36
Referat Gangguan Panik Noviana Joenputri 11.2013.141 Pembimbing: dr . Andri , SpKJ , FAPM STASE ILMU KESEHATAN JIWA PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1

Laporan Referat Panik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jiwa

Citation preview

Referat Gangguan Panik

Noviana Joenputri

11.2013.141

Pembimbing: dr.Andri, SpKJ, FAPM

STASE ILMU KESEHATAN JIWA

PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1

Jl Raya Kembangan 2 Jakarta, 11530

PENDAHULUAN

GANGGUAN PANIK

Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak

diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif

singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti

palpitasi dan takipnea. 1

Karena pasien dengan serangan panik sering kali datang ke klinik medis, gejala nya mungin

keliru didiagnosis sebagai suatu kondisi medis yang serius (sebagai contoh, infark miokardium)

atau suatu yang dinamakan gejala histerikal. 1

Frekuensi pasien dengan gangguan panik dalam mengalami serangan panik adalah bervariasi

dari serangan multipel dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan dalam setahun. 1

Ganguan panik sering kali disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan berada sendirian di

tempat-tempat publik (sebagai contoh, supermarket), khususnya tempat di mana pintu keluar

yang cepat akan sulit diraih jika orang tersebut tiba-tiba mengalami serangan panik. Agorafobia

mungkin merupakan fobia yang paling mengganggu, karena terjadinya agorafobia dapat

mengganggu secara bermakna kemampuan seseorang untuk dapat berfungsi di dalam situasi

kerja atau sosial di luar rumah. 1

Sekitar enam juta orang dewasa di Amerika mengalami gangguan panik pada tahun tertentu.

Biasanya berkembang di masa dewasa awal, dan perempuan dua kali lebih mungkin daripada

laki-laki untuk memiliki gangguan panik. 2

Banyak orang tidak tahu bahwa gangguan mereka adalah gangguan yang nyata dan sangat

responsif terhadap pengobatan. Beberapa orang takut atau malu untuk memberitahu kepada

orang lain, termasuk dokter mereka dan orang yang dicintai tentang apa yang mereka

alami.Sebaliknya mereka menderita dalam diam, menjauhkan diri dari teman-teman, keluarga,

dan orang lain yang bisa membantu atau mendukung.2

EPIDEMIOLOGI

Gangguan ini merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Dari penelitian

diketahui bahwa di Negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh lebih kurang 1,7% dari

populasi orang dewasa.

Angka kejadian sepanjang hidup dari gangguan panik dilaporkan 1,5% sampai 5%

Angka kejadian sepanjang hidup dari serangan panik sebanyak 3% sampai 5,6%.

Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan beberapa jumlah

individu yang mengalami gangguan panik, namun para profesional merasakan adanya

peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan sedangkan serangan panik sebanyak

3% sampai 5,6%. Satu-satunya faktor sosial yang diidentifikasi turut berperan dalam timbulnya

gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan baru terjadi.3

Gangguan panik pada perempuan 2/3 dari laki-laki. Pada umumnya terjadi pada usia dewasa

muda, sekitar 25 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun, termasuk anak-anak dan remaja.3

KOMORBIDITAS

Sembilanpuluh satu persen pasien dengan gangguan panik dari 84% yang dengan agorafobia

mengalami setidaknya satu gangguan psikiatri lainnya. Sepuluh hingga 15% pasien dengan

gangguan panik juga mengalami gangguan depresi berat. Sepertiga diantaranya mengalami

gangguan depresi sebelum awitan gangguan panik, serta sisanya mengalami serangan panik

selama atau sesudah awitan gangguan depresi berat.

Gangguan cemas juga sering terjadi pada gangguan panik dengan agorafobia. Limabelas sampai

30 persen mengalami fobia sosial, 2 sampai 20 persen terdapat fobia spesifik dan 15 sampai 30

persen mengalami gangguan kecemasan umum, 2 sampai 10 persen mengalami gangguan stres

pasca trauma (PTSD) dan hingga 30 persen mengalami gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Kondisi komorbiditas lainnya antara lain hipokondriasis, gangguan kepribadian, gangguan

terkait penggunaan zat.3

ETIOLOGI

Terdiri atas faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik), serta sosiokultural.

FAKTOR BIOLOGIS

Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan berbagai temuan;

salah satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai

kelainan biologis di dalam struktur dan fungsi otak. Sangat banyak penelitian yang telah

dilakukan dengan menggunakan stimulan untuk menginduksi serangan panik pada pasien dengan

gangguan panik. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa regulasi abnormal sistem

noradrenergik otak juga terlibat dalam patofisiologi ganguan panik. 1,3

Penelitian tersebut dan lainnya telah menghasilkan hipotesis yang melibatkan regulasi sistem

saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik pada

beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatetik,

untuk beradaptasi secara perlahan terhadap stimuli atau rangsangan yang berulang-ulang, dan

untuk merespons secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang atau moderat. 1,3

