Upload
ulisaragih
View
53
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN
SEMESTER GENAP 2014 - 2015
PENGUJIAN AKTIVITAS HORMON DAN TERAPI PENGGANTI
HORMON
Rabu, 1 April 2015
Kelompok III
Rabu, Pukul 10.00 – 13.00 WIB
Muhammad Nur Iqbal 260110130105 Teori Dasar
Yulina saragih 260110130106 Tujuan, Prinsip, Editor , Pengirim Tugas
Cyntia Gracesella 260110130107 Pembahasan
Meivana Esther 260110130108 Pembahasan
Fenadya Rahayu 260110130109 Data Pengamatan
Pande Putu Guntur 260110130110 Alat Dan Bahan
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
Nilai TTD
(M Indra) (Dita)
PENGUJIAN AKTIVITAS HORMON DAN TERAPI PENGGANTI
HORMON
I. TUJUAN
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui secara lebih baik mengenai hormon dan terapi
pengganti hormone
2. Mengenal secara lebih baik teknik untuk mengevaluasi aktivitas
hormon dan terapi pengganti hormon
II. PRINSIP
1. Terapi Pengganti Hormon
Terapi pengganti hormon adalah pemberian hormon tambahan untuk
mengatasi defisiensi hormon tertentu (Anonim, 2015).
2. Kerja Hormon
Sistem kerja hormon dikendalikan oleh kelenjar Master of Gland yaitu
kelenjar atau glandula hipofisis yang diteruskan ke organ-organ tubuh.
Mekanisme kerja hormon ada dua macam yaitu hormon yang
memasuki sel dan hormon yang tidak memasuki sel dengan
mekanisme melekat pada reseptor sel dan mengaktifkan
second-messenger di dalam sel (Anonim, 2015)
3. Laju metabolisme
laju metabolik adalah laju dipergunakannya energi oleh tubuh baik
untuk kerja eksternal maupun internal. Laju metabolik secara normal
dinyatakan sebagai laju panas yang dibebaskan selama terjadinya
berbagai reaksi kimia disemua sel tubuh (Prabata, 2015).
III. TEORI DASAR
Hormon merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin atau kelenjar buntu. Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak
mempunyai saluran sehingga sekresinya akan masuk aliran darah dan
mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada suatu
organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada
umumnya pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang
dikontrol oleh hormon biasanya merupakan perubahan yang memerlukan
waktu panjang. Contohnya pertumbuhan dan pemasakan seksual
(Praweda,2000).
Hormon dapat bertindak setempat di sekitar mana mereka
dilepaskan tanpa melalui sirkulasi dalam plasma di sebut sebagai fungsi
Parakrin, digambarkan oleh kerja Steroid seks dalam ovarium, Angiotensin
II dalam ginjal, Insulin pada sel α pulau Langerhans.Hormon juga dapat
bekerja pada sel dimana dia disintesa disebut sebagai fungsi Autokrin.
Secara khusus kerja autokrin pada sel kanker yang mensintesis berbagai
produk onkogen yang bertindak dalam sel yang sama untuk merangsang
pembelahan sel dan meningkatkan pertumbuhan kanker secara
keseluruhan
(Indah,2004).
Klasifikasi Hormon
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut
komposisi kimia, sifat kelarutan, lokasi reseptor dan sifat sinyal yang
mengantarai kerja hormon di dalam sel (Hanifah, 2006).
•Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya:
1. Golongan Steroid→turunan dari kolestrerol
2. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat
3. Golongan derivat Asam Amino dengan molekul yang kecil →
Thyroid,Katekolamin
4. Golongan Polipeptida/Protein → Insulin,Glukagon,GH,TSH
(Rosenthal, 2009).
Berdasarkan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel:
kelompok
Hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa
cAMP, cGMP, Ca2+, Fosfoinositol, Lintasan Kinase sebagai mediator
intraseluler (Indah, 2004).
Hipotalamus
Hipotalamus berperan mensintesis dan mensekresikan hormon -
hormon berikut:
1. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang berperan memacu
sekresi Follicle Stimulating Hormone(FSH) dan Luteinizing
Hormone(LH).
2. Thyrotropin releasing hormone (TRH) yang berperan merangsang
sekresi thyroid stimulating hormone(TSH).
3. Corticotropin releasing hormone (CRH) yang berperan merangsang
sekresi ACTH.
4. Prolactin inhibiting factor (PIF) yang berperan menghambat sekresi
prolaktin (Hanifah, 2006).
