Upload
dinakurniasari
View
128
Download
29
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laptut
Citation preview
Step 1
1. Ektostema : gigi yang tumbuhnya keluar dari lengkung gigi dengan posisi dan ukuran
gigi normal tetapi mahkota dan akar gigi keluar dari lengkung gigi
2. Distoklusi : bukal groove M1--- lebih ke distal dari mesio bukal M1
3. Palatoversi : gigi yang tumbuhnya tepat pada lengkung gigi namun lebih menonjol ke
arah palatal
4. Bukoversi : gigi yang tumbuhnya tepat di lengkung gigi tetapi lebih menonjol ke arah
bukal
5. Neutroklusi : bukal groove M1—tepat pada cups mesio bukal dari M1
6. Foto sefalometri : Foto radiografi Ekstra Oral yang digunakan untuk penegakkan
diagnosa serta rencana perawatan ortodontik
7. Relasi molar : hubungan antara gigi molar rahang atas dan rahang bawah
8. Kelainan congenital : kelainan yang terjadi pada saat tumbuh kembang janin atau
bawaan. Bisa dilihat pada saat bayi lahir.
9. Disharmoni dento maksila : Ketidaksesuaian antara ukuran lengkung rahang dengan
volume gigi
Step 2
1. Mengapa pasien dapat mempunyai keluhan gusi berdarah pada saat menggosok gigi?
2. Pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi pada tahap apakah yang menyebabkan
gigi tumpang tindih beserta dampaknya
3. Mengapa hanya gigi caninus yang mengalami eksostema?
4. Apa hubungan palatoversi, bukoversi, ektostema, terhadap pergeseran garis median pada
rahang bawah?
5. Apa fungsi dari foto cepalometri pada diagnose pasien?
6. Apa hubungan kondisi pada saat gigi susu yang terlihat rapi dengan pertumbuhan gigi
permanen yang berjejal?
7. Apa etiologi dari kelainan congenital dari scenario?
8. Apa yang menyebabkan dokter menyimpulkan bahwa pasien mengalami DDM?
1
Step 3
1. Karena gigi pasien ini berjejal, sehingga mudah terjadi penumpukan sisa-sisa makanan
akibat dari proses pembersihannya yang sulit. Sisa makanan yang terdapat di sela-sela
gigi akan membentuk plak. Plak inilah yang menyebabkan gusi menjadi radang dan
apabila terkena sikat gigi menjadi mudah berdarah.
2. Pertumbuhan dan perkembangan rahang yang kurang baik, disebabkan karena kurangnya
asupan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan rahang pada saat intra uterin (4-7 minggu)
atau disebabkan oleh factor hereditas dari orantuanya
Dampak gigi berjejal adalah :
Estetikanya jelek
Terdapat gangguan bicara
Terdapat gangguan fungsi pendengaran
Terdapat gangguan fungsi pengecapan
Terdapat ketidaknyamanan membuka dan menutup mulut
3. Karena gigi caninus anterior tumbuh paling akhir jika dibandingkan dengan gigi insisiv
central dan lateral. Kira-kira tumbuh pada usia sekitar 11-13 tahun. Caninus ini akan
mencari tempat untuk tumbuh. Sedangkan kondisi lengkung rahangnya kecil, sehingga
gigi caninus ini menjadi ekstostema
4. * Karena lengkung rahangnya kecil, sehingga gigi yang tumbuh menjadi berjejal. Gigi
berjejal ini akan mengakibatkan pergeseran pada garis median.
Berhubungan dengan oklusi pasien yang tidak normal, yaitu adanya distoklusi pada
molar rahang bawah kanan dan netroklusi pada rahang bawah kiri yang menyebabkan
kebiasaan pada pasien, dan apabila kebiasaan ini terus berlanjut maka akan terjadi
pergeseran garis median pada pasien.
Perubahan garis median ini disebabkan karena waktu erupsi gigi yang berbeda-beda
sedangkan rahang yang dimiliki pasien kecil
5. – mengetahui keadaan gigi geligi dan ukuran rahang
- Mengetahui profil dari wajah
- Mengetahui hubungan oklusi rahang atas dan rahang bawah
- Sebagai rencana perawatan ortodonsia
2
6. Adanya factor seperti :
Gigi susu yang tanggal premature
Adanya trauma
Tidak adanya diastema pada gigi susu yang merupakan bakal tempat untuk
pertumbuhan gigi permanen (tidak terdapat celah antar gigi susu)
7. Dibahas di LO
8. Dokter menyimpulkan bahwa pasien mengalami DDM, karena :
Pemeriksaan klinis ditemukan pergeseran garis median pada rahang bawah.
Pemeriksaan subjektif didapatkan pada watu gigi susu terlihat rapi dan tidak
didapatkan celah antar gigi, sedangkan pada gigi permanen, ditemukan berjejal
karena rahang yang kecil.
