Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN PENELITIAN
PEMANFAATAN DAUN PEPAYA UNTUK MENEKAN KADARLEMAK TUBUH ITIK
IR. TJOKORDA ISTRI PUTRI, MP
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2015
2
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Berkah dan Rachmat
yang diberikan, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan yang bertujuan untuk
mengkaji khasiat daripada enzim papain (daun pepaya) terhadap peningkatan kuantitas
dan kualitas karkas serta efisiensi penggunaan ransum pada itik Bali jantan umur 6 - 12
minggu, dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional,di
Jakrta, atas dana yang diberikan sehingga penelitian sampai penyusunan laporan
ini dapat terselesaikan.
2. Rektor Universitas Udayana, atas ijin dan fasilitas yang diberikan, sehingga
penelitian ini dapat terlaksana.
3. Ketua Lembaga Penelitian Unud, atas kesempatan, saran, dan ijin yang
diberikan, mulai dari pengajuan proposal sampai penyusunan laporan penelitian.
4. Dekan dan Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fapet. Unud., atas ijin
dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
5. Sdr. Putu Tegik, atas bantuan analisis, serta Ketua Lab. THT, Fapet Unud.
Semoga laporan hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi kita semua. Segala
saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan ini, sangat kami harapkan. Sebelum dan
sesudahnya, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Denpasar,
Hormat Kami,
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. I
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... Ii
RINGKASAN DAN SUMMARY…………………………………………… Iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………... V
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. Vi
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
1.1 Latar belakang…………………………………………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………………………… 1
II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 3
2.1 Enzim dan Pengaruhnya pada ternak …………………………………….. 3
2.2 Enzim Papain …………………………………………………………….. 4
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………………………………… 6
3.1 Tujuan Penelitian………………………………………………………… 6
3.2 Manfaat Penelitian…………………………………………………………. 6
IV. MATERI DAN METODE…………………………………………………… 7
4.1 Materi……………………………………………………………………… 7
4.2. Metode…………………………………………………………………… 9
V. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………. 10
5.1 Hasil………………………………………………………………………. 10
5.2 Pembahasan………………………………………………………………. 17
VI. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….. 24
6.1 Simpulan…………………………………………………………………... 24
6.2 Saran……………………………………………………………………… 24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 25
LAMPIRAN………………………………………………………………….. 28
4
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Komposisi pakan dalam ransum itik Bali jantan umur 6 – 12 minggu .…….. 7
2. Komposisi zat makanan dalam ransum itik Bali jantan umur 6 - 12 minggu 8
3. Pengaruh pemberian enzim papain dalam ransum terhadap penampilan,karkas dan perlemakan tubuh itik Bali Jantan umur 6 - 12 minggu………. 11
5
PEMANFAATAN PAPAIN (DAUN PEPAYA) UNTUK MENEKAN KADARLEMAK TUBUH ITIK
TJOKORDA ISTRI PUTRI
Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
RINGKASAN
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzimpapain (daun pepaya) dalam ransum yang mengandung 30% dedak padi terhadappertambahan berat badan, perlemakan, karkas, keempukan daging, dan efisiensipenggunaan ransum itik Bali jantan umur 6 - 12 minggu, telah dilaksanakan di Tababan,Bali. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan empat perlakuan, yaitu itik yang diberi ransum basal (15% dedak padi)tanpa penambahan enzim papain sebagai kontrol (A); ransum basal dengan penambahan0,10% enzim papain; ransum dengan 30% dedak padi (C), dan ransum dengan 30 %dedak padi + 0,10% enzim papain. Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan dan tiapulangan menggunakan empat ekor itik Bali jantan umur enam minggu dengan bobotbadan relatif homogen. Ransum disusun isokalori (M : 2900 kkal/kg) dan isoprotein(CP: 16%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara adlibitum. Variabel yang diamati dalampenelitian ini meliputi : konsumsi ransum, beratbadan akhir, pertambahan berat badan, feed conversion ratio (FCR), berat karkas,persentase karkas, distribusi lemak tubuh (pad-fat, mesenteric-fat, ventriculus-fat, danlemak subkutan termasuk kulit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,10% enzim papain dalam ransum basal ternyata tidak berpengaruh nyata (P>0,05)terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan, berat karkas, dan akumulasilemak tubuh itik. Akan tetapi secara nyata (P
6
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umumnya konsumen kurang menyukai daging itik, karena keempukannya yang
lebih rendah daripada daging broiler dan aromanya yang kurang disukai konsumen.
Oleh karena itu, perlu dicari upaya untuk meningkatkan keempukan daging itik dengan
memanfaatkan enzim papain.
Pengempukan daging secara tradisional yang sudah popular khususnya pada
daging sapi dan kambing, yaitu dengan membungkusnya dengan daun pepaya beberapa
saat sebelum dimasak. Pepaya mengandung enzim proteolitik terbaik, murah, dan
mudah di dapat (Winarno, 1993). Papain terdapat pada getah pepaya yang terdapat
pada seluruh bagian tanaman kecuali akar dan biji (Triyanti et al., 1992).
Kendala lain yang dihadapi dalam meningkatkan kualitas produksi yang efisien
adalah tingginya harga ransum. Mahalnya biaya ransum dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, salah satu diantaranya adalah pemakaian bahan baku impor seperti
bungkil kacang kedelai dan tepung ikan.
