77

Click here to load reader

Laporan PKL Obat Tradisional

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik ke arah pengembangan fitofarmaka (Dirjen POM, 1999). Guna melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat tradisional yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat , ditempuh berbagai langkah strategis. Langkah yang dilakukan adalah penyebaran informasi yang cukup kepada masyarakat dan pengusaha, termasuk informasi mengenai peraturan perundangan-undangan yang berlaku di bidang obat tradisional (Dirjen POM, 1999). Selain obat kimia, obat yang dibuat secara tradisional juga memiliki potensi tinggi untuk membahayakan kesehatan jika dikonsumsi. Obat tradisional di Indonesia yang lebih dikenal dengan istilah jamu telah menjelma menjadi komiditi instrumen, dengan tampilan kemasan yang menarik dan ditunjang dengan iklan di media cetak dan elektronik semakin meningkatkan pengguna jamu/ obat tradisional. Seiring dengan meningkatnya produksi, peredaran dan penggunaan obat tradisional, ternyata masih banyak ditemukan obat tradisional yang tidak terdaftar, dan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung bahan bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Peredaran dan penggunaan obat tradisional seperti ini selain membahayakan konsumen juga merusak citra obat tradisional secara keseluruhan.

I.2 Rumusan Masalah Untuk mengetahui bagaimana hasil skrining parasetamol dan piroksikam dalam sampel secara KLT Untuk mengetahui bagaimana profil spektrum dan panjang gelombang maksimum yang dihasilkan setelah dianalisis dengan spekrofotodensitometri

I.3 Tujuan Penelitian Mengetahui standar pada Obat Tradisional. Mengetahui apakah sampel X mengandung BKO (Bahan Kimia Obat). Mampu mengetahui sampel yang bisa beredar dan tidak di masyarakat.

I.4 Manfaat Penelitian Obat tradisonal yang mengandung BKO tidak dapat diedarkan pada masyarakat.

BAB IIKEADAAN UMUM LOKASI PKL

II.1 Visi. Misi, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI)

II.1.1 Visi Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.

II.1.2 Misi1. Melakukan pengawasan pre-market dan pos-market berstandar internasional2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).

II.2 Tujuan dan Tugas PPOMN

II.2.1 Tujuan Tujuan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) adalah:1. Melindungi masyarakat dari penggunaan produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, alat kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi yang tidak memenuhi syarat.2. Sebagai unit pelaksana teknis pemerintah dalam pengambilan keputusan.3. Menjadi laboratorium nasional untuk pengujian produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, alat kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi.4. Membantu memperlancar produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, alat kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi.

II.2.2 TugasPusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, alat kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.

II.3 Fungsi PPOMNDalam melaksanakan tugas pembinaan mutu, PPOMN menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian obat dan makanan.2. Pelaksana pengujian laboratorium, dan penilaian produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, bahan berbahaya, alat kesehatan, pangan, obat tradisional, produk komplemen, kosmetika dan produk biologi.3. Pembina mutu laboratorium PPOMN.4. Pelaksana sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan; LAKIP/2007/BADAN POM/RORENKEU/EVAPOR/2008.5. Penyedia baku pembanding dan pengembangan metoda analisis pengujian.6. Pelatih tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan.7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.8. Pelaksana urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat.

II.4 Susunan OrganisasiSusunan Organisasi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari : 1. Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya2. Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen3. Bidang Pangan4. Bidang Produk Biologi5. Bidang Mikrobiologi6. Subbagian Tata Usaha7. Laboratorium Bioteknologi8. Laboratorium Baku Pembanding9. Laboratorium Kalibrasi10. Laboratorium Hewan Percobaan 11. Kelompok Jabatan FungsionalII.4.1 Bidang Produk Terapetik dan Bahan BerbahayaBidang produk terapetik dan bahan berbahaya mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya.Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya.2. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian obat, narkotika dan psikotropika secara kimia fisika.3. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian alat kesehatan, produk diagnostik dan bahan berbahaya.4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian produk terapetik dan bahan berbahaya.Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya terdiri dari :1. Seksi Kimia Fisika Obat, Narkotika dan Psikotropika2. Seksi Alat Kesehatan, Produk Diagnostik dan Bahan BerbahayaSeksi Kimia Fisika Obat, Narkotika dan Psikotropika mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian obat, narkotika dan psikotropika secara kimia fisika.Seksi Alat Kesehatan, Produk Diagnostik dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian alat kesehatan, produk diagnostik dan bahan berbahaya.II.4.2 Bidang Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.2. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.3. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian kosmetik.4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen.Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen terdiri dari :1. Seksi Obat Tradisional dan Produk Komplemen2. Seksi KosmetikSeksi Obat Tradisional dan Produk Komplemen mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian obat tradisional dan produk komplemen.Seksi Kosmetik mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian kosmetik.

II.4.3 Bidang Pangan Bidang Pangan mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian pangan.Bidang Pangan menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian pangan.2. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian nutrisi.3. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian keamanan pangan.4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian pangan.Bidang Pangan terdiri dari :1. Seksi Nutrisi2. Seksi Keamanan PanganSeksi Nutrisi mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian nutrisiSeksi Keamanan Pangan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian keamanan pangan.

