22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tula menjadi kuat, diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor,vitamin , vitamin ! dan besi. Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandungzat-zat gizi penting lainnya yang dapat meningkatkan status gizi. "ntuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, tubuh memerlukan zat gizi yang lebih banyak dan lebih berkualitas, sehingga apabila tidak diimbangi dengan pola konsumsi pangan yang sehat, masa remaja dapat menjadi masa yang ra#an gizi. Salah satu zat gizi yang diperlukan pada masa remaja ini adalah kalsium. $enurut Khomsan %&''(), retensi kalsium pada remaja *

laporan tgas akhir

  • Upload
    hadi

  • View
    241

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skrpsi mahasiswa thp

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tulang menjadi kuat, diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor,vitamin D, vitamin C dan besi. Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandungzat-zat gizi penting lainnya yang dapat meningkatkan status gizi.Untuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, tubuhmemerlukan zat gizi yang lebih banyak dan lebih berkualitas, sehingga apabila tidak diimbangi dengan pola konsumsi pangan yang sehat, masa remaja dapat menjadi masa yang rawan gizi. Salah satu zat gizi yang diperlukan pada masa remaja ini adalah kalsium. Menurut Khomsan (2004), retensi kalsium pada remaja pria tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada masa usia pra sekolah. Pada masa pra usia sekolah retensi kalsium sebagai tulang adalah sebesar 100 mg/hari.Susu merupakan sumber utama kalsium masyarakat di negara-negara Barat, sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, susu masih dianggap sebagai bahan pangan mahal, sehingga hanya mampu dijangkau oleh masyarakat golonganekonomi menengah ke atas. Menurut Khomsan (2006), di negara-negara Barat, kebiasaan minum susu telah mendarah daging sejak anak masih kecil hingga dewasa, sedangkan di negara-negara berkembang upaya penggalakan minum susu masih menghadapi kendalastatus ekonomi penduduk yang umumnya rendah.Susu yang biasa dikonsumsi dan diperdagangkan saat ini pada umumnya adalah susu sapi. Susu tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk cair, bahan pangan ini juga dapat diolah dan dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti yoghurt, yakult, keju, mentega dan berbagai bentuk olahan susu bubuk dan susu kental manis. Pada perkembangan selanjutnya, dengan tujuan meningkatkan kualitas susu (dan juga untuk lebih menarik minat konsumen), bentuk olahan susu banyak yang diperkaya dengan zat gizi tambahan, misalnya dengan zat gizi kalsium (yang dikenal sebagai susu high calcium). Selain itu ada juga dengan cara mengurangi kadar lemak susu (low fat) sehingga secara proporsional kandungan gizi lainnya termasuk kalsium menjadi lebih tinggi (high calcium). Jenis susu ini biasanya terdapat dalam bentuk susu bubuk yang pada pengolahannya memerlukan suhu sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan kandungan gizi susu. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas dan untuk mempertahankan kandungan gizi pada susu bubuk, seringkali dilakukan melalui proses pengayaan (enrichment) zat gizi.Di Indonesia, pada moto gizi empat sehat lima sempurna, susu terletak pada urutan paling terakhir yaitu pada kelompok lima sempurna. Hal ini karena susu masih dianggap barang mahal dan masih sulit dijangkau oleh masyarakat banyak. Kondisi ini dapat dilihat dari konsumsi susu yang masih rendah, yaitu hanya 5,10 kg/orang/tahun (Khomsan 2004). Sementara itu, ukuran per saji untuk konsumsi susu sampai saat ini di Indonesia belum baku. Ukuran per saji secara komersial yang ada saat ini adalah berkisar antara 180 ml dan 250 ml. Di dalam anjuran jumlah per saji menurut kecukupan energi,juga belum tercantum untuk kelompok umur 16-18 tahun dan 19-26 tahun untuk bahan pangan susu (Depkes 2002).Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992). Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari, et.al, 1991)Berdasarkan uraian diatas, maka perlu di lakukan pengujian kadar abu pada produk konsumen khususnya susu dancow dan sejenisnya yang sangat diminati oleh masyarakat, untuk itu penulis tertarik mengambil judul pengujian kadar abu pada pada susu di Laboratorium Pengujian dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo.1.2 PermasalahanRumusan masalah yang akan dibahas dalam kegiatan ini adalah bagaimana kemampuan mahasiswa dalam menentukan kadar abu melalui pengujian kadar abu sesuai Standar Nasional Indonesia di Laboratorium Pengujian dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo1.3 TujuanTujuan kegiatan ini adalah mengetahui tahap-tahap pengujian kadar abu pada produk susu di Laboratorium Pengujian dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo.1.4 ManfaatAda beberapa manfaat yang dapat diambil dari hasil kegiatan ini:1. Memperoleh informasi secara langsung dari lapangan mengenai pengujian kadar abu pada produk susu.2. Memberikan kostribusi positif terutama bagi penulis sebagai pengembangan wawasan dan daya kreatif dibidang ilmu pengetahuan3. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kadar abu agar dapat memilih susu yang baik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Susu Susu didefinisikan sebagai produk kelenjar susu (mamary gland) atau sekresi dari kelenjar susu binatang menyusui. Hewan penghasil susu adalah hewan mamalia seperti sapi, kerbau, domba, kambing, onta, zebra dan sebagainya (Marliyati, Sulaeman & Anwar 1992). Sebagaian besar susu yang diproduksi adalah susu berasal dari sapi, baik yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai susu olahan. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Komponen susu selain air merupakan Total Solid (TS) dan total solid tanpa komponen lemak (Solid Non Fat). Beberapa istilah lain yang biasa digunakan sehubungan dengan komponen utama susu ini adalah plasma susu atau susu skim. Susu skim yaitu bagian susu yang mengandung semua komponen kecuali lemak dan serum susu atau biasa disebut whei. Whey yaitu bagian susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein (Rahman et al. 1992).