Pemeriksaan radiologi
3
Step 4 : Mapping
4
HEREDITAS ETIOLOGIFAKTOR LAIN
TRAUMA
NUTRISI
KELAINAN KONGENITAL
JARINGAN LUNAK
JARINGAN KERAS
RAHANG
GIGI
MALPOSISI GIGI
PEMERIKSAAN
RADIOGRAFI
KLINIS
SUBJEKTIF
LIDAH
GINGIVA
BIBIR
Step 5 : LO
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dari kelainan congenital
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam kelainan congenital
pada jaringan keras rongga mulut yang menyebabkan malposisi gigi
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam kelainan congenital
pada jaringan lunak rongga mulut yang menyebabkan malposisi gigi
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan kelainan congenital
pada rongga mulut
Step 6: -
5
Step 7 :
1. ETIOLOGI KELAINAN KONGENITAL RONGGA MULUT
Banyak faktor yang menjadi penentu terjadinya suatu kelainan kongenital yang bisa jadi itu
berasal dari ibu maupun dari lingkungan sekitar.
a. Herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang
menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih
tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang
menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah
sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak
tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang
sama juga sekitar 4%. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak
kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan
anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.
b. Radiasi
Efek teratogenik radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu, dan
telah diketahui benar bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, spina bifida, kebutaan, celah
platum, dan cacat anggota badan dapat terjadi karena pengobatan wanita hamil dengan
sinar-x atau radium dosis tinggi. Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan
dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang
mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa
kehamilan, khususnya pada hamil muda. Efek paparan radiasi tergantung pada usia
kehamilan pada waktu pemaparan
c. Zat-zat kimia
6
Peranan zat-zat kimia dan obat-obat farmasi dalam menimbulkan kelainan pada
manusia sulit ditafsirkan karena dua alasan : (a)kebanyakan penelitian bersifat
retrospektif , dengan mengandalkan pada ingatan ibu tentang riwayat paparan ;dan (b)
terdapat banyak sekali obat-obat obat farmasi yang digunakan oleh wanita hamil.
Contoh adalah talidomid, sejenis pil anti muntah dan obat tidur yang dapat
menyebabkan kelainan kongenital. Obat lain yang berbahaya adalah aminopterin.
Senyawa ini tergolong antimetabolit, merupakan suatu antagonis asal folat, dan telah
digunakan sebagai obat antineoplastik. Cacat yang ditimbulkan oleh aminopterin adalah
anensefali, meningokel, hidrosefalus dan bibir sumbing serta palatoskisis. Beberapa jenis
obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga
sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide
yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat
pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya
trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali;
walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus
minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian obat yang mengakibatkan vasoaktif, akan
meningkatkan terjadinya oral cleft
d. Defisiensi nutrisi
Sekalipun banyak macam defisiensi nutrisi, khususnya kekurangan vitamin, telah
terbukti bersifat teratogenik pada banyak percobaan , belum ada bukti yang nyata bahwa
keadaan ini teratogenik pula bagi manusia. Frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Defisiensi protein, vitamin A
dapat menyebabkan kelainan congenital berupa bibir sumbing maupun sumbing palatum
e. Kelainan Genetik dan Kromosom
7
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai
unsur dominan ("dominant traits") atau kadangkadang sebagai unsur resesif. Misalnya
bibir sumbing. Bibir sumbing ini merupakan penyakit genetic karena kelainan ini bisa
dirutunkan dari orangtua, kakek atau nenek, dan keluarga.
f. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan hentuk rgan tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh adalah adanya benturan pada saat bayi masih di
dalam kandungan. Hal ini dapat menyebabkan kelainan pada bayinya
g. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi
tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat
menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya
abortus. Sebagai contoh adalah adanya infeksi pada ibu saat ibu ini mengandung anak
pada trimester pertama kehamilan, infeksi ini dapat mengakibatkan kelainan congenital
pada bayi misalnya adanya bibir sumbing karena pembentukan bibir yang kurang
sempurna
h. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang hormonnya tidak stabil memiliki
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang lahir dari ibu yang hormonnya normal. Misalnya ketidakseimbangan
hormone kortison dapat meningkatkan resiko kelainan pada cleft palatum
8
i.Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Misalnya ibu yang merokok dapat menyebabkan bibir sumbing pada bayi
9
2. Kelainan Kongenital pada Jaringan Keras Rongga Mulut
Disharmoni Dento Maxilar ( DDM )
Disharmoni dentomaksiler merupakan disproporsi besar gigi dengan lengkung geligi.
Faktor utama penyebab DDM adalah faktor herediter atau keturunan, misalnya seorang
anak mewarisi ukuran gigi ibunya yang cenderung berukuran kecil dan anak tersebut
mewarisi ukuran lengkung geligi ayahnya yang berukuran relatif besar. Sehingga terjadi
diastema menyeluruh dikarenakan disproporsi ukuran gigi dan lengkung geligi. Selain itu
ada beberapa faktor lain yang juga mendukung timbulnya kelainan ini, yaitu faktor lokal
seperti gaya hidup, misalnya anak tersebut kurang mengkonsumsi makanan keras
sehingga pertumbuhan rahang kurang maksimal, dan ukuran rahang menjadi lebih kecil
dari ukuran yang seharusnya. Hal ini menyebabkan DDM tipe transitoir. Pada DDM tidak
harus terjadi pada kedua rahang ataupun pada kedua sisi, DDM bisa terjadi hanya pada
salah satu sisi ataupun pada salah satu rahang. Namun pada umumnya DDM lebih sering
terlihat pada rahang atas, karena lengkung rahang untuk tempat erupsi gigi permanen
pada rahang atas hanya terbatas pada tuberositas maksila saja, sedangkan pada rahang
bawah sampai pada ramus ascenden.