II.4.4 Bidang Produk Biologi Bidang Produk Biologi mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian produk biologi.Bidang Produk Biologi menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian produk biologi.2. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian vaksin.3. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian secara toksikologi dan farmakologi.4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian produk biologi.Bidang Produk Biologi terdiri dari :1. Seksi Vaksin2. Seksi Toksikologi dan FarmakologiSeksi Vaksin mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian vaksin.Seksi Toksikologi dan Farmakologi mempunyai tugas melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian secara toksikologi dan farmakologi.

II.4.5 Bidang Mikrobiologi Bidang Mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian produk terapetik, kosmetik, alat kesehatan, obat tradisional dan pangan secara mikrobiologi.Bidang Mikrobiologi menyelenggarakan fungsi :1. Penyusun rencana dan program pengujian secara mikrobiologi.2. Pelaksana pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian potensi dan sterilitas produk terapetik dan pangan.3. Pelaksana pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian cemaran mikroba.4. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian secara mikrobiologi.Bidang Produk Biologi terdiri dari :1. Seksi Potensi dan Sterilitas2. Seksi Cemaran MikrobiologiSeksi Potensi dan Sterilitas mempunyai tugas melakukan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian potensi dan sterilitas produk terapetik dan pangan.Seksi Cemaran Mikrobiologi mempunyai tugas melakukan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian, pelatihan dan pengembangan metode analisis pengujian cemaran mikroba secara mikrobiologi.

II.4.6 Subbagian Tata UsahaSubbagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

III.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Dirjen POM, 1994). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994). Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999).

III.2 Bentuk Sediaan Obat TradisionalObat Tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau ditempelkan pada permukaan kulit, tetapi tidak tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol. Obat tradisional dapat berbentuk rajangan, serbuk simplisia, serbuk instan, kapsul, kapsul lunak, tablet, efervesen, pil, dodol/jenang, pastiles, cairan obat dalam, cairan obat luar, salep, parem, pilis, koyo/plester, supositoria dan filmstrip. (BPOM,2014)

III.2.1 RajanganRajangan adalah sediaan obat tradisional berupa satu jenis simplisia atau campuran beberapa jenis simplisia, yang cara penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas. III.2.2 Serbuk Simplisia Serbuk Simplisia adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau campuran dengan ekstrak yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas. III.2.3 Serbuk Instan Serbuk Instan adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari ekstrak yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas atau dilarutkan dalam air dingin. III.2.4 Kapsul Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras.

III.2.5 Kapsul Lunak Kapsul Lunak adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang lunak. III.2.6 Tablet Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau cembung, terbuat dari ekstrak kering atau campuran ekstrak kental dengan bahan pengering dengan bahan tambahan yang sesuai. III.2.7 Efervesen Efervesen adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari Ekstrak, mengandung natrium bikarbonat dan asam organik yang menghasilkan gelembung gas (karbon dioksida) saat dimasukkan ke dalam air.

III.2.8 Pil Pil adalah sediaan padat obat tradisional berupa masa bulat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak. III.2.9 Dodol/Jenang Dodol/Jenang adalah sediaan padat obat tradisional dengan konsistensi lunak tetapi liat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak. III.2.10 PastilesPastiles adalah sediaan padat obat tradisional berupa lempeng silika pipih, umumnya berbentuk segi empat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak. III.2.11 Cairan Obat Dalam Cairan Obat Dalam adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat dalam.

III.2.12 Cairan Obat Luar Cairan Obat Luar adalah sediaan obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar. III.2.13 Salep Salep dan Krim adalah sediaan obat tradisional setengah padat terbuat dari ekstrak yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep/krim yang sesuai dan digunakan sebagai obat luar. III.2.14 Parem Parem adalah sediaan padat atau cair obat tradisional, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar. III.2.15 Pilis Pilis dan Tapel adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat luar. III.2.16 Koyo/Plester Koyo/Plester adalah sediaan obat tradisional terbuat dari bahan yang dapat melekat pada kulit dan tahan air yang dapat berisi serbuk simplisia dan/atau ekstrak, digunakan sebagai obat luar dan cara penggunaannya ditempelkan pada kulit. III.2.17 Supositoria Supositoria untuk wasir adalah sediaan padat obat tradisional, terbuat dari ekstrak yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar supositoria yang sesuai, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh dan cara penggunaannya melalui rektal. III.2.18 Film Strip Film Strip adalah sediaan padat obat tradisional berbentuk lembaran tipis yang digunakan secara oral.

III.3 Parasetamol Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002) dengan struktur kimia :

Gambar III.1 Struktur Kimia Parasetamol (Merck Index, 2014)

Menurut Dirjen POM. (1999), sifat-sifat parasetamol adalah sebagai berikut: Berat Molekul : 151.16 Rumus Empiris : C8H9NO2, Jarak lebur : Antara 168 dan 172, Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol. Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Hal ini disebabkan parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011).

III.4 Piroksikam Piroksikam adalahobat anti-inflamasi non-steroid(NSAID) darijenis oksikam yang digunakan untuk meringankan gejala nyeri, kondisi peradangan seperti peradangan arthritis.Piroksikam bekerja dengan mencegah produksi salah satu jenis zat kimia tertentu dalam tubuh manusia yang disebutprostaglandinyang memiliki pengaruh dalam rasa nyeri, kekakuan, dan pembengkakan. Obat ini tersedia sebagaikapsul,tablet.

