21
1 L L a a p p o o r r a a n n K K e e g g i i a a t t a a n n S S o o s s i i a a l l i i s s a a s s i i d d a a n n S S i i m m u u l l a a s s i i P P e e m m i i l l u u L L e e g g i i s s l l a a t t i i f f B B a a g g i i K K a a l l a a n n g g a a n n K K o o m m u u n n i i t t a a s s M M a a s s y y a a r r a a k k a a t t M M a a r r g g i i n n a a l l K K a a b b u u p p a a t t e e n n L L a a b b u u h h a a n n b b a a t t u u 2 2 0 0 0 0 9 9

LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

  • Upload
    yosbat

  • View
    690

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

1

LLaappoorraann KKeeggiiaattaann

SSoossiiaalliissaassii ddaann SSiimmuullaassii PPeemmiilluu LLeeggiissllaattiiff

BBaaggii KKaallaannggaann KKoommuunniittaass MMaassyyaarraakkaatt

MMaarrggiinnaall KKaabbuuppaatteenn LLaabbuuhhaannbbaattuu

22000099

Page 2: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

1

LAPORAN SOSIALISASI DAN SIMULASI PLAPORAN SOSIALISASI DAN SIMULASI PLAPORAN SOSIALISASI DAN SIMULASI PLAPORAN SOSIALISASI DAN SIMULASI PEMILU LEGISLATIFEMILU LEGISLATIFEMILU LEGISLATIFEMILU LEGISLATIF

BAGI KALANGAN KOMUNITAS BAGI KALANGAN KOMUNITAS BAGI KALANGAN KOMUNITAS BAGI KALANGAN KOMUNITAS MASYARAKAT MASYARAKAT MASYARAKAT MASYARAKAT MARGINALMARGINALMARGINALMARGINAL

KABUPATEN LABUHANBATU 2009KABUPATEN LABUHANBATU 2009KABUPATEN LABUHANBATU 2009KABUPATEN LABUHANBATU 2009

A.A.A.A. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Setelah berbulan-bulan DPRRI melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-

Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) akhirnya hanya menghasilkan kesepakatan

remeh-temeh. Misalnya pemberian suara dengan cara memberi tanda (menulis)

menggantikan cara coblos (tusuk). Soal yang remeh-temeh itu bahkan masuk kategori

pasal alot. Namun, dalam UU Pemilu ini poin Penentuan calon terpilih adalah yang

paling akhir dibahas karena bersentuhan langsung dengan kepentingan besar partai

dalam hal perebutan kursi di DPR dan DPRD. Senin, 3 Maret 2008 DPR RI beserta

pemerintah telah merampungkan pembahasan RUU Pemilu yang akan digunakan

sebagai aturan main penyelenggaraan Pemilu 2009.

Berbarengan dengan disahkannya UU Pemilu, terbitlah kerumitan baru. Harus diakui

ada perubahan menuju representasi yang semakin baik dengan dilonggarkannya

aturan soal Bilangan Pembagi Pemilihan (BPP). Pada Pemilu 2009, caleg hanya perlu

mengumpulkan suara setara dengan 30 % BPP untuk meraih kursi DPR, DPRD

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Namun, ketentuan ini tak berhenti di situ. Ada

sejumlah kondisi di mana caleg terpilih harus ditetapkan berdasarkan nomor urut.

Menurut Pasal 214, kondisi itu adalah, Pertama, calon yang memenuhi 30% BPP lebih

banyak dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik. Kedua, jika terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi 30% BPP dengan perolehan suara sama, penentuan calon

terpilih diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil. Ketiga, apabila calon yang memenuhi 30% BPP kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai

politik, kursi diberikan kepada calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut. Dan

keempat, dalam hal tak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30%

BPP, calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut. Jelas sekali ketentuan ini

berpretensi menggelembungkan "kekuasaan" di tangan parpol. Tanpa ada perubahan

cara parpol dalam menetapkan siapa mendapat nomor urut jadi dan siapa pula yang

sekadar dapat nomor urut sepatu, hakikatnya syarat 30% BPP tidak kian

meningkatkan nilai representasi anggota legislatif terhadap massa pemilih.1

Sistem yang digunakan pada seluruh pemilu pada masa Orde Baru sampai Pemilu 1999

adalah sistem proporsional dengan daftar tertutup (PR Closed List). Baru pada Pemilu 2004 yang berdasarkan UU No 12/2003 menggunakan sistem proporsional dengan

daftar calon terbuka. Akan tetapi, karena penetapan calon terpilih masih dibatasi

dengan perolehan suara sebesar BPP, kita akhirnya mengetahui bahwa sistem

proporsional yang namanya terbuka telah berjalan sebagai sistem yang tertutup

(sedikit terbuka). Dan dalam pelaksanaan pemilu, persaingan di antara para calon

dalam satu partai juga akan sulit berkembang sehat. Sebab, dalam pemilu, beban calon

yang berada pada nomor urut calon "jadi" akan lebih ringan dibandingkan calon yang

berada pada nomor urut bawah. Para calon pada nomor urut bawah, untuk

keberhasilan dalam pemilu harus berusaha ekstra keras. Namun, tetap kecil kepastian

untuk bisa terpilih.