2.2 Kadar Abu Pada PanganSebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992) Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari, et.al, 1991). Gambar 1. Kadar Abu pada panganAnalisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998).2.3 Pengujian Abu pada PanganKadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu :

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011).Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.

Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 1996).Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain3 :1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit atau katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relative tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak dari pada dalam endosperm2. Untuk mengethaui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmalade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruite vinegar (asli) atau sintesis.3. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atu kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau tidak langsung. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara 5pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat2. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan di tentukan jumlah mineralnya dakam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya di lakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang di kenal dengan pengabuan.2.4.1 Penententuan Kadar Abu BasahPrinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan(Sudarmadji,1996). Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alcohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum sample dimasukkan dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sample. Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,b. Suhu yang digunakan relatif rendah,c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah, d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dane. Penetuan kadar abu lebih baik. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan (Apriantono (1989).

BAB IIIMETODE PELAKSANAAN3.1 Waktu Dan Tempat PelaksanaanKegiatan ini dilaksanakan selama satu bulan mulai dari tanggal 13 Februari sampai 5 Mei 2012, bertempat Di Laboratorium Pengujian dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo3.2 Alat Dan BahanAlat yang akan digunakan untuk analisis kadar abu adalah cawan porselin, desikator, oven vakum , timbangan analitik dan sendok.Bahan yang akan digunakan untuk analisis kadar abu adalah susu Dancow dan susu Hilow.3.3 Metode Metode yang digunakan untuk menentukan kadar abu adalah SNI 01-2891-1992 (Penentuan Cara Uji Makanan dan minuman) dan SNI 3752:2009 ( Susu Bubuk Coklat.3.3.1 Preparasi Sampel1. Masukkan cawan abu porselin kosong dalam tungku pengabuan. Suhu dinaikkan secara bertahap sampai mencapai suhu 550 o C selama 1 malam2. Turunkan suhu pengabuan menjadi sekitar 40 0 C keluarkan cawan abu porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang cawan abu porselin kosong (Ag)3. Ke dalam cawan abu porselin masukkan 2 g contoh yang telah masukkan ke dalam oven pada suhu 100 o C selama 24 jam dihomogenkan kemudian 4. Pindahkan cawan abu porselin ke tungku pengabuan dan naikkan temperatur secara bertahap sampai suhu mencapai 550 o C 5 o C. Pertahankan selama 8 jam/semalam sampai diperoleh abu warna putih. 5. Setelah selesai tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40 o C, keluarkan cawan porselin dengan mengunakan penjepit dan masukkan kedalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum putih benar harus dilakukan pengabuan kembali.6. Basahi abu (lembabkan) abu dengan aquades secara perlahan, keringkan pada hot plate suhu dan abukan kembali pada 550 o C sampai berat konstan.7. Turunkan suhu pengabuan menjadi 40 o C lalu pindahkan cawan abu porselin dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang beratnya (Bg) segera setelah dingin.Perhitungan : % kadar abu = B A x 100 % Berat contoh (g)Dengan : A = adalah berat cawan porselin, dinyatakan dalam g B = adalah berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam gBAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasilAdapun hasil yang diperoleh dari praktek kerja lapang di LPPMHP Gorontalo adalah sebagai berikut :Table 1. Kandungan Kadar Abu pada sampel susu Nama sampelBerat cawan (Gr) ( A)Berat sampel (B)Berat akhir (C)Berat awalKadar AbU sampel (%)