Gambar III.2 Struktur Kimia Piroksikam (Merck Index, 2014)

III.5 Spekrofotometri Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk menganalisis suatu senyawa baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan cara mengukur transmitansi ataupun absorbansi suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Spektrofotometer dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual, lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh macam-macam zat.Spektrofometri merupakan suatu metoda analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dan detektor tabung foto hampa. Senyawa-senyawa yang dapat diukur dengan metoda ini harus memenuhi hukum Lambert-Beer yaitu :1. Bila suatu sinar monokromatis dilewatkan pada medium pengabsorpsi, maka berkurangnya intensitas cahaya per unit tebal medium sebanding dengan intensitas cahaya tersebut.2. Berkurangnya intensitas cahaya per unit konsentrasi akan berbanding lurus dengan intensitas cahaya.(Sastrohamidjojo,2001)

III.5.1 Hukum Lambert-Beer Jika seberkas sinar melewati suatu larutan maka sebagian dari sinar tersebut akan diserap oleh larutan dan sebagian lagi akan diteruskan. Perbandingan antara intensitas sinar datang (Io) dengan intensitas sinar yang diteruskan (It) pada suatu panjang gelombang () disebut dengan transmitan (T). Transmitan biasanya dinyatakan dengan %T. Absorbansi (A) suatu sampel adalah nilai negatif dari logaritma transmitan :% T = (Io / It ) x 100A = - log (T)Nilai absorbansi dari sampel pada suatu panjang gelombang tertentu sebanding dengan absortivitas zat (konstan untuk setiap panjang gelombang), panjang lintasan yang dialalui oleh sinar yang melewati larutan sampel, dan konsentrasi zat atau komponen yang dilalaui. Dirumuskan dengan:A = a . b . cKeterangan : A = Absorbansi,a = absortivitas molar zat,b = panjang lintasan (ketebalan larutan yang dilewati olehsinar)c = konsentrasi.Sifat serapan campuran komponen bersifat aditif dari masing-masingkomponen penyusunnya. Syarat dari larutan yang dapat digunakan untuk analisis campuran dua komponen adalah :1. Komponen-komponen dalam larutan tidak boleh saling bereaksi2. Puncak serapan komponennya cukup berbeda/tumpang tindih3. Komponen-komponennya memenuhi hukum Lambert-BeerRumus yang digunakan untuk analisis campuran dua komponen adalah (Sastrohamidjojo,2001) :Axy1= ax1 . b . cx + ay1 . b . cy (1)A2xy2= ax2 . b . cx + ay2 . b . cy . (2)Dimana : Axy1 = absorbansi campuran pada panjang gelombang maksimum pertama A2xy2 = absorbansi campuran pada panjang gelombang maksimum kedua Cx = konsentrasi komponen penyerap X Cy = konsentrasi komponen penyerap Y III.5.2 Spektrofotometri Ultraviolet Dan Sinar TampakSpektrum absorpsi dalam daerah-daerah ultraviolet dan sinar tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak, karena mengandung elektron yang dipakai bersama maupun yang tidak dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang terjadi pada waktu absorpsi tergantung pada bagaimana eratnya elektron terikat pada molekul.Kebanyakan penggunaan Spektrofotometri UV dan sinar tampak pada senyawa organik yang berdasarkan transisi-*atau n-* dan karena itu memerlukan adanya kromofor di dalam molekulnya. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum kira-kira 200 700 nm.Keuntungan dari Spektrofotometri adalah :1. Dapat digunakan secara luas2. Memiliki kepekaan yang tinggi3. Keselektifannya cukup baik4. Tingkat ketelitian tinggi (Sastrohamidjojo, 2001)

III.6 KLT (KLT)Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya pembedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau kerapatan muatan ion. Kromatografi dapat juga di artikan sebagai teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponen. Seluruh jenis kromatografi seperti KLT dan kromatografi cair kinerja tinggi bekerja berdasarkan prinsip tersebut. (Sherma, J. and B. Fried, 1996).KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng silika kaca, lempeng silika aluminium atau lempeng silika plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai eluent pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Rohman, 2007).KLT merupakan salah satu contoh kromatografi planar disamping kromatografi kertas. Berbeda dengan kromatografi kolom yang fase diamnya dikemas dalam kolom, maka pada KLT, fase diamnya adalah lapisan seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng silika kaca, plat aluminium, atau plat plastik (Rohman, 2007). Metode ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang tidak volatil atau senyawa yang sifat volatilitasnya rendah, senyawa dengan polaritas rendah hingga tinggi, bahkan untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik (Hahn-Deinstrop, 2007).Fase gerak atau eluent pengembang akan bergerak naik sepanjang fase diam karena adanya gaya kapilaritas pada sistem pengembangan menaik (ascending). Pemilihan fase gerak baik untuk KLT maupun KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam analit yang didasarkan pada nilai Rf. Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak elusi analit dari titik awal dengan jarak pergerakan eluent dari titik awal. Penghitungan nilai Rf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

Rf =

Penggunaan KLT dapat berupa analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada analisis kualitatif, KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah noda yang dihasilkan pada silika. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai noda yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis pereaksi semprot (Rohman, 2007). Untuk analisis kuantitatif pada KLT dapat digunakan dua cara. Pertama, bercak pada lempeng silika KLT diukur langsung pada lempeng silika dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman, 2007).Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah (Rohman,2007) :Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran eluent menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari lempeng silika.Eluent Kemurnian dari eluent yang digunakan sebagai fase gerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila eluent yang digunakan berupa campuran beberapa pelarut maka perbandingannya harus sesuai.Teknik percobaan.Arah gerak eluent di atas lempeng silika.Jumlah cuplikan yang digunakan.Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.Suhu. Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi eluent yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.Kesetimbangan.Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap eluent. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap eluent, bila digunakan eluent campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan eluent yang berbentuk cekung dan fase gerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Sedangkan fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat bercahaya jika dipancarkan sinar ultra violet. Meskipun bercak-bercak pencahayaan dari fase diam tersebut tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata, namun apabila di sinarkan dengan sinar UV pada lempeng silika, akan timbul cahaya atau bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.Sementara UV tetap di sinarkan pada lempeng silika, harus dilakukan penandaan posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Ketika sinar UV dimatikan, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali (Rohman,2007).