DDM dibagi menjadi tiga tipe :
1. Tipe berdesakan, merupakan keadaan yang sering dijumpai yaitu ukuran gigi-gigi yang
berukuran besar pada lengkung geligi yang normal, atau ukuran gigi normal pada
lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan.
2. Diastema menyeluruh, tidak adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi yaitu
ukuran gigi kecil dengan lengkung geligi normal ataupunukuran gigi normal dengan
lengkung geligi yang besar.
3. Tipe transitoir, ketidakharmonisan erupsi gigi dengan pertumbuhan tulang, yang
menyebabkan gigi berdesakan. DDM tipe transitoir ini bisa terkoreksi seiring
bertambahnyausia karena pertumbuhan tulang rahang dan ukuran gigi tetap, sehingga
baketerlambatan pertumbuhan, maka tidak dianjurkan melakukan pencabutan karena
dapat menyebabkan diastema. Untuk mendiagnosa DDM tipe transitoir bisa dilakukan
perbandingan antara gambaran normal gigi geligi saat itu dengan gamaran dari gigi
pasien. Perawatan pada kasus DDM adalah sangat sederhana bahkan bisa dikatakan
10
apabila diagnosa dilakukan sejak dini oleh seorang dokter gigi dapat merencanakan serial
ekstraksi pada penderita DDM. Dimana apabila ekstraksinya dilakukan secara tepat maka
tidak akan terjadi maloklusi pada rongga mulut. Namun jika diagnosa dilakukan
terlambat (umur 11-12 tahun) maka perawatan DDM tidak hanya cukup dengan ekstraksi
seri saja, terapinya perlu dilanjutkan dengan penggunaan alat orthodonsi untuk menaroik
gigi canius ke distal dan dan meletakkan insisivus lateral dalam lengkung gigi yang baik
dan benar.
Tanggal Prematur
Tanggal prematur gigi sulung menyebabkan gigi permanen yang akan tumbuh tidak
mempunyai petunjuk sehingga sering salah arah dan mengakibatkan migrasi gigi
tetangga. Rahang juga akan mengalami penyempitan, akibatnya tidak cukup untuk
menampung semua gigi dalam susunan yang teratur. Hal ini menyebabkan gigi menjadi
berjejal atau susunan gigi menjadi tidak beraturan. Selain itu, tanggal prematur juga dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan hubungan oklusi. Jika gigi sulung tanggal terlalu
dini, maka gigi permanen penggantinya juga akan erupsi lebih cepat atau lebih lambatt
karena mengerasnya gingival
Gigi sulung tidak hanya berfungsi untuk mengunyah makanan, tetapi juga sebagai
penunjuk jalan bagi pertumbuhan gigi permanen yang akan menggantikannya. Jika gigi
sulung tercabut terlalu cepat, gigi permanen akan kehilangan arahnya sehingga erupsinya
dapat terganggu. Kehilangan gigi sulung secara dini dapat menimbulkan anomali pada
lengkung rahang oleh karena adanya pergeseran gigi tetangga dan gigi antagonis ke arah
ruangan yang kosong sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan panjang lengkung
rahang. Di lain pihak kehilangan gigi molar sulung sebelum waktunya seringkali
menyebabkan maloklusi.
Tanggal prematur pada gigi sulung akan mengakibatkan gigi tetangganya bergeser.
Ggi akan cenderung bergeser ke arah mesial karena adanya fenomena “mesial drifting
tendency” dan gaya dari gigi posterior yang akan erupsi pada anak yang sedang dalam
tahap pertumbuhan dan perkembangan. Akibat dari kehilangan gigi sulung juga dapat
11
menyebabkan terjadianya pergeseran midline, gigi berjejal, perubahan pada lengkung
rahang dan kehilangan ruangan untuk gigi permanen pengganti gigi sulung
Persistensi gigi susu
Persistensi gigi susu adalah suatu keadaan gigi susu masih berada di mulut / belum
lepas, tetapi gigi tetap yang akan menggantikannya sudah tumbuh. Pada keadaan
persistensi, terkadang gigi susu juga tidak goyang. Hal ini bisa kita temukan pada gigi
mana saja, tetapi seringkali orang tua menemukan gigi depan rahang bawah yang terlihat
bertumpuk (bisa dilihat pada gambar).
Beberapa faktor penyebab persistensi pada gigi susu yaitu:
1. Resorpsi akar gigi susu yang lambat Hal ini bisa dikarekanakan gangguan nutrisi,
hormonal atau gigi berlubang besar dengan indikasi perawatan saraf yang tidak dirawat.
2. Posisi abnormal benih gigi tetap / arah tumbuh gigi tetap tidak searah dengan arah
tumbuh gigi susu yang akan digantikannya.
3. Ketidakcukupan tempat bagi gigi tetap yang akan tumbuh menggantikan gigi susu.
Dengan demikian gigi tetap mengarah kepada tempat yang kosong, bisa di depan atau
belakang gigi susunya.
