16
PENETAPAN TOTAL ABU I. Tujuan Percobaan a. Mahasiswa dapat melakukan analisis kadar abu dalam suatu bahan pangan. b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar mineral dalam suatu bahan pangan. II. Peralatan dan Bahan a. Peralatan yang digunakan Cawan pengabuan terdiri dari platuna, nikel, atau silika lengkap dengan tutupnya. Tanur pengabuan (furnace) Penjepit cawan b. Bahan yang digunakan : terigu dan biskuit

Laporan Penetapan Total Abu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan penetapan total abu

Citation preview

Page 1: Laporan Penetapan Total Abu

PENETAPAN TOTAL ABU

I. Tujuan Percobaan

a. Mahasiswa dapat melakukan analisis kadar abu dalam suatu bahan pangan.

b. Mahasiswa dapat mengetahui kadar mineral dalam suatu bahan pangan.

II. Peralatan dan Bahan

a. Peralatan yang digunakan

‐ Cawan pengabuan terdiri dari platuna, nikel, atau silika lengkap dengan tutupnya.

‐ Tanur pengabuan (furnace)

‐ Penjepit cawan

b. Bahan yang digunakan : terigu dan biskuit

Page 2: Laporan Penetapan Total Abu

III. Dasar Teori

Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu

dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuanya.

Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam

suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam

organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam

asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk

garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang

mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan

ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya

dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal

dengan pengabuan.

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:

a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan

b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan

c. Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly.

Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar

(asli) atau sintesis

d. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut

dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang

tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses

pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara 2-8 jam.

Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan

diangap selesai apa bila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu

dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan

dalam keadan dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih

dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan

suhu didalam oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya

dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan.

Page 3: Laporan Penetapan Total Abu

Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

a). Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic

pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut .

Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah pertama-tama krus porselin dioven

selama 1 jam. Krus porselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam pengabuan,

karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan.

Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus

sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam

krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai

warna menjadi putih keabu-abuan. Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan

melalui 2 tahap yaitu :

1 Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi

kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam

hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

2 Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun

porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada

perubahan suhu yang tiba-tiba.

Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan

penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang

mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle

berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator

yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan

dan catat sebagai berat c gram.

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara

langsung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :

1 Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian,

serta digunakan untuk sample yang relative banyak,

2 Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang

tidak larut dalam asam, dan

Page 4: Laporan Penetapan Total Abu

3 Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko

akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :

1.      Membutuhkan waktu yang lebih lama,

2.      Tanpa penambahan regensia,

3.      Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan

4.      Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi

b). Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu

kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah

gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu

tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan

terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada

pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen

semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penngabuan.

Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam.

Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus

sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam

krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alcohol 5 ml dan

dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi

pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan

penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang

mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle

berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator

yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan

dan catat sebagai bera c gram.

Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K

dan P menguap.

Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3.

pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum sample

dimasukkan dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan

bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sample.

Page 5: Laporan Penetapan Total Abu

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak

langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :

a.       Waktu yang diperlukan relatif singkat,

b.      Suhu yang digunakan relatif rendah,

c.       Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah,

d.      Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan

e.       Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi:

a.       Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,

b.      Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan

c.       Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan

Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama, untuk mempercepat pengabuan dapat

ditempuh dengan beberapa cara, antara lain:

a Mencampurkan bahan dengan pasir kuarsa murni sebelum pengabuan. Dimaksudkan agar

memperbesar permukaan (luas) dan mempertinggi porositas sampel sehingga kontak

oksigen dengan sampel selama proses pengabuan akan diperbesar. Dengan demikian

oksidasi zatzat organik akan berjalan dengan baik dan cepat sehingga waktu pengabuan

dapat dipercepat.

b Menambahkan campuran gliserol-gliserol dan alkohol kedalam sampel sebelum

diabukan. Dengan demikian, maka oksidasi tidak mempengaruhi kadar abu bahan

tersebut, artinya gliserol dan alkohol mempengaruhi oksidasi bahan labih cepat.

Page 6: Laporan Penetapan Total Abu

IV. Prosedur Percobaan

1. Menyiapkan cawan pengabuan, kemudian membakarnya dalam tanur kurang lebih 1 jam,

mendinginkanyadalam desikator dan menimbang sampai bobot konstan.

2. Menimbang sebanyak 3 – 5 gram sampel dalam cawan tersebut, menempatkan cawan

berisi contoh di atas hot plate (bunsen listrik), kemudian membakar contoh sampai asap

hilang.

3. Melanjutkan pengabuan dalam furnace dengan suhu 550- 6000C sampai diperoleh abu

berwarna putih keabuan.

4. Mendinginkan cawan sampai suhu 100 – 1100C dalam furnace yang telah dimatikan.

Mengangkat dan meninginkan dalam desikator selama 1 jam, kemudian menimbang

samapi ketelitian 0,1 mg.