III.6.1 Prinsip Kerja KLT Pada proses pemisahan dengan KLT, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.Pada KLT, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya eluent atau campuran eluent tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu eluent yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir eluent yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip like dissolved like (Sherma, J. and B. Fried, 1996).

III.6.2 Fase Diam dan Fase Gerak KLTPada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akanmembawa komponen yang terdapat dalam campuran. Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

III.6.2.1 Fase DiamPelaksanaan KLT menggunakan sebuah lapis tipis silika gel atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng silika gelas atau logam atau plastik yang keras. Fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida.

III.6.2.2 Fase GerakDalam KLT, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya eluent atau campuran eluent tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik eluent. Suatu eluent yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir eluent yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempeng silika tergantung pada: Bagaimana kelarutan senyawa dalam eluent?, Hal ini bergantung pada bagaimana besar interaksi antara molekul-molekul senyawa dengan eluent.

III.6.3 Kelebihan Metode KLT Beberapa keuntungan dari KLT ini adalah sebagai berikut : KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi. Cepat, karena penggunaannya biasanya tidak membutuhkan preparasi khusus. Dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah mencapai 30 sampel pada satu pelat dan dapat memisahkan sampel-sampel tersebut secara bersamaan. Adanya instrumen scanning modern yang dikontrol dengan komputer, instrumen aplikasi sampel semi otomatis maupun otomatis, serta instrumen pengembangan dapat membantu memberikan akurasi dan presisi yang setara dengan metode KCKT. Terdapat berbagai pilihan eluent (fase gerak) untuk memisahkan sampel seperti basa, asam, aqua-organik. Setiap sampel dapat dipisahkan dengan pelat baru sehingga dapat menghindari masalah kontaminasi silang sampel dan tidak perlu melakukan regenerasi sorben. Dalam hal konsumsi eluent, metode KLT maupun KCKT tergolong hemat, sehingga dapat meminimalkan biaya untuk pembelian eluent. Kombinasi KLT/KCKT dengan densitometer adalah dapat dilakukan pengulangan pada tahap scanning tanpa mengkhawatirkan gangguan pada proses lanjutan, ini dikarenakan semua proses berjalan secara independen.Analisis KLT banyak digunakan karena : Waktu yang diperlukan untuk analisis senyawa relatif pendek Dalam analisis kualitatif dapat memberikan informasi semi kuantitatif tentang konstituen utama dalam sampel Cocok untuk memonitor identitas dan kemurnian sampel Dengan bantuan prosedur pemisahan yang sesuai, dapat digunakan untuk analisis kombinasi sampel terutama dari sediaan herbal.

III.6.4 Aplikasi Metode KLT Dalam Bidang Obat Tradisional Contoh penggunaan metode pemisahan secara KLT dapat diterapkan dalam menganalisis adanya senyawa parasetamol dan piroksikam dalam sediaan obat tradisional yang beredar di pasaran apakah mengandung BKO (Bahan Kimia Obat) atau tidak dan memenuhi persyaratan mutu obat tradisional atau tidak. Sehingga dengan persyaratan tersebut obat dapat memberikan efek terapi yang dikehendaki. Analisis dengan KLT juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang kelompok kandungan kimianya telah diketahui.

III.7 Spektrofotodensitometri Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng silika KLT (Rohman, 2007). Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan dan bakunya (Widjaja dan Laksmiani, 2010). Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada lempeng silika. Radiasi elektromagnetik yang datang pada lempeng silika diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika lempeng silika yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator lempeng silika dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried 1994). Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan secara serapan atau flouresensi. Pada umumnya yang paling sering digunakan adalah serapan dengan menggunakan sinar UV pada 190-300 nm. Hal ini dikarenakan, kebanyakan lempeng silika KLT menggunakan silika gel yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan flouresensi tidak cocok digunakan. Penentuan serapan analit pada lempeng silika KLT opaque didasarkan pada rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran flouresensi merupakan metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah ultraviolet dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder.(Sherma and Fried, 1994). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator (rentang 190 s/d 800 nm) untuk memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng silika, pengganda foton, dan rekorder (Rohman, 2007). Sebagai tambahan untuk scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan data akan diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm. Terjadinya penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan dan ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level signalnya relatif tinggi.