Kelenjar Pituitaria (hipofise)
Terletak di dasar otak menggantung dengan hipotalamus, tepatnya di
atas langit-langit mulut. Terdiri atas 3 bagian yaitu bagian depan
(adenohipofise), tengah (intermedia), dan belakang (neurohipofise).
Kelenjar pituitaria disebut juga master glandkarena berperan mengatur
aktifitas dan fungsi kelenjar endokrin lainnya (Heru,2009).
Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid (terletak di daerah leher) berfungsi untuk mensintesis
dan mensekresikan hormon tiroksin. Sintesis dan sekresi tiroksin diatur
oleh TSH dari pituitaria anterior. Kadar tiroksin darah memberikan
umpan-balik negatif (negatif feedback) ke pituitaria dan hipotalamus.
Tiroksin adalah hormon yang tersusun atas asam amino yang mengandung
4 atom iod yang disebut tetraiodo tironin (T4) dan yang mengandung 3
atom iod disebut triiodo tironin(T3). Oleh karena itu, sintesis tiroksin
memerlukan suplai iodium dalam diet. Apabila kekurangan iodium dalam
diet, maka akan menyebabkan sintesis dan sekresi tiroksin terganggu
sehingga kadar tiroksin rendah (hipotiroid). Pada kondisi hipotiroid
ditandai dengan pembengkakan kelenjar tiroid yang disebut goiter
(gondok). Oleh karena itu, penyakit ini sering disebut Goiter akibat
kekurangan iodium (GAKI). Goiter terjadi karena hiperaktifitas kelenjar
tiroid karena dipacu untuk memenuhi kebutuhan tiroksin dalam tubuh.
Tiroksin berperan merangsang pertumbuhan, metabolisme pada semua sel
khususnya untuk mengubah sumber energi menjadi energi dan panas
dengan cara meningkatkan kecepatan metabolisme (metabolic rate) dan
penggunaan oksigen (Scanlon, 2007).
Mekanisme regulasi keseimbangan temperatur tubuh oleh tiroksin
adalah sebagai berikut. Pada kondisi suhu tubuh turun (dingin atau
kehilangan panas) akan merangsang neuron hipotalamus membebaskan
neurohormon yang bersifat meningkatkan aktifitas metabolik dan produksi
panas tubuh. Sel syaraf hipotalamus membebaskan hormon yang
merangsang pembebasan TSH dari pituitaria anterior ke dalam sirkulasi
darah untuk merangsang kerja dan fungsi kelenjar tiroid untuk mensintesis
dan mensekresikan hormon tiroksin (T4 atau T3) yang berperan
merangsang metabolisme pada berbagai sel tubuh sehingga dihasilkan
panas tubuh. Neurohormon yang dibebaskan oleh hipotalamus juga
mengaktifkan sistem syaraf simpatis dan kelenjar adrenal sehingga
dibebaskan epinefrin yang menyebabkan pembebasan glukosa dari hati
sehingga setelah dimetabolisme akan menghasilkan panas tubuh. Epinefrin
juga menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer sehinga
mencegah kehilangan panas lewat kulit. Mekanisme tersebutmerupakan
contoh mekanisme sistem neuroendokrin (Heru,2009).
Ovarium
Ovarium berperan mensintesis dan mensekresikan hormon estrogen
(E2) dan progesteron (P). Estrogen disintesis dan disekresikan oleh folikel
ovarium. Estrogen bersifat sebagai endokrin, parakrin, atau autokrin.
Estrogen berasal dari kolesterol. Estrogen ada 3 macam yaitu:
17ß-estradiol, estrone, dan estriol, yang paling banyak dijumpai adalah
17ß-estradiol. Estrogen berperan sebagai feedback positiveyaitu memacu
proliferasi sel granulosa, meningkatkan jumlah reseptor FSH pada sel
granulosa, dan berperan sebagai feedbacknegative yaitu menurunkan
sekresi FSH-RH dari hipotalamus dan FSH dari pituitaria, serta
memelihara sifat kelamin sekunder. Progesteron disintesis dan
disekresikan oleh korpus luteum dirangsang oleh LH pada siklus
menstruasi normal, sedangkan pada saat ada kehamilan sintesis dan sekresi
progesteron oleh korpus luteum juga dirangsang oleh chorionic
gonadotropin (CG) yang dihasilkan plasenta. Fungsi utama hormon
progesteron adalah mengatur panjang pendeknya siklus estrus,
menyiapkan uterus untuk implantasi, pertumbuhan kelenjar susu, dan sifat
keibuan. Disamping itu, korpus luteum juga menghasilkan hormon
relaksin yang berperan melebarkan (relaksasi) simpisis pubis (tulang
panggul) dan servik uteri. Aplikasi pemanfaatan hormon E2 dan P dalam
kehidupan sehari-hari antara lain untuk: kontrasepsi oral pil (estrogen, atau
kombinasi estrogen dan progestin), injeksi (estrogen), implan (progesteron)
(Rosenthal, 2009).