Dedak padi merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam
penyusunan ransum. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya
yang cukup tinggi, yaitu 13,0 % dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral
dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang
merupakan faktor pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun
demikian, dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12 – 13,5 %
menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan di dalam penyusunan ransum
unggas. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya rendah,
demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral. Penggunaan dedak padi dalam
7
ransum itik ada batasannya, yaitu 5 – 10 % pada fase starter dan 5 – 15 % pada fase
grower (Rasyaf, 2002).
Upaya peningkatan kecernaan dedak padi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan khasisat dari enzim papain. Penambahan enzim dapat meningkatkan
efisiensi penggunaan ransum dan kecernaan pakan. Penambahan enzim biasanya
dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya rendah (Mastika, 2000), sehingga
dapat meningkatkan penggunaan bahan pakan tersebut.
Papain merupakan enzim proteolitik, yaitu enzim yang mengkatalis reaksi
hidrolisis substrat protein. Hasil hidrolisis protein adalah berupa suatu hidrolisat yang
mengandung peptida yang berat molekulnya rendah dan asam amino bebas. Produk
hidrolisat umumnya mempunyai kelarutan pada air yang tinggi, kapasitas emulsinya
baik, kemampuan mengembang besar serta mudah diserap oleh tubuh (Sasongko, 1993).
Dilaporkan juga bahwa suplementasi 0,20 % enzim papain pada ransum ayam petelur
ternyata dapat meningkatkan konsumsi pakan.
Papain dapat memotong sisi karboksil lisin dan arginin, sedangkan khemotripsin
bekerja pada sisi karboksil triptofan, fenilalanin, leusin, dan metionin. Elastase bekerja
pada sisi karboksilalanin dan kolagenase pada sisi amino glisin. Substrat kolagen
sendiri kaya akan glisin dan prolin (Bidura, 2005).
Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10 - 0,30 % enzym kompleks
dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan kecernaan fosfor, pertumbuhan, dan
efisiensi penggunaan ransum. Suplementasi enzim phytase dalam ransum secara nyata
dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta
dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn (Lim et al., 2001).
Simbaya et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase,
dan protease dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan
8
dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan zat makanan meningkat dengan
adanya suplementasi ketiga enzim tersebut (Selle et al., 2003).
Dari uraian tersebut diatas, dengan adanya penambahan enzim papain
diharapkan akan dapat membantu memecah ikatan protein kompleks pada dedak padi
sehingga lebih banyak dapat dimanfaatkan oleh tubuh serta sebagai upaya untuk
meningkatkan keempukan daging itik itu sendiri.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah melalui penambahan enzim papain (daun pepaya) dalam ransum
berbahan baku dedak padi dapat menekan harga ransum dan meningkatkan pemanfaatan
protein pakan, dilihat dari jumlah daging yang dihasilkan dan efisiensi penggunaan
ransum, serta keempukan daging itu sendiri pada itik.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim dan Pengaruhnya pada Ternak
Pada dua dasa warsa terakhir ini, penggunaan enzim secara komersial telah maju
pesat. Produksi senyawa baru seperti antibiotika, asam organik, dan vitamin dapat
dilakukan dengan cara fermentasi yang pada hakikatnya memanfaatkan kerja enzim.
Perkembangan penggunaan enzim dampaknya sangat nyata pada perkembangan industri
pangan, seperti pada pembuatan sirup glukosa atau fruktosa, pengempukkan daging, dan
sebagainya. Memanfaatkan kerja enzim untuk meningkatkan nilai guna pakan alternatif
(limbah industri pertanian) dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum melalui
peningkatan daya cerna ransum akan menjadi tantangan baru dalam industri makanan
ternak (Bidura, 2005)
Enzim merupakan katalis biologis dalam proses metabolisme. Dalam proses
pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam mempercepat dan
meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Menurut Maggy (l989), enzim merupakan
molekul primer yang beragam yang dihasilkan oleh sel hidup. Keragaman tersebut
tidak hanya nyata di dalam bentuk dan ukurannya, tetapi juga di dalam peranannya. Di
dalam sel sumber, enzim terlibat dalam setiap reaksi biokimia, mulai dari konversi
energi metabolisme makanan, mekanisme pertahanan sel, komunikasi antarsel, sampai
ke konversi sifat keturunan. Karena peranan yang demikian beragam ini, enzim
merupakan salah satu produk alamiah yang mempunyai potensi bioteknologi yang
tinggi. Selain itu, sifatnya cocok untuk dimanfaatkan didalam proses industri, yaitu
efisiensi yang tinggi, spesifitas dan kerja yang selektif, reaksi yang tanpa produk
samping, sifat aktif pada keadaan ringan, yaitu pada suhu kamar dan pH normal.
10
Salah satu pertimbangan penting dalam pemilihan enzim adalah substrat (bahan
pakan) yang menjadi target. Pemberian enzim papain pada ransum unggas ternyata
dapat mengatasi problema yang disebabkan oleh ikatan protein kompleks sehingga
protein lebih banyak. Pohon pepaya mengandung enzim proteolitik yang sangat bagus
yang terdapat pada bagian getah yang berasal dari seluruh bagian tanaman kecuali akar
dan biji (Triyanti et al., 1992). Menurut Winarno (l993), penggunaan papain dapat
dilakukan dengan menaburkan pada potongan-potongan daging atau merendamnya
dalam larutan papain.