Gambar III.3 Spektrofotodensitometer yang dihubungkan ke PC (Camag, 1999)

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Tempat dan Waktu PKL Tempat : Laboratorium Obat Tradisional Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) -Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) Waktu : 02 Februari 2015 27 Februari 2015

IV.2 Metodologi Pelaksanaan PKL IV.2.1 Alat Seperangkat alat KLT Spektrofotometri Spektrofotodensitometri Rotary Evaporator Ultrasonic Sentrifuse Corong Pisah IV.2.2 Bahan Sampel X Baku pembanding : Parasetamol dan Piroksikam Metanol Air bebas mineral NaOH HCl 3N IV.2.3 ProsedurIV.2.3.1 Pembuatan Larutan Uji :a) Penimbangan sampel X @ 5 gram dimasukan dalam 2 erlenmeyer (X1dan X2)b) Penambahan 50 mL air bebas mineral c) Pembasaan larutan dengan NaOH 1N sampai pH 11d) Pengocokan dengan alat ultrasonic selama 30 menite) Larutan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm f) Filtrat hasil sentrifus dimasukkan ke dalam corong pisah dan diasamkan dengan HCl 3N sampai pH 2g) Diekstraksi dengan eter sebanyak 3x @50 mL h) Ekstrak eter dikumpulkan dan dievaporasi pada suhu 550C sampai kering.i) Sisa hasil evaporasi kemudian dilarutkan dengan metanol sebanyak 5 mL j) Pengulangan perlakuan yang sama pada erlenmeyer berlabel X2. (Metode Analisis, 2014)

IV.2.3.2 Pembuatan Larutan Baku Baku parasetamol dan piroksikam masing masing ditimbang 5 mg, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL. Kemudian ditambahkan metanol sampai tanda (Metode Analisis, 2014).

IV.2.3.3 Pembuatan larutan Spiked a) Penmbahan sampel X sebanyak 5 gram dimasukan dalam Erlenmeyer dan diberi label spiked.b) Penambahan 5 mg masing masing baku : parasetamol dan piroksikamc) Penambahan 50 mL air bebas mineral d) Pembasaan larutan dengan NaOH 1N sampai pH 11e) Pengocokan dengan alat ultrasonic selama 30 menitf) Larutan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm g) Filtrat hasil sentrifus dimasukkan ke dalam corong pisah dan diasamkan dengan HCl 3N sampai pH 2h) Diekstraksi dengan eter sebanyak 3x @50 mL i) Ekstrak eter dikumpulkan dan di evaporasi pada suhu 550C sampai kering.j) Sisa hasil evaporasi kemudian dilarutkan dengan metanol sebanyak 5 mL (Metode Analisis, 2014).

IV.2.3.4 Penetapan secara KLT a) Penyiapan sampel X1, X2, larutan spiked, baku dan masing masing dimasukkan ke dalam vial untuk penotolan.b) Lempeng silika yang sudah ditotolkan kemudian dielusi dengan kondisi : Fase diam : lempeng silika silika gel berukuran 10 x 10 cm Fase gerak : Eluen KM = kloroform : metanol (90 : 10) Eluen EMA = etil asetat : metanol : ammonia (80 : 10 : 10)c) Sampel dielusi dengan eluen A terlebih dahulu kemudian dilakukan elusi lagi dengan eluen B pada lempeng silika yang berbeda yang sudah ditotol dengan larutan sampel, spiked dan baku (Metode Analisis, 2014).

IV.2.3.5 Penetapan secara Spektrofotodensitometri a) Lempeng silika yang sudah dielusi dilihat bercak yang dihasilkan dengan alat UV Visualizer pada 254 nm.b) Kemudian lempeng silika dimasukkan ke dalam alat TLC Scanner atau biasa disebut dengan spektrofotodensitometri untuk melihat profil spektrum dan panjang gelombang maksimum.c) Dilakukan pengolahan data dengan komputer untuk melihat apakah profil spektrum dan panjang gelombang maksimum larutan sampel sama dengan larutan baku dan spiked (Metode Analisis, 2014).

IV.2.3.6 Penetapan secara Spektrofotometri a) Penyiapan larutan sampel X1, X2, baku dan spiked yang akan di uji dengan cara mengerok lempeng silika yang sudah ditandai dan dilarutkan dengan metanol ke dalam vial yang berbeda .b) Penyiapan alat spektrofotometer agar dapat di operasikan. c) Pengisian kuvet pada bagian depan dan belakang dengan metanol sebagai blangko. d) Kuvet bagian depan diganti dengan sampel yang akan di analisis dan sebelumnya dibilas terlebih dahulu dengan metanol.e) Kemudian dilakukan hal yang sama untuk larutan spiked dan baku yang akan dianalisis. (Metode Analisis, 2014)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Pengujian secara KLT (KLT)Pada tahap awal dalam pengujian KLT, dilakukan pembuatan larutan uji yaitu sampel X1 dan X2, larutan baku dan larutan spiked. Pada pembuatan larutan uji dilakukan pembasaan terlebih dahulu agar baku yang terdapat dalam kedua larutan tersebut dapat larut secara sempurna. Kemudian, hasil filtrat dari kedua larutan tersebut diasamkan sampai pH 2 baku yang terkandung dapat mengion dan ditarik oleh eter. Pada pengujian secara KLT, larutan sampel dan spiked diekstraksi terlebih dahulu dengan menggunakan eter. Larutan spiked adalah larutan sampel yang telah ditambahkan dengan baku parasetamol dan baku piroksikam. Larutan spiked berfungsi untuk melihat apakah proses ekstraksi dapat menarik analit (parasetamol dan piroksikam) yang terdapat dalam sampel. Penggunaan eter pada ekstraksi berfungsi untuk menarik analit yang terikat pada fase air dan sifatn eter yang mudah menguap dapat memudahkan untuk proses penguapan.Larutan sampel, spiked hasil ekstraksi dan larutan baku dimasukkan dalam masing masing vial yang berbeda dan diletakkan pada alat automatic TLC sampler 4 pada rak yang sama. Kemudian dilakukan pengaturan pada komputer terkait jarak penotolan awal dari dasar lempeng silika yang berukuran 10 x 10 cm, jarak antara penotolan dan jarak yang akan dilalui oleh eluen selama proses elusi berlangsung.Setelah proses penotolan selesai, lempeng silika tersebut dimasukkan dalam alat automatic developing chamber yang akan mengelusi lempeng silika dengan eluen KM (kloroform : metanol 90:10) sebagai eluen A dan EMA (etil asetat : metanol : ammonia 80:10:10) sebagai eluen B pada lempeng silika yang berbeda. Pada chamber dimasukkan kertas saring pada bagian belakang yang berfungsi untuk mempercepat proses penjenuhan chamber. Proses penjenuan chamber sekitar 20 menit, kemudian lempeng silika akan turun ke chamber dan eluen yang ada pada chamber mengelusi lempeng silika yang proses elusinya dapat dikontrol melalui lampu sensor pada alat. Lempeng silika yang telah selesai dielusi akan naik dan melewati proses pengeringan sekitar 5 menit. Setelah itu, alat akan berbunyi yang menandakan lempeng silika telah selesai diproses dan bisa dikeluarkan dari alat. Selanjutnya lempeng silika akan dimasukkan dalam alat TLC visualizer untuk melihat bercak yang dihasilkan selama proses elusi berlangsung. Hasil yang didapat setelah melalui proses elusi dengan eluen KM dan EMA dapat dilihat pada gambar.