Pada persistensi gigi susu, dokter gigi akan melakukan pencabutan terhadap gigi susu
tersebut. Bila sudah terlihat bertumpuk/ bersusun, segera bawa anak anda ke dokter gigi.
Tidak disarankan untuk menunggu hingga gigi susu tersebut lebih goyang lagi atau
bahkan hingga tumbuh seluruhnya. Bila segera dilakukan pencabutan, terdapat
12
kemungkinan gigi tetap akan bergerak ke posisi ideal (kadang dibantu didorong dengan
lidah) jika posisi memungkinkan dan tersedia tempat untuk gigi tersebut. Terkadang
posisi gigi hanya sedikit berubah dan masih terlihat berjejal, sehingga diperlukan
perawatan orthodontic(kawat) untuk merapihkan gigi sekaligus mengembalikan fungsi
pengunyahan. Waktu yang tepat untuk perawatan orthodontic berbeda untuk masing –
masing kasus. Bila persistensi dibiarkan, dapat menyebabkan gangguan fungsi
pengunyahan, gangguan pertumbuhan rahang dan tentunya susunan gigi menjadi tidak
estetik
Kelainan Anomali
- Makrodontia adalah penambahan ukuran gigi yang abnormal
Etiologi : Keturunan (Herediter)
Efek umum yang ditimbulkan : Malposisi gigi
- Mikrodontia adalah gigi-gigi yang lebih kecil dibandingkan normal
Etiologi : Keturunan (Herediter)
Efek umum yang ditimbulkan: Diastema, Malposisi gigi
- Fusi.
Pada fusi, dua benih gigi yang terpisah akan menjadi satu. Bagian yang bergabung
ini biasanya terdiri atas dentin dan kadang-kadang enamel. Keadaan ini dilaporkan
terjadi pada kurang 1 % populasi dan merupakan sifat yang diturunkan
13
- Germinasi
Pada germinasi, satu benih gigi akan membelah menjadi dua gigi, tetapi
pembelahan ini tidak sempurna. Keadaan ini terjadi pada kurang dari 1 % populasi yang
mempengaruhi sifat yang diturunkan dan melibatkan gigi-gigi sulung kira-kira 5 kali
lebih sering daripada gigi permanen. Gigi germinasi akan tampak membesar secara klinis
dan dapat menimbulkan malposisi pada gigi
14
- Gigi Hutchinson
Biasanya ditemukan pada penderita sifilis congenital yang terjadi akibat infeksi
dari ibu melalui plasenta ke janin yang telah mencapai tahap perkembangan gigi tetap.
Patogenesis :
Reaksi radang kronis dalam folikel gigi
Fibrosis dalam folikel gigi sehingga terjadi perubahan dan penekanan pada sel
ameloblas dan menyebabkan terjadinya hiploplasia
Proliferasi epitel odontogenik ke dalam papila dentis sehingga terbentuk takik
15
Cleft Palate dan Cleft Lips
Etiologi :
Etiologi cleft palate (palatoschisis) bersifat multifaktorial dimana pembentukan
celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang
terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.
1. Faktor herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang
menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih
tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang
menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah
sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak
tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang
sama juga sekitar 4%. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak
kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan
anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.
2. Faktor lingkungan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid
(golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi
selama kehamilan tri semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus,
dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia,
merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan
palatoschisis.
3. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal
terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi
keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya
16
stress yang mengakibatkan celah yaitu terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic
hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid
mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat
menganggu pertumbuhan.
4. Nutrisi
a. Vitamin A
Asupan vitamin A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama
yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata,
celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia
menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat
menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari
22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi
lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A
pada masa perikonsepsional.
B. Asam Folat
Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap
tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Pertama ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang
untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua ialah dalam mencegah defek
kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam
folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik
seperti bibir dan atau langit-langit sumbing.
17
Gambar Cleft Palate
Patogenesis Cleft Palate:
Penggabungan ketiga komponen embrionik dari palatum mencakup sinkronisasi
yang rumit dari gerak lereng dengan pertumbuhan dan penarikan lidah serta dengan
pertumbuhan mandibula dan kepala. Terganggunya salah satu tahap penting ini, baik
karena faktor lingkungan atau genetik dapat menimbulkan kegagalan penggabungan yang
mengakibatkan terbentuknya celah palatum.
Akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia
nasalis median menyatu tidak saja dipermukaan tetapi juga di bagian yang lebih dalam.
Struktur yang dibentuk dari kedua tonjolan yang menyatu tersebut adalah segmen
intermaksila. Struktur ini terdiri dari a) komponen bibir yang membentuk filtrum bibir
atas. b) komponen rahang atas yang membawa 4 gigi seri, c) komponen langit langit yang
membentuk palatum primer.
Palatum sekunder. Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksila,
bagian utama palatum dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bilah dari prominensia
mksilaris. Pertumbuhan keluar ini, bilah bilah palatum muncul pada minggu ke 6
perkembangan dan mengarah oblik kebawah dikedua sisi lidah. Namun, pada minggu ke
7 bilah bilah palatum bergerak keatas untuk memperoleh posisi horisontal diatas lidah
dan menyatu membentuk palatum sekunder. Disebelah anterior, bilah bilah palatum
menyatu dengan palatum primer yang berbentuk segitiga dan foramen insisivum. Pada
18
saat yang bersamaan dengan menyatunya bilah bilah palatum, septum nasal tumbuh
kebawah dan bergabung dengan bagian patum yang baru terbentuk.