Enzim merupakan katalis biologis dalam proses metabolisme di dalam tubuh.
Dalam proses pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam mempercepat
dan meningkatkan efisiensi dari berbagai proses tersebut. Salah satu pertimbangan
penting dalam pemilihan enzim adalah substrat (bahan pakan) yang menjadi target,
karena aktivitas kerja masing-masing enzim berbeda. Misalnya, enzim selulase akan
bekerja optimal apabila substratnya adalah selulosa dan enzim lipase akan bekerja
optimal apabila substratnya adalah lipida, demikian seterusnya.
Sumber enzim yang berasal dari hewan dan tanaman ternyata jenisnya berbeda-
beda. Lebih rinci diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Enzim dari hewan dan tanaman
Enzim SumberHewan Tanaman
Alfa-Amilase, Tripsin,dan Khimotripsin
Kelenjar Pankreas Kecambah barley
Beta-Amilase Barly, ubi jalar, kacangKedelai, gandum
R – EnzimLipoksigenase
Kacang-kacangan, dankentang
Endo Beta-glukanase Kecambah barleyPapain PepayaBromelin Nenas
Sumber : Maggy (l989)
11
2.2 Enzim Papain
Berbeda dengan enzim dari hewan yang umumnya diperoleh sebagai produk
samping, tanaman tertentu secara khusus dipelihara untuk menghasilkan enzim. Contoh
yang paling nyata adalah papaya untuk memproduksi papain. Papain dari papaya dan
enzim amilolitik dari kecambah barley merupakan contoh enzim asal tanaman yang
dimanfaatkan dalam skala besar, khususnya dalam industri roti (Purnamawati, 1997).
Papain terdapat dalam getah pohon, terutama getah buah papaya muda. Getah
ini biasanya dipanen dari pohon yang masih muda pada musim panas di pagi hari, sebab
waktu panen sangat mempengaruhi jumlah getah yang dihasilkan.
Daun pepaya berkhasiat sebagai peluntur empedu, sedangkan seduhannya
berdaya kerja sebagai pencahar dan mencegah kejang lambung, serta dapat juga
digunakan untuk mengatasi demam dan malaria. Daun pepaya juga dapat digunakan
sebagai penghilang rasa sakit (analgetik) dan penambah nafsu makan
(Wijayakusuma,1995). Dilaporkan juga bahwa kandungan kimia pada masing-masing
bagian pepaya adalah sebagai berikut ini.
1. Pada bagian daun, terdapat enzim papain, alkaloid carpain, pseudocarparina,
glikosid, saponin, sukrosa dan dektrosa.
2. Pada bagian buah, terdapat beta carotin, pectin, d-galaktosa, I-arabinosa,
papain, fitokinase.
3. Pada bagian biji, terdapat papain, kemo karpain, lisosom, lipase, glutamin, siklo
transferase.
4. Pada bagian akar, terdapat alkaloid, saponin, dan flavonoid (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
Sifat papain yang menarik adalah kestabilannya pada suhu yang tinggi. Serbuk
papain tahan terhadap panas kering pada suhu 100 0C selama 3 jam dan di dalam larutan
12
menunjukkan kestabilan yang luar biasa terhadap suhu. Papain sangat stabil pada pH
yang berkisar antara 5 - 7, sedangkan di bawah pH 3 terjadi penurunan aktivitas
(Kimmel dan Smith, 1957 dikutif oleh Yanie, 1989).
Dalam industri produksi papain (crude papain) secara tradisional, getah hasil
penyadapan buah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Namun, papain ini
mempunyai aktivitas proteolitik yang lebih rendah daripada papain yang dikeringkan
dengan pengering semprot atau “spray drier” (Muhidin, 2003). Daun pepaya yang
sudah layu sampai kering masih mengandung enzim walaupun aktivitas protiolitiknya
rendah. Pemberian daun pepaya pada kambing pada level 25 – 50 % dalam ransum
yang diberikan, ternyata keempukan daging meningkat (Sriyani, 2004)
Melalui pemanasan, mioglobin yang merupakan komponen warna pada daging
segar mengalami denaturasi. Jadi, perbedaan warna pada daging yang sudah dimasak
erat kaitannya dengan konsentrasi mioglobin pada daging yang belum dimasak.
Dilaporkan bahwa senyawa kompleks warna pada daging yang sudah dimasak adalah
hemoprotein yang merupakan salah satu dari beberapa protein dan globin yang
terdenaturasi (Ledward, 1971 dalam Lawrie, 1995).
Triyanti et al. (l992) melaporkan bahwa penambahan larutan papain murni
dengan konsentrasi 1 % selama 10 menit pada potongan daging dada dan paha ayam
petelur afkir, ternyata dapat meningkatkan keempukan daging 200 % lebih tinggi
daripada kontrol.
13
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah dengan penambahan enzim
papain (daun pepaya) ke dalam ransum yang berbasis dedak padi (mengandung 30%
dedak padi) mampu memberikan hasil yang sama dengan ransum standar atau justru
lebih tinggi, dilihat dari aspek pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum, dan kualitas
karkas
3.2 Manfaat penelitian
Informasi data ilmiah untuk penelitian-penelitian lebih lanjut khususnya mengenai
enzim papain (daun pepaya) yang diperoleh dari getah papaya untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas daging itik dalam ransum yang berbasis dedak padi
(mengandung 30% dedak padi).
Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Informasi data kepada petani peternak didalam usaha untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksi yang efisien dengan memanfaatkan enzim papain dalam
ransum yang menggunakan dedak padi tinggi.
14
IV. MATERI DAN METODE
4.1 Materi
4.1.1. Tempat dan Lama Penelitian
Penelitian dilaksanakan Farm Bukit, Jimbaran dan Laboratorium Teknologi
Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Unud. Lama penelitian direncanakan selama lima
bulan mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan.
4.1.2. Kandang dan Itik
Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem battery colony dari
bilah-bilah bambu sebanyak 24 buah. Tiap petak kandang berukuran panjang 0,80 m,
lebar 0,50 m, dan tinggi 0,40 m. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan
dan air minum.
Itik yang digunakan adalah itik Bali jantan umur enam minggu yang diperoleh
dari Poultry Shop setempat dengan berat badan homogen.
4.1.3. Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan Scott et al.
(l982), dengan menggunakan bahan seperti : jagung kuning, tepung ikan, bungkil
kelapa, kacang kedelai, garam, dan premix. Ransum disusun isokalori (ME: 2900
kcal/kg) dan isoprotein (CP: 16%). Air minum yang diberikan bersumber dari PAM
setempat.
4.1.4.Papain
Enzim papain diperoleh dari pengeringan getah papaya. Terlebih dahulu getah
papaya dikumpulkan dalam wadah nonlogam, yaitu mangkok plastik atau dapat diambil
langsung apabila getah dalam buah tidak menetes dan sudah berkoagulasi di permukaan
15
buah. Mula-mula getah papaya yang baru diambil akan berbentuk cair, selanjutnya
menjadi seperti susu dan menggumpal. Di dalam satu kilo gram getah papaya segar
akan diperoleh 200 gram lateks (papain) kering. Pengeringan dilakukan di bawah sinar
matahari (Bidura, 2005).
Tabel 3.Komposisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Itik Bali jantan umur 6 – 12minggu
Komposisi Pakan (%) Perlakuan
A B C D
Jagung Kuning 45,90 45,90 39,01 38,96
Dedak Padi 15,00 14,90 30,00 30,00Bungkil Kelapa 14,00 14,00 0,79 0,70Kacang Kedelei 10,00 10,00 16,45 16,47Tepung Ikan 12,95 12,95 11,45 11,47Mineral Mix 0,30 0,30 0,30 0,30Enzim papain - 0,10 - 0,10Minyak kelapa 1,85 1,85 2,00 2,00Jumlah 100 100 100 100
Keterangan :A : Ransum dengan dedak padi 15 % tanpa enzim papain sebagai kontrol.B : Ransum dengan dedak padi 15 % + 0,10 % enzim papain.B : Ransum dengan dedak padi 30 % tanpa enzim papainC : Ransum dengan dedak padi 30 % + 0,10 % enzim papain.
Tabel 2. Komposisi Zat-zat Makanan dalam Ransum Penelitian (itik umur 6 – 12minggu)1)
Perlakuan Standar
Zat Makanan A B C D NRC (l984)
Energi metabolis (kkal/kg) 2900 2900 2900 2900 2900
Protein kasar (%) 16,06 16,00 16,0l 16,10 16Lemak kasar (%) 6,06 6,10 11,52 11,09 5-82)
Serat Kasar (%) 4,54 4,98 7,95 7,98 3-82)
Kalsium (%) 1,04 1,00 0,98 1,00 0,60Fosfor tersedia (%) 0,59 0,63 0,60 0,63 0,35Arginin (%) 1,23 1,04 0,98 1,05 1,00Met + Sistin (%) 0,68 0,65 0,61 0,66 0,60Lysin (%) 1,12 1,07 1,03 1,10 0,80Keterangan :
1. Perhitungan berdasarkan tabel komposisi Scott et al. (l982)2. Standar Morrison (l961)
16
4.2 Metode
4.2.1. Rancangan Penelitian
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan enam kali ulangan. Keempat perlakuan
yang dicobakan yaitu :
A : Ransum dengan dedak padi 15% tanpa enzim papain sebagai kontrol.
B : Ransum dengan dedak padi 15% + 0,10 % enzim papain.
B : Ransum dengan dedak padi 30% tanpa enzim papain
C : Ransum dengan dedak padi 30% + 0,10 % enzim papain.
Semua ransum perlakuan disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP:
16%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara ad
libitum.Tiap ulangan atau unit percobaan menggunakan 4 ekor itik Bali jantan umur 6
minggu dengan berat badan homogen.
4.2.2. Variabel yang diamati
Variabel yang di ukur atau diamati dalam penelitian ini adalah:
Konsumsi ransum dan air minum: konsumsi ransum diukur setiap dua minggu
sekali, yaitu selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum dan
konsumsi air minum di ukur setiap hari dengan menggunakan gelas ukur.
Pertambahan berat badan: pertambahan berat badan diperoleh dengan mengurangi
berat badan akhir dengan berat badan minggu sebelumnya.
Feed Conversion Ratio (FCR): merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan berat badan. Merupakan tolok ukur untuk menilai
tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi
efisiensi penggunaan ransumnya, demikian sebaliknya.
17
Berat karkas: berat hidup dikurangi dengan darah, bulu, kepala, kaki dan jeroan
(USDA., l977).