Pankreas
Pulau Langerhans pankreas merupakan bagian pankreas yang
bersifat sebagai kelenjar endokrin, sedangkan bagian asinar bersifat
sebagai kelenjar eksokrin. Sel β (beta) pulau Langerhans pancreas
berperan menghasilkan hormon insulin. Insulin merupakan factor
hipoglikemik artinya sebagai faktor yang menyebabkan penurunan kadar
glukosa darah. Pada kondisi glukosa darah meningkat (misalnya saat
setelah makan yang lebih banyak mengandung unsure karbohidrat), maka
akan merangsang sekresi insulin dan mencegah sekresi glukagon. Insulin
bekerja meningkatkan afinitas molekul karier didalam membran sel
dengan glukosa sehingga mempermudah dan mempercepat masuknya
glukosa ke dalam sel. Setelah glukosa berada di dalam sitoplasma,
selanjutnya jika tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi, oleh insulin
akan disintesis menjadi glikogen (cadangan glukosa) di dalam berbagai sel
hati, otot, atau jaringan lain. Sel α (alfa) pulau Langerhans pancreas
menghasilkan hormon glukagon (Scanlon, 2007).
Glukagon bekerja sebagai factor hiperglikemik artinya sebagai
faktor yang menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah, karena
glukagon berperan merangsang proses glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Glukagon bersifat lebih poten daripada epinefrin (adrenalin). Penurunan
kadar glukosa darah dikenali oleh sel β pankreas berperan menghasilkan
hormon glukagon. Hormon glukagon berperan merangsang pembebasan
glukosa dari glikogen (terutama di sel hati) sehingga kadar gula darah
kembali normal. Mekanisme pengaturan (kontrol) perilaku makan adalah
sebagai berikut: kadar glukosa darah mempengaruhi glukostat yaitu pusat
kenyang (satiety center). yang terdapat pada basal hipotalamus. Pusat ini
menghambat hipotalamus lateral yang merupakan pusat makan (feeding
center). Pada kondisi kadar glukosa darah rendah, pusat kenyang tidak lagi
menghambat pusat makan sehingga memacu pusat tersebut dan timbul
keinginan untuk makan (nafsu makan) (Scanlon, 2007).
Akibat dari pengambilan makanan, maka kadar glukosa darah
meningkat dan kembali normal. Kelainan gangguan sintesis dan sekresi
insulin menyebabkan penyakit diabetes mellitus (DM) atau kencing manis.
Pada penderita DM ditandai dengan gejala meningkatnya kadar glukosa
darah. Gejala lain yang mengikuti antara lain terdapat glukosa dalam urin
(glukosuria), rasa haus dan banyak minum (polidipsia), lapar dan banyak
makan (polifagia), volume air kencing meningkat (poliuria), luka sukar
sembuh, dan impotensi (Heru,2009).
IV. ALAT DAN BAHAN
4.1 ·Alat
1.Infocus
2.Laptop
·4.2 Bahan
1.Program pyscioex
V . PROSEDUR
Percobaan I : Pengukuran Standar Laju Metabolit
Tikus normal di klik dan di drag ke dalam chamber dan dilepaskan
tombol mouse. Katup pada sisi kiri tabung dipastikan terbuka agar udara
dapat masuk, bila tertutup katup klik untuk membukanya. Indicator pada
T-connector dipastikan terbaca “chamber and manometer connected”, bila
tidak, klik untuk membukanya. Tombolweight di klik, dicatat pada
baseline di chart 1 untuk berat. Tombol (+) di klik pada timersehingga
terbaca 1.00. katup di klik untuk menutupnya, sehingga udara dari luar
tidak masuk, dipastikan hanya oksigen dari system tertutup ini yang
dihirup oleh tikus. Tombol start pada layer timer di klik, diperhatikan
ketinggian air pada tabung U-shaped. Timer akan berhenti otomatis setelah
satu menit, kemudian tombol T-connector di klik, maka akan terbaca
“manometer and syringe connected”. Katup di klik untuk membuka
sehingga tikus dapat menghirup udara luar. Dilihat perbedaan antara tinggi
kiri dan kanan tabung U dan perkirakan volume oksigen yang perlu
disuntikkan. Tombol (+) dibawah O2 di klik sampai layar memberikan
nilai. Kemudian tombol inject di klik sampai volume pada kedua sisi sama
(akan ada kata “level berkedip dan menghilang). Bila terlalu tinggi, dapat
diulang dengan menekan tombol reset. Dicatat pengukuran ini pada bagian
baseline di grafik 1, untuk pemakaian O2 selama 1 menit.