Jika terjadi gangguan pada saat berfusinya bilah bilah palatum maka akan terjadi
gangguan yang disebut celah palatum (cleft palate). Celah palatum terjadi karena
gagalnya penyatuan bilah bilah palatum yang mungkin disebabkan oleh ukurannya yang
terlalu kecil, kegagalan bilah bilah palatum untuk meninggi menghambat terhadap proses
penyatuan itu sendiri atau kegagalan lidah untuk turun dari antara kedua bilah palatum.
Patogenesis Cleft palate
Ada 4 teori
A. Teori Fusi
Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh
masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median,
mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi
antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan
terjadi.
B. Teori Penyusupan Mesodermal
Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan
menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan
migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.
C. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial
Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal
yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak
ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan
terbentuk celah bibir.
19
D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal
Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu
adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang
kelak akan membentuk bibir bagian tengah.
Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung.
Supernumerary Teeth
Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi yang terbentuk
dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal.
Rasio erupsi : tidak erupsi 1 : 5
Sering pada gigi insisivus, Premolar
Klinis: jumlah gigi lebih, berjejal
Bentuk: = bentukan normal seperti gigi fisiologis dan juga berbeda dari yang
normal (lebih kecil, conus,
tuberculate atau odontome/tidak beraturan)
Ro-grafi : erupsi : tidak terlalu diperlukan
tidak erupsi : ditemukan sec.tidak sengaja
20
Jenis-jenisnya: Mesioden diantara gigi insisivus central
pada RA : berbentuk kecil dan kerucut
pada RB : seperti gigi asli dan sulit dibedakan
Lateroden : antara I-1 dan I-2
Parapremolar: antara P-1 dan P2
Para molar : diantara gigi-gigi molar
Distomolar : distal M-3 (Molar keempat)
A B
C
21
Keterangan :
A.Paramolar B.MesiodentC. Parapremolar
A B
C
Patogenesis:
22
Pembentukan gigi
Intrauterin minggu-5 terjadi Diferensiasi Bud
stage
Membentuk 2 Dental LaminaHeredit
er
Supernumerry Teeth
Keterangan :
A. Para premolarB. Para molarC. Mesiodent
3. Kelainan Kongenital pada Jaringan Lunak Rongga Mulut
Kelainan kongenital pada jaringan lunak rongga mulut dapat diklasifikasikan menjadi
kelainan pada lidah, bibir (misalnya bibir sumbing), dan gusi (fibromatosis gingiva).
Kelainan-kelainan ini akan dijelaskan beserta etiologi, gambaran klinis, dan histopatologinya
pada tabel berikut ini.
Jenis Kelainan Etiologi Gambaran Klinis
Kelainan
Kongenital pada
Lidah
a. Microglossi
cacat pada saraf hipoglossus yang
mempersarafi otot lidah. Tanpa
rangsangan, otot lidah menjadi
atrofi dan tubuh lidah menjadi
mengecil
Keadaan dimana lidah lebih kecil dari normal dan
sangat jarang ditemukan. Menyebabkan adanya gangguan
fungsi bicara serta pengunyahan. Selain cacat pada lidah,
juga menimbulkan kerusakan di tempat lain. Microglossi
dengan micrognatia disebut Sindroma Pierre-Robin
b. Macroglossi
True
Makroglosia.
Pseudo
Makroglosia
kretinisme kongenital dan
idiopatik (mungkin hipotiroid
pada ibu dan bagian dari suatu
sindrom misalnya sindrom down),
tumor (hemangioma dan
limfangioma), penyakit metabolik
(misalnya amilodosis primer),
atau gangguan endokrin
(akromegali, kretinisme)
bertambahnya otot lidah
- kebiasaan postur lidah
(menjulurkan lidah)
menyebabkan open bite
anterior dan lidah protusi serta
kelihatan membesar
Lidah sangat besar, mudah terkena infeksi. Dapat
dijumpai neurofibroma dan/hemangioma.
Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi
akan terbentuk pada tepi lateral lidah seperti kerang
pembesaran lidah murni, menimbulkan maloklusi gigi
yang disebabkan tekanan lidah terhadap gigi. True
makroglosia bisa didapat secara congenital (sejak lahir)
dan akuired (didapat).
Kondisi ukuran lidah yang relatife besar, tetapi ukurannya
normal.
23
- pembesaran tosil dan adenoid
Tonsil dan adenoid terdiri
dari jaringan limfoid dan
merupakan system pertahanan
tubuh terhadap infeksi.
Pembesaran tonsil dan adenoid
dapat menyebakan pergeseran
lidah ke depan sehingga lidah
terlihat lebih besar.
- hipotonia pada lidah
Hipotonia adalah pengurangan
yang berlebihan dari tonus
otot. Hipotonia disebkan oleh
trauma, gangguan pada tulang,
genetic dan system saraf pusat.
Hipotonia pada lidah ini
menyebabkan berkurangnya
tonus pada otot lidah, sehingga
lidah terjulur keluar dan
relatife membesar.