Penelitian status neuroendokrin pasien dengan gangguan panik telah menunjukkan adanya

beberapa kelainan, walaupun penelitian adalah tidak konsisten di dalam temuannya. Sistem

neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric

acid (GABA). Adanya disfungsi serotonergik cukup jelas dalam gangguan panik, hal ini

didukung oleh fakta bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-

pasien dengan gangguna cemas, termasuk gangguan panik. 1,3

Tanggapan tersebut dapat disebabkan oleh hipersensitivitas serotonin postsinaptik dalam

gangguan panik . Bukti praklinis menunjukkan bahwa redaman transmisi lokal penghambatan

GABAnergic di amigdala basolateral , otak tengah , dan hipotalamus dapat menimbulkan respon

fisiologis kecemasan1,3

Keseluruhan data biologis telah menyebabkan suatu perhatian kepada batang otak (khususnya

neuron noradrenergik di lokus sereleus dan neuron serotonergik di nukleus raphe medialis),

sistem limbik (kemungkinan bertanggung jawab untuk terjadinya kecemasan yang terjadi lebih

dahulu {(anticipatory anxiety), dan korteks prefrontalis (kemungkinan bertanggung jawab untuk

terjadinya penghindaran fobik}.1,3

Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh

fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang

berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik

menjadi takut akan terjadi nya serangan panik.

Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah adanya zat

panikogen yang digunakan terbatas pada penelitian, serta perubahan pada tampilan pencitraan

dengan MRI (Magentic Resonance Imagine).4

Zat penyebab panik (panic-inducing substance).

Zat penyebab panik (sering kali dinamakan panikogen) adalah zat yang menyebabkan serangan

panik pada sebagian besar pasien dengan gangguan panik atau riwayat serangan panik.

Penggunaan zat penyebab panik adalah sangat terbatas pada lingkungan penelitian; tidak terdapat

alasan yang diinduksikan secara klinis untuk menstimulasi serangan panik pada pasien. Yang

dinamakan zat penyebab panik respirasi (respiratory panic-inducing substance) menyebabkan

stimulasi respirasi dan pergeseran keseimbangan asam basa. Zat tersebut adalah karbon dioksida

(campuran 5 sampai 35 persen), natrium laktat, dan bikarbonat. Zat penyebab panik

neurokimiawi yang bekerja melalui sistem neurotransmiter spesifik, adalah yohimbin (Yocon),

suatu antagonis reseptor adrenergik-alfa2 ; fenfluramine (Pondimin), suatu obat pelepas

serotonin; m-chlorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat dengan efek serotonergik multipel;

obat beta-carboline; agonis pembalik reseptor GABAB; agonis pembalik reseptor GABAB;

flumazenil, suatu antagonis reseptor GABAB, kolesistokinin; dan kafein. Isoproterenol (Isuprel)

juga merupakan zat penyebab panik, walaupun mekanisme kerjanya dalam menyebabkan

serangan panik adalah belim dipahami. Zat penyebab panik respirasi mungkin pada awalnya

bekerja di baroreseptor kardiovaskular perifer dan menyambungkan sinyalnya melalui aferen

vagal ke nukleus traktus solitarii dan selanjutnya ke nukleus paragigantoselularis di medula. Zat

penyebab panik neurokimiawi diperkirakan memiliki efek primernya secara langsung pda resetor

noradrenergik, serotonergik, dan GABA pada sistem saraf pusat. 3

Pencitraan otak.

Penelitian pencitraan orak struktural-sebagai contoh, pencitraan resonansi magnetik (MRI;

magnetic resonance imaging)-pada pasien gangguan panik telah menunjukkan patologi di lobus

temporalis, khususnya hipokampus. Sebagai contoh, satu penelitian MRI melaporkan kelainan,

khususnya atrofi kortikal, di lobus temporalis kanan pasien dengan gangguan panik. Penelitian

pencitraan otak fungsional-sebagain contoh, tomografi emisi positron (PET; positron emission

tomography)- telah menunjukkan suatu disregulasi aliran darah serebral. Secara spesifik,

gangguan keemasan dan serangan panik adalah disertai dengan vasokonstriksi serebral, yang

dapat menyebabkan gejala sistem saraf pusat, seperti rasa pening, dan gejala sistem saraf perifer

yang mungkin diakibatkan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Sebagian besar penelitian

pencitraan otak fungsional telah menggunakan zat penyebab panik spesifik (sebagai contoh,

laktat, kafein, atau yohimbin) di dalam kombiasi dengan PET atau tomografi komputer emisi

foton tunggal (SPECT; single photon emission computed tomography) untuk menilai efek zat

penyebab panik dan serangan panik yang diakibatkannya pada aliran darah serebral.3

Prolapsus katup mitralis.

