapat menurunkan akumulasi lemak

    (pad-fat, abdominal-fat, dan lemak subkutan termasuk kulit) tubun itik, sebaliknya

    penggunaan 30 % dedak padi ternyata meningkatkan akumulasi lemak dalam tubuh itik

    dibandingkan dengan 15 % dedak padi. Peningkatan tersebut logis karena dedak padi

    mengandung lemak yang cukup tinggi. Penurunan lemak disebabkan karena

    meningkatnya konsumsi protein dan asam amino lysin sebagai akibat meningkatnya

    konsumsi ransum. Menurut Astuti (1996), meningkatnya konsumsi protein dan asam

    amino lysin ternyata dapat menurunkan perlemakan tubuh ayam. Dilaporkan juga oleh

    Seaton et al. (1978) bahwa konsumsi protein dan asam amino lysin yang meningkat

    menyebabkan penurunan kandungan lemak dalam tubuh dan peningkatan jumlah daging

    dalam karkas. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan konsumsi protein dan asam

    amino pembatas seperti lysin, sebagai akibat peningkatan konsumsi ransum. Pendapat

    senada dilaporkan oleh Sibbald dan Wolynetz (1986), bahwa retensi energi sebagai

  • 26

    protein meningkat, sedangkan retensi energi sebagai lemak tubuh menurun dengan

    semakin meningkatnya konsentrasi asam amino lysin dalam tubuh sebagai akibat

    meningkatnya konsumsi protein atau asam amino lysin. Dilaporkan juga oleh Al-

    Batshan dan Hussein (1999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara nyata akan

    meningkatkan berat karkas, persentase karkas, dan persentase daging dada (“breast

    meat”) dan nyata menurunkan lemak abdomen (“abdominal fat”).

    Hampir semua lemak disimpan dalam jaringan lemak atau daging dalam bentuk

    trigliserida dan hampir semua jaringan lemak terdapat dibawah kulit dan sisanya ada

    disekeliling alat-alat tubuh tertentu seperti ginjal, saluran pencernaan, dalam urat

    daging, dan di tempat lainnya dalam tubuh. Penimbunan lemak dalam tubuh terjadi

    akibat penyimpanan energi sebagai lemak lebih banyak dibandingkan penyimpanan

    energi sebagai protein yang merupakan komponen penting dari pembentukan urat

    daging sehingga bobot potong dan karkas menurun. Lemak yang tersimpan di dalam

    tubuh tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimakan akan tetapi dapat berasal dari

    karbohodrat dan dari protein (Zuprizal, 1993).

    Adanya penurunan nilai pH menunjukkan adanya proses glikolisis postmortem,

    yaitu konversi glikogen otot menjadi asam laktat. Dijelaskan oleh Romans dan Ziegler

    (1974) bahwa besarnya nilai pH tergantung kandungan glikogen otot pada saat ternak

    dipotong. Adanya papain memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai pH.

    Nilai pH yang lebih rendah, menunjukkan bahwa cadangan glikogen otot lebih tinggi,

    yang menyebabkan timbunan asam laktat juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena

    tingkat konsumsi zat makanan yang lebih tinggi.

    Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen

    adalah merah terang oksimioglobin. Semakin kecil Nilai pH memberikan pengaruh

    terhadap makin rendahnya nilai warna daging walaupun tidak berbeda nyata. Nilai pH

  • 27

    yang rendah mengakibatkan daya ikat air menjadi kecil yang mengakibatkan struktur

    jaringan otot merenggang yang dapat mengakibatkan lebih banyak sinar yang

    dipantulkan dari pada di serap oleh permukaan daging (Bahar, 2003). Hal ini

    menyebabkan daging terlihat lebih pucat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi warna

    daging selain pH adalah nutrisi, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres, dan oksigen.

    Faktor ini dapat mempengaruhi faktor penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi

    pigmen daging mioglobin. Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan status

    kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam

    menentukan warna daging (Lawrie, 1995).

    Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Hasil

    penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata diantara keempat

    perlakuan. Namun demikian secara kuantitatif ada kecendrungan nilai susut masak

    menurun dengan pemberian dedak padi yang tinggi dan adanya papain. Hal ini diduga

    disebabkan karena tingkat konsumsi zat makanan yang lebih tinggi yang menyebabkan

    perlemakan otot yang juga lebih besar sehingga selama pemasakan kehilangan lemak

    yang lebih banyak sementara kehilangan cairan relatif tidak berbeda Soeparno (1994).

    Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih

    baik dari pada daging dengan nilai susut masak yang lebih besar, karena kehilangan

    nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak berhubungan dan berbanding

    terbalik dengan daya ikat air, nilai susut masak yang tinggi diikuti oleh daya ikat air

    yang rendah.

    Nilai keempukan daging merupakan sifat yang paling penting pada kualitas

    daging, karena konsumen lebih mudah menilai sifat keempukan disamping warna, susut

    masak ataupun pH pada saat memilih daging. Pemberian enzim papain ternyata

    meningkatkan keempukan daging itik. Hal ini disebabkan karena adanya peran papain

  • 28

    yang dapat merenggangkan ikatan protein kompleks pada daging (Bidura, 2007).