1 Moh Sasul Arifin dalam “Kerumitan Teknis Pemilu 2009”, www.pikiran-rakyat.com

Page 3: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

2

Bagi masyarakat pemilih, sistem pemilu yang terbuka sedikit juga akan memberi

dampak terhadap kepeduliannya kepada calon-calon terpilih. Masyarakat akan lebih

peduli kepada wakil rakyat pilihannya. Kepedulian dapat dalam bentuk berupaya

melakukan komunikasi, berlaku kritis, dan terus mengawasi. Suatu wujud kepedulian

tinggi yang seharusnya tercipta dalam perbaikan demokrasi di Indonesia. Namun, hal

tersebut akan sangat sulit tercipta kalau wakil rakyat dari daerah pemilihannya bukan

karena mendapat suara terbanyak, tetapi karena posisi nomor urutnya, sebagai

cerminan yang lebih dikehendaki oleh partai politiknya.2

Sejalan dengan itu, beberapa partai politik dalam menentukan calon terpilih pada

Pemilu 2009 menganut sistem suara terbanyak. Padahal, Undang-Undang Pemilu yang

dihasilkan oleh wakil partai politik di DPR menetapkan lain. Yaitu calon terpilih

ditentukan berdasarkan nomor urut dan 30% BPP. Sedikitnya terdapat 9 parpol yang

akan menerapkan sistem suara terbanyak dalam menetapkan caleg 2009 kala itu.

Parpol itu antara lain: PAN, Golkar, Demokrat, Barnas, Hanura, PBR, PDS, PDIP, dan

PNBK.

PDIP memakai suara terbanyak bila ada caleg yang mendapatkan suara 15 persen BPP,

namun bila tidak ada maka kembali ke nomor urut. Sedangkan PNBK menyesuaikan

dengan situasi dan kondisi di suatu daerah pemilihan.

Dengan diterapkannya sistem suara terbanyak maka sudah terdapat dua sistem yang

dipakai dalam menetapkan caleg terpilih. Pertama, tetap mengacu kepada Undang-Undang Pemilu No 10 Tahun 2008. UU Pemilu ini mengatur bahwa calon terpilih

anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan

perolehan suara calon yang mendapatkan 30 % dari BPP di daerah pemilihan

tersebut. Bila tidak ada caleg yang memenuhi kuota tersebut maka, calon akan

ditetapkan sesuai dengan nomor urut (sistem proporsional terbuka terbatas). Kedua, dengan menggunakan suara terbanyak dengan menyampingkan nomor urut (sistem

proporsional terbuka murni) seperti yang diamanatkan undang-undang.

Dipilihnya sistem suara terbanyak oleh beberapa parpol patut diberikan apresiasi

karena telah mengembuskan angin segar bagi demokrasi kita. Selama ini sistem nomor

urut dirasakan tidak memenuhi rasa keadilan karena terpilihnya caleg berdasarkan

nomor urut dan bukan berdasarkan suara yang diperolehnya. Dalam kata lain seorang

caleg ditetapkan menjadi anggota legislatif adalah berasal dari kedekatannya dengan

partai ketimbang kedekatan dengan masyarakat atau konstituennya. Hal ini biasanya

akan menimbulkan split loyality di dalam internal partai di mana kader partai yang duduk di legislatif cenderung sangat loyal kepada pengurus parpol ketimbang pemilih

yang menjadi konstituennya.

Sebaliknya sistem yang berdasarkan suara terbanyak akan menumbuhkan kompetisi

antara caleg parpol yang berbeda maupun sesama caleg dalam satu partai. Dalam

sistem ini, semua caleg mendapatkan kesempatan sama untuk menjadi caleg terpilih.

Terpilih atau tidaknya caleg tergantung usaha dia untuk memopulerkan diri dan

meraih simpati pemilih. Sehingga caleg yang terpilih adalah caleg yang benar-benar

mempunyai kapasitas yang mumpuni dan mampu untuk menjelaskan program-

programnya dengan baik ke masyarakat. Bukan caleg yang sekedar mengandalkan lobi

ke petinggi parpol untuk mendapatkan nomor urut yang kecil - sering kali dalam

2 Hadar N Gumay, Sistem Pemilu 2009: Terbuka, Tetapi Sedikit (4)

Page 4: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

3

proses ini terjadi politik uang - padahal kapasitas dan integritasnya belum teruji di

tengah masyarakat.3

Mengenai penetapan calon terpilih yang diatur dalam UU Pemilu sepintas terlihat UU

ini demokratis. Tetapi dalam praktik tidak. Karena dengan sistem multipartai seperti

saat ini, alangkah sulitnya seorang calon mencapai 30% suara. Dengan menetapkan

angka 30% dari BPP, sesungguhnya perancang undang-undang yang didominasi

kalangan partai politik tidak ingin melepas hegemoninya sebagai penentu nasib

seorang calon. Nomor urut tetap dijadikan senjata yang membelenggu.

Beberapa parpol secara internal telah memberlakukan sistem itu. Tetapi, kesepakatan

internal itu berujung konflik di pengadilan karena Komisi Pemilihan Umum hanya

berpegang pada undang-undang. Kesepakatan internal partai lebih rendah kedudukan

hukumnya daripada undang-undang. Karena itu, ketika mereka yang bersepakat

mengingkari kesepakatannya, KPU mementahkan kesepakatan internal dan

memenangkan nomor urut yang diberi tempat oleh undang-undang. Ada

kekhawatiran bahwa membebaskan para calon bersaing memperoleh suara terbanyak

membuka peluang bagi orang-orang berduit membeli suara rakyat sehingga demokrasi

dan keterwakilan kehilangan makna. Kekhawatiran ini tidak beralasan. Rakyat tidak

semuanya memilih karena uang. Mereka memilih karena suka. Bila seseorang menebar

uang kepada semua pemilih dan kemudian memenangi suara terbanyak karena rakyat

suka, tidak ada salahnya. Paling tidak dia memenuhi syarat yang paling hakiki, yaitu

didukung suara pemilih terbanyak. Kedaulatan rakyat terpenuhi. Daripada rakyat tidak

merasa memilih, tetapi seseorang bisa duduk di kursi DPR/DPRD karena nomor urut

menetapkan seseorang menjadi wakil rakyat dari daerah tertentu. Ini menyalahi asas

kedaulatan rakyat.