Page 7: Laporan Penetapan Total Abu

V. Data Pengamatan

1. Tepung terigu

Berat terigu (W1) = 3,0477 gr

Berat cawan kosong (W2) = 20,7740 gr

Berat cawan + sampel setelah di furnace (W3) = 21,0606 gr

Berat abu setelah di furnace (W4) = 0,2866 gr

Warna : abu-abu

2. Malkis abon

Berat abon (W1) = 3,0366 gr

Berat cawan kosong (W2) = 35,4585 gr

Berat cawan + sampel setelah di furnace (W3) = 35,5676 gr

Berat abu setelah di furnace (W4) = 0,1091 gr

Warna : abu-abu

3. Good time

Berat terigu (W1) = 3,0224 gr

Berat cawan kosong (W2) = 27,1002 gr

Berat cawan + sampel setelah di furnace (W3) = 27,3267 gr

Berat abu setelah di furnace (W4) = 0,2265 gr

Warna : abu-abu

Page 8: Laporan Penetapan Total Abu

VI. Perhitungan

1. Tepung terigu

W4 = W3 – W1

= 21,0606 gr - 20,7740 gr

= 0,2866 gr

% abu = W 4

W 1 x 100%

= 0,2866 gr3,0477 gr

x100 %

= 9,40 %

2. Malkis abon

W4 = W3 – W1

= 35,5676 gr – 35,4585 gr

= 0,1091 gr

% abu = W 4

W 1 x 100%

= 0,1091 gr3,0366 gr

x100 %

= 3,59 %

3. Good time

W4 = W3 – W1

= 27,3267 gr - 27,1002 gr

= 0,2265 gr

% abu = W 4

W 1 x 100%

= 0,2265 gr3,0224 gr

x100 %

= 7,49 %

Page 9: Laporan Penetapan Total Abu

VII. Analisis

Pada praktikum kali ini, proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan Muffle

Furnace (tanur) yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550°C penggunaan tanur

karena suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu yang telah ditentukan untuk proses

pengabuan. Sampel yang telah halus ditimbang ±3 gram, sebelum dimasukkan kedalam tanur

terlebih dahulu cawan di keringkan dalam oven dan setelah itu di masukkan dalam desikator

dan kemudian di timbang, setelah itu masukkan sampel, lalu sampel dipanaskan diatas hot

plate tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul pada saat pengabuan

dan juga agar sampel menjadi gosong/arang. Untuk kali ini analisis kadar abu total

menggunakan bahan atau sampel berupa tepung terigu, malkis abon dan good time.

Setelah itu proses selanjutnya pengabuan yang dapat ditunjukkan pada warna yang

dihasilkan sampel setelah diarangkan, setelah selesai pengabuan sampel menjadi abu

berwarna abu-abu. Berat abu yang didapat pada sampel malkis abon yakni seberat 0,1091

gram jauh sekali penurunan berat yang terjadi dari berat awal yaitu 3,0366 gram, untuk good

time seberat 0,2265 gram, good time pun juga memiliki penurunan yang jauh yaitu dari berat

awal 3,0224 gram, sedangkan untuk tepung terigu 0,2866 gram penurunan berat yang terjadi

dari berat sampel awal 3,0477 gram, itu berarti selama proses pemanasan awal sampai pada

proses pengabuan telah terjadi penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada sampel, sehingga

yang tersisa hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna yakni abu.

Pada tepung terigu didapatkan kadar abu lebih besar dibandingkan malkis abon dan

good time yakni sebesar 9,40%, 3,59%, 7,49% yang dihitung berdasarkan berat kering, kadar

abu yang didapat tidak terlalu besar, karena terbebas dari air didalamnya.

Page 10: Laporan Penetapan Total Abu

VIII. Kesimpulan

Setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa :

Abu adalah suatu zat an-organik yang didapat sebagai hasil pembakaran suatu bahan

organik.

Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan.

Pengabuan di lakukan dengan pemanasan dalam furnace dengan suhu 550°C.

Persen abu yang di dapatkan yaitu:

- Tepung terigu sebanyak 9,40 %

- Malkis abon sebanyak 3,59 %

- Good time sebanyak 7,49 %

Penurunan yang terjadi dari berat awal dengan berat akhir jauh sekali, ini berarti

terjadinya penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada sampel, sehingga yang tersisa

hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna yakni abu.

Page 11: Laporan Penetapan Total Abu

IX. Daftar Pustaka

‐ http://firmansyah-04-01-1990.blogspot.com/2011/05/analisa-hasil-pertanian-kadar-

abu-total_14.html

‐ http://eremjezone.blogspot.com/2010/05/kadar-abu.html

‐ http://chicamayonnaise.blogspot.com/2010/02/abu-penentuan-kadar-abu.html

‐ Jobsheet.2015.Teknik pengolahan pangan “Penetapan Total Abu”. Teknik Kimia.

POLSRI: Palembang.

Page 12: Laporan Penetapan Total Abu