Perlemakan tubuh itik: Bagian-bagian lemak tubuh menurut Kubena at al. (l974)
adalah: Pad fat atau lemak bantalan (dipisahkan dari organ-organ jeroan dengan
kulit perut), mecenteric fat atau lemak mesenterium (dipisahkan pertautannya dari
usus), lemak empedal (dipisahkan dari empedal) dan abdominal fat atau lemak
abdomen (gabungan dari pad fat, mecenteric fat dan lemak empedal).
Uji Uji karakteristik fisik daging menggunakan daging bagian dada, meliputi derajat
keasaman atau pH, warna, keempukan, dan susut masak.
Derajat keasaman atau pH daging segar ditentukan dengan menggunakan pH meter.
Sampel ditimbang seberat 10 g, dilumatkan dan diencerkan dengan aquadest 10 ml.
Kemudian dilakukan pengukuran pH setelah dilakukan kalibrasi dengan larutan
buffer untuk standar 7. Elektroda dicuci dan dikeringkan kemudian dimasukkan
kedalam ekstrak, setelah itu saklar dihidupkan dan angka yang tertera merupakan
pH dari ekstrak daging tersebut.
Pengukuran warna daging dilakukan dengan menggunakan chart warna daging dari
9 foto berwarna daging sapiatau Meat Colour Scores (AUSMEAT). Penilaian skor
warna dilakukan dengan cara membandingkan permukaan potongan melintang otot
dengan foto otot berwarna yang mempunyai kisaran skor warna dari 1 (sangat muda
- hampir merah muda) sampai 9 (amat gelap - merah keungu-unguan).
Keempukan daging diuji dengan metode shear press menurut Bouton et al. (1971).
Sampel daging dimasak pada temperatur 80oC selama 60 menit, kemudian di iris
searah serabut daging dengan penampang berukuran 1,5 cm dan tebalnya 0,67 cm.
Derajat keempukan diuji dengan shear press, yaitu besarnya tekanan yang
dibutuhkan (kg) untuk memotong sampel daging seluas 1 cm2. Semakin rendah
18
tekanan yang dibutuhkan untuk memotong sampel, maka semakin empuk daging
tersebut. Demikian pula sebaliknya.
Susut masak (SM) atau cooking loss ditentukan dengan modifikasi metode Bouton
et al. (1971) dalam Soeparno (1994). Sampel 20g ditimbang dan dimasukkan
kedalam kantong plastik klip, diusahakan agar air tidak masuk kedalam palstik.
Selanjutnya dimasak di dalam penangas air selama 1 jam pada suhu 80 oC. Setelah
masak sampel daging didinginkan, daging dikeluarkan dari kantong, cairan yang
menempel dikeringkan dengan kertas tissue dan ditimbang. Berat sampel yang
hilang selama pemasakan adalah besarnya susut masak dan dinyatakan dalam
persen.
4.2.3. Analisis Statistik
Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P
19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1. Berat Badan Akhir
Rataan berat badan akhir itik Bali jantan umur 12 minggu yang diberi ransum
basal (15% dedak padi) tanpa penambahan enzim papain sebagai kontrol (A) adalah
1309,16 g/ekor (Tabel 3). Sedangkan itik yang diberi ransum basal dengan penambahan
0,10% enzim papain (B) 4,10% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi, dan itik yang diberi
ransum dengan 30 dedak padi (C), dan 30% dedak padi + 0,10% enzim papain (D),
masing-masing: 9,48% nyata (P0,05) lebih rendah
daripada kontrol
5.1.2. Pertambahan Berat Badan
Pertambahan berat badan itik selama enam minggu penelitian pada itik kontrol
(A) adalah 778,46 g/ekor (Tabel 3). Pertambahan berat badan itik selama enam minggu
penelitian untuk itik perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah: 6,58% tidak nyata
lebih tinggi (P>0,05), 15,74% nyata (P0,05) lebih rendah daripada kontrol.
5.1.3. Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik
kontrol adalah 7333,09 g/ekor/6 minggu (Tabel 3). Rataan konsumsi ransum pada itik
perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah : 0,20%, 1,34%, dan 1,92% tidak nyata
(P>0,05) lebih tinggi daripada kontrol.
5.1.4. Feed Conversion Ratio (FCR)
Rataan nilai FCR selama enam minggu penelitian pada itik control adalah
9,42/ekor/6 minggu (Tabel 3). Rataan nilai FCR pada itik perlakuan B 6,37% nyata
20
(P
21
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase karkas itik ke empat perlakuan
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan persentase karkas
itik perlakuan A adalah 62,18% (table 3).
5.1.6. Distribusi Lemak Tubuh
Distribusi lemak dalam tubuh itik untuk keempat perlakuan tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P>0,05), kecuali lemak abdominal. Rataan persentase
lemak abdominal pada itik kontrol adalah 1,15% berat badan (Tabel 3). Rataan
persentase lemak abdomen pada itik perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah :
4,35% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah, 19,13% nyata (P
22
perlakuan B, C, dan D, secara berturutan adalah : 4,28%; 5,76%; dan 1,64% tidak nyata
(P>0,05) lebih rendah daripada warna daging itik kontrol (A).
Rataan nilai pH daging untuk keempat perlakuan tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05). Rataan nilai pH daging itik kontrol adalah 6,07
(Tabel4).