Sistem suara terbanyak sesungguhnya memenuhi asas kompetisi dan kemenangan.

Kemenangan sebuah kompetisi harus ditentukan keunggulan kuantitatif. Adalah tidak

masuk akal ketika seorang calon yang perolehan suaranya lebih rendah dinyatakan

sebagai pemenang karena berada pada nomor urut yang lebih baik. Sistem suara

terbanyak tidak ada kaitannya sama sekali dengan sistem federalisme atau distrik.

Suara terbanyak, dalam sistem apa pun, adalah esensi dari kemenangan dalam sebuah

pemilu. 4

Pilihan partai-partai yang beralih ke suara terbanyak paling tidak memperlihatkan

bahwa dalam soal legislasi para wakil rakyat yang merupakan orang-orang partai

berpikiran pendek. Mereka tidak melihat jauh ke depan ketika menyepakati sebuah

undang-undang. Mereka setuju dengan sistem nomor urut dan 30% BPP, tetapi

mereka sendiri yang menganulirnya secara internal. Mengapa? Karena suara terbanyak

ternyata mampu menggelorakan mesin partai.

Agar tidak membuka ruang abu-abu bagi kepastian hukum, banyak kalangan

menganjurkan DPR agar mengamendemen secara terbatas UU Pemilu No 10/2008.

Paling tidak ditambahkan satu kalimat bahwa 'KPU membuka ruang bagi partai-partai

memberlakukan kesepakatan internal dalam menentukan calon terpilih'. Dengan

hanya satu kalimat itu, sengketa tentang kedudukan dan konstruksi hukum

diselesaikan.

3 Benni Inayatullah, Suara Terbanyak dan Konflik Hukum, Jurnal Nasional, 27 Agustus 2008 4 Lihat Pemberitaan Harian Media Indnesia, Dari Nomor Urut ke Suara Terbanyak, Selasa, 12 Agustus 2008

Page 5: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

4

Sistem nomor urut yang selama ini disukai parpol adalah senjata ampuh yang

melestarikan hegemoni partai. Terutama hegemoni segelintir elite partai yang duduk

di kepengurusan. Tanpa bersusah payah, mereka dengan mudah menjadi anggota

DPR/DPRD walaupun yang memilih tidak ada.

Seperti banyak juga diketahui, sistem nomor urut menjadi ajang korupsi politik karena

mereka yang memiliki uang membayar partai untuk memperoleh nomor-nomor

prioritas. Sistem itu juga menyebabkan ada sejumlah cukong politik yang terus-

menerus diperas parpol. Karena itu, sistem suara terbanyak adalah pilihan yang paling

bagus. Karena yang menjadi anggota DPR/DPRD adalah mereka yang betul-betul

memenangi mayoritas suara pemilih. Di sini pemilu menemukan hakikatnya. Yaitu

memilih, bukan menunjuk. 5

Akhirnya suara rakyat dalam pemilu kini dihormati, menyusul Keputusan Mahkamah

Konstitusi yang membatalkan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.

Dengan demikian, calon anggota legislatif terpilih pada Pemilu 2009 tidak bisa

berdasarkan nomor urut, tetapi harus meraih suara terbanyak. Putusan MK itu

menanggapi permohonan uji materi yang diajukan Mohammad Sholeh, Sutjipto, Septi

Notariana, dan Jose Dima S. Sholeh adalah caleg dari PDI-P untuk DPRD Jawa Timur.

Sutjipto dan Septi adalah caleg dari Partai Demokrat untuk DPR. Jose adalah warga

negara biasa. MK hanya mengabulkan permohonan mereka yang terkait penentuan

caleg terpilih. 6

MK menyatakan, Pasal 214 bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat.

Pasal 214 Huruf a-e menyatakan, ”Calon terpilih adalah calon yang mendapatkan

suara di atas 30 persen BPP, atau menempati nomor urut kecil jika tidak memperoleh

30 persen BPP, atau menempati nomor urut kecil jika memperoleh BPP.”

Menurut MK, ketentuan Pasal 214 inkonstitusional karena bertentangan dengan

makna substantif kedaulatan rakyat dan bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat 1 UUD

1945. Penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut adalah pelanggaran

kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat tidak diindahkan dalam penetapan caleg.

MK menilai kedaulatan rakyat dan keadilan akan terganggu. Jika ada dua caleg yang

mendapatkan suara yang jauh berbeda ekstrem, terpaksa caleg yang mendapatkan

suara terbanyak dikalahkan caleg yang mendapatkan suara kecil, tetapi nomor urut

lebih kecil. MK juga menyatakan, memberi hak kepada caleg terpilih sesuai nomor

urut sama artinya dengan memasung suara rakyat untuk memilih caleg sesuai

pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi caleg terpilih berdasarkan suara

terbanyak.

Putusan MK yang menetapkan caleg berdasarkan suara terbanyak akan memulihkan

sistem demokrasi di Indonesia karena membuka ruang bagi persaingan para caleg di

pusat dan daerah. Suara terbanyak menjadi satu kata kunci bagi setiap caleg agar

dirinya memperoleh satu kursi kehormatan di gedung dewan. Sehingga tidak

dipungkiri antara sesama caleg pada satu parpol juga terjadi kompetisi yang ketat.

Sebab, jumlah caleg memang cukup banyak, akibatnya mereka harus menggunakan

segala cara baik yang halal maupun yang haram untuk bisa mendapat suara terbanyak.

Akhirnya, dengan adanya putusan MK ini terjawab sudah satu persoalan khususnya

mengenai penetapan calon terpilih.

