Upload
bintang-onchy
View
98
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
Daftar isi ...........................................................................................................................................................
Isi .....................................................................................................................................................................
A. Kompetensi Yang Akan Dicapai ..............................................................................................................
B. Skenario .................................................................................................................................................
C. Daftar Unclear Term ...............................................................................................................................
D. Daftar Cues .............................................................................................................................................
E. Daftar Problem Identification .................................................................................................................
F. Learning issues .......................................................................................................................................
G. Pembahasan Learning Issues .................................................................................................................
H. Hipotesis ..............................................................................................................................................
Kesimpulan Dan Rekomendasi .......................................................................................................................
Referensi / Daftar Pustaka .............................................................................................................................
Tim Penyusun ................................................................................................................................................
A. Ketua ..................................................................................................................................................
B. Sekretaris .............................................................................................................................................
C. Anggota ................................................................................................................................................
D. Fasilitator .............................................................................................................................................
E. Proses Diskusi ......................................................................................................................................
1. Kemampuan Fasilitator Dalam Memfasilitasi ....................................................................................
2. Kompetensi/Hasil Belajar Yang Dicapai Oleh Anggota Diskusi ..........................................................
1
ISI
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI
COMPETENCIES
CADE GO
CD 33. Merancang dan menerapkan rencana
pelayanan gizi sesuai dengan keadaan kesehatan klien
3.3 A. Mampu melaksanakan Nutritional Care
Proces secara benar meliputi assessment,
diagnose, intervensi, dan monitoring evaluasi
SCENARIO
“ GINJALKU HARUS DICUCI”
Ny. M (58 tahun, TL= 49 CM, LILA- 25 CM) dirawat dirumah sakit dengan diagnose CKD st V + HT st II
+ Anemia macrochrom macrositic + dyspepsia sindrom + hyperkalemia. Obat yang diberikan dokter
adalah ceftriaxone, metoclopramide, ranitidine, dan furocemid, dimana semua obat diberikan
melalui injeksi intravena. Selain itu, terapi medis yang diberikan adalah hemodialisa 1x seminggu.
Keluhan pasien saat ini adalah gatal pada kulit, pusing, mual, dan muntah pada saat makan. Hal ini
menyebabkan nafsu makan pasien sangat turun. Dari makanan rumah sakit, pasien hanya dapat
menghabiskan ¼ porsi saja. Selain itu, pasien tidak dapat mengontrol rasa hausnya, sehingga intake
cairan pasien tinggi yaitu ±2300 ml/hari. Data laboratorium terakhir menunjukkan bahwa kadar
ureum, creatinine, serta uric acid tinggi. Hasil pemeriksaan urin menunjukkan terdapat proteinuria
3+. Monitoring urin tamping pasien ± 450 ml/hari. Ahli gizi diminta untuk dapat memberikan asuhan
gizi yang tepat pada pasien mulai assessment hingga rencana monitoring dan evaluasi.
B. DAFTAR UNCLEAR TERMS
NO UNCLEAR TERM DEFINISI
1. CKD stage V Kerusakan ginjal >3 bulan dengan laju filtrasi glomerulus <15
ml/menit/1,73 m2/gagal ginjal (Clarkson, 2005). Pada stadium ini,
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia.
2. HT stage II Tekanan darah yang abnormal tinggi dimana hipertensi stage II
termasuk hipertensi tingkat sedang dengan tekanan sistolik 180-
2
209 mmHg dan diastolik 110-119 mmHg (WHO)
3. Dispepsia sindrom Gangguan pada saluran pencernaan yang ditandai dengan rasa
sakit pada perut bagian atas yang berulang atau kronis atau perut
terasa penuh dan cepat merasa kenyang. Dapat disertai dengan
kembung, mual atau sakit pada ulu hati (Kamus Gizi)
4. Anemia macrochrom
macrositic
Golongan anemia dengan berbagai etiologi yang ditandai dengan
sel darah merah lebih besar dari normal, tidak ada daerah pusat
sentral dan volume eritrosit rata-rata serta Hb eritrosit rata-rata
lebih besar (Kamus Dorland)
5. Hiperkalemi Peningkatan kadar kalium (potassium) di dalam darah dimana
nilai normalnya 3,5-5 mmol/L (Kamus Penyakit Pada Manusia) dan
dikatakan hyperkalemia jika kadarnya >7 mmol/L.
6. Ceftriaxone Sefalosporin yang resisten terhadap Beta-Laktamase semisintesis
dan efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positif dan gram
negative, dipakai dalam bentuk garam natrium (Kamus Dorland)
7. Metoclopramide Antagonis reseptor dopamine dengan indikasi diabetik
gastroparesis, mual, muntah dan esophagitis refluks (Kamus
Dorland)
8. Hemodialisa Pembuangan elemen-elemen tertentu dari darah dengan
memanfaatkan perbedaan laju difusinya melalui selaput
semipermeable ketika disirkulasikan ke luar tubuh (Kamus
Dorland)
9. Ranitidine Antagonis terhadap reseptor H2, dipakai dalam bentuk garam
hidroklorida pada pengobatan refluks gastroesofageal (Kamus
Dorland)
10. Proteinuria Adanya protein serum yang berlebihan dalam urin (Kamus
Dorland)
11. Furocemid Obat diuretic yang dipakai dalam pengobatan edema yang
berkaitan dengan gagal jantung kongestif atau penyakit hati atau
ginjal dan juga pada pengobatan hipertensi (Kamus Dorland)
12. Injeksi intravena Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam
3
pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit
C. CUES
Ahli Gizi Mampu Melakukan Asuhan Gizi yang lengkap dan tepat pada pasien dengan diagnose
medis CKD stage V + HT st 2 + anemia macrochrom macrositic + dyspepsia syndrome +
hyperkalemia dan menjalani hemodialisa satu kali perminggu mulai dari assessment hingga rencana