Walaupun perhatian besar sebelumnya diberikan dalam suatu hubungan antara prolapsus katup

mitral dan gangguan panik, penelitian hampir seluruhnya menghilangkan adanya kepentingan

atau relevansi klinis dari hubungan tersebut. Prolapsus katup mitralis adalah suatu sindrom

heterogen yang terdiri dari suatu prolapsus satu daun katup mitralis, yang menyebabkan klik

midsistolik pada auskultasi jantung. Penelitian riset telah menemukan bahwa prevalensi

gangguan panik pada pasien dengan prolapsus katup mitralis adalah tidak berbeda dari prevalensi

gangguan panik pada pasien tanpa prolapsus katup mitralis. 3

FAKTOR GENETIKA

Walaupun jumlah penelitian terkontrol baik tentang dasar genetika dari gangguan panik dan

agorafobia adalah sedikit, darta sekarang mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini memiliki

komponen genetika yang jelas. Disamping itu, beberapa data menyatakan bahwa gangguan panik

dengan agorafobia adalah suatu bentuk parah dari gangguan panik tanpa agorafobia dan, dengan

demikian , lebih mungkin diturunkan. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan

risiko gangguan panik sebesar 4 sampai 8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien

dengan gangguan panik dengan sanak saudara derjat pertama dari pasien dengan gangguan

psikiatrik lainnya. Penelitian terhadap anak kembar yang teah dilakukan sampai sekarang

biasanya melaporkan bahwa kembar monozigotik lebih berkemungkinan seusuai dengan

gangguan panik dibandingkan dengan kembar dizigotik. 3

FAKTOR PSIKOSOSIAL

Baik teori kognitif-perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan

patogenesis gangguan panik dan agorafobia. Keberhasilan pendekatan kognitif-perilaku terhadap

pengobatan gangguan tersebut mungkin menambah kepercayaan terhadap teori kognitif-

perilaku.3

Teori kognitif perilaku.

Terori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respons yang dipelajari baik dari

perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasaan klasik. Dalam pendekatan

pembiasaan kalsik dari gangguan panik dan agorafobia, suatu stimulus yang berbahaya (sebagai

contoh, suatu serangan panik) yang terjadi dengan suatu stimulus netral (sebagai contoh, naik

bus) dapat menyebabkan penghindaran stimulus netral. Teori perilaku menyatakan suatu

hubungan antara sensasi gejala somatik ringan (sebagai contoh, berdebar-debar) dan timbulnya

serangan panik lengkap. Walaupun teori kognitif-perilaku dapat membantu menjelaskan

perkembangan agorafobia atau suatu peningkatan dalam jumlah atau keparahan serangan panik,

teori ini tidak menjelaskan terjadinya serangan panik pertam ayang tidak terprovikasi atau

diharapkan yang dialami oleh pasien yang terkena. 3

Teori psikoanalitik.

Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahana nyang tidak

berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumya merupakan

suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan

gejala somatik. Pada agorafobia, teori psikoanalitik menekanankan kematian orang tua pada

masa anak-anak dan suatu riwayat kecemasan perpisahan (separation anxiety). Sendirian di

temapt publik menghidupkan kembali kecemasan masa anak-anak tentang ditelantarkan.

Mekanisme pertahanan yang digunakan adalah represi, pengalihan (displacement),

penghindaran, dan simbolisasi. Perpisahan traumatik selama masa anak-anak dapat sistem sarafa

anak yang berkembang dalam cara tertentu sehingga anak menjadi rentan terhadap kecemasan

pada masa dewasanya. 3

Banyak pasien menggambarkan serangan panik berasal dari kesedihan, seaka-akan tidak ada

faktor psikologis yang terlibat, tetapi penggalian psikodinamika sering kali mengungkapkan

suatu pemicu psikologis yang jelas untuk serangan panik. Walaupun serangan panik adalah

berhubungan secara neurofisiologis dengan lokus sereleus, onset serangan panik memiliki

insidensi yang lebih tinggi peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan, khususnya kehilangan,

dibandingkan dengan kontrol dalam beberapa bulan sebelum onset gangguan panik. Selain itu,

pasien biasanya mengalami penderitaan yang lebih berat tentang peristiwa kehidupan

dibandingkan kontrol. 3

Hipotesis bahwa peristiwa psikologis yang menyebabkan stres menghasilkan perubahan

neurofisiologis pada gangguan panik mendapatkan dukungan dari penelitian tentang kembar

wanita. Penemuan penelitian mengungkapkan bahwa gangguan panik adalah behubungan kuat

dengan perpisahan parental dan kematian parentakl sebelum usia 17 tahun. Perpisahan dari ibu

pada awal kehidupan jelas lebih mungkin menghasilkan gangguan panik dibandingkan

perpisahan paternal di dalam koohrt 1.0018 pasangan kembar wanita. Dukungan lebih lanjut

terhadap mekanisme psikologis di dalam gangguan panik berasal dari peneiltian pasien gangguan

panik yang berhasil diterapi dengan terapi kognitif. Sebelum terapi, pasien berespon terhadap

induksi laktat dengan suatu serangan panik. Setelah terapi kognitif yang berhasil, infus laktat

tidak lagi menyebabkan serangan panik. 3

Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan melibatkan arti bawah sadar

peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik mungkin berhubungan

dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi psikologis. Klinisi psikodinamika harus

selalu melakukan pemeriksaan yang lengkap tentang kemungkinan pemicu bilamana suatu

penilaian diagnostik sedang dilakukan pada seseorang pasien dengan gangguan panik.3