- defisiensi mandibula Pasien
dengan ddefisiensi mandibula
mempunyai dagu kecil dan
insisivus rahang bawah maju
serta obstruksi nafas waktu
tidur. Rahang yang kecil
menyebabkan lidah kelihatan
membesar yang sebenarnya
normal
c. Median papilla lidah tidak tumbuh. Tuberkulum impar pada bagian tengah lidah tidak
24
Rhomboid
Glossitis
tertutup oleh kedua tuberkulum lateral lidah, sehingga
tanpa epitel dan berbentuk belah ketupat. Permukaan licin
karena tidak berpapil.
d. Ankiloglosia
(Tounge Tie)
Terjadinya gangguan
perkembangan lidah pada masa
embrionik. Selama perkembangan
awal, lidah berfusi ke dasar mulut.
Sel mati dan resorpsi
membebaskan lidah, dengan
frenulum yang tinggal hanya sisa
dari perlekatan awal. Kegagalan
pada proses ini menyebabkan
ankiloglosia.
Terdapat perlekatan sebagian atau seluruh lidah ke dasar
mulut. Lidah seperti dasi. Frenulum lingualis melekat
terlalu jauh ke depan dan terlihat pada posisi bervariasi,
yang paling parah pada ujung anterior lidah. Pergerakan
lidah dapat terhambat (tidak mampu menjulurkan lidah
melalui tepi insisal gigi anterior rahang bawah, maupun
dari satu sisi ke sisi lainnya sehingga oral hygiene
penderita jelek dan rentan karies) dan tidak dapat
menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka.
Terdapat gangguan pengucapan dan tidak bisa mengunyah
makanan yang keras. Terdapat diastema pada midline
rahang bawah, malformasi palatum dan lengkung gigi.
e. Scrotal
Tounge
kelainan perkembangan dari
gejala sindrom (biasanya sering
ditemukan pada penderita
syndrome down), variasi dari
anatomi lidah normal.
Lidah seperti skrotum dengan fisura-fisura yang terlalu
dalam dan rugae-rugae kasar. Dorsal dan kedua sisi lidah
ditutupi oleh alur yang dangkal atau dalam tanpa rasa
nyeri. Karena adanya alur ini maka dapat menyebabkan
tumpukan debris di dalamnya yang kemudian bisa
menyebabkan iritasi.
f. Bifid
Tongue/cleft
tongue
perpaduan lidah kanan dan kiri
terganggu (gangguan
perkembangan lidah intrauterine,
yaitu gagalnya perpaduan lidah
bagian kanan dan kiri)
adanya celah dibagian tengah lidah, sehingga lidah tampak
terpisah.
g. Geographic
tongue
stress emosional, defisiensi
nutrisi, herediter, dan hormonal
Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah
kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila
filiformis dikelilingi daerah sedikit menonjol dan berbatas
tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih
25
kekuningan. Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat
berubah-rubah sehingga dinamakan glositis migratoris
jinak.
Ketidaknyamanan yang muncul akibat geographic tongue
hilang dan timbul terutama ketika makan makanan asin
dan pedas, serta dapat memburuk pada saat-saat tertentu
ketika wanita sedang haid atau selama kehamilan
h. Kista duktus
tiroglosus
Kista ini merupakan dilatasi kistik
pada sisa epitelial dari saluran
duktus tiroglosus, terbentuk
selama perpindahan tiroid selama
fase embriogenesis. Merupakan
sisa saluran tertinggal dari
penurunan kelenjar tiroid dan
berbentuk kista.
Kelenjar tiorid dibentuk di
pangkal lidah, pada minggu ke 5
IU akan turun ke bawah dan
berhenti di depan os hyoideum
dan os tiroid. Terjadi
pembengkakan pada garis tengah
anterior leher lalu lama kelamaan
akan menghilang karena atrofi.
Jika masih tersisa maka akan
membentuk kista ini.
Selalu terletak pada garis tengah leher depan (tampak
sebagai pembengkakan). Tampak masa nodular pada garis
tengah posterior dorsum lidah.
Kelainan
Kongenital pada
Gusi :
Fibromatosis
gingiva
- Herediter, merupakan
bagian dari sindrom
- Idiopatik
- Pengaruh obat-obatan
(misal narkoba)
pembesaran gusi yang difus dengan karakteristik
pertumbuhan komponen jaringan ikat yang berlebihan.
Kelainan ini diturunkan, merupakan sifat bawaan dan
mungkin berhubungan dengan kelainan lain. Gingiva
menjadi lebih padat, berwarna normal, dan dapat
menghalangi erupsi gigi, serta menutupi mahkota gigi
26
geligi
Kelainan
Kongenital pada
Bibir:
Sumbing bibir
Dijelaskan dengan hipotesis
multifaktor: gen-gen yang
beresiko berinteraksi satu dengan
yang lain dan dengan lingkungan,
menyebabkan cacat pada
perkembangan janin kegagalan
bersatunya jaringan selama
perkembangan
Sumbing bibir dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil
pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke
dasar hidung
Klasifikasi Veau
Kelas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas
sampai bibir
Kelas II : bila takik pada merah bibir sudah meluas ke
bibir tetapi tidak mengenai dasar hidung
Kelas III : sumbing unilateral pada merah bibir yang
meluas melalui bibir ke dasar hidung
Kelas IV : setiap sumbing bilateral pada bibir yang
menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing
yangs empurna
Kelainan dalam jumlah, ukuran, morfologi, kalsifikasi dan
erupsi gigi dapat ditemukan (baik desudui maupun
permanen). Paling sering mengenai insisiv lateral sekitar
sumbing (misalnya missing kongenital/hipodonsia).