monitoring dan evaluasi
D. DAFTAR PROBLEM IDENTIFICATION
1. Bagaimana Patofisiologi dan Keterkaitannya dengan Diagnosa Pasien?
2. Bagaimana analisa Data Dasar Pasien ?
a. Anthropometri
b. Biokimia
c. Fisik/Klinis
d. Dietary
e. Data Yang Perlu Digali Lebih Dalam
3. Bagaimana Interaksi Obat dan Makanan?
a. Keterkaitan Injeksi Intravena dengan Absorpsi Makan
b. Efek Samping Terkait Gizi
4. Jelaskan mengenai Hemodialisa!
a. Prinsip
b. Efek Samping
5. Bagaimana Diagnosa Gizi pasien?
6. Bagaimana Tips Mengontrol Rasa Haus dan Meningkatkan Nafsu Makan?
7. Bagaimana Intervensi Gizi pasien?
A. Diet
Tujuan
Prinsip
Syarat
B. Kolaborasi Dengan Tenaga Medis
4
8. Bagaimana rencana monitoring dan evaluasi intervensi yang akan diberikan kepada pasien?
E. LEARNING ISSUES
1. Patofisiologi dan Keterkaitannya dengan Diagnosa Pasien
2. Analisa Data Dasar Pasien
a. Anthropometri
b. Biokimia
c. Fisik/Klinis
d. Dietary
e. Data Yang Perlu Digali Lebih Dalam
3. Interaksi Obat dan Makanan
a. Keterkaitan Injeksi Intravena dengan Absorpsi Makan
b. Efek Samping Terkait Gizi
4. Hemodialisa
a. Prinsip
b. Efek Samping
5. Diagnosa Gizi
6. Tips Mengontrol Rasa Haus dan Meningkatkan Nafsu Makan
7. Intervensi Gizi pasien
A. Diet
Tujuan
Prinsip
Syarat
B. Kolaborasi Dengan Tenaga Medis
8. Rencana Monev
F. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES
1. Patofisiologi dan Keterkaitannya dengan Diagnosa Pasien
5
6
Kalsium ditulang ↓
Sekresi parathormon dari
kel. paratiroid
Pe↑ kadar fosfat serum + pe↓ kadar serum
kalsium
Anemia
Sel darah merah ↓
Eritropoietin = stimulant
sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah
Penurunan prod. Hormone
eritropoietin
Ginjal tempat pembentukan eritropoietin
Terjadi hipertensi
Sekresi aldosteron
RAACairan dan Na tertahan
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Urine tidak dapat dikonsentrasikan / diencerkan secara
normal
Gangguan fungsi saraf (neurosensori)
Otak
Klirens Kreatinin ↓
Penurunan kadar pembersihan substitusi darah yang harusnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan ∑ Glomerulus (LPG)
Nutrisi dalam tubuh ↓
Anoreksia, nausea, vomitting
Gangguan metabolisme protein dalam usus
Ureum, BUN, kreatinin serum ↑
Tertimbun darah
Ureum dan kreatinin
Produk akhir metabolisme protein
Fungsi Normal Ginjal ↓
Tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab maupun komplikasi dari Chronic Kidney Disease :
Lopez, novoa. 2010
7
Tubule cell death
Tubular erithropy and deletion
Tubulointerstitial scarring
↓ Renal excretory function
↓ GFR
↓ glomerular pressure
↓ RBF↓ K+
Mesangial contsaction
Renal vasocontriction
↑ RAS, PAF, ↑ cytokines
Fibrosis Glomerulo sclerosis
proteinuria
inflammation Podocyte and mesangial cell death
Podocyte, mesangial and tubule cell activation
Endhotelial dysfunction
Glomerular stretch
↑ glomerular pressure
Impaired or resetautoregulation
Comorbid factors
Blood pressure ↑
Chronic Kidney Disease stage 5 biasanya disebut End-Stage Renal Disease (ESRD). Etiologi
dari CKD stage 5 adalah Diabetes Mellitus, Hipertensi atau Glomerulonephritis. Gejala dari CKD
stage 5 :
a. Lemas
b. Mual dan muntah
c. Kram otot dan gatal
d. Rasa logam di mulut
e. Ketidakseimbangan neurologic
Tanda dari ESRD adalah GFR kurang dari 15 ml/menit dan BUN diatas 100 mg/dl serta
creatinine bernilai 10 - 12 mg/dl (Krause.2008).
Chronic Kidneys Disease stage 5 dan Hipertensi stage 2
Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pada CKD stage 5 adalah :
Faktor Mekanisme Dominan
Ketidakseimbangan ekskresi natrium Peningkatan volume cairan extracellular
Pengaktivan RAS Vasokontriksi; pengaktifan syaraf simpatik
Pengaktivan syaraf simpatik Vasokontriksi; stimulasi pengeluaran rennin
Ketidakseimbangan prostaglandin atau kinin Vasokontriksi
Endothelin Vasokontriksi; kerusakan ginjal
Penurunan nitrit oxide Berkurangnya efek vasodilator
(Tedla. 2011)
Hipertensi pada pasien CKD stage 5 bisa menjadi faktor resiko maupun dampak dari
hemodialisa yang dijalani oleh pasien.