Di klik record data.Tikus dari chamber di klik dan di drag kembali ke
kandangnya. Tombol reset di klik pada kotak apparatus. Langkah di atas
diulangi untuk tikus tiroidektomi (Tx) dan hipofisektomi (Hypox). Data
direkam pada bagian baseline grafik 1.
Percobaan II : Pengukuran Pengaruh Tiroksin pada Laju Metabolik
Pada data set dipilih tikus yang akan diuji (normal, Tx, atau
Hypox). Tombol resetdi klik pada kotak apparatus. Alat suntik thyroxine
pada tikus di klik dan di drag lalu dilepaskan tombol mouse untuk
menginjeksi hewan tersebut. Tikus di drag kembali ke dalam chamber.
Diulangi langkah awal sampai perhitungan laju metabolic pada percobaan
I, tetapi data direkam pada bagian with thyroxine grafik 1. Di klik record
data. Tikus di klik dan di drag kembali ke dalam kandangnya, dan di klik
clean untuk menghilangkan semua efek dari tiroksin. Langkah di atas
diulangi pada tikus berikutnya. Data direkam pada bagian with thyroxine
grafik 1 pada kolom sesuai tikus yang diuji.
Percobaan III : Pengaruh Pengukuran TSH pada Laju Metabolik
Pada data set dipilih tikus yang akan diuji (normal, Tx, atau
Hypox). Tombol resetdi klik pada kotak apparatus. Alat suntik TSHpada
tikus di klik dan di drag lalu dilepaskan tombol mouse untuk menginjeksi
hewan tersebut. Tikus di drag kembali ke dalam chamber. Diulangi
langkah awal sampai perhitungan laju metabolic pada percobaan I, tetapi
data direkam pada bagian with TSHgrafik 1. Di klik record data. Tikus di
klik dan di drag kembali ke dalam kandangnya, dan di klik clean untuk
menghilangkan semua efek dari TSH. Langkah di atas diulangi pada tikus
berikutnya. Data direkam pada bagian with TSHgrafik 1 pada kolom sesuai
tikus yang diuji.
Percobaan IV : Pengaruh Pengukuran Propylthiouracil pada Laju
Metabolik
Pada data set dipilih tikus yang akan diuji (normal, Tx, atau
Hypox). Tombol reset di klik pada kotak apparatus. Alat suntik
propylthiouracil pada tikus di klik dan di drag lalu dilepaskan tombol
mouse untuk menginjeksi hewan tersebut. Tikus di drag kembali ke dalam
chamber. Diulangi langkah awal sampai perhitungan laju metabolic pada
percobaan I, tetapi data direkam pada bagian with propylthiouracilgrafik 1.
Di klik record data. Tikus di klik dan di drag kembali ke dalam
kandangnya, dan di klik clean untuk menghilangkan semua efek dari
propylthiouracil. Langkah di atas diulangi pada tikus berikutnya. Data
direkam pada bagian with propylthiouracilgrafik 1 pada kolom sesuai tikus
yang diuji.
Percobaan V : Terapi Pengganti Hormon
Alat suntik di klik, lalu di drag pada botol saline dan dilepaskan
tombol mouse hingga alat suntik terisi secra otomatis 1 mL salin. Alat
suntik di drag pada tikus control, diletakkan ujung jarum pada daerah
bagian bawah abdominal (intraperitonial) dan dilepaskan tombol mouse
untuk menginjeksi hewan tersebut dan alat suntik otomatis kembali pada
tempatnya. Tombol cleandi klik untuk membersihkan alat suntik dari
residu obat. Alat suntik di klik lagi lalu di drag ke botol estrogen dan
dipeaskan tombol mouse, alat suntik otomatis terisi 1 mL estrogen. Alat
suntik di drag pada tikus eksperimen, ujung jarum diletakkan pada daerah
bagian bawah abdominal (intraperitonial) dan dilepaskan tombol mouse
untuk menginjeksi hewan tersebut dan alat suntik otomatis kembali pada
tempatnya. Di klik cleanuntuk membersihkan alat suntik dari residu obat.
Di klik clockdi atas layar elapsed days, akan terlihat jam berputar 24 jam.