5 Lihat Pemberitaan Harian Media Indonesia, Beralih ke Suara Terbanyak, Selasa, 19 Agustus 2008 6 Lihat Pemberitaan Harian Kompas, Caleg Terpilih oleh Suara Terbanyak

Page 6: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

5

Persoalan lainnya adalah mengenai pemberian tanda dan keabsahan suara pada surat

suara. UU Pemilu memang tidak tegas menyebutkan cara pemberian suara. Secara

umum disebutkan pemberian suara dilakukan dengan memberikan tanda satu kali

pada surat suara. Pemberian tanda itu berdasarkan prinsip kemudahan pemilih, akurasi

dalam penghitungan suara, dan efisien dalam penyelenggaraan pemilu. Mencentang

ataupun melubangi surat suara adalah tanda pemberian suara. Tanda hanyalah sarana.

Sarana tidak boleh mencederai atau malah meniadakan hak konstitusi rakyat. Hak

demokrasi rakyat tidak boleh dilenyapkan atau hangus hanya karena hal-hal teknis

administratif.

Sejak pemilu pertama di era Orde Baru tahun 1971 hingga pemilu terakhir tahun 2004,

KPU menerapkan cara mencoblos. Masyarakat sudah familiar dengan cara itu. Tapi

kini KPU dan DPR hendak mengubahnya dengan cara mencentang pada Pemilu 2009.

Perubahan itu sah-sah saja, tapi KPU perlu mempertimbangkan secara saksama. Jumlah

pemilih pada Pemilu 2009 sekitar 174 juta. Itu berarti ada penambahan pemilih sekitar

30 juta dibandingkan dengan Pemilu 2004 yang diikuti 144 juta pemilih. Pemilih 144

juta itu sudah familiar dengan sistem mencoblos, sedangkan 30 juta pemilih baru

relatif lebih berpendidikan sehingga mudah mengikuti cara centang ataupun coblos. 7

Mengubah cara pemberian suara bukanlah tabu. Sebagian orang beranggapan

mencoblos memperlihatkan bangsa yang kurang terdidik. Sebaliknya mencentang lebih

mencitrakan bangsa yang kian beradab. Tapi perubahan perlu dilakukan secara

gradual sehingga tidak berakibat pada hangusnya hak rakyat. KPU harus memilih cara

yang paling baik. Misalnya, pemberian suara dengan cara mencentang, tapi mencoblos

tidak dilarang. Artinya, memberi pilihan kepada pemilih sesuai tingkat kecerdasan

masing-masing.

Mencentang, mencoblos, ataupun cara lain tetap hanyalah sarana pemberian suara.

Yang utama adalah melindungi hak konstitusional rakyat agar tidak hangus oleh

aturan teknis. Kita perlu mengingatkan KPU agar tidak mempersulit hal yang

sebenarnya mudah. Menerapkan sistem baru perlu sosialisasi, sesuatu yang selama ini

sering terlambat dilakukan KPU. KPU masih punya segudang tugas yang semuanya

butuh sosialisasi yang serius.

Kendatipun KPU telah menetapkan mengenai pemberian tanda dan keabsahan pada

surat suara, ternyata belum menuntaskan persoalan pemberian tanda dan keabsahan

pada surat suara itu sendiri. Yang akhirnya kebingungan itu dijawab oleh pemerintah

dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Nomor 1 Tahun 2009.

Perppu ini menjawab kebingungan, apakah kelak mencoblos atau mencontreng,

apakah memilih tanda gambar atau memilih orang atau memilih keduanya. Sebuah

kebingunan yang diakibatkan oleh tradisi. Tradisi mencoblos merupakan tradisi yang

panjang. Sejak pemilu pertama 1955, mencobloslah yang rakyat tahu. Rakyat

membahasakan hari pemilu sebagai hari pencoblosan. Memilih adalah mencoblos.

Lalu dengan gagahnya DPR mengubahnya menjadi mencontreng. Tidak mudah

mengubah apa yang telah tertanam puluhan tahun, terlebih lagi bila sosialisasi buruk.

Hasilnya, pemberian tanda pada kertas suara itu jelas belum sepenuhnya dipahami

pemilih. Buktinya, dalam sejumlah simulasi, banyak kesalahan dalam memberi tanda.

Itu disebabkan surat suara yang ditandai dua kali semuanya sah. Itulah salah satu

substansi Perppu Nomor 1 Tahun 2009 yang ditandatangani Presiden pada 26

7 Baca Harian Media Indonesia, 13 September 2008

Page 7: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

6

Februari untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 mengenai

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. 8

Selain dengan persoalan-persoalan diatas, tahapan pendaftaran pemilih adalah

tahapan penting dalam rangkaian tahapan pemilu. Ia adalah roh dari sebuah

demokrasi. Proses demokrasi seakan tidak punya arti secara substantif ketika tingkat

partisipasi politiknya rendah. Kecenderungan menurunnya tingkat partisipasi politik

sebenarnya juga merupakan bentuk turunnya keterlibatan politik (political engagement) warga negara yang mencakup ketertarikan pada politik, informasi politik, dan diskusi politik.9

Secara umum, ketidakhadiran sebagian masyarakat dalam memberikan suaranya

dalam pemilu dan pilkada dapat dikategorikan atas dua kelompok. Pertama, karena

faktor teknis seperti tidak terdaftar sebagai pemilih, tidak memperoleh kartu pemilih,

dan alasan-alasan lain yang bersumber pada kekacauan manajemen pemilihan. Kedua,

karena faktor politik seperti kekecewaan terhadap partai, kandidat yang diajukan

partai, dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemilu dan pilkada mengubah

kehidupan masyarakat. Hanya, data mereka yang tidak memilih sering tidak tersedia

karena alasan teknis dan masyarakat golput karena faktor politik. Golput karena

faktor teknis sebenarnya tak perlu dikhawatirkan karena hal itu bisa berkurang jika

kualitas manajemen pemilu dan pilkada dibenahi oleh komisi penyelenggara

pemilihan. Penyebutan golput pun tidak tepat karena istilah yang berasal dari frasa