Chronic Kidneys Disease stage 5 dan Dyspepsia Syndrome
Munculnya dyspepsia syndrome saat setelah mengkonsumsi makanan karena adanya
gangguan motilitas lambung setelah makan yang mengakibatkan terjadinya lambatnya
pengosongan lambung. Perubahan anatomi GIT pada pasien CKD stage 5 juga mempengaruhi
terjadinya dyspepsia syndrome seperti pseudomembranous lesion atau peptic ulcer (Thumshirn.
2002; Hirata. 2007)
8
Pada pasien CKD stage 5, ammonia dalam darah meningkat dan menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus (Eunice et al. 2007)
Chronic Kidney Disease Stage 5 dan Hyperkalemia
Penyebab umum terjadinya hyperkalemia pada pasien CKD stage 5 yang menjalani dialysis
adalah kelebihan intake kalium, lebih banyak berasal dari asupan makanan atau suplementasi
oral. Terjadinya hyperkalemia karena fungsi ginjal yang menurun sehingga pengeluaran kalium
berkurang (Putcha. 2007).
Chronic kidney disease dan Anemia Macrochrom Macrositik
Ginjal merupakan tempat pembentukan eritropoietin. Ketika gagal ginjal terjadi penurunan
produksi hormone eritropoietin. Eritropoietin merupakan stimulant sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Sel darah merah menurun sehingga terjadi anemia. (Brunner dan
Suddart, 2001 dalam Suzzane, 2002)
Anemia pada CKD stage 5 bisa disebabkan kehilangan darah akibat hemodialisa dan
disfungsi platelet serta defisiensi vitamin seperti asam folat dan B12. Pada saat hemodialisa,
vitamin B12 dan asam folat yang merupakan vitamin larut air juga ikut terbuang dan
menyebabkan defisiensi vitamin tersebut. Selain hilang pada saat hemodialisa, kurangnya intake
makan pasien akibat sindrom dispepsia juga menyebabkan defisiensi vitamin B12 dan asam folat
(Bhatta et al. 2011). Asam folat dan vitamin B12 penting dalam pematangan akhir sel darah
merah. Keduanya penting untuk sintesis DNA (Deoksiribo Nucleat Acid) karena masing-masing
vitamin dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfal, yaitu salah
satu zat pembangun esensisal DNA. Kekurangan vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan
abnormalitas dan pengurangan DNA sehingga berakibat pada kegagalan pematangan inti dan
pembelahan sel darah merah (Guyton, dan Hall, 2008). Hal ini akan menyebabkan pembesaran
prekursor sel darah merah berinti sehingga ukuran dari sel darah merah lebih besar dari biasanya,
tidak ada daerah pucat sentral, dan peningkatan secara abnormal kandungan Hb di dalam sel
darah merah (anemia macrochrom macrositik).
2. Analisa Data Dasar Pasien
a. Antropometri
TB estimasi = 84,88 – (0,24 U) + (1,83 TL)
= 84,88 – (0,24 x 58) + (1,83 x 49)
= 84,88 – 13,92 + 89,67
9
= 160,63 cm
BBI estimasi = (TB estimasi - 100) x 90%
= (160,63 – 100) x 90%
= 54,6 kg
% deviasi LILA = pengukuran sebenarnya x 100%
Nilai standar
= 250 mm x 100%
309
= 80,9% (gizi kurang)
Klasifikasi
Gizi baik : >85%
Gizi kurang : 70,1 – 84,9%
Gizi buruk : < 70%
Tabel persentile for mid-upper arm circumference for U.S. person aged one to
seventy four years
Age (years)Persentile 50% (mm)
Laki-laki Perempuan
15,0 – 15,9 251 252
16,0 – 16,9 267 261
17,0 – 17,9 268 266
18,0 – 24,9 287 268
25,0 – 29,9 298 276
30,0 – 34,9 305 286
35,0 – 39,9 307 294
40,0 – 44,9 310 197
45,0 – 49,9 306 301
50,0 – 54,9 302 306
55,0 – 59,9 304 309
60,0 – 64,9 297 308
10
65,0 – 69,9 290 305
70,0 – 74,9 285 303
(Anggraeni, 2012)
Berdasarkan persen deviasi LILA menurut umur, status gizi Ny. M tergolong status gizi
kurang
Apakah BMI estimasi dapat digunakan untuk menentukan status gizi?
Bisa, akan tetapi BMI estimasi hasilnya kurang valid. Penentuan status gizi
dengan menggunakan BMI lebih tepat digunakan untuk pasien yang mengalami
obese atau malnutrisi. (Locatelli, 2002)
b. Biokimia
Data Cut off Analisa
Ureum (↑) 10 - 50 mg/dL
Terjadi akibat gangguan fungsi filtrasi ginjal
sehingga ureum tidak dapat diekskresi dan
terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea
dalam urine berdifusi ke aliran darah dan
menyebabkan toksisitas. (Sacher, 2004)
Creatinin (↑) 0,6 - 1,3 mg/dL
Terjadi peningkatan kreatinin karena pada
pasien CKD stage V mengalami kerusakan
ginjal sehingga produk hasil metabolism
protein seperti kreatinin tidak dapat
diekskresi dan menumpuk di dalam darah
(Kemenkes RI, 2011).
Uric acid (↑)P : 3,6 - 8,5mg/dL
W : 2,3 - 6,6 mg/dL
Kadar asam urat meningkat karena terjadi
kerusakan ginjal sehingga ginjal tidak
mampu mengekskresi asam urat (Kemenkes
RI, 2011).
Proteinuria (3+) Specimen random:
Negative: 0-5 mg/dL
Pada pasien CKD stage V mengalami
gangguan filtrasi, sehigga protein banyak
11
Positif: 6-2000 mg/dL
(dihitung sampai +2)
Specimen 24 jam:
25-150 mg/24 jam
yang lolos dari ginjal dan bercampur dengan
urin (Kemenkes RI, 2011).