Tema Psikodinamik Gangguan Panik

Kesulitan mentoleransi kemarahan

Perpisahan fisik atau emosi dari orang yang bermakna baik di masa kanak-kanak

maupun di masa dewasa

1. Dapat dipicu oleh situasi meningkatnya tanggung jawab pekerjaan

2. Persepsi mengenai orang tua sebagai pengontrol, menakutkan, kritis, dan

menuntut

3. Gambaran internal megenai hubungan yang melibatkan penyiksaan seksual dan

fisik

4. Rasa terperangkap kronis

5. Lingkaran setan kemarahan pada perilaku penolakan orang tua diikuti ansietas

bahwa khayalan akan merusak ikatan dengan orang tua

6. Kegagalan fungsi ansietas sinyal apda ego yang terkait dengan frgmentasi diri dan

kebingungan batas diri-orang/benda lain

7. Mekanisme defens yang khas, reaction formation, undoing, somatisasi, dan

eksternailisasi4

DIAGNOSIS

SERANGAN PANIK

Sebuah serangan panik didefinisikan sebagai onset mendadak dari ketakutan intens yang

mencapai puncaknya dalam beberapa menit dan mencakup setidaknya empat dari gejala berikut :

perasaan bahaya atau mengancam

kebutuhan untuk melarikan diri

jantung berdebar-debar

berkeringat

gemetaran

sesak napas atau perasaan menyesakkan

perasaan tersedak

nyeri dada atau ketidaknyamanan

mual atau ketidaknyamanan perut

pusing atau ringan

rasa hal yang nyata , depersonalisasi

takut kehilangan kontrol atau " gila "

takut sekarat2

sensasi kesemutan

menggigil atau flush panas

Karena banyak gejala gangguan panik meniru orang-orang dari penyakit seperti penyakit

jantung, masalah tiroid , dan gangguan pernapasan , orang dengan gangguan panik sering

membuat banyak kunjungan ke ruang gawat darurat atau kantor dokter , yakin bahwa mereka

memiliki penyakit yang mengancam jiwa . Sering membutuhkan berbulan-bulan atau bertahun-

tahun dan banyak frustrasi sebelum menerima diagnosis yang benar .Banyak orang yang

menderita serangan panik tidak tahu bahwa mereka memiliki gangguan nyata dan diobati.2

Dalam DSM-IV, tidak seperti DSM-III-R, kriteria diagnostik untuk serangan panik adalah

dituliskan sebagai kumpulan kriteria yang terpisah. Dalam DSM-III-R kriteria untuk suatu

serangan panik dimasukkan di dalam kriteria diagnostik untuk gangguan panik. Alasan utama

untuk memisahkan kumpulan kriteria diagnostik serangan panik adalah bahwa serangan panik

dapat terjadi pada gangguan mental selain pada gangguan panik, khususnya pada fobia spesifik,

fobia sosial, dan gangguan stres pascatraumatik. Selain itu, dimasukkannya kriteria untuk suatu

serangan panik di dalam kriteria diagnostik untuk gangguan panik berarti bahwa serangan panik

harus tidak diperkirakan atau tidak menunjukkan tanda untuk memenuhi kriteria diagnostik.

Serangan panik yang tidak diperkirakan terjadi di luar kesedihan dan tidak disertai dengan

adanya stimulus situasional yang dapat dikenali. Tetapi, serangan panik tidak perlu diperkirakan,

karena serangan panik apda pasien dengan fobia sosial dan spesifik biasanya diperkirakan atau

menunjukkan tanda terhadap suatu stimulus yang dikenali atau spesifik. Beberapa serangan

panik tidak mudah dibedakan antara tidak diperkirakan atau diperkirakan, dan serangan tersebut

dinamakan sebagai serangan panik yang dipredisposisi secara situasional; serangan mungkin atau

tidak mungkin terjadi jika seseorang pasien dipaparkan dengan suatu pemicu spesifik, atau

mungkin terjadi segera setelah pemaparan atau setelah suatu keterlambatan yang cukup lama. 5

Kriteria Diagnostik untuk Serangan Panik

Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, dimana empat (atau lebih) gejala

berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit.

1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat

2. Berkeringat

3. Gemetar atau bergoncang

4. Rasa napas sesak atau tertahan

5. Perasaan tercekik

6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman

7. Mual atau gangguan perut

8. Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsan

9. Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri)

10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila

11. Rasa takut mati

12. Parastesia (mati rasa atau sensasi geli)

13. Menggigil atau perasaan panas5

Catatan : serangan panik bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan diagnosis

spesifik di mana serangan panik terjadi (misalnya, gangguan panik dengan agorafobia)