”golongan putih” itu ditujukan bagi mereka yang tidak menggunakan hak pilih karena

kecewa dengan sistem politik yang berlaku. Karena itu, yang tampaknya perlu menjadi

perhatian adalah fenomena tidak menggunakan hak pilih akibat kekecewaan terhadap

semua faktor yang terkait pemilu dan pilkada.10

Golput memang selalu menjadi fenomena menjelang pemilu. Golput dibicarakan,

disudutkan, dan dihambat, tapi banyak juga yang mendukung. Tidak terkecuali pada

Pemilu 2009. Lebih-lebih, ketika golput dianjurkan tokoh politik sekaliber Gus Dur.

Maka, bermacam cara pun digunakan untuk melawan anjuran itu. Dari mulai

mengampanyekan bahwa golput tidak bertanggung jawab hingga meminta ulama

mengeluarkan fatwa haram untuk golput. Namun, itu baru upaya menghambat

perilaku golput untuk satu jenis, yakni mereka yang memutuskan golput karena

pilihan politik. Untuk kategori golput yang satunya lagi, yang justru lebih besar

potensinya, belum banyak usaha dilakukan untuk meminimalkannya. 11

Itulah golput yang terjadi karena faktor administratif. Golput administratif adalah

warga negara yang sebenarnya sangat ingin menggunakan hak pilih, tapi terganjal

oleh ketidakcermatan administrasi. Ada dua hal yang memicu munculnya golput

administratif ini. Kedua-duanya terjadi karena buruknya administrasi dari negara. Yaitu

mereka menjadi golput karena tidak terdaftar dan terpaksa golput karena tidak

mengerti cara memberikan tanda pada pilihan partai. Dengan kenyataan seperti itu,

kita layak khawatir mutu demokrasi akan menjadi rendah. Kalau upaya yang bersifat

segera dan cermat untuk menangani golput administratif itu tidak dilakukan, berarti

negara sedang mengebiri hak jutaan rakyat yang memang berniat untuk menggunakan

hak pilih. Itu sama saja dengan mengamputasi demokrasi, karena basis dari demokrasi

adalah suara rakyat. Sebaliknya, tidak perlu mengkhawatirkan secara berlebihan jenis

8 Baca juga Harian Media Indonesia, Menyelamatkan Suara Rakyat, Rabu, 04 Maret 2009 9 Lihat Tajuk Rencana, Harian Kompas, Sabtu, 20 September 2008 10 Lihat juga Harian Kompas, Golput dan Pemilu 2009 , 30 Juni 2008 11 Harian Media Indonesia, Golput Administratif yang Mengkhawatirkan, Selasa, 13 Januari 2009

Page 8: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

7

golput karena kesadaran politik. Sebab, di samping langkah itu adalah hak demokrasi,

jumlah mereka pun tidak signifikan. Justru golput administratif, akibat buruknya

negara mengurus administrasi pelaksanaan pemilu, yang harus dicegah.

Selanjutnya persoalan mengenai waktu yang dialokasikan bagi Kelompok

Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk mengecek suara sah menjadi cukup

lama. Apalagi jika pemberian suara dilakukan dengan menggunakan metode

pencontrengan dengan pulpen. Bisa dipastikan bahwa pemungutan suara dan

penghitungan suara pada hari H pemilihan akan berlangsung sampai malam hari

bahkan sampai keesokan harinya. Pengecekan itu bisa berlangsung lama karena

petugas penghitungan kerap mengalami kebingungan dalam menetapkan suara sah

tersebut. Karena petugas harus mengamati surat suara dengan tingkat kehati-hatian

yang ekstra.12

Dari itu, KPU harus menyiapkan petugas KPPS yang berkualitas dan memiliki kapasitas

yang cukup dalam melaksanakan tugas. Hal itu menjadi titik penting, karena

kepentingan partai politik banyak terjadi di TPS. Sayangnya, tidak ada anggaran

pemilu dan agenda melaksanakan pelatihan untuk itu. 13

Selain permasalahan-permasalahan tersebut diatas, namun yang pasti pemilu 9 April

sungguh berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Sebab pada Pemilu 2009, yang

terpilih sebagai anggota DPR RI, Provinsi, Kabupaten/Kota tidak lagi berdasarkan

nomor urut partai, tapi mereka yang mendapatkan suara terbanyak akan langsung

terpilih. Itu berarti, calon anggota legislatif yang berada pada nomor urut paling atas

seperti nomor satu atau dua, belum tentu akan lolos menjadi anggota dewan jika

suara mereka kalah banyak dengan nomor urut di bawahnya. Beberapa perbedaan

tersebut adalah : Cara menandai pada Surat Suara, Berlakunya Parliamentary

Threshold (PT) untuk penetapan kursi, di DPRRI, Berlakunya mekanisme suara

terbanyak dalam penetapan Calon Anggota DPR dan DPRD, Berlakunya Afirmatif Action 30% keterwakilan perempuan, Masa kampanye yang cukup panjang, yaitu

selama 9 bulan 7 hari.

B.B.B.B. PELAKSANAANPELAKSANAANPELAKSANAANPELAKSANAAN

1.1.1.1. PelaksanaPelaksanaPelaksanaPelaksana

Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan Komunitas Masyarakat

Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 dilaksanakan oleh Komite Pemilih (TePI)

Indonesia Kabupaten Labuhanbatu bekerja sama dengan Lembaga Bina Masyarakat

Indoneseia (LBMI).