Fosfor (↑)P : 2,6 - 4,6 mg/dL
W : 2,6 - 4,6 mg/dL
Fosfor diekskresi melalui ginjal, karena ginjal
mengalami kerusakan maka fosfor banyak
tertumpuk di dalam darah (Brunner dan
Suddart, 2001).
Kalsium (↓) 8,8 - 10,4 mg/dL
Peningkatan fosfor di dalam darah
merangsang PTH yang berperan menjaga
keseimbangan kalsium dalam darah. PTH
memicu pengeluaran kalsium dari tulang ke
darah untuk menyeimbangkan kadar fosfor
dalam darah yang meningkat, sehingga
kalsium dalam tulang menurun (UNC Kidney
Center, 2010).
Kalium (↑) 3,6 - 4,8 mEq/L
Hiperkalemia disebabkan karena kegagalan
ekskresi kalium, sehingga menumpuk di
dalam darah. (Ming-fang et al, 2011)
MCV (↑) 80 - 100 (fL) Disebabkan karena kekurangan asam folat
dan vit. B12 saat hemodialisa dan intake
pasien yang kurang serta kegagalan ginjal
dalam menghasilkan EPO untuk
memproduksi eritrosit → anemia
macrochrom macrositik. (Kemenkes RI,
2011) (UNC Kidney Center)
MCH (↑) 28 - 34 pg/ sel
MCHC (↑) 32 - 36 g/dL
(Kemenkes RI, 2011)
c. Fisik/ clinic
Data Cut off Analisa
Hipertensi st.2 Sistolik: ≥160 mmHg ADH bekerja di ginjal untuk mengatur
12
Diastolic: ≥100 mmHg osmolaritas dan volume urin.
Peningkatan ADH menyebabkan ekskresi
urin sedikit → volume darah meningkat,
sehingga meningkatkan tekanan darah
(Gray et al, 2005)
Gatal pada kulit Uremic inflammatory menyebabkan
peningkatan mast cell di kulit (dermis).
Produk kalsium dan fosfor serta amonia
merangsang mast cell pada kulit untuk
menghasilkan histamine (menyebabkan
gatal). (Reddy, 2007)
Pusing Pusing karena sindrom uremia. Urea
menumpuk menghasilkan toksin yg
menyebabkan pusing. (Krause, 2008)
Sakit kepala juga bisa disebabkan karena
anemia (UNC Kidney Center)
Urin tampung (±450
ml/hari)
1-2 L/ hari (European
hydration institute,
2010)
System RAS merangsang peningkatan
ADH yang menyebabkan sangat
sedikitnya urin yang di ekskresikan ke
luar tubuh. (gray et al, 2005)
Klasifikasi hipertensi
BP Classification Systolic BP (mm Hg) Diastolic BP (mm Hg)
Normal < 120 AND < 80
Pre-Hypertension 120 – 139 OR 80 – 89
Stage 1 Hypertension 140 – 159 OR 90 – 99
Stage 2 Hypertension > 160 OR > 100
(NHS, 2011)
d. Dietary
Mual dan muntah pada saat makan serta nafsu makan menurun
13
Menunjukkan adanya gangguan gastrointestinal pada pasien. Gangguan ini
disebabkan antara lain :
1. Penumpukan produk sisa urea dan limbah nitrogen menyebabkan toksik terhadap
epitel lambung sehingga dapat menyebabkan mual dan muntah
2. Lesi saluran cerna bagian atas akibat hipergastrinemia. Kadar hormon gastrin yang
meningkat menyebabkan peningkatan produksi asma lambung oleh sel parietal.
Hipergastrinemia disebabkan oleh berkurangnya bersihan hormon gastrin sebagai
akibat penurunan Laju GFR.
3. Gastroparesis (pengosongan lambung yang lambat) akibat cairan dialisat di rongga
peritonium yang mempengaruhi motilitas lambung
4. Pada GGK, asidosis metabolic dapat terjadi akibat penurunan kemampuan ginjal
untuk mengekskresikan ion H+ disertai penurunan HCO3 dan pH plasma. Asidosis
dapat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah, lelah dan
anoreksia. (price et al, 2006)
Dari makanan RS, pasien hanya dapat menghabiskan ¼ porsi saja
Hal ini diakibatkan karena adanya gangguan gastrointestinal pada pasien dan
banyaknya pembatasan bahan makanan dan bumbu pada diet pasien gagal ginjal
kronis sehingga makanan tidak merangsang nafsu makan pasien yang menurun.
Pasien tidak dapat mengontrol rasa hausnya, sehingga intake cairan pasien tinggi
yaitu ±2300 ml/hari
Pada pasien gagal ginjal kronik, terjadi peningkatan rasa haus. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. Saat hemodialisa cairan berkurang. Laju pengeluaran liur berkurang,
mengkibatkan xerostomia, sehingga pasien membasahi mulut dengan minum.