5.1.7. Susut masak dan Keempukan Daging
Persentase susut masak daging itik yang mendapat perlakuan kontrol adalah
39,08% (Tabel 4). Rataan persentase susut masak daging itik perlakuan B, C, dan D,
masing-masing adalah : 0,87%; 4,61%; dan 2,97% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah
daripada kontrol (A).
Hasil uji laboratorium terhadap keempukan daging itik kontrol adalah 1,57 kg/
cm2 irisan daging (Tabel 4). Keempukan daging itik perlakuan B, C, dan D, mengalami
peningkatan yang nyata (P
23
semakin meningkat konsumsi ransum, maka konsumsi air minum akan meningkat pula.
Umumnya konsumsi air minum berbanding lurus dengan konsumsi air minum.
Berat badan akhir, pertambahan berat badan, berat karkas, dan persentase karkas
itik meningkat dengan adanya penambahan 0,10 % enzim papain dalam ransum. Hal ini
disebabkan karena adanya sifat dari enzim papain yang merupakan enzim proteolitik,
yaitu enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis substrat protein. Hasil hidrolisis protein
adalah berupa suatu hidroksilat yang mengandung peptida yang berat molekulnya
rendah dan asam amino bebas. Produk hidroksilat umumnya mempunyai kelarutan
pada air yang tinggi, kapasitas emulsinya baik, kemampuan mengembang besar serta
mudah diserap oleh tubuh (Fox et al., 1982 dikutif oleh Sasongko, 1993). Papain dapat
memotong sisi karboksil lisin dan arginin, sedangkan khemotripsin bekerja pada sisi
karboksil triptofan, fenilalanin, leusin, dan metionin (Bidura, 2005). Dilaporkan pula
oleh Selle et al. (2003) bahwa penambahan enzim xylanase dan phytase dalam ransum
dapat meningkatkan bobot badan ayam.
Feed conversion ratio (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah
nilai FCR, maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransumnya (Anggorodi,
l985). Penambahan papain dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan ransum pada itik. Hal ini dimungkinkan karena penambahan enzim melalui
ransum, maka di dalam saluran pencernaan itik, enzim papain akan dapat membantu
meningkatkan aktivitas enzimatis dan aktivitas pencernaan (Bidura, 2006).
Menurut DeRyckey yang dikutip oleh Sturkie (1976), enzim memiliki peranan
yang sangat penting dalam proses pencernaan. Zat makanan sebelum diserap oleh usus
halus terlebih dahulu dihidrolisis oleh enzim menjadi bentuk yang lebih sederhana.
Adanya peranan enzim inilah makanan yang dimakan itu akan bermanfaat untuk tubuh
24
unggas. Penambahan enzim mampu meningkatkan effisiensi pencernaan ransum
sehingga zat-zat makanan akan mudah diserap tubuh khususnya protein, karena protein
merupakan zat makanan yang berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, membangun
jaringan tubuh, dan sebagai sistem enzim yang dibutuhkan untuk proses pencernaan,
produksi, dan reproduksi (Anon., 2000).
Dalam proses pencernaan zat gizi dalam pakan, enzim berperan dalam
mempercepat dan meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Menurut Maggy (l989),
enzim merupakan molekul primer yang beragam yang dihasilkan oleh sel hidup.
Keragaman tersebut tidak hanya nyata di dalam bentuk dan ukurannya, tetapi juga di
dalam peranannya. Di dalam sel sumber, enzim terlibat dalam setiap reaksi biokimia,
mulai dari konversi energi metabolisme makanan, mekanisme pertahanan sel, sampai ke
konversi sifat keturunan. Karena peranan yang demikian beragam ini, enzim merupakan
salah satu produk alamiah yang mempunyai potensi bioteknologi yang tinggi. Salah satu
pertimbangan penting dalam pemilihan enzim papain adalah substrat (bahan pakan)
yang menjadi target. Pemberian enzim papain pada ransum unggas ternyata dapat
mengatasi problema yang disebabkan oleh ikatan protein kompleks sehingga protein
lebih banyak dapat dimanfaatkan/diserap oleh tubuh. Enzim berfungsi meningkatkan
proses pencernaan zat makanan dalam saluran pencernaan ayam sehingga meningkatkan
penyerapan zat makanan yang menyebabkan peningkatan berat badan (Anon., 2002).
Pertambahan berat badan dan berat karkas itik perlakuan B lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena papain dalam ransum dapat
meningkatkan retensi protein, khususnya asam amino lysin yang merupakan komponen
utama untuk sintesis urat daging. Dengan meningkatnya pertumbuhan itik, maka secara
langsung akan berpengaruh terhadap pembentukkan daging karkas. Protein merupakan
komponen utama untuk sintesis urat daging, sehingga menurunkan penimbunan lemak
25
dalam tubuh dan meningkatkan persentase daging. Peningkatan tersebut juga
disebabkan karena peningkatan konsumsi protein dan asam amino pembatas seperti
lysin, sebagai akibat peningkatan konsumsi ransum. Menurut Sugahara dan Kubo
(1992), konsumsi protein dan asam amino lysin yang tinggi akan dapat meningkatkan
retensi energi sebagai protein dan menurunkan retensi energi sebagai lemak dalam
tubuh. Pendapat senada dilaporkan oleh Sibbald dan Wolynetz (1986), bahwa retensi
energi sebagai protein meningkat, sedangkan retensi energi sebagai lemak tubuh
menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam amino lysin dalam tubuh
sebagai akibat meningkatnya konsumsi protein atau asam amino lysin. Dilaporkan juga
oleh Al-Batshan dan Hussein (1999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara
nyata akan meningkatkan berat karkas, persentase karkas dan persentase daging dada
(“breast meat”) dan nyata menurunkan lemak abdomen (“abdominal fat”).