2.2.2.2. Peserta Sebagai Penerima ManfaatPeserta Sebagai Penerima ManfaatPeserta Sebagai Penerima ManfaatPeserta Sebagai Penerima Manfaat

Peserta sebagai Penerima Manfaat Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi

Kalangan Komunitas Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 adalah

para masyarakat pemilih yang terdapat di perkotaan dan pedesaan yang berjumlah

sebanyak 600 (enam ratus) peserta yang terdiri dari berbagai komunitas yang

dimungkinkan sulit tersentuh oleh KPU, seperti :

12 Jeirry Sumampow, 'Mencontreng Perlambat Pemungutan Suara Pemilu 2009' Senin, 27 Oktobr 2008, www.indonesiaontime.com 13 Lihat juga Jeirry Sumampow dalam “KPU Wajib Menyiapkan Petugas KPPS Berkualitas”, Harian Media Indonesia, Kamis, 19 Maret 2009

Page 9: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

8

Jenis KomunitasJenis KomunitasJenis KomunitasJenis Komunitas KeteranganKeteranganKeteranganKeterangan

1. Miskin Kota − Abang Becak

− Petugas Parkir

− Pedagang Buku Emperan

− Pedagang Kaset Bajakan

− Pedagang Sayuran

− Pedagang Nasi Emperan

− Pedagang Pakaian Jadi Kaki Lima

− Penyapu Jalan

2. Warung − Komunitas Warung Emperan

3. Lansia − Pemilih Lansia

4. Perempuan Desa − Ibu Rumah Tangga

5. Pemuda Desa − Pemuda Desa

6. Petani − Petani Bersengketa dengan Perkebunan

7. Waria − Waria Pekerja Salon

8. Remaja − Kelompok Remaja Mesjid

9. Petani − Petani Berkonflik Dengan Perkebunan

Besar

3.3.3.3. Tempat Dan WaktuTempat Dan WaktuTempat Dan WaktuTempat Dan Waktu

Tempat dan Waktu Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan

Komunitas Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 dilaksanakan di 11

(sebelas) desa / kelurahan yang terbagi dalam 5 (lima) kecamatan, yaitu :

Nama Nama Nama Nama Desa / KelurahanDesa / KelurahanDesa / KelurahanDesa / Kelurahan Nama KecamatanNama KecamatanNama KecamatanNama Kecamatan

1. Rantauprapat

2. Aek Paing 3. Bina Raga 4. Kartini

1. Rantau Utara

5. Kampung Dalam 2. Bilah Hulu 6. Kampung Jawa 7. Kampung Baru

3. Pangkatan

8. Janji 9. Afdeling II

4. Bilah Barat

10. Ulu Mahuam 11. Binang Dua 12. Bintais

5. Silangkitang

13. Marbau Selatan 6. Marbau JumlahJumlahJumlahJumlah : 1: 1: 1: 12222 Jumlah : Jumlah : Jumlah : Jumlah : 5555

Penentuan tempat Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan

Komunitas Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 mengambil lokasi

dimana tiap komunitas dalam kesehariannya atau pada waktu tertentu berada dan

mudah ditemui, seperti tempat mangkal / berkumpul, dan tempat kerja,

C.C.C.C. MATERI YANG DISAMPAIKANMATERI YANG DISAMPAIKANMATERI YANG DISAMPAIKANMATERI YANG DISAMPAIKAN

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pemilu Legislatif 2009 ?

2. Apa Tujuan Pemilu Legilatf ? 3. Apa Manfaat Pemilu Bagi Masyarakat ?

Page 10: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

9

4. Apa Dasar dan Prinsip Pemilu Legislatif 2009 Dilaksanakan ? 5. Kapan Pemilu Legislatif 2009 Dilaksanakan ? 6. Siapakah Yang Boleh Memilih ? 7. Bagaimana Menentukan Calon Anggota Legislatif 2009 Terpilih ? 8. Bagaimana Tata Cara Pemberian Suara Pada Surat Suara Pemilu Legislatif 2009 ? 9. Bagaimana Suara Pada Surat Suara Pemilu Legislatif Dinyatakan Sah ? 10. Contoh Surat Suara Pemilu Legislatif 2009 11. Contoh Suara Sah dan Tidak Sah

D.D.D.D. METODEMETODEMETODEMETODE

Pelaksanaan Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan Komunitas

Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 dilaksanakan dengan cara face to face (tatap muka secara langsung) ke tiap peserta atau dengan cara menggunakan metode androgogi dan dialogis. Pesertan diberikan penjelasan mengenai masing-

masing jenis contoh surat suara tiap daerah pemilihan berdasarkan warna stiker yang

terdapat dibagian luar contoh surat suara. Selanjutnya, para peserta dipersilahkan

untuk memilih caleg dengan menandai surat suara dengan menggunakan alat tulis.

Setelah peserta memberi tanda pilihannya, maka narasumber menjelaskan hasil

penandaan pilihan tadi. Ketika metode androgogi dan dialogis ini sedang berjalan,

maka relawan melakukan pencatatan dari jawaban ataupun respon yang dimunculkan

oleh peserta sosialisasi sebagai temuan untuk dirangkum.

Setelah sama-sama memahami, maka narasumber memberikan cara termudah untuk

mencari letak nama atau nomor urut calon yang hendak dipilih oleh peserta.

Selain itu, juga dihimbau kepada peserta agar jangan golput dan tetap datang ke TPS

yang tujuannya adalah untuk mengantisipasi adanya dugaan penyalahgunaan surat

suara pemilih yang golput atau yang tidak hadir ke TPS nantinya.