Langkah di atas diulangi sampai semua tikus mndapat 7 kali suntikan
selama 7 hari (1 suntikan/hari). tikus control mendapat 7 kali suntikkan
salin dan tikus eksperimen mendapat 7 kali suntikkan estrogen. Kemudian
kotak kertas timbang di klik, kertas timbang yang muncul di klik dan di
drag ke atas timbangan, kemudian dilepaskan tombol mouse. Skala
timbangan memberikan nilai berat kertas timbang, lalu klik tombol tare
untuk menara timbangan (0,00 g). Uterus siap dihilangkan. Pada
percobaan biasa perlu dilakukan pembedahan, tetapi di sini dilakukan
dengan mengklik tombol remove uterus pada kandang, tikus akan hilang
dan uterus akan tampak di setiap kandang. Uterus dari tikus kontrol di klik
dan di drag ke atas timbangan dan dilepaskan tombol mouse. Tombol
weighdiklik untuk menimbangnya. Beratnya dicatat. Berat uterus (control)
yaitu 0,1083 gram. Kemudian di klik record data. Lalu, di klik
cleanpada timbangan untuk membuang kertas timbang dan uterus.
Kemudian kotak kertas timbang di klik, kertas timbang yang muncul di
klik dan di drag ke atas timbangan, kemudian dilepaskan tombol mouse.
Skala timbangan memberikan nilai berat kertas timbang, lalu klik tombol
tare untuk menara timbangan (0,00 g). Lalu uterus dari tikus eksperimen di
klik dan di drag ke atas timbangan dan dilepaskan tombol mouse. Tombol
weighdi klik untuk mnimbangnya. Beratnya dicatat. Berat uterus
(eksperimen) : 0,6673 gram. Di klik record data. Lalu di klik clean pada
timbangan untuk membuang kertas timbang dan uterus.
VI. DATA PENGAMATAN
Pengukuran standar laju metabolik
TIKUS
WEIGHT
(kg)
ELAPSED
TIME
(menit)
PEMAKAIAN
OKSIGEN
(ml)
LAJU
METABOLISME
(ml O2/kg/jam)
Normal 0.2497 1.00 7.2 1730.07
Tx 0.2455 1.00 6.3 1539.71
Hypox 0.2441 1.00 6.3 1548.54
Pengaruh tiroksin pada laju metabolik
TIKUS
WEIGHT
(kg)
ELAPSED
TIME
(menit)
PEMAKAIAN
OKSIGEN
(ml)
LAJU
METABOLISME
(ml O2/kg/jam)
Normal 0.2495 1.00 7.6 1827.65
Tx 0.2448 1.00 7.1 1740.19
Hypox 0.244 1.00 7.1 1745.9
Pengaruh TSH pada laju metabolik
TIKUS
WEIGHT
(kg)
ELAPSED
TIME
(menit)
PEMAKAIAN
OKSIGEN
(ml)
LAJU
METABOLISME
(ml O2/kg/jam)
Normal 0.2501 1.00 7.6 1823.27
Tx 0.2445 1.00 6.3 1546.01
Hypox 0.2452 1.00 7.1 1737.36
Pengaruh propiltiourasil pada laju metabolik
TIKUS
WEIGHT
(kg)
ELAPSED
TIME
(menit)
PEMAKAIAN
OKSIGEN
(ml)
LAJU
METABOLISME
(ml O2/kg/jam)
Normal 0.2496 1.00 6.3 1514.42
Tx 0.2451 1.00 6.3 1542.23
Hypox 0.2459 1.00 6.3 1537.21
Terapi pengganti hormon
TIKUS BERAT UTERUS
(gr)
Kontrol 0.1061
Eksperimen 0.6641
VII. PERHITUNGAN DAN GRAFIK
a. Pengukuran standar laju metabolik
Tikus normal
Laju metabolisme = 7.2 x 60 = 1730.07 ml O2/kg/jam
0.2497
Tikus tiroidektomi (tx)
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1539.71 ml O2/kg/jam
0.2455
Tikus hipofisektomi (hypox)
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1548.54 ml O2/kg/jam
0.2441
b. Pengaruh tiroksin terhadap laju metabolik
Tikus normal
Laju metabolisme = 7.6 x 60 = 1827.65 ml O2/kg/jam
0.2495
Tikus tiroidektomi (tx)
Laju metabolisme = 7.1 x 60 = 1740.19 ml O2/kg/jam
0.2448
Tikus hipofisektomi (hypox)
Laju metabolisme = ml O2 / jam
Kg BB
Laju metabolisme = 7.1 x 60 = 1745.9 ml O2/kg/jam
0.244
c. Pengaruh TSH terhadap laju metabolik
Tikus normal
Laju metabolisme = 7.6 x 60 = 1823.27 ml O2/kg/jam
0.2501
Tikus tiroidektomi (tx)
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1546.01 ml O2/kg/jam
0.2445
Tikus hipofisektomi (hypox)
Laju metabolisme = 7.1 x 60 = 1737.36 ml O2/kg/jam
0.2452