Prevalensi hipodontia meningkat secara langsung sesuai
dengan derajat sumbing. Sumbing alveolar bilateral dan
unilateral yang komplet berhubungan dengan gigi
berlebih, umumnya insisiv lateral atas. Pembentukan gigi
seringkali terlambat serta hipoplasia enamel, mikrodontia,
makrodontia dan fusi.
Terjadi gangguan bicara, pengunyahan, dan estetik.
Ankylogglossia/
short frenulum
Kelainan bawaan pada pita lidah
atau tali jaringan ikat yang
menghubungkan dasar lidah
dengan ujung lidah bagian
bawah.Tali ini dapat tebal dan
kurang elastic ataupun tipis.Pada
Tongue tie ini dapat menyebabkan kelainan apapun
misalnya:
1.Menyusu
Menyebabkan mulut bayi tidak dapat menempel dengan
baik pada putting susu sehingg kemampuan menghisap
susu berkurang.
27
kelainan ini bentuk lidah seperti
jantung.
2.Kesulitan Bicara
Biasanya sulit dalam pengucapan setiap hurufnya seperti
R. Lidah juga berperan dalam membersihkan gigi
berkurang karena gerakannya terbatas.Tongue tie juga
mengakibatkan gigi tidak rapi dan menjadi renggang
Patogenesis Cleft Lips:
Cleft Lips adalah hasil dari terganggunya perkembangan bibir semasa di dalam rahim.
Celah bibir terjadi jika prosesus nasalis medial gagal untuk bergabung dengan bagian lateral dari
prosesus maksilaris dari lengkung brankialis pertama (faringeal). Penggabungan ini normalnya
terjadi selama minggu keenam dan ketujuh dari perkembangan embrionik.
Celah bibir garis tengah berasal dari kegagalan penggabungan prosesus nasalis medialis
kanan dan kiri dan cukup jarang ditemukan. Keparahan celah bibir bervariasi, celah yang kecil
dan tidak melibatkan hidung disebut celah tidak sempurna yang terkadang muncul berupa
takikan kecil pada bibir. Celah bibir sempurna yang melibatkan mengenai struktur hidung terjadi
pada 45% kasus dan sering kali terkait celah palatum.
28
Gambaran radiografi cleft palate dan cleft lips
Hereditary Gingival Fibromatosis
HGF merupakan pembesaran fibrosa pada gingiva yang ditandai dengan pembesaran
difus gingiva yang progresif lambat, akibat produksi kolagen yang berlebih. Kadang
meliputi hampir seluruh permukaan gigi.
Jika HGF terjadi sebelum erupsi gigi maka jaringan fibrosa padat dapat mengganggu atau
mencegah erupsi gigi.
Efek umum dari HGF : Diastema, malposisi gigi, dan retensi berkepanjangan dari gigi
primer
4. Pemeriksaan Kelainan Kongenital Pada Rongga Mulut
Radiografi yang sering digunakan dalam pemeriksaan penunjang dalam kasus
malposisi gigi adalah :
- Radiografi panoramik : Radiografi panoramik adalah suatu teknik untuk menghasilkan
foto struktur wajah termasuk tulang maksila, mandibula dan struktur-struktur
pendukungnya
29
- Radiografi sepalometri : Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk
mendapatkan gambaran radiografi tulang tengkorak yang bermanfaat untuk membuat
rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien
Fungsi radiografi sefalometri dalam ortodonti:
1. Diagnose ortodonti untuk pemaparan struktur skeletal dan dental
2. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe fasial
3. Pembuatan rencana perawatan
4. Evaluasi hasil perawatan
5. Perkiraan arah pertumbuhan
Gambar A. Gambar B
(A)Sefalogram Frontal, (B) Sefalogram Lateral
Pemeriksaan Subjektif
30
Pemeriksaan yang dilakukan dengan anamesa keluhan yang menjadi alasan penderita mencari
pertolangan pengobatan.
Ada dua jenis anamnesa berdasarakan cara mendapatakannya :
- anamesa secara langsung dari keterangan penderita sendiri.
- anamesa tidak langsung, keterangan didapat dari orang lain yang mengetahui keluhan penderita.
Yang perlu ditanyakan dalam anamnesa
- riwayat penyakit yang pernah diderita
- riwayat penyakit pada keluarga
- riwayat sosial dan ekonomi
Hasil Pleno
1. Mengapa tanggal premature termasuk kelainan congenital yang bisa menyebabkan
malposisi gigi? (Tutorial 1)
Jawab : Gigi tanggal premature tidak termasuk kelainan congenital. Karena kelainan yang
terjadi pada saat kelahiran dimana gigi sulung merupakan penunjuk arah untuk erupsi
gigi permanen. Apabila terjadi tanggal premature, benih gigi permanen yang akan erupsi
akan kehilangan arah erupsi dan mengakibatkan gigi permanen erupsi pada tempat yang
tidak seharusnya.