Hilow-Coklat43.3612.0033 43.467 45.36435.29

Dancow-coklat25.91372.0038 25.984 27.91753.51

Hilow-Coklat39.91272.0035 39.996 41.91624.16

Dancow-coklat43.21832.0035 43.287 45.22183.43

Hilow-Putih43.07892.037 43.193 45.11595.60

Dancow-Putih24.51362.004 24.615 26.51765.06

Hilow-Putih38.86332.0035 38.980 40.86685.82

Dancow-Putih43.54242.0028 43.640 45.54524.87

4.2 PembahasanDari hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa kadar abu pada sampel contoh susu coklat hilow lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu susu Dancow. Kadar abu susu hilow sebesar 5,29 % pada sampel pertama sedangakn kadar abu pada susu dancow hanya 3,51 %. Hal ini juga terjadi pada sampel uji yang kedua dimana kadar abu susu hilow coklat adalah 4,16 % sedangkan pada sampel susu dancow coklat bubuk adalah 3,43 %.Sedangkan pada pengujian kadar abu susu bubuk putih pada sampel susu hilow kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan sampel susu bubuk dancow putih yaitu kadar abu susu hilow putih adalah 5,60 % sedangkan pada susu dancow putih adalah 5,06 %. Pada sampel uji yang kedua hasil sama dengan pengujian kedua yakni kadar abu pada sampel susu hilow putih lebh tinggi dibandingkan dengan sampel susu bubuk dancow putih yakni kadar abu adalah 5,82 % untuk susu hilow putih dan 4,87 % pada sampel dancow bubuk putih.

4.2.1 Kadar Abu SusuAbu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organic ( Sudarmadji, 1989). Dalam bahan pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Pengertian dari kadar mineral adalah ukuran jumlah komponen anorganik tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl.Kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Dalam bahan pangan, mineral terdiri dari 3 bentuk yaitu:1. Garam organic. Ex: garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.2. Garam anorganik. Ex: garam fosfat, karbonat, sulfat dan nitrit.3. Senyawa kompleks yang bersifat organis.4.2.3. Kadar Abu pada Pangan Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui(Winarno,1997). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat danlain-lain2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logamalkali(Anonim,2010). Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu : pengebuan total (larut dan tidak larut) dan penentuan individu komponen. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:1. Menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain (Fauzi (2006). Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari,1991 ). Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010) Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998).

BAB VPENUTUP5.1 Simpulan Berdasarkan pengujian yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:1. Metode pengabuan kering melibatkan pemijaran pada tungku pengabuan Suhu tanur yang digunakan adalah 550 0C.2. Penentuan kadar abu juga dapat digunakan dalam penentuan kadar mineral.3. Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik.4. Kadar abu pada sampel susu hilow coklat berkisar 4,16 %- 5,29 % , susu hilow putih 5,60 5,82 %. Sedangkan kadar abu pada susu dancow putih adalah 4,87 5,06 % sedangkan Susu dancow coklat adalah 3,43 -3,51 %.

5.2 Saran Perlunya dilakukan pengujian untuk sampel susu bubuk dengan mengunakan merek yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. 1st ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. North America.

Herdas. 2008.Pengujian Kadar Abu. Available at http ://bloginvitro.blogspot. com/2011/02/pengujian-kadar-abu.html. (diakses tanggal 27 Mei 2013).

Rizal Syarief dan Hariyadi Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.

Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Sudjana, Moch. 1972. Kimia Analitik. Koprasi Warga Sekolah Analis Kimia. Bandung.Winarno, F.G. 1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Lampiran 1. Alur Pengujian Kadar Abu

Sampel Susu BubukPenimbangan SampelPenimbangan sampelPenyimpanan dalam tungkuPenyimpanan dalam desikatorPeninbangan sampel setelahpengabuan22