    Disamping itu, meningkatnya keempukan daging pada itik perlakuan C dan D, hal ini

    tidak terlepas dari tingginya kandungan lemak pada dedak padi yang menyebabkan

    makin tingginya persentase lemak intramuskuler sehingga keempukan daging

    meningkat. Seperti tersaji pada Tabel 3, semakin tinggi penggunaan dedak padi

    (perlakuan C dan D), distribusi lemak dalam tubuh meningkat.

    Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur

    miofibril dan satus kontraksinya; kandungan jaringan ikat dan ikatan silangnya; dan

    daya ikat air oleh protein daging dan jus daging (Soeparno, 1994). Keempukan daging

    juga berhubungan erat dengan faktor antemortem seperti umur, jenis kelamin, nutrisi,

    exercise, dan stres.

  • 29

    VI. SIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Simpulan

    Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

    1. Penambahan 0,10% enzim papain (daun pepaya) dalam ransum basal dapat

    meningkatkan keempukan daging dan efisiensi penggunaan ransum itik Bali

    jantan umur 6 – 12 minggu.

    2. Penggunaan 30% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 6 – 12 minggu,

    secara nyata dapat menurunkan pertambahan berat badan, berat karkas,

    persentase karkas, dan efisiensi penggunaan ransum. Sebaliknya dapat

    meningkatkan jumlah lemak abdomen dan keempukan daging itik.

    3. Suplementasi 0,10% enzim papain (daun pepaya) dalam ransum yang

    menggunakan 30% dedak padi dapat memberikan hasil yang sama dibandingkan

    dengan penggunaan 15% dedak padi tanpa suplementasi enzim papain

    6.2 saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya penggunaan enzim papain (daun

    pepaya) dalam ransum bermutu rendah serta pengaruhnya terhadap keempukkan dan

    rasa daripada daging itik itu sendiri. Penggunaan 30% dedak padi dalam penyusunan

    ransum itik dapat direkomendasikan apabila ditambahkan enzim papain.

  • 30

    DAFTAR PUSTAKA

    Bidura, I. G. N. G. 2005. Bioteknologi Pakan dan Aplikasinya. Buku Ajar, FakultasPeternakan, Universitas Udayana, Denpasar

    Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. UPT Penerbit,Universitas Udayana, Denpasar

    Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing TheQuality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. PoultrySci. 53 : 574 - 576

    Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Penerjemah : Aminuddin Parakkasi. PenerbitUniversitas Indonesia.

    Maggy, T. S. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Dikti, Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian, Bogor.

    McDonald, P.,R.A Edwards, J.F.D. Greenhald, and C.A. Morgan. 1982. AnimalNutrition, 3rd ed. English Languange Book Society, Longman Group,Hongkong.

    Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar

    Mursyidi, A dan A.M. Fatah, 1982. Pengantar Kimia Farmasi. Fakultas FarmasiUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Muhidin, D. 2003. Agroindustri Papain dan Pektin. P.T. Penebar Swadaya, Depok,Jakarta.

    NRC (National Research Council), 1981. Nutrient Requirement of Domestic Animal.Nutrient Requirement of Goats. National Academy of Sci., Washington, DC,USA

    Rasyaf, M. 2002. bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9 PenerbitKanisius, Yogyakarta

    Sasongko, H. 1993. Manfaat Biologis Papain Dalam Ransum Petelur Pada BerbagaiAras Protein. Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

    Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications andXylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on GrowthPerformance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16(10) : 1501 – 1509

    Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. TheEffects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal forPoultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61 : 219 –234

  • 31

    Siregar, A.P., R.B. Lumming and D.J. Farell. l982. The Nutritional of Meat Type Duck.II. The Effect of Fibre on biologycal Performance and Carcasses Characteristics.Aust. J. Agric. Res. 33 : 877 – 886

    Sriyani, N. L. P. 2002. Kinerja Produksi, Kualitas Fisik dan Organoleptik Dagingdari Ternak Kambing yang Diberikan Daun Pepaya sebagai Salah Satu SumberPakannya. Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

    Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu PendekatanBiometrik. Edisi Kedua. Penerjemah : Bambang Sumantri. PT.Gramedia,Jakarta.

    Syamsyuhidayat S.S. dan Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. BadanLitbangkess, Departemen Kesehatan RI, 1991.

    Soeparno., Setiyono. dan S. Djojowidagdo, 1993. Peningkatan Produksi dan KualitasDaging Kambing. Kerjasama penelitian antara Badan Penelitian danPengembangan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional denganLembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke. II. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.

    Triyanti, C.H. Sirait, Abubakar dan Setiyanto. 1992. Upaya Meningkatkan Daya GunaDaging Itik Tua. Majalah Ayam dan Telur No 77/Juli 1992 Hal : 38 – 40

    USDA. 1977. Poultry Grading Manual. U.S. Government Printing Office, Wasington,D.C. 20402

    Wijayakusuma, H., S. Dalimarta. 1995. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan DarahTinggi. Penerbit PT. Penebar Swadaya.

    Winarno, F. G. 1993. Fermented Vegetable Protein and Related Foods of South-EastAsia with Special reference to Indonesia. J.Anim. Oil. Chem. 56 : 363 – 366

    Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park, and I. K. Han. 2001. Effectsof Enzyme Compleks on Growth Performance and Nutrient Digestibility in PigsWeaned at 14 days of Age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2) : 231 - 236