Gambar V.1 Hasil KLT sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam dengan eluen KM (kloroform:metanol 90:10) sebelum pengenceran

Gambar V.2 Hasil KLT sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam dengan eluen EMA (etil asetat:metanol:ammonia 80:10:10)

Dari hasil KLT didapatkan nilai Rf pada larutan sampel X1, X2, Spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam dapat dilihat pada table dibawah ini:NoNama Larutan Nilai Rf

1.Sampel X10,31 ; 0,79

2.Sampel X20,29 ; 0,79

3.Sampel Spiked0,30 ; 0,74

4.Baku Parasetamol0,34

5.Baku Piroksikam0,75

Tabel V.1 Nilai Rf sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam pada eluen KM (kloroform:metanol 90:10)NoNama Larutan Nilai Rf

1.Sampel X10,58

2.Sampel X20,56

3.Sampel Spiked0,24 ; 0,57

4.Baku Parasetamol0,59

5.Baku Piroksikam0,25

Tabel V.2 Nilai Rf sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam pada eluen EMA (etil asetat:metanol:ammonia 80:10:10)

Dari nilai Rf tersebut dapat dilihat bahwa kepolaran senyawa mempengaruhi nilai Rf yang didapat pada tiap sampel. Dari lempeng silika yang dielusi dengan eluen KM (kloroform-metanol 90:10) dan EMA (etil asetat- metanol- ammonia 80:10:10) menunjukkan bahwa sampel X mengandung bahan kimia obat parasetamol yang ditandai dengan adanya bercak yang sejajar pada sampel X1, X2, Spiked dan baku parasetamol. Sedangkan bercak baku piroksikam hanya sejajar dengan larutan spiked yang menandakan bahwa sampel tidak mengandung bahan kimia obat piroksikam. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa bercak yang dihasilkan sangat besar, hal tersebut dapat dikarenakan konsentrasi sampel yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, sampel diencerkan terlebih dahulu dengan pengenceran 20x agar didapat bercak yang lebih bagus.

Gambar V.3 Hasil KLT sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam dengan KM (klorofor:methanol 90:10) setelah pengenceran 20x

NoNama Larutan Nilai Rf

1.Sampel X10,29

2.Sampel X20,29

3.Sampel Spiked0,29 ; 0,73

4.Baku Parasetamol0,29

5.Baku Piroksikam0,73

Tabel V.3 Nilai Rf sampel X1, X2, spiked, baku parasetamol dan baku piroksikam pada eluen KM (kloroform:metanol 90:10) setelah pengenceran 20xUntuk pengujian selanjutnya, digunakan alat spektrofotometri dan spektrofotodensitometri agar dapat dipastikan bahwa sampel benar mengandung parasetamol atau tidak. 5.2 Pengujian secara SpektrofotodensitometriSetelah melewati analisis dengan KLT, Lempeng silika yang sudah kering dilihat terlebih dahulu bercaknya dengan alat UV Visualizer pada lampu 254 nm. Kemudian lempeng silika dimasukkan ke dalam alat TLC-Scanner 3 untuk melihat profil spektrum dan panjang gelombang maksimum. Lempeng dilihat pada panjang gelombang 254 nm dan spektrum masing masing puncak dibaca pada rentang panjang gelombang 200 - 400 nm serta diuji kemurnian spektrumnya.Dari hasil pengujian spektrofotodensitometri diketehui bahwa sampel mengandung bahan kimia obat parasetamol yang dapat dilihat dari profil spektrum dan panjang gelombang maksimum yang dihasilkan.400200250300350

Gambar V.4 Profil Spektrum sampel X1, X2, spiked dan baku parasetamol pada eluen KM (kloroform-metanol 90:10) setelah pengenceran 20x 400300350250200