GANGGUAN PANIK

DSM-IV memiliki dua kriteria diagnostik untuk gangguan panik, satu tanpa agorafobia dan yang

lainnya dengan agorafobia, tetap keduanya mengharuskan adanya serangan panik seperti yang

dijelaskan sebelumnya. Beberapa survei masyarakat telah menyatakan bahwa serangan panik

adalah sering ditemukan , dan masalah utama dalam perkembangan diagnostik untuk gangguan

panik adalah penentuan angka ambang atau frekuensi serangan panik yang diperlukan untuk

memenuhi diagnosis. Menentukan ambang yang terlalu rendah menyebabkan diagnosis

gangguan panik pada pasien yang tidak memiliki suatu gangguan dari suatu serangan panik

sewaktu; menentukan ambang terlalu tinggi menyebabkan suatu situasi di mana pasien yang

terganggu oleh serangan paniknya tidak memenuhi kriteria diagnostik. Keanehan penentuan

ambang ditunjukkan oleh berbagai nilai ambang di dalam berbagai kriteria diagnostik. Research

Diagnostic Criteria (RDC) mengharuskan adanya enam serangan panik selama periode enam

minggu. International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10) mengharuskan adanya tiga

serangan dalam tiga minggu (untuk penyakit sedang) atau empat serangan dalam empat minggu

(untuk penyakit parah). DSM-IV tidak menentukan jumlah serangan panik minimal atau suatu

kerangka waktu tetapi mengharuskan adanya sekurangnya satu serangan yang diikuti oleh

periode keprihatinan selama sekurangnya satu bulan tentang mengalami serangan panik lain atau

tentang akibat serangan atau suatu perubahan bermakna dalam perilaku. DSM-IV juga

mengharuskan bahwa serangan panik biasanya tidak diperkirakan tetapi memungkinkan

perkiraan atau serangan yang dipredisposisikan secara situasional.5

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III)

F41.0 Gangguan Panik (Anxietas Paroksismal Episodik)

Gambaran yang esensial adalah adanya serangan ansietas berat (panik) yang berulang, yang tidak

terbatas pada adanya situasi tertentu atau pun suatu rangkaian kejadian, dan karena itu tidak

terduga. Seperti pada gangguan anxietas lainnya, gejala yang dominan bervariasi pada masing-

masing orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk palpitasi , nyeri dada, perasaan tercekik,

pusing kepala, dan perasaan yang tidak riil (depersonalisasi atau derealisasi), merupakan gejala

yang lazim. Juga hampir selalu secara sekunder timbul rasa takut mati, kehilangan kendali atau

menjadi gila. Setiap serangan biasanya berlangsung hanya beberapa menit, meskipun kadang-

kadang bisa lebih lama; perjalanan penyakit dan frekuensi serangannya agak bervariasi.

Seseorang individu yang sedang mengalami serangan panik sering kali merasakan ketakutan

yang semakin meningkat dengan disertai gejala otonomik, yang mengakibatkan yang

bersangkutan, biasanya dengan terburu-buru, meninggalkan tempat di mana ia sedang berada.

Bila hal ini terjadi dalam situasi yang spesifik, misalnya di dalam bis atau di tengah orang

banyak, untuk selanjutnya pasien akan menghindari situasi-situasi seperti itu. Demikian pula,

seringnya mengalami serangan panik yang tak terduga menimbulkan ketakutan akan kesendirian

atau untuk pergi ke tempat-tempat umum. Serangan panik sering kali diikuti dengan ketakutan

yang menetap akan kemungkinan mengalami serangan lagi. 5

Pedoman Diagnostik

Di dalam klasifikasi ini, suatu serangan panik yang terjadi pada suatu situasi fobik yang sudah

ada dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia tersebut. Gangguan panik baru menjadi

diagnosis utama bilamana tidak ditemukan adanya salah satu gangguan fobia seperti yang

tercakup dalam F40.-

Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari ansietas otonomik harus terjadi dalam

periode kira-kira satu bulan :

a. Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya;

b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga

sebelumnya;

c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala ansietas dalam periode antara serangan-

serangan panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik) 5

Termasuk : serangan panik (panic attack) dan keadaan panik (panic state)

GAMBARAN KLINIS

Gangguan Panik

Serangan panik sering kali sama sekali spontan walaupun serangan pani kkadang-kadang terjadi

setelah luapan kegembiraan, keleleahan fisik aktivitas seksual, atau trauma emosional sedang.

DSM-IV menekankan bahwa sekurangnya serangan pertama harus tidak diperkirakan (tidak

memiliki tanda) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan panik. Klinisi harus

berusaha untuk mengetahui tial kebiasaan atau situasi yang sering mendahului suatu serangan

panik pasien. Aktivitas tersebut dapat termasuk penggunaan kafein, alkohol, nikotin, atau zat

lain; pola tidur atau makan yang tidak biasanya; dan keadaan lingkungan spesifik, seperti

pencahayaan kuat di tempat kerja. 3,6

Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.

Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan

kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin

merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah

takikardia, palpitasi, sesak nafas, dan berkeringat. Pasien sering kali mencoba untuk

meninggalkan situasi di mana ia berada untuk emncari bantuan. Serangan biasanya berlangsung

selama 20 sampai 30 menit dan jarang lebih lama dari satu jam. Pemeriksaan status mental

formal selama suatu serangan panik dapat mengungkapkan perenungan (rumination), kesulitan

berbicara ( misalnya, kegagapan), dan gangguan daya ingat. Pasien mungkin mengalami depresi

atau depersonalisasi selama serangan. Gejala mungkin menghilang dengan cepat atau secara

bertahap. Antara serangan, pasien mungkin memiliki kecemasan yang lebih dahulu tentang

mengalami serangan lain. Perbedaan antara kecemasan yang lebih dahulu (anticipatory anxiety)

dan gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) mungkin sulit, walaupun pasien

dengan gangguan nyeri dengan kecemasan terlebih dahulu adalah mampu menyebutkan sumber

kecemasannya. 3,6

Permasalahan somatik akan kematian dari gangguan jantung atau pernapasan mungkin

merupakan perhatian utama pasien selama serangan panik. Pasien mungkin percara bahwa

palpitasi dan rasa sakit di dada menyatakan bahwa mereka hampir meninggal. Sebanyak 20

persen pasien tersebut sesungguhnya memiliki episode sinkop selama suatu serangan panik.

Pasien yang mungkin datang ke ruang gawat darurat adalah muda (usia 20 tahunan), seseorang

yang secara fisik adalah sehat yang bersikerasa bahwa mereka hampir meninggal akibat serangan

jantung. Ketimbang mediagnosis segera hipokondriasis, dokter ruang gawat darurat harus

mempertimbankan diagnosis gangguan panik. Hiperventilasi mungkin menghasilkan alkalosis

respirasi dengan gejala lain. Pengobatan kuno dengan bernapas ke dalam kantung kertas kadang-

kadang dapat membantu. 3,6

Agorafobia

Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan

bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga di tempat-tempat

tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruang tertutup (seperti di terowongan,

jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertututp (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat

udara). Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah.

Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan, yang dapat keliru

diidiagnosis sebagai masalah primer. Pasien yang menderita secara parah mungkin semata-mata

menolak keluar dari rumah. Khususnya sebelum diagnosis yang benar dibuat, pasien mungkin

ketakutan bahwa mereka akan gila . 3,6

GEJALA PENYERTA

Gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan pada beberapa

pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian

telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik

adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental. Klinisi harus menyadari

risiko bunuh diri ini. Di samping agorafobia, fobia lain dan gangguan obsesif-kompulsif dapat

terjadi bersama-sama dengan gangguan panik . akibat psikologis dari igangguan panik dan

agorafobia, selain pertengkaran perkawinan, dapat berupa waktu terbuang di tempat kerja,

kesulitan finansial yang berhubungan dengan hilangnya pekerjaan, dan penyalahgunaan alkohol

dan zat lain. 3

Diagnosis Banding

Gnguan panik harus dibedakan dari serangan panik yang terjadi sebagai bagian dari gangguan

fobik yang sudah ada sebagaimana telah dikemukakan. Serangan panik dapat merupakan hal

sekunder dari gangguan depresif, terutama pada laki-laki, dan jikalau pada saat yang sama

kriteria gangguan depresif dipenuhi, maka gangguan panik jangan dijadikan diagnosis utama .

Diagnosis banding untk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah besar gangguan

medis dan juga banyak gangguan mental. 3

Gangguan medis

Bilamana seorang pasien, terlepas dari usia atau faktor risiko, datag ke ruang gawat darurat

dengan gejala suatu kondisi yang kemungkinan fatal (sebagai contoh, infark miokardium),

riwayat medis yang lengkap harus diperoleh dan dilakukan pemeriksaan fisik. Prosedur

laboratorium standar adalah hitung darah lengkap; pemeriksaan elektrolit, glukosa puasa,

konsentrasi kalsium, fungsi hati, urea, kreatinin, dan tiroid; suatu urinalisis; suatu skrining obat;

dan suatu elektrokardiogram (EKG). Jika adanya suatu kondisi yang segera membahayakan

hidup telah disingkirkan, kecurigaan klinis adalah bahwa pasien memiliki gangguan panik .

kemungkinan bahwa prosedur diagnostik medis tambahan akan mengungkapkan kondisi medis

harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan efek merugikan dari prosedur dalam membantu

pasien menerima suatu diagnosis gangguan panik. Namun demikian, adanya gejala atipikal

(sebagai contoh, vertigo, hilangnya kontrol kandung kemih, dan tidak sadar) atau onset serangan

panik pertama yang lambat (di atas usia 45 tahun) harus menyebabkan klinisi

mempertimbangkan kembali adanya kondisi medis nonpsikiatrik dasar. 3

Pemeriksaan standar yang dibicarakan di atas membantu klinisi untuk memeriksa pasien untuk

adanya penyebab tiroid, paratiroid, adrenal, dan penyebab berhubungan zat dari serangan panik.