E.E.E.E. TEMUANTEMUANTEMUANTEMUAN

Dari hasil Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan Komunitas

Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 diperoleh temuan sebagai

berikut:

Pertama :Pertama :Pertama :Pertama : − 60% peserta memilih / mencontreng Nama atau Lambang Parpol

− 25% peserta memilih / mencontreng Nomor Urut Caleg

− 12% peserta memilih / mencontreng Nama Caleg

− 1% peserta memilih / mencontreng Nama Caleg dan Lambang Parpol

− 2% peserta memilih / mencontreng Nomor Urut Caleg dan Lambang Parpol

− Tanda Contrengan bervariasi, contohnya tanda berbentuk melingkar atau seperti

macam ular atau cacing

− 30% peserta belum tahu kapan tanggal pelaksanaan Pemilu legislatif

Kedua :Kedua :Kedua :Kedua : − Peserta lebih dominan memilih Parpol lama hasil Pemilu 2004

− Peserta bingung dalam memilih caleg

− Peserta mengatakan memilih Lambang Parpol atau Nomor Urut Caleg adalah

Sama Saja dan Yang Penting Sah.

− Peserta mengeluhkan ukuran surat suara yang cukup besar dan parpol terlalu

banyak

Page 11: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

10

− Peserta belum hafal atau belum kenal dengan Parpol baru

− Peserta kurang hafal atau lupa pada nomor urut caleg yang akan dipilih

− Peserta bingung membedakan memilih caleg DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi,

dan DPRRI

− Peserta dominan memilih / mencontreng nomor urut caleg serupa pada tiap

lembar surat suara mulai dari surat suara DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi, dan

DPRRI dengan alasan bingung dan sama saja yang penting sah.

− Kebingungan ini cukup menonjol ditunjukkan oleh peserta lansia dan peserta yang

buta huruf.

− Bahkan ada juga peserta yang mengancam untuk tidak hadir ke TPS nantinya

dikarenakan bingung

F.F.F.F. TEMUAN KHUSUSTEMUAN KHUSUSTEMUAN KHUSUSTEMUAN KHUSUS

Kebingunan para peserta atas kurang faham atau kurang hafal pada nomor urut atau

nama caleg bahkan nomor, nama dan lambang partai hal ini disebabkan karena para

caleg dalam melakukan sosialasasi melalui alat peraga umumnya lebih condong

mensosilisasikan wajah caleg itu sendiri ketimbang lambang partai atau nama partai

atau nomor urut dan nama caleg itu sendiri. Sementara dalam surat suara DPRD

kabupatem, DPRD Propinsi, dan DPRRI tidak ada ditemukan gambar wajah caleg.

Yang ada hanya nomor, lambang dan nama parpol dan nomor urut dan nama caleg

saja.

G.G.G.G. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN

Kegiatan Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan Komunitas

Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 ini bukan hanya sekedar

menghimbau masyarakat untuk hadir memberikan hak pilihnya ke TPS pada 09 April

2009 ataupun mengajari tata cara mencontreng yang benar, melainkan melihat dan

mengetahui secara detail tingkat pengetahuan masyarakat, pengenalan terhadap

Parpol dan Caleg, jenis dan kriteria pemberian tanda pada surat suara, serta kesiapan

masyararakat pemilih terhadap Pemilu Legislatif 2009 khususnya bagi kalangan

komunitas yang yang dimungkinkan sulit tersentuh oleh KPU.

Kendatipun sekilas dilihat mengenai tehnik tata cara pemberian suara pada Pemilu

Legislatif 2009 nanti cukup gampang, namun permasalahan sebenarnya adalah bukan

semata hanya tata cara pemberian suara pada surat suara.

Seperti temuan-temuan yang telah disebutkan diatas tadi, misalnya tingkat pilihan

contrengan dalam melakukan pemberian suara yang dilakukan oleh peserta yang

mengikuti Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi Kalangan Komunitas

Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009. Kemudian lebih dominannya

memilih Parpol lama hasil Pemilu 2004, kebingungan dalam memilih caleg, anggapan

memilih Lambang Parpol atau Nomor Urut Caleg adalah Sama Saja dan Yang Penting

Sah, keluhan mengenai ukuran surat suara yang cukup besar dan parpol terlalu

banyak, belum hafal atau belum kenal dengan Parpol baru, kurang hafal atau lupa

pada nomor urut caleg yang akan dipilih, kebingunan membedakan memilih caleg

DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi, dan DPRRI, dominannya pilihan/ mencontreng

nomor urut caleg serupa pada tiap lembar surat suara mulai dari surat suara DPRD

Kabupaten, DPRD Propinsi, dan DPRRI dengan alasan bingung dan sama saja yang

penting sah. Kebingungan ini cukup menonjol ditunjukkan oleh peserta lansia dan

peserta yang buta huruf.Bahkan ada juga peserta yang mengancam untuk tidak hadir

Page 12: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

11

ke TPS nantinya dikarenakan bingung, serta jenis contrengan yang bervariasi,

contohnya tanda berbentuk melingkar atau seperti macam ular atau cacing.

Temuan yang menarik dari kegiatan Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu Legislatif Bagi

Kalangan Komunitas Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu 2009 ini adalah

selain terdeteksinya secara dini jenis dan letak pemberian tanda pada surat suara, juga

terdeteksinya tingkat partisipasi pemilih untuk hadir ke TPS pada 09 April 2009 nanti.

Selain itu diketahui juga seberapa banyak calon pemilih yang telah mengetahui dirinya

telah terdaftar dalam DPT, demikian pula dengan yang belum mengetahui atau tidak

mau tahu.