(Bots, 2005)
2. Pasien mengkonsumsi obat diuretik dimana obat tersebut memiliki efek
membuat membran mukosa mengering sehingga menyebabkan rasa haus
3. Tingginya asupan natrium, sedangkan kadar natrium tetap dijaga walaupun ginjal
mengalami penurunan fungsi dapat menyebabkan rasa haus.
e. Data yang perlu digali lebih dalam
1. Kebiasaan makan pasien : Diet tinggi protein dan sodium, kebiasaan merokok, dan
konsumsi alkohol
14
2. Makanan kesukaan pasien
3. Sosial ekonomi : Pekerjaan, tingkat pendidikan
4. Lama rawat inap dan menjalani hemodialisa
5. Riwayat penyakit penyakit pasien terdahulu
6. Makanan yg dikonsumsi di luar RS
3. Interaksi Obat dan Makanan
a. Keterkaitan Injeksi Intravena dengan Absorpsi Makan
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi),
farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis. Jika obat
diberikan melalui rute intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Setiap rute pemberian
obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur fisik
jaringan. Obat yang diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi,
Injeksi intravena tidak melewati saluran pencernaan, tetapi langsung pada membran
sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap makanan.
b. Efek Samping Terkait Gizi
1) Ranitidine
Digunakan untuk treatment of duodenal ulcer, benign gastric ulcer, post - operative
ulcer, reflux oesophagitis dan kondisi dimana terdapat reduksi sekresi gastric.
Pengaruh makanan terhadap ranitidine tidak signifikan. Sehingga dapat dikonsumsi
dengan atau tidak dengan makanan. Jika terjadi gejala dada terbakar, tidak nyaman
dilambung, dan lain sebagainya setelah mengkonsumsi obat dengan
makanan/minuman, maka obat dikonsumsi 30 – 60 menit sebelum makan. Ranitidine
dapat memberikan efek defisiensi vit B12, menghilangkan cadangan Fe, asam folat,
dan zink, diare, dan inflamasi pankreas.
2) Ceftriaxone
Merupakan antibiotic long acting dan spektrum luas untuk penggunaan parenteral
dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri sehingga mengalami lisis. Tidak dapat
digunakan dengan cairan intravena termasuik infus nutrisi parenteral yang
15
mengandung kalsium karena dapat membentuk endapan. Jarak konsumsi obat dengna
cairan yang mengandung kalsium adalah 48 jam. Efek samping dari obat ini adlah diare,
mual, muntah, stomatitis, glositis.
3) Furosemide
Merupakan obat diuretik, dapat menyebabkan rendahnya kadar potassium, kalsium,
magnesium atau kelebihan potasium serta defisiensi vitamin B1. Tidak ada interaksi
makanan dengan injeksi furosemid.
4) Metoclopramide
Merupakan obat antiemetic, indikasinya dapat meningkatkan pengosongan lambung
dengan menstimulasi motilitas GI track bagian atas (McCabe,2003). Injeksi
metoclopramide dapat berinteraksi dengan alkohol, bentuk interaksinya yaitu dapat
meningkatkan absorpsi alkohol.
4. Hemodialisa
Prosedur
Hemodialisa bertujuan untuk mengoreksi kelainan metabolisme dan elektrolit
akibat dari kegagalan ginjal. Kelainan metabolisme yang utama yakni tingginya ureumia di
dalam darah dan hiperkalemi. Dengan terapi dialisa dimaksudkan sebagai usaha untuk
memisahkan hasil-hasil metabolisme dari darah dengan bantuan proses difusi lewat
membran yang semipermeabel (yang dapat menembus bahan-bahan sisa tapi tidak dapat
ditembus oleh darah dan plasma). Membran yang semipermeabel ini memisahkan dua
kompartemen dialisat yakni cairan yang menghisap hasil metabolisme (ureum).
(Noer, 2003)
Prinsip
Prinsip Hemodialisa ada 3 yaitu : Difusi, Osmosis, Ultrafiltrasi
a) Difusi
Darah dengan konsentrasi toksin tinggi bergerak ke cairan dialisat dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Kemudian molekul zat terlarut kompartemen darah akan bergerak ke
kompartemen dialisat, begitu juga sebaliknya hingga konsentrasi zat di kedua
16
kompartemen sama. Pada saat proses difusi, pasien diberikan obat antikoagulan untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah.
b) Osmosis
Kelebihan cairan dari dalam tubuh dikeluarkan lewat osmosis, dengan cara
menciptakan gradient tekanan sehingga air bergerak dari tekanan tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan rendah (cairan dialisat).
c) Ultrafiltrasi :
Meningkatkan gradient tekanan dengan menambah tekanan negative sebagai
kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air.
(Suhardjono, 2001)
Efek
Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas tindakan
ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak
akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia,
hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi
dan malnutrisi.
Efek samping terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya
bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi,
hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium),
haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi
potassium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan
magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (tinggi
magnesium) (Lameire dan Mehta, 2000).
Prosedur hemodialisis menyebabkan hilangnya nutrisi-nutrisi ke dalam dialisat
sehingga meningkatkan katabolisme selama hemodialisis dan menyebabkan asidosis
metabolik pada pasien. Selain itu, hemodialisis juga menyebabkan malnutrisi pada pasien.
Malnutrisi ini disebabkan karena intake makan yang kurang pada pasien dan metabolisme
zat gizi yang abnormal.