Penambahan enzim papain dalam ransum dapat menurunkan akumulasi lemak
(pad-fat, abdominal-fat, dan lemak subkutan termasuk kulit) tubun itik, sebaliknya
penggunaan 30 % dedak padi ternyata meningkatkan akumulasi lemak dalam tubuh itik
dibandingkan dengan 15 % dedak padi. Peningkatan tersebut logis karena dedak padi
mengandung lemak yang cukup tinggi. Penurunan lemak disebabkan karena
meningkatnya konsumsi protein dan asam amino lysin sebagai akibat meningkatnya
konsumsi ransum. Menurut Astuti (1996), meningkatnya konsumsi protein dan asam
amino lysin ternyata dapat menurunkan perlemakan tubuh ayam. Dilaporkan juga oleh
Seaton et al. (1978) bahwa konsumsi protein dan asam amino lysin yang meningkat
menyebabkan penurunan kandungan lemak dalam tubuh dan peningkatan jumlah daging
dalam karkas. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan konsumsi protein dan asam
amino pembatas seperti lysin, sebagai akibat peningkatan konsumsi ransum. Pendapat
senada dilaporkan oleh Sibbald dan Wolynetz (1986), bahwa retensi energi sebagai
26
protein meningkat, sedangkan retensi energi sebagai lemak tubuh menurun dengan
semakin meningkatnya konsentrasi asam amino lysin dalam tubuh sebagai akibat
meningkatnya konsumsi protein atau asam amino lysin. Dilaporkan juga oleh Al-
Batshan dan Hussein (1999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara nyata akan
meningkatkan berat karkas, persentase karkas, dan persentase daging dada (“breast
meat”) dan nyata menurunkan lemak abdomen (“abdominal fat”).
Hampir semua lemak disimpan dalam jaringan lemak atau daging dalam bentuk
trigliserida dan hampir semua jaringan lemak terdapat dibawah kulit dan sisanya ada
disekeliling alat-alat tubuh tertentu seperti ginjal, saluran pencernaan, dalam urat
daging, dan di tempat lainnya dalam tubuh. Penimbunan lemak dalam tubuh terjadi
akibat penyimpanan energi sebagai lemak lebih banyak dibandingkan penyimpanan
energi sebagai protein yang merupakan komponen penting dari pembentukan urat
daging sehingga bobot potong dan karkas menurun. Lemak yang tersimpan di dalam
tubuh tidak hanya terbentuk dari lemak yang dimakan akan tetapi dapat berasal dari
karbohodrat dan dari protein (Zuprizal, 1993).
Adanya penurunan nilai pH menunjukkan adanya proses glikolisis postmortem,
yaitu konversi glikogen otot menjadi asam laktat. Dijelaskan oleh Romans dan Ziegler
(1974) bahwa besarnya nilai pH tergantung kandungan glikogen otot pada saat ternak
dipotong. Adanya papain memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai pH.
Nilai pH yang lebih rendah, menunjukkan bahwa cadangan glikogen otot lebih tinggi,
yang menyebabkan timbunan asam laktat juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena
tingkat konsumsi zat makanan yang lebih tinggi.
Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen
adalah merah terang oksimioglobin. Semakin kecil Nilai pH memberikan pengaruh
terhadap makin rendahnya nilai warna daging walaupun tidak berbeda nyata. Nilai pH
27
yang rendah mengakibatkan daya ikat air menjadi kecil yang mengakibatkan struktur
jaringan otot merenggang yang dapat mengakibatkan lebih banyak sinar yang
dipantulkan dari pada di serap oleh permukaan daging (Bahar, 2003). Hal ini
menyebabkan daging terlihat lebih pucat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi warna
daging selain pH adalah nutrisi, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres, dan oksigen.
Faktor ini dapat mempengaruhi faktor penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi
pigmen daging mioglobin. Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan status
kimia serta fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam
menentukan warna daging (Lawrie, 1995).
Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Hasil
penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata diantara keempat
perlakuan. Namun demikian secara kuantitatif ada kecendrungan nilai susut masak
menurun dengan pemberian dedak padi yang tinggi dan adanya papain. Hal ini diduga
disebabkan karena tingkat konsumsi zat makanan yang lebih tinggi yang menyebabkan
perlemakan otot yang juga lebih besar sehingga selama pemasakan kehilangan lemak
yang lebih banyak sementara kehilangan cairan relatif tidak berbeda Soeparno (1994).
Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih
baik dari pada daging dengan nilai susut masak yang lebih besar, karena kehilangan
nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak berhubungan dan berbanding
terbalik dengan daya ikat air, nilai susut masak yang tinggi diikuti oleh daya ikat air
yang rendah.
Nilai keempukan daging merupakan sifat yang paling penting pada kualitas
daging, karena konsumen lebih mudah menilai sifat keempukan disamping warna, susut
masak ataupun pH pada saat memilih daging. Pemberian enzim papain ternyata
meningkatkan keempukan daging itik. Hal ini disebabkan karena adanya peran papain
28
yang dapat merenggangkan ikatan protein kompleks pada daging (Bidura, 2007).