Gambar V.5 Profil Spektrum sampel X1, X2, spiked dan baku piroksikam piroksikam KM (kloroform-metanol 90:10) setelah pengenceran 20x

Dari profil spektrum dan panjang gelombang maksimum yang didapat, dapat diketahui bahwa sampel X tersebut positif mengandung parasetamol dan tidak mengandung piroksikam. Karena pada saat perbandingan profil spektrum dan panjang gelombang maksimum parasetamol dengan sampel, didapatkan hasil yang sangat mirip antara sampel X1, X2, larutan spiked dan baku parasetamol, yang menandakan bahwa sampel mengandung parasetamol. Sedangkan pada profil spektrum dan panjang gelombang maksimum piroksikam saat dibandingkan dengan sampel, hanya profil spektrum dan panjang gelombang maksimum spiked yang mirip dengan profil spektrum dan panjang gelombang maksimum baku piroksikam sehingga dapat diketahui bahwa sampel tidak mengandung piroksikam.

5.3 Pengujian secara Spektrofotometri Setelah melewati pengujian dengan spektrofotodensitometri, lempeng silika yang telah dielusi dilihat pada lampu uv 254 nm dan diberi tanda pada bercak yang dihasilkan. Karena analisis spektrofotometri memiliki sistem kerok, sehingga lempeng silika tersebut perlu di kerok untuk dianalisis. Setelah ditandai, lempeng silika tersebut dikerok sesuai bercak yang dihasilkan pada masing masing sampel. Hasil pengerokan setiap sampel dimasukkan dalam tabung sentrifus yang berbeda dan diberi label X1, X2, spiked dan baku parasetamol. Kemudian tabung sentrifus tersebut di hogenkan selama 15 menit dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Setelah itu, larutan supernatan dipindahkan ke dalam masing masing vial yang berbeda untuk dianalisis dengan alat spektrofotometer. Sebelum sampel dianalisis, kuvet dalam spektrofotometer diisi terlebih dahulu dengan metanol sebagai blangko pada bagian depan dan bagian belakang. Kemudian, masing masing sampel dimasukkan dalam kuvet bagian depan secara bergantian untuk dianalisis dan dapat diketahui profil spektrum dan panjang gelombang maksimum masing masing sampel. Hasil yang didapat dari analisis spektrofotometri adalah sampel X1, X2, spiked dan baku parasetamol memiliki absorbansi dan panjang gelombang yang dapat dilihat pada table dibawah ini :NoNama LarutanPanjang Gelombang MaksimumAbsorbansisi

1.Sampel X1248 nm1,383

2.Sampel X2248,20 nm1,328

3.Sampel Spiked248,20 nm1,286

4.Baku Parasetamol248,20 nm1,509

Tabel V.4 Nilai absorbansisi dan panjang gelombang maksimum hasil analisisis dengan spektrofotometer

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan Sampel tidak dapat diedarkan ke masyarakat karena mengandung BKO (Bahan Kimia Obat) yang berupa Parasetamol karena pada hasil KLT, sampel memiliki bercak yang sejajar dengan baku parasetamol. Sampel tidak mengandung BKO Piroksikam karena pada hasil KLT , sampel tidak memiliki bercak yang sejajar dengan baku piroksikam. Profil spektrum dan panjang gelombang maksimum yang dihasilkan oleh sampel sama dengan profiil spektrum dan panjang gelombang maksimum baku parasetamol. Salah satu syarat obat tradisional dapat diedarkan adalah tidak mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).

6.2 Saran Untuk uji konfirmasi lebih lanjut sebaiknya penelitian ini dilanjutkan ke analisis kromatografi cair kinerja tinggi agar dapat diketahui kadar BKO yang terkandung dalam sampel. Diharapkan agar pada praktek kerja lapangan selanjutnya dilakukan pengujian kembali terhadap sampel X dan dilakukan penarikan apabila ternyata tetap tidak memenuhi persyaratan.

DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, Jakarta 3-6.Camag, 1999, Welcome to the CAMAG Wincats tutorial: Wincats planar chromatography, Switzerland: CAMAG 23-27.Dirjen POM RI, (1994), Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB), Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Dirjen POM, 1999, Farmakope Indonesia, Edisi ke-4. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Hahn-Deinstrop,E., 2007, Applied Thin-Layer Chromatography Best Practice and Avoidance of Mistakes, Second, Revised and Enlarged Edition, New York: John Wiley and Sons.Katzung, B.G.,2011, Basic And Clinical Pharmacology, 8 th ed., New York USA: Mc Graw Hill.Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi, 1992, Kimia Bahan Alam, Jakarta: Universitas Bidang Ilmu Hayati.Metode analisis, 2014, Pusat Pengujian Obat dan Makanan, Jakarta, 5-8.Rohman, Abdul.2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar dasar Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty. 55-61Sherma, J. and B. Fried, 1996, Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third Edition, New York: Marcel Dekker Inc. P.147-149.Widjaja,I.N.K. dan N.P.L.Laksmiani, 2010, Petunjuk Praktikum Kimia Analisis, Bukit-Jimbaran : Jurusan Farmasi F.MIPA Unud.Wilmana, P. F., 1995, Analgesik Antipiretik Antiinflamasi Non Steroid dan Obat Piri. Dalam Ganiswarna, S. G. (Ed.). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