Hal-hal yang menyebabkan intake makan kurang pada pasien dialisis antara lain :
1. Volume overload
17
2. Lamanya perawatan di rumah sakit
3. Depresi
4. Status sosial rendah
5. Pembatasan diet
6. Multiple medical treatment
5. Diagnosa Gizi
NI - 2.1 Ketidakcukupan intake oral dihubungkan dengan adanya rasa mual muntah ditandai
dengan data recall pasien hanya mampu menghabiskan makanan rumah sakit ¼ porsi
NI - 3.2 Kelebihan intake cairan dihubungkan dengan pasien mengalami gagal ginjal kronis
sehingga sering merasa haus ditandai dengan data recall intake cairan ±2300 ml/hari
NI - 5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu (kalium, fosfor, dan sodium) dihubungkan
dengan gagal ginjal kronis ditandai dengan diagnosa medis pasien hiperkalemia dan
hipertensi stage II serta gejala gatal
NI - 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik (asam folat dn b12) dihubungkan dengan
penyakit pasien yakni gagal ginjal kronis ditandai dengan diagnosa medis pasien
anemia macrochrom macrositik
NC - 1.4 Penurunan fungsi GIT dihubungkan dengan dyspepsia syndrome ditandai dengan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun
NC - 2.2 Perubahan nilai laboratorium dihubungkan dengan gagal ginjal kronis ditandai dengan
hasil laboratorium pasien nilai kreatinin, asam urat, kalium dan ureum meningkat
serta urin tampung yang menurun dan proteinuria 3+
NC - 2.3 Interaksi pengobatan dihubungkan dengan efek obat dan interaksinya ditandai dengan
adanya mual muntah
NB - 1.4 Kurangnya monitoring pribadi pasien dihubungkan dengan pasien tidak dapat
mengontrol rasa haus ditandai dengan intake cairan tinggi
6. Tips Mengontrol Rasa Haus dan Meningkatkan Nafsu Makan
Mengontrol rasa haus :
Hindari makanan dengan rasa asin dan pedas, karena akan meningkatkan rasa haus,
sedangkan rasa asin cenderung meningkatkan tekanan darah.
18
Berusaha untuk selalu berada ditempat yang sejuk dan tidak lama-lama berada di tempat
yang udaranya panas
Mengatur pembagian waktu minum dalam sehari, misalnya : jika dibatasi 1000ml/ hari
dapat dibagi dalam 6 kali minum dengan pembagian, sarapan 150ml, snak pagi 100ml,
makan siang 250ml, snack sore 100 ml, makan malam 150ml, snack malam 100ml dan
sisanya sekitar 150 ml didapat dari makanan
Saat minum obat gunakan sedikit air dan sebaiknya obat diminum setelah makan sehingga
jumlah cairan yang sudah direncanakan pada saat makan juga cukup digunakan untuk
minum obat kecuali obat yang harus diminum sebelum makan
Mengulum es batu dengan tidak menelannya untuk mengurangi rasa haus
Menyediakan gelas atau tempat air minum berukuran kecil untuk minum, dan minum
secar perlahan lahan
Apabila merasa haus, bilas mulut dengan air tanpa menelannnya (berkumur-kumur)
Melakukan perawatan mulut
Mengkonsumsi permen rendah gula atau 1 iris jeruk manis saat haus
Membuat catatan harian intake cairan
Untuk mengurangi rasa kering dimulut, sikatlah gigi dan berkumur-kumur (menggunakan
botol yg berisi air dingin yang sudah dicampur dengan daun mint)
Makanlan buah apel hijau karena dapat memberikan rasa segar
Meningkatkan nafsu makan
Konsumsi makanan padat yang tinggi energy dan protein
Makan porsi kecil tapi sering
Meningkatkan frekuensi makan, tiap 1-2 jam
Menyediakan makanan favorit untuk mengggugah selera makan
Hindari bau makanan menyengat
Menambah bahan makanan tinggi energy dan protein seperti susu, mentega dan telur
Mengolah makanan dengan bentuk menarik
Menciptakan suasana makan yang menyenagkan
Menekankan bahwa makan adalah program penting dalam pengobatan
Mengatasi mual dan muntah
o Makan makanan porsi kecil tapi sering 6-8 kali /hari, 3 makanan porsi besar
19
o Hindari makanan merangsang
o Hindari makanan berlemak tinggi, karena merangsang mual
o Makan dan minum perlahan
o Hindari makanan terlalu manis
o Batasi cairan pada saat makan
o Hindari tiduran setelah makan (kurang lebih 1 jam setelah makan) (Nita syamsiah, 2011)
7. Intervensi Gizi
A. Diet
Tujuan
- Meningkatkan status gizi pasien hingga mencapai normal
- Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Menangani komplikasi yang dapat memperparah ginjal protein
- Mengontrol rasa haus
- Mengatasi anemia
- Mengatasi gejala pasien
- Meningkatkan nafsu makan
Prinsip
- Diet dialisis II 65 gr protein
- Rendah garam II
Syarat :
1. Energi
Energi : 35 kkal/kg BBI/ hari
TB estimasi = 160,63 cm
BBI estimasi = (160,63 - 100) x 90% = 54,567 kg
Kebutuhan energy = 35 kkal/kg BBI/ hari = 35 x 54,567 = 1909,845 kkal
Kebutuhan energi untuk dialisis 2 dengan protein 65 gr yaitu 2039 kkal sehingga perlu
penambahan 129,155 kkal pada makanan selingan.
Alasan menggunakan BBI untuk menghitung kebutuhan enegi : untuk menghindari
overestimasi atau underestimasi pada perhitungan kebutuhan energy pada pasien yang
menjalani hemodialisa dimana berat badan aktual berubah-ubah baik sebelum maupun
sesudah dialisis.
20
2. Protein
Protein tinggi yakni 1,2 gr/ kg BBI/ hari 50% protein bernilai biologis tinggi
1,2 gr/kg BBi/hari 65,4804 gr/ hari (13%) dari kebutuhan energy total
mempertimbangkan hemodialisa dan proteinuria.
Protein dengan jumal 1,2 gr/kg BBI/hari sudah cukup untuk pasien dan tidak perlu diberikan
penambahan, karena beberapa studi dan penuntun diet pada pasien gagal ginjal kronis
dengan dialisis merekomendasikan untuk pemberian protein sebanyak 1,2 gr/kg BBI/hari
untuk mencapai keseimbangan nitrogen positif. Pemberian protein 1,2 gr/kg BBI/hari sudah
mempertimbangkan kehilangan protein akibat hemodialisa dan proteinuria yang dialami
oleh pasien gagal ginjal kronis. Selain itu, penambahan protein dapat beresiko untuk
meningkatkan toksik urema sehingga memperparah gangguan gastrointestinal pada pasien
dimana pada pasien gagal ginjal kronis tejadi gangguan metabolisme protein.