2. Bagaimana hormone dapat mempengaruhi terjadinya cleft palate? Dan hormone apa yang
menyebabkan kelainan tersebut? (Tutorisl 2)
Jawab :
Trauma akan mengakibatkan stress yang akan memicu korteks adrenal mensekresi
hidrokortison yang apabila hormone ini berlebih maka dapat menyebabkan terjadinya
celah palatum
Trauma akan menyebabkan stress yang akan merangsang hipotalamus untuk mensekresi
ACTH yang mengakibatkan adrenal terangsang dan mengakibatkan hidrokortison
31
meningkat dalam darah sehingga mengganggu fusi dari prosesus maxillary, prosesus
nasalis mediana dan prosesus nasalis letralis dan akan berakibat terjadinya celah bibir dan
celah palatum
3. Bagaimana gigi berjejal dapat mengganggu fungsi pendengaran? (Tutorial 3)
Jawab : Sebenarnya bukan gigi berjejal yang dapat mengganggu pendengaran, namun
cleft palate dan cleft lips yang menyebabkan malposisi dari gigi. Selain itu, adanya celah
pada palatum juga memudahkan terjadinya infeksi pada saluran pendengaran. Sehingga
akan mengganggu fungsi pendengaran.
4. Mengapa HGF tidak mempengaruhi terganggunya erupsi gigi permanen? (Tutorial 7)
Jawab : HGF merupakan pembesaran gingival karena produksi kolagen yang berlebih
dan cepat. Pada usia pertumbuhan gigi susu, kolagen yang terdapat pada gingiva masih
sedikit. Seiring beralannya waktu, pembentukan kolagen pada gingival menjadi berlebih.
Apabila hal tersebut terjadi pada massa pergantian gigi sulung ke gigi permanen, hal ini
akan mengganggu proses erupsi.
5. Bagaimana makroglossia dapat menyebabkan malposisi gigi? (Tutorial 8)
Jawab : Karena makroglossia adalah kelainan ukuran lidah, dimana lidah memiliki
ukuran yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
maloklusi karena pergerakan dari lidah yang ukurannya besar akan mendesak gigi,
terutama pada rahang bawah. Sehingga posisi gigi akan lebih ke labial atau bukal
6. Mengapa rokok dapat menyebabkan celah pada palatum? (Tutorial 9)
Jawab : Karena pada saat ibu hamil rentan terjadi penyakit yang menyebabkan kelainan
pada janin. Terutama pada wanita hamil yang mengonsumsi obat-obatan atau zzat kimia
pada trimester pertama. Karena hal ini dapat mengakibatkan fasoaktif dan menyebabkan
terjadinya oral cleft. Sedangkan pada rokokk banyak terdapat zat-zat kimia seperti
nikotin, sehingga akan menyebabkan terjadinya celah palatum pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang merokok.
7. Bagaimana gaya hidup dapat mempengaruhi terjadinya disharmoni dento maxilla?
(Tutorial 10)
Jawab : Gaya hidup merupakan factor lain yang mendukung DDM. Karena apabila
seseorang (anak) mengonsumsi makanan yang teksturnya kurang keras, maka
32
pertumbuhan rahang tidak akan terstimulasi, sehingga ukuran rahang tidak berkembang
dengan baik. Sedangkan pertumbuhan gigi tumbuh dengan normal akan mengakibatkan
volume gigi dengan ukuran rahang tidak seimbang yang akan menyebabkan DDM.
Kesimpulan :
33
Referensi :
T.W, Sadler.alih bahasa, Joko Suyono; editor, Devi h Ronardy. 1997. Embriologi
kedokteran Lagman . Jakarta : EGC
Variasi Antropometri Wajah Indonesia dan Sefalometri sebagai Data Dasar pada
Rekontruksi Trauma Maksilofasial. Ulfa elfiah, dkk. Vol. 1. No.1 desember 2011.
Fakultas kedokteran universitas airlangga
Shafer, William G. 1983. A Textbook of Oral Pathology. Toronto : W.B. Saunders
Company
Hamilton B.G. Robinson an Arthur S. Miller. 1971. Color Atlas of Oral
Pathology.Philadelphia: Lippincott Company
Schuurs, A.H.B.. 2007. Patologi Gigi-Geligi Kelainan-Kelainan Jeringan Keras
Gigi. Yogtakarta: UGM.
34
Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007). “Palatal fusion — where do
the midline cells go? A review on cleft palate, a major human birth defect”. Acta
Histochem. 109 (1): 1–14.
Foster, T. 2003. Buku Ajar Ortodonsi. Ed. II. Jakarta :EGC
Sartika, L. 2002. Penatalaksanaan Space Maintainer Lepasan pada Kehilangan
Gigi Molar Susu Bilateral. Skripsi. Medan: USU e-Repository.
Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar. . (2006).
Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan
Andlaw RJ;Rock WP.1992.Perawatan Gigi Anak, 2ed,A Djaya (Penterjemah).Jakarta
: Widya Medika.
P. Langlasis, Robert.2014.Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan Ed
4.Jakarta :EGC
Sudiono, Janti..2009. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta :EGC
35