Gejala seperti nyeri dada, khususnya pada pasien dengan faktor risiko jantung (sebagai cotoh,

obesitas dan hipertensi) mungkin mengharuskan pemeriksaan jantung lebih lanjut, termasuk

EKG 24 jam, stres tes, sinar-X dada, dan pengukuran enzim jantung. Adanya gejala neurologis

atipikal mungkin mengharuskan didapatkannya elektroensefalogram atau MRI untuk memeriksa

kemungkinan bahwa pasien menderita epilepsi lobus temporalis, sklerosis multipel, atau lesi otak

yang memakan tempat (space-occupying lession). 3

Gangguan mental

Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan,

hipokondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan stres

pascatraumatikm gangguan depresif, dan skizofrenia. Di dalam diagnosis banding, klinisi harus

menentukan apakah serangan panik adalah tidak diperkirakan, berkaitan dengan situasional, atau

dipredisposisikan oleh situasi. Serangan panik yang tidak diperkirakan (unexpected) adalah tanda

utama dari gangguan panik;serangan panik yang berikatan dengan situasional biasanya

menyatakan suatu keadaan yang berbeda, seperti fobia sosial atau fobia spesifik (jika terpapar

dengan situasi fobik), gangguan obsesif-kompulsif (jika mencoba menahan suatu kompulsi), atau

suatu gangguan depresif (jika terlanda dengan kecemasan). Fokus kecemasan atau ketakutan

adalah penting. Apakah tidak terdapat fokus (seperti pada gangguan panik), atau apakah terdapat

fokus spesifik sebagai contoh, ketakutan akan menjadi tidak dapat bicara pada seseorang dengan

fobia sosial)? Gangguan somatoform juga harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding,

walaupun seseorang pasien mungkin memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform maupun

gangguan panik. 3

Penatalaksanaan

Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi. Dari

penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saja, maka angka

kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapat gabungan antara farmakoterapi

dan psikoterapi.

Dengan terapi, sebagian besar pasien mengalami perbaikan dramatik pada gejala gangguan panik

dan agorafobia. Dua terapi ang paling efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif perilaku.

Terapi keluarga dan kelompok mungkin membantu pasien yang menderita dan keluarganya

untuk menyesuaikan dengan kenyataan bahwa pasien menderita gangguan dan dengan kesulitan

psikososial yang telah dicetuskan oleh gangguan. 4

a. farmakoterapi

terdiri atas

first line – Trisiklik (Clomipramine atau Imipramine)

obat ini efektif dalam pengobatan gangguan panik. Pengobatan harus dimulai dari

dosis rendah, 10 mg sehari, dan dititrasi perlahan-lahan pada awalnya dengan 10

mg sehari tiap dua sampai tiga hari, jika dosis rendah ditoleransi baik. Efek

samping yang paling sering menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien gangguan

panik yang diobati dengan clomipramine dan imipramine adalah overstimulasi

selama awal terapi overstimulasi biasanya dihindari dengan menggunakan jadwal

titrasi dosis secara perlahan. Butuh 8 sampai 12 minggu untuk menunjukkan

respons.

Imipramine : mulai 25 mg saat ingin tidur, dosis harian 50-100mg, dosis

maksimum 150 mg. Efek samping mulut kering, pandangan berkabur, somnolen,

ansietas, disfungsi seksual.7

MAOIs – monoamine oxidase inhibitors

Obat ini juga efektif dalam pengobatan gangguan panik. Tidak mengalami

overstimulasi seperti pada trisiklik.

SSRI-serotonin selective reuptake inhibitors, terdiri atas beberapa macam,

dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll.

Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar

kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.

Dosis awal fluoxetine 2-4 mg perhari dan harus dinaikkan dalam 2 sampai 4

minggu interval sehari tiap dua sampai empat hari. Tujuannya adalah mencapai

dosis terapeutik penuh pada sekurangnya 20 mg sehari.

Fluoxetine : dimulai 10 mg, dosis harian 20-40 mg per hari, dosis maksimum 60

mg, edek samping nausea, diare, cemas, disfungsi seksual. 7

Benzodiazepine- Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara

4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai

akhirnya dihentikan. Jadi setelaah itu dan seterusnya, individu hanya minum

golongan SSRI.

Pemakainnya dalam gangguan panik terbatas, karena maslah ketergantungan,

gangguan kognitif, dan penyalahgunaan. Terapi ini efektif dalam pengobatan

gangguan panik dan mungin memilki onset yang lebih cepat (onset satu sampai

dua minggu, mencapai puncak sampai 8 minggu) 3,4

Alprazolam : dimulai dari 0,25-0,5 mg, tiga kali sehari. Dosis harian 1,5-4 mg per

hari, dosis maksimum 6 mg/hari. Efek samping somnolen, ataksia, gangguan

memori.7

b. psikoterapi

terapi relaksasi

diberikan pada hampir semua individu yang mengalami gangguan panik, kecuali

Ybs menolak. Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan

panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah

berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam

dan lambat, lalu mengeluarkannya denga lambat pula), mengendurkan seluruh

otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan

dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing individu melakukan ini

secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama

lagi. Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap

hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk

relaksasi.

Selain itu diberikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku atau psikoterapi

dinamik. Pemillihan jenis ini berdasarkan kondisi pasien saat itu, motivasi

individu, kepribadiannya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akan

melakukannya. Kedua jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi pasien tinggi

serta bersedia bekerja sama dengan terapis atau dokternya. 3,4

terapi kognitif perilaku

Merupakan terapi yang efektif untuk gangguan panik.