Disamping itu, meningkatnya keempukan daging pada itik perlakuan C dan D, hal ini
tidak terlepas dari tingginya kandungan lemak pada dedak padi yang menyebabkan
makin tingginya persentase lemak intramuskuler sehingga keempukan daging
meningkat. Seperti tersaji pada Tabel 3, semakin tinggi penggunaan dedak padi
(perlakuan C dan D), distribusi lemak dalam tubuh meningkat.
Keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur
miofibril dan satus kontraksinya; kandungan jaringan ikat dan ikatan silangnya; dan
daya ikat air oleh protein daging dan jus daging (Soeparno, 1994). Keempukan daging
juga berhubungan erat dengan faktor antemortem seperti umur, jenis kelamin, nutrisi,
exercise, dan stres.
29
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penambahan 0,10% enzim papain (daun pepaya) dalam ransum basal dapat
meningkatkan keempukan daging dan efisiensi penggunaan ransum itik Bali
jantan umur 6 – 12 minggu.
2. Penggunaan 30% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 6 – 12 minggu,
secara nyata dapat menurunkan pertambahan berat badan, berat karkas,
persentase karkas, dan efisiensi penggunaan ransum. Sebaliknya dapat
meningkatkan jumlah lemak abdomen dan keempukan daging itik.
3. Suplementasi 0,10% enzim papain (daun pepaya) dalam ransum yang
menggunakan 30% dedak padi dapat memberikan hasil yang sama dibandingkan
dengan penggunaan 15% dedak padi tanpa suplementasi enzim papain
6.2 saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya penggunaan enzim papain (daun
pepaya) dalam ransum bermutu rendah serta pengaruhnya terhadap keempukkan dan
rasa daripada daging itik itu sendiri. Penggunaan 30% dedak padi dalam penyusunan
ransum itik dapat direkomendasikan apabila ditambahkan enzim papain.
30
DAFTAR PUSTAKA
Bidura, I. G. N. G. 2005. Bioteknologi Pakan dan Aplikasinya. Buku Ajar, FakultasPeternakan, Universitas Udayana, Denpasar
Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. UPT Penerbit,Universitas Udayana, Denpasar
Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing TheQuality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. PoultrySci. 53 : 574 - 576
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Penerjemah : Aminuddin Parakkasi. PenerbitUniversitas Indonesia.
Maggy, T. S. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Dikti, Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian, Bogor.
McDonald, P.,R.A Edwards, J.F.D. Greenhald, and C.A. Morgan. 1982. AnimalNutrition, 3rd ed. English Languange Book Society, Longman Group,Hongkong.
Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar
Mursyidi, A dan A.M. Fatah, 1982. Pengantar Kimia Farmasi. Fakultas FarmasiUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Muhidin, D. 2003. Agroindustri Papain dan Pektin. P.T. Penebar Swadaya, Depok,Jakarta.
NRC (National Research Council), 1981. Nutrient Requirement of Domestic Animal.Nutrient Requirement of Goats. National Academy of Sci., Washington, DC,USA
Rasyaf, M. 2002. bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9 PenerbitKanisius, Yogyakarta
Sasongko, H. 1993. Manfaat Biologis Papain Dalam Ransum Petelur Pada BerbagaiAras Protein. Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications andXylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on GrowthPerformance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16(10) : 1501 – 1509
Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. TheEffects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal forPoultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61 : 219 –234
31
Siregar, A.P., R.B. Lumming and D.J. Farell. l982. The Nutritional of Meat Type Duck.II. The Effect of Fibre on biologycal Performance and Carcasses Characteristics.Aust. J. Agric. Res. 33 : 877 – 886
Sriyani, N. L. P. 2002. Kinerja Produksi, Kualitas Fisik dan Organoleptik Dagingdari Ternak Kambing yang Diberikan Daun Pepaya sebagai Salah Satu SumberPakannya. Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu PendekatanBiometrik. Edisi Kedua. Penerjemah : Bambang Sumantri. PT.Gramedia,Jakarta.
Syamsyuhidayat S.S. dan Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. BadanLitbangkess, Departemen Kesehatan RI, 1991.
Soeparno., Setiyono. dan S. Djojowidagdo, 1993. Peningkatan Produksi dan KualitasDaging Kambing. Kerjasama penelitian antara Badan Penelitian danPengembangan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional denganLembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke. II. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.
Triyanti, C.H. Sirait, Abubakar dan Setiyanto. 1992. Upaya Meningkatkan Daya GunaDaging Itik Tua. Majalah Ayam dan Telur No 77/Juli 1992 Hal : 38 – 40
USDA. 1977. Poultry Grading Manual. U.S. Government Printing Office, Wasington,D.C. 20402
Wijayakusuma, H., S. Dalimarta. 1995. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan DarahTinggi. Penerbit PT. Penebar Swadaya.
Winarno, F. G. 1993. Fermented Vegetable Protein and Related Foods of South-EastAsia with Special reference to Indonesia. J.Anim. Oil. Chem. 56 : 363 – 366
Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park, and I. K. Han. 2001. Effectsof Enzyme Compleks on Growth Performance and Nutrient Digestibility in PigsWeaned at 14 days of Age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2) : 231 - 236