3. Karbohidrat
Karbohidrat cukup, yakni 60% dari kebutuhan energi total 286,476 gr/hari
4. Lemak
Sisa dari kebutuhan protein dan karbohidrat
27 % dari kebutuhan energy total 57,3 gr/hari
5. Natrium
Kebutuhan Natrium : 800 mg Na (rendah garam II). Pembatasan pemberian natrium
berdasarkan diet rendah garam untuk pasien hipertensi stage II bukan berdasarkan
kebutuhan natrium untuk pasien gagal ginjal kronis dengan dialisis (sebanyak 1200 mg Na),
hal ini dikarenakan hipertensi merupakan faktor yang mempengaruhi morbiditas pasien dan
merupakan penyulit penyakit pasien, sehingga perlu ditangani lebih intensif dengan
mengacu pada diet rendah garam untuk hipertensi stage II.
Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan terkait kandungan natrium
dalam bahan makanan :
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
Sumber KH Beras, kentang, singkong,
terigu, tapioka, hunkwe,
gula, makanan yang diolah
dari bahan tersebut diatas
Roti, biskuit dan kue – kue
yang dimasak dengan
garam dapur dan/atau
baking powder dan soda
21
tanpa garam dan soda
seperti : makaroni, mi,
bihun, roti, biskuit, kue
kering
Sumber Protein Hewani Telur maks 1 butir sehari,
daging dan ikan maks 100g
sehari
Otak, ginjal, lidah, sardin,
daging, ikan, susu, dan telur
yang diawetkan dengan
garam dapur seperti daging
asap, ham ikan asin, ikan
kaleng, kornet, dan ebi
Sumber protein nabati Semua kacang – kacangan
dan hasilnya yang diolah
dan dimasak tanpa garam
dapur
Kacang tanah dan semua
kacang – kacangan dan
hasilnya yang dimasak
dengan garam dapur
Sayuran Semua sayuran segar,
sayuran yang diawetkan
tanpa garam dapur dan
natrium benzoat
Sayuran yang dimasak dan
diawetkan dengan garam
dapur seperti sayuran
kaleng
Buah – buahan Semua buah – buahan
segar, semua buah yang
diawetkan tanpa garam
dapur dan natrium benzoat
Buah – buahan yang
diawetkan dengan garam
dapur seperti buah kaleng
Lemak Minyak goreng, margarin
dan mentega tanpa garam
Margarin dan mentega
biasa
Bumbu Semua bumbu yang tidak
mengandung garam dapur.
Penggunaan garam dapur
disesuaikan dengan
ketentuan diet rendah
garam
Garam dapur untuk diet
rendah garam 1, baking
powder, soda kue, vetsin,
dan bumbu – bumbu yang
mengandung garam dapur
spt:kecap, terasi,
maggi,tomato ketchup,
22
petis dan tauco
Tips untuk menurunkan kadar natrium bahan makanan :
Pada ikan asin, dapat dilakukan dengan cara merendam dan mencucinya terlebih dahulu.
Untuk mengeluarkan garam natrium dari margarin, yaitu dengan mencampur margari dengan
air terlebih dahulu, lalu dimasak hingga mendidih. Margarin akan mencair dan garam natrium
akan larut dalam air. Cairan kemudian didinginkan kembali dengan dimasukkan kedalam
kulkas. Margarin akan mengeras kembali dan air yang mengandung garam natrium dibuang.
(lakukan 2 kali) (Djaeni, Achmad. 1925).
6. Kalium
Kebutuhan Kalium:
2 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk setiap 1 Liter urin
2 g + (450/1000) = 2,45 g /hari
Contoh Bahan makanan yang mengandung kalium tinggi dan rendah:
Rendah kalium (<
150mg)
Kalium sedang (150-
250mg)
Tinggi Kalium
(>250 mg)
Apel
Jus apel
Kecambah
Blackberry
Blueberry
Kubis
Wortel
Jagung
Terong
Anggur
Lemon
Selada
Jamur
Bawang bombay
Nanas
Asparagus
Brokoli
Seledri
Mangga
Grapefruit juice
Pear
Zuccini
Lobak
Kacang polong
Peach
Pisang
Jeruk
Kismis
Buah prem
Alpukat
Rebung
kentang
Bit
Bayam
Tomat
Labu
Saus Tomat
(American Dietetic Association. Tanpa tahun)
23
Tips memasak untuk mengurangi kadar kalium:
1) Kupas sayur, potong kecil-kecil, dan letakkan dalam panci
2) Bilas sayuran dengan air mengalir
3) Isi panci dengan air dan rendam selama 4 jama dalam suhu kamar atau dapat
direndam selama semalam di lemari es. Merendam dengan air dapat
menghilangakn kalium sebesar ±5%
4) Setelah direndam, bilas dengan air bersih yang mengalir.
5) Masak sesuai keinginan. Direkomendasikan untuk memasak dengan
menggunakan air yang banyak seperti merebus. Merebus dapat mengurangi kadar
kalium sebanyak ±10%.