Calon pemiih yang mengaku belum tahu ini beralasan karena belum mengetahui

dirinya apakah telah terdaftar dalam DPT sebagai pemilih atau tidak.

Sedangkan alasan yang dikemukakan oleh calon pemilih yang diprediksi tidak akan

hadir ini menilai karena memilih ataupun tidak hasilnya tidak dirasakan langsung

olehnya, selain itu ada juga yang berasalan bahwa lebih baik tetap bekerja seperti

biasa untuk kebutuhan biaya masuk sekolah anak. Bagi calon pemilih perempuan

beralasan membantu pekerjaan suami Ada juga yang mengaku akan pergi merantau.

H.H.H.H. RRRREEEEKKKKOOOOMMMMEEEENNNNDDDDAAAASSSSIIII

Temuan yang di dapat dari pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Dan Simulasi Pemilu

Legislatif Bagi Kalangan Komunitas Masyarakat Marginal Kabupaten Labuhanbatu

2009 diharapkan menjadi perhatian yang serius khususnya bagi pihak penyelenggara

pemilu ataupun stakeholder KPU.

Selain melakukan himbauan kepada masyarakat agar mau hadir ke TPS menggunakan

hak pilihnya, pihak penyelenggara pemiu ataupun stakeholder KPU ditingkat paling bawah dituntut untuk lebih berperan aktif menjalankan fungsinya khususnya mengenai

hal-hal yang berkaitan dengn hak pilih masyarakat.

Page 13: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN ILAMPIRAN ILAMPIRAN ILAMPIRAN I

Sosialisasi Dan Simula

Lokasi : Jl Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Abang Becak

Lokasi : Jl Ahmad Dahlan Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Pakaian Jadi

Lokasi : Jl Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Abang Becak

Ahmad Dahlan Rantauprapat Kec. Rantau Utara

12

Lokasi : Jl Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Ahmad Dahlan Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Page 14: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN IILAMPIRAN IILAMPIRAN IILAMPIRAN II

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Bukit Perjuangan Aek Paing Atas Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Desa Binanga Dua Kec.

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Bukit Perjuangan Aek Paing Atas Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Desa Binanga Dua Kec. Silangkitang

13

Lokasi : Bukit Perjuangan Aek Paing Atas Kec. Rantau Utara

Page 15: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN IIILAMPIRAN IIILAMPIRAN IIILAMPIRAN III

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pemuda

Lokasi : Desa Ulu Mahuam Kec. Silangkitang

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Kaset Bajakan Kaki Lima

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pemuda Desa

Lokasi : Desa Ulu Mahuam Kec. Silangkitang

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Kaset Bajakan Kaki Lima

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

14

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Kaset Bajakan Kaki Lima

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Page 16: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LLLLAMPIRAN AMPIRAN AMPIRAN AMPIRAN IVIVIVIV

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Tukang Parkir

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Penyapu Jalan

Lokasi : Jl.

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Tukang Parkir

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Penyapu Jalan

Lokasi : Jl. Pasar Baru Rantauprapat Kec. Rantau Utara

15

Lokasi : Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Page 17: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN VLAMPIRAN VLAMPIRAN VLAMPIRAN V

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi

Lokasi : Pasar Baru Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Waria Pekerja Salon

Lokasi : Jl. Kampung Baru Kel.Kartini Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Sayur

Lokasi : Pasar Baru Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Waria Pekerja Salon

Lokasi : Jl. Kampung Baru Kel.Kartini Kec. Rantau Utara

16

Lokasi : Pasar Baru Jl. Diponegoro Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Lokasi : Jl. Kampung Baru Kel.Kartini Kec. Rantau Utara

Page 18: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN VILAMPIRAN VILAMPIRAN VILAMPIRAN VI

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Afdeling II, Desa Janji Kec. Bilah Barat

Lokasi : Kampung Jawa Kec. Pangkatan

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Afdeling II, Desa Janji Kec. Bilah Barat

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Lansia

Lokasi : Kampung Jawa Kec. Pangkatan

17

Page 19: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN VIILAMPIRAN VIILAMPIRAN VIILAMPIRAN VII

Lokasi : Kel. Bina Raga Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi

Lokasi : Dusun Adian Batang Desa Kampung Dalam Kec. Bilah Hulu

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Lansia

Lokasi : Kel. Bina Raga Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Penjaja Seks Komersial

Lokasi : Dusun Adian Batang Desa Kampung Dalam Kec. Bilah Hulu

18

Lokasi : Dusun Adian Batang Desa Kampung Dalam Kec. Bilah Hulu

Page 20: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN VIIILAMPIRAN VIIILAMPIRAN VIIILAMPIRAN VIII

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Nasi Emperan

Lokasi : Jl. Ahmad Yani Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi

Lokasi : Bukit Perjuangan Kel Aek Paing Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Pedagang Nasi Emperan

Lokasi : Jl. Ahmad Yani Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Petani Berkonflik Dengan Perkebunan Besar

Lokasi : Bukit Perjuangan Kel Aek Paing Kec. Rantau Utara

19

Lokasi : Jl. Ahmad Yani Rantauprapat Kec. Rantau Utara

Petani Berkonflik Dengan Perkebunan Besar

Lokasi : Bukit Perjuangan Kel Aek Paing Kec. Rantau Utara

Page 21: LAPORAN SOSIALISASI PILEG 2009-Print

LAMPIRAN IXLAMPIRAN IXLAMPIRAN IXLAMPIRAN IX

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Remaja Mesjid

Lokasi :

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi :

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Remaja Mesjid

Lokasi : Desa Bintais Kec. Silangkitang

Sosialisasi Dan Simulasi Bagi Ibu Rumah Tangga

Lokasi : Desa Marbau Selatan Kec. Marbau

20