Terapi kognitif

Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panik adalah instruksi tentang

kepercayaan salah dari pasien dan informasi serangan panik. Instruksi tentang

kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru

menginterpretsikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman

panik, kiamat, atau kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk

penjelasan bahwa serangan panik, jika terjadi, adalah terbatas dan tidak

mengancam kehidupan.

Individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu

membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya

dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu

kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari a.l. membuat

daftar pengalaman harian dalam menyikapi pelbagai peristiwa yang dialami,

misalnya yang mengecewakan, menyedihkan, dll. Pekerjaan rumah ini akan

dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan

10-15 kali pertemuan bisa kurang namun dapat pula lebih tergantung pada kondisi

individu yang mengalaminya. 3,4

Pemparan in vivo

Pemaparan in vivo digunakan sebagai terapi perilaku primer untuk gangguan

panik. Teknik melibatkan pemaparan yang semakin besar terhadap stimulusyang

ditakuti; dengan berjalannya waktu, pasien mengalami desensitisasi terhadap

perngalaman. Sebelumnya, fokus adalah pada stimuli eksternal; sekarang ini,

teknik telah termasuk pemaparan pasien dengan sensasi internal yang ditakuti

(sebagai contoh, takipnea dan ketakutan mengalami serangan panik) 3,4

Psikoterapi dinamik

Individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar

menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu lebih

banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali pada

individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif. Terapi ini

memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal ini

tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta

kesabaraan keduabelah pihak.3,4

PROGNOSIS

Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa dewasa awal,

walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia pertengahan dapat terjadi.

Beberapa data mengesankan adanya peningkatan stresor psikososial pada onset gangguan panik,

walaupun tidak ada stresor psikososial dapat diidentifikasi secara jelas pada sebagian besar

kasus. 1,3

Pada umumnya, gangguan panik adalah suatu gangguan kronis, walaupun perjalanannya adalah

bervariasi diantara pasien-pasien dan pada seorang pasien individual. Penelitian follow-up

jangka panjang gangguan panik yang ada adalah sulit untuk diinterpretasikan karena belum

terkontrol untuk efek pengobatannya. Namun demikian, kira-kira 30 sampai 40 persen pasien

tampaknya bebas dari gejala apda follow-up jangka panjangl kira-kira 50 persen memiliki gejala

yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara bermakna; dan kira-kira 10

sampai 20 persen terus memiliki gejala yang bermakna. 1,3

Setelah satu atau dua serangan panik pertama, pasien mungkin relatif tidak mempermasalahkan

keadaannya; tetapi, pada serangan berulang, gejala dapat menjadi permasalahan besar. Pasien

mungkin berusaha untuk merahasiakan serangan panik, dengan demikian menyebabkan keluarga

dan teman-temannya perihatin tentang terjadinya perubahan perilaku yang tidak dijelaskan.

Frekuensi dan keparahan serangan panik mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi

beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan. Asupan kafein atau nikotin yang

berlebihan dapat mengeksaserbasi gejala.1,3

Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40 sampai 80 persen dari semua

pasien, seperti yang diperkirakan dari berbagai penelitian. Walaupun pasien tidak cenderung

bicara tentang gagasan bunuh diri, mereka berada dalam risiko yang meninggi untuk melakukan

bunuh diri. Ketergantungan alkohol dan zat lain terjadi pada kira-kira 20 sampai 40 persen dari

semua pasien, dan gangguan obsesif-kompulsif juga dapat berkembang. Prestasi di sekolah dan

pekerjaan dan interaksi keluarga sering kali terganggu. Pasien dengan fungsi pramorbid yang

baik dan lama gejala yang singkat cenderung memiliki prognosis yang baik. 1,3

PREVENSI DAN REHABILITASI

Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panik), maka harus

waspada bila dalam keluarganya aada yang menglami. Juga menutrut penelitian, bila seseorang

pernah mengalami cemas perpisahan (separation anxiety) ketika pertama kali masuk sekolah,

maka bisa jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.

Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panik satu kali) dan telah

berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan adalah

degan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai

dinyatakan sembuh oleh dokter. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry: Behavioral

sciences/Clininal psychiatry. 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007

2. Anxiety and Depression Association of America : Panic Disorder and Agoraphobia.

Diunduh dari http://www.adaa.org/ pada tanggal 25 April 2014.

3. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis : Gangguan Panik dan Agorafobia.

Edisi 2. Jakarta : EGC;2010.h.230-3.

4. Kusumadewi I, Elvira SD. Buku ajar psikiatri : Gangguan Panik. Jakarta : Badan Penerbit

FKUI;2013.h.258-63.

5. Depkes RI. PPDGJ III. Cetakan pertama.1993.h.173-4, 178-9.

6. Ahuja N. A short text book of psychiatry. New Delhi : Jaypee Brothers Medical

Publisher.p.96-8.

7. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B. Diagnosis and treatment in psychiatry : Syndromes

and Their Treatments in Adult Psychiatry. Chapter 22. Lange;2010.