d. Pengaruh propiltiourasil terhadap laju metabolik
Tikus normal
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1514.42 ml O2/kg/jam
0.2496
Tikus tiroidektomi (tx)
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1542.23 ml O2/kg/jam
0.2451
Tikus hipofisektomi (hypox)
Laju metabolisme = 6.3 x 60 = 1537.21 ml O2/kg/jam
0.2459
GRAFIK
Pengukuran standar laju metabolisme
Pengaruh tiroksin terhadap laju metabolisme
Pengaruh TSH terhadap laju metabolisme
Pengaruh propiltiourasil terhadap laju metabolisme
Terapi pengganti hormon
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan pengukuran standar laju metabolisme,
pengukuran pengaruh tiroksin pada laju metabolik, pengukuran pengaruh tsh
pada laju metabolik, pengukuran pengaruh propylthiouracil pada laju
metabolik, terapi pengganti hormon. Percobaan dilakukan menggunakan
software physio ex. 7, karena hewan uji yang digunakan yaitu tikus
tiroidektomi (kelenjar tiroid dihilangkan), hipofisektomi (kelenjar hipofisis
dihilangkan) dan ovaridektomi (uterus dihilangkan) harus dibedah untuk
diambil organnya terlebih dahulu. Selain itu, jumlah hewan yang dicobakan
harus banyak, agar dapat dihitung secara statistik keakuratan.
Metabolise adalah suatu reaksi kimia yang berlangsung dalam tubuh
makhluk hidup (reaksi biokimia). Pengertian ini mencakup dua hal yaitu
katabolisme dan anabolisme. Katabolisme disebut juga respirasi, merupakan
proses pemecahan bahan organik menjadi bahan anorganik dan melepaskan
sejumlah energi (reaksi eksergonik). Energi yang lepas tersebut digunakan
untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan sumber energi
untuk seluruh aktivitas kehidupan. Respirasi membutuhkan oksigen, sehingga
dengan mengukur volume oksigen yang dihirup oleh tikus, dapat ditentukan
kecepatan katabolismenya.
Laju metabolisme basal adalah kebutuhan energi untuk mempertahankan
kehidupan atau energi yang mendukung proses dasar kehidupan. Laju
metabolisme ini dipengaruhi oleh ukuran tubuh dan berat tubuh, umur, suhu
lingkungan yang tinggi atau rendah, jenis kelamin, iklim, tidur, massa otot,
tinggi badan, berat badan, luas permukaan tubuh, kehamilan dan hormon.
Pada praktikum ini, dilihat pengaruh hormon terhadap laju metabolism.
Hormon mempengaruhi kecepatan metabolisme bassal. Jika kandungan
hormontiroid tinggi ( hipertiroid ) kecepatan metabolisme basal akan
meningkat 75-100% sedangkan jika hormon tiroid rendah makan kecepatan
metabolisme basal akan menurun 30-40%.
Pengukuran standar laju metabolism tikus normal dimasukkan ke dalam
chamber, katup pada sisi kiri tabung dibuka agar udara dapat masuk. Chamber
dan manometer dihubungkan. Berat diukur dengan menekan tombol weigh,
kemudian atur waktu pada timer selama 1 menit. Selanjutnya katup untuk
ditutup sehingga udara dari luar tidak masuk dan hanya oksigen dari sistem
tertutup ini yang dihirup oleh tikus. Alat dinyalakan dengan menekan start
pada layer timer. Ketinggian air diamati pada tabung u. Setelah satu menit,
kemudian hubungkan manometer dan syringe . Katup dibuka kembali
sehingga tikus dapat menghirup udara luar. Injeksikan o2 sampai volume pada
kedua sisi tabung u sama (level). Catat pengukuran ini pada bagian baseline di
grafik 1, untuk pemakaian O2 selama 1 menit. Pemakaian oksigen dan laju
metabolik tiap jam pada tikus dihitung. Setelah itu tikus dikembalikan ke
kandangnya dan diklik tombol reset pada kotak apparatus. Diulangi prosedur
yang sama untuk tikus tiroidektomi (tx) dan hipofisektomi (hypox).
Pengukuran pengaruh tiroksin pada laju metabolik Thyroxine disuntikkan
pada tikus lalu tikus dimasukkan ke dalam chamber. katup pada sisi kiri
tabung dibuka agar udara dapat masuk. Prosedur yang dilakukan sama dengan
prosedur-prosedur sebelumnya. Pemakaian oksigen dan laju metabolik tiap
jam pada tikus dihitung. Setelah itu tikus dikembalikan ke kandangnya dan
diklik tombol reset pada kotak apparatus. Pemakaian oksigen dan laju
metabolik tiap jam pada tikus dihitung. Tombol clean diklik untuk
menghilangkan semua efek dari tiroksin. Prosedur diulangi untuk tikus yang
lain.
Pengukuran pengaruh tsh pada laju metabolic TSHdisuntikkan pada tikus
lalu tikus dimasukkan ke dalam chamber. katup pada sisi kiri tabung dibuka
agar udara dapat masuk. Prosedur yang dilakukan sama dengan
prosedur-prosedur sebelumnya. Pemakaian oksigen dan laju metabolik tiap
jam pada tikus dihitung. Setelah itu tikus dikembalikan ke kandangnya dan
diklik tombol reset pada kotak apparatus. Tombol clean diklik untuk
menghilangkan semua efek dari tiroksin. Prosedur diulangi untuk tikus yang
lain. Pengukuran pengaruh TSH pada laju metabolik Propylthiouracil
disuntikkan pada tikus lalu tikus dimasukkan ke dalam chamber. katup pada
sisi kiri tabung dibuka agar udara dapat masuk. Prosedur yang dilakukan sama
dengan prosedur-prosedur sebelumnya. Pemakaian oksigen dan laju metabolik
tiap jam pada tikus dihitung. Setelah itu tikus dikembalikan ke kandangnya
dan diklik tombol reset pada kotak apparatus. Tombol clean diklik untuk
menghilangkan semua efek dari propylthiouracil. Prosedur diulangi untuk
tikus yang lain. Terapi pengganti hormon Larutan saline disuntikkan pada
tikus kontrol pada bagian bawah bawah abdominal (intraperitonial). Tombol
clean diklik untuk membersihkan alat suntik dari residu obat. pada tikus
eksperimen, suntikkan hormone estrogen pada daerah bagian bawah
abdominal (intraperitonial). Tombol clean diklik untuk membersihkan alat
suntik dari residu obat. Jam diklik diatas layar elapsed days, tunggu hingga
waktu habis lalu prosedur diulangi hingga semua tikus mendapat 7 kali
suntikan selama 7 hari (1 suntikkan/hari). Tikus kontrol mendapat 7 kali
suntikan saline dan tikus eksperimen mendapat 7 kali suntikkan estrogen.
Timbangan ditara hingga menunjukkan 0,00 g. Tombol remove uterus diklik
sehingga uterus keluar dari tubuh tikus.
Uterus dari tiap tikus ditimbang beratnya lalu record data diklik. Tombol
clean diklik untuk membuang kertas timbang dan uterus.Dari hasil percobaan
tersebut, setelah dihitung menggunakan rumus laju metabolisme, didapatkan
laju metabolisme tikus normal, tiroidektomi, dan hipofisektomi adalah
1730,07, 1539,71 ,dan 1548,54. Sehingga dari data tersebut, dapat diketahui
bahwa tikus yang kelenjar tiroidnya dihilangkan,mengakibatkan laju
metabolisme pada tubuhnya semakin rendah. Pengaruh pemberian senyawa
tiroksin pada tikus dapat meningkatkan laju metabolisme, dilihat dari data
pengamatan bahwa laju metabolisme tikus normal, tiroidektomi, dan
hipofisektomi meningkat menjadi 1827,65 ,1940,19 ,dan 1745,9. Oleh
karena itu, dapat kita ketahui bahwa pemberian hormon tiroksin dapat
meningkatkan laju merabolisme tubuh. Pada tikus tiroidektomi, laju
metabolismenya sangat meningkat. Seharusnya laju metabolisme tikus normal
lebih tinggi daripada tiroidektomi karena ia memiliki hormon di tubuhnya,
kemungkinan data ini salah akibat kesalah pada saat menghitung Hormon
TSH yang telah diinjeksikan kepada tikus normal, tiroidektomi, dan
hipofisektomi meningkatkan laju metabolisme tikus normal dan hipofisektomi.
Dan hanya sedikit mempengaruhi tikus tiroidektomi. Dilihat dari laju
metabolismenya, tikus normal, tiroidektomi, dan hipofisektomi
1873,27 ,1546,01 ,dan 1737,36. Pada tikus normal karena hormon stimulan
menjadi lebih banyak sehingga hormon tiroksin yang dilepaskan oleh kelenjar
tiroid juga lebih banyak sedangkan pada tikus hipofisektomi kenaikan terjadi
karena terjadi stimulasi pelepasan hormon tiroksin yang pada awalnya tidak
ada stimulasi sama sekali. Pada tikus toroidektomi tidak terjadi kenaikan laju
metabolik bila dibandingkan dengan standar laju meski tikus telah diberi
injeksi TSH karena tikus tiroidektomi tidak memiliki kelenjar tiroid yang
dapat menghasilkan hormon tiroksin sehingga pemberian TSH tidak akan
menimbulkan pengaruh terhadap tikus tersebut karena TSH yang diinjeksikan
tidak dapat menemukan reseptornya sehingga TSH tersebut tidak berfungsi.
Setelah pemberian PTU, didapatkan laju metabolisme tikus normal,
tiroidektomi, dan hipofisektomi adalah 1514,42 ,1542,23 , dan 1537,21. Dari
data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan laju metabolik pada tikus
normal sedangkan pada tikus tiroidektomi dan tikus hipofidektomi tidak
menunjukkan perubahan yang berarti. Penurunan laju metabolik pada tikus
normal dikarenakan terjadinya penghambatan proses pembentukan hormon
tiroksin oleh PTU sehingga hormon yang diproduksi menjadi menurun dan
mengakibatkan laju metabolik menjadi lebih lambat. Tidak adanya respon
yang berarti terhadap pemberian propiltiourasil pada tikus tiroidektomi dan
tikus hipofidektomi terjadi dalam dua mekanisme yang berbeda. Pada tikus
tiroidektomi PTU yang diberikan tidak berfungsi karena PTU tersebut tidak
menemukan reseptornya. Seperti kita ketahui PTU bekerja dengan
menghambat sintesis hormon tiroksin sedangkan tikus tiroidektomi sudah
tidak memiliki kelenjar tiroid yang berperan sebaga tempat sistesis tiroksin.
Tidak adanya proses sintesis tiroksin maka tidak ada pula proses
penghambatan. Pada tikus hipofidektomi mekanisme yang terjadi adalah PTU
bekerja menghambat sintesis hormon tiroksin pada kelenjar tiroid tetapi
keadaan yang terjadi tidak memiliki perbedaan yang berarti dibandingkan
kondisi standar karena pada awalnya tidak ada hormon tiroksin yang
dilepaskan oleh kelenjar tiroid. Artinya, berapapun jumlah tiroksin yang
dihasilkan tidak mempengaruhi laju metabolisme karena tidak ada hormon
tiroksin yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid akibat dari tidak dihasilkannya
hormon penstimulasi pelepasan tiroksin yaitu TSH.
IX. Simpulan
Hormon dan terapi pengganti hormon di ketahui dan aktivitas hormon dan
terapi pengganti hormon telah diuji.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2015. Terapi Pengganti Hormon. Tersedia online di
https://kamuskesehatan.com (Diakses tanggal 2 April 2015)
Anonim. 2015. Sistem Hormon.Tersedia online di https://biologi.ucoz.com
(Diakses tanggal 2 April 2015)
Hanifah, S. 2006. Diktat Farmakoterapi Endoktrin & Hormon. FMIPA UII. UII
Heru, 2009. Regulasi Hormon. Tersedia di
http://crayonpedia.org/bse/split/Kelas_X_SMK_ilmukesehatan_heru-n/Ba
b_8.pdf.[Diakses Tanggal 01 April 2015].
Indah, M. 2004. Hormon. Tersedia
dihttp://www.acdemia.edu/document_downloads/direct/29855212?extensi
on=pdf&ft=1274519320<=1274522930&uahk=MXv/uDJ+kwRoCrXbT
5YRdGUCVuY. [Diakses Tanggal 01 April 2012].
Praweda,2000.Hormon.Tersedia
dihttp://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Prawed
a/Biologi/0092%20Bio%202-11a.htm.[Diakses Tanggal 01 April 2012].
Prabata, Adam. 2015. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu. Tersedia
online di https://www.medicinesia.com (Diakses tanggal 2 April 2015)
Rosenthal, S. 2009. Revolusi Terapi Hormon. Bentang Pustaka . Jakarta.
Scanlon, V. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.