(Darmawan, Syarief. 2010)
Cara menurunkan kadar kalium pada diet pasien :
Konsumsi dalam porsi kecil bahan makanan tinggi protein seperti daging, unggas, ikan,
kacang-kacangan, dairy
Gunakan bumbu-bumbu dan rempah sebagai pengganti garam yang tinggi kalium
Cuci buah dan sayur kaleng sebelum dikonsumsi
Batasi konsumsi kalsium klorida yang biasa terdapat pada makanan kemasan
7. Calcium
Kebutuhan Kalsium = 1000 mg
Kalsium diberikan tinggi untuk menggantikan kalsium yang ikut terbuang ketika dilakukan
hemodialisis. Selain itu, untuk membantu dalam menguatkan tulang.
Cara memaksimalkan absorpsi kalsium
Agar penyerapan Kalsium lebih maksimal dapat diberikan obat Phosphate Binding yang
akan menghambat Fosfat untuk membongkar Ca dalam tulang. Selain itu, perlu ditunjang
dengan diet yang mengandung tinggi kalsium. Pemberian Vitamin D juga dapat
meningkatkan absorbsi kalsium oleh tubuh. Vitamin D dapat diperoleh dari susu, produk
susu yang difortifikasi, kuning telur, ikan tuna, sardine, mackarel, dll (Kresnawan dan
Dasmarini, 2004 ; British Columbia,2011)
Contoh bahan makanan yang mengandung kalsium
24
(University of Chicago Medical Center,2008)
8. Phosphor
Kebutuhan fosfor (mg) = 128 mg P + (dietary protein (mg)) x 14 mg P/gram)
= 128 + (65,48 x 14) = 1044,72 mg = 1,04 g
Berdasarkan rujukan, kebutuhan Fosfor pada CKD dengan hemodialisis adalah sebesar 0,8 –
1,2 g atau < 17 mg/kg IBW. Sedangkan berdasarkan perhitungan menggunakan rumus,
diketahui kebutuhan fosfor pasien adalah sebesar 1,04 g. Jika dibandingkan dengan rujukan,
hasil perhitungan masih dalam range yang diperbolehkan.
Contoh makanan yang mengandung tinggi Fosfor
Dairy Product Fruit/ Vegetable Other food
Keju
Es krim
Susu
Dried beans
Brokoli
Jamur
Biskuit / baking mixes
Bran cereal
Coklat
25
Puding
Yoghurt
Kismis
Dried peas
Whole wheat cereal
Kerang dan sardin
Kacang – kacangan dan biji
– bijian
Oatmeal
Rice, brown, or wild
(UNC Kidney Center)
9. Cairan
Dibatasi agar cairan tidak menumpuk dalam tubuh dan menimbulkan edema yang akan
memperparah penyakit pasien, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 750 ml
= 450 + 750 (penambahan 750 ml karena pasien tidak dapat mengontrol rasa haus sehingga
bisa disesuaikan dengan pasien dan diturunkan secara bertahap)
= 1200 ml dalam sehari
Cairan adalah makanan atau minuman yang berbentuk cair dalam suhu ruang. Contoh :
es, minuman beku (es cream, es lilin), minuman, gelatin, sup dan kuah masakan.
Yang dibatasi adalah golongan cairan diatas dan makanan yang mengandung cairan secara
tersembunyi seperti agar-agar, semangka, dan ice cream.
10. Zat besi (Fe)
Perlu suplemen Fe 500 mg/hari melalui oral dosis terbagi 2 – 3 kali/hari karena gagal
ginjal membentuk eritropoetin, darah keluar pada proses hemodialisis 2 – 5 liter per tahun
serta suplemen dengan rhEPO (recombinan human Epo) 120 rhEPO/ug/BB.
Namun pemberian zat besi oral tidak dapat memperbaiki cadangan zat besi sumsum
tulang dan sering menimbulkan keluhan gastrointestinal (kejang perut, diare). Sehingga
lebih dianjurkan pemberian zat besi parenteral bermanfaat untuk terapi dan pencegahan
defisiensi zat besi pada pasien hemodialisis yang secara efektif mengisi cadangan zat besi
sumsum tulang yaitu iron sucrose/iron dextran 100 mg setiap hemodialisis 10 kali.
11. Kebutuhan mikronutrien lain
Piridoksin 13 mg/hari
Vitamin C 45 mg/hari
Asam folat 1 mg/hari
Zinc 15 mg/hari
Selenium 60 ug/hari
26
Thiamin 1,5 mg
Niacin 20 mg
Riboflavin 1,7 mg
Vitamin B12 6 mg
Asam pantothenat 10 mg
Biotin 3 mg
α- tokoferol 800 IU/hari
Untuk kebutuhan mikronutrien yang lain seperti vitamin lebih dianjurkan pada
vitamin larut air seperti vitamin B dan C karena vitamin larut air hilang pada saat
hemodialisis.
Vitamin B12 dan asam folat diperlukan karena penurunan vitamin tersebut
menyebabkan anemia macrochrom macrositik.
Vitamin C dan vitamin E diperlukan terkait fungsinya sebagai antioksidan dapat
mencegah aterosklerosis (komplikasi gagal ginjal kronik) dan menurunkan sitokin-sitokin
proinflamasi.
Pada pasien anuria sering ditemukan defisiensi mikronutrien sehingga penambahan
mikronutrien diatas diperlukan oleh pasien.
12. Bentuk makanan
Bentuk makanan biasa (kering / sedikit mengandung cairan, mudah cerna, tidak
merangsang saluran cerna, tidak lemak tinggi, tidak terlalu manis, dan tidak berbumbu
merangsang). Hal ini bertujuan untuk menangani gejala gangguan gastrointestinal yang
dialami oleh pasien, yakni mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
13. Porsi makan kecil tapi sering
Pemberian makan sebanyak 6 kali dalam sehari yang terdiri dari 3 kali makanan
utama dan 3 kali makanan selingan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah pasien
yang hanya