LAMPIRANLampiran A : Data KLT Sampel 022/OTKU/I/15Uji BKO : Parasetamol dan Piroksikama. Hasil KLT sampel X1, X2, Larutan Spiked, baku parasetamol dan piroksikam dengan eluen Kloroform-Metanol (90:10) sebelum pengenceran

b. Hasil KLT sampel X1, X2, Larutan Spiked, baku parasetamol dan piroksikam dengan eluen : Etil asetat Metanol Amonia (80 :10 : 10)

c. Hasil KLT sampel X1, X2, Larutan Spiked, baku parasetamol dan piroksikam dengan eluen Kloroform-Metanol (90:10) setelah diencerkan 20x

Lampiran B : Data SpektrofotodensitometriSampel 022/OTKU/I/15 Uji BKO : Parasetamol dan Piroksikam

1. Eluen : Kloroform Metanol (90 : 10)a. Parasetamol Data Spektrum

Profil Spektrum

b. Piroksikam Data Spektrum

Profil Spektrum

c. Parasetamol sampel diencerkan 20x

Data Spektrum Profil Spektrum

2. Eluen : Etil asetat Metanol Amonia (80 :10 : 10)a. Parasetamol Data Spektrum

Profil Spektrum

b. Piroksikam Data Spektrum

Profil Spektrum

Kesimpulan : Sampel 022 mengandung parasetamol dan tidak mengandung piroksikam.Lampiran C : Gambar alat yang digunakan

Lampu UV Spectroline Lempeng silika ditandai untuk dikerok

TLC Visualizer TLC Scanner

Automatic Developing Chamber Rotary Evaporator

Monitor TLCAutomatic TLC Sampler

Lampiran E : Skema KerjaA. Pembuatan Larutan Uji Sampel X15 Gram sampel X

Erlenmeyer

Penambahan 50 ml air bebas mineral Pembasaan dengan NaOH sampai pH 11 Pengocokan selama 30 menit Disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm

Filtrat hasil sentrifus

Corong Pisah

Pengasaman dengan HCl 2N sampai pH 2 Diekstraksi dengan eter sebanyak 3x @50 ml Evaporasi ekstrak eter pada suhu 550 C sampai keringSampel X1

Dilarutkan sisa hasil evaporasi dengan metanol 5 ml

B. Pembuatan Larutan Uji X25 Gram sampel X

Erlenmeyer

Penambahan 50 ml air bebas mineral Pembasaan dengan NaOH sampai pH 11 Pengocokan selama 30 menit Disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm

Filtrat hasil sentrifus

Corong Pisah

Pengasaman dengan HCl 2N sampai pH 2 Diekstraksi dengan eter sebanyak 3x @50 ml Evaporasi ekstrak eter pada suhu 550 C sampai keringSampel X2

Dilarutkan sisa hasil evaporasi dengan metanol 5 ml

C. Pembuatan Larutan Baku Larutan Baku Parasetamol5 mg baku parasetamolLabu Ukur 5 ml

Penambahan methanol sampai tanda Pengocokan Larutan Baku Parasetamol

Baku Piroksikam5 mg baku piroksikamLabu Ukur 5 ml

Penambahan methanol sampai tanda Pengocokan Larutan Baku Piroksikam

D. Pembuatan Larutan Spiked 5 Gram sampel X

Erlenmeyer

Penambahan 50 ml air bebas mineral Penambahan 5 mg baku parasetamol Penambahan 5 mg baku piroksikam Pembasaan dengan NaOH sampai pH 11 Pengocokan selama 30 menit Disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm

Filtrat hasil sentrifus

Corong Pisah

Pengasaman dengan HCl 2N sampai pH 2 Diekstraksi dengan eter sebanyak 3x @50 ml Evaporasi ekstrak eter pada suhu 550 C sampai kering Dilarutkan sisa hasil evaporasi dengan metanol 5 mlLarutan Spiked

E. Penetapan secara KLTLarutan SpikedVialSampel X2VialBaku Piroksikam VialBaku ParasetamolVialSampel X1Vial

Penotolan masing masing sampel pada lempeng silika dengan alat Automatic TLC Sampler

Lempeng silika dengan 5 totolan sampel

Dielusi dengan eluen KM (Kloroform:Metanol 90:10)

Lempeng silika yang mengahsilkan noda tiap totolannya

Pengulangan elusi dengan lempeng yang berbeda terhadap eluen EMA (Etil Asetat:Metanol:Amonia 80:10:10)F. Penetapan secara spektrofotodensitometriLempeng silika yang dielusi dengan eluen KM

Dilihat bercak yang dihasilkan dengan UV Visualizer pada 254 nm Dimasukkan dalam alat Spektrofotodensitometri Dilakukan pengolahan data dengan komputer

Profil spektrum dan panjang gelombang maksimum dari tiap sampel

Pengulangan perlakuan terhadap eluen EMA (Etil Asetat:Metanol:Amonia 80:10:10)

G. Penetapan secara Spektrofotometri UV-VISLempeng silika yang dielusi dengan eluen KM

Dilihat bercak yang dihasilkan dengan UV Visualizer pada 254 nm Diberi tanda pada noda yang dihasilkan Pengerikan noda yang sudah diberi tanda pada silika

Serbuk silika sampel X1, X2, spiked dan parasetamol

Larutan SpikedVialSampel X2VialBaku ParasetamolVialSampel X1Vial

Penambahan metanol sebanyak 5 ml

Lempeng silika dengan 5 totolan sampel

Dielusi dengan eluen KM (Kloroform:Metanol 90:10)

Lempeng silika yang mengahsilkan noda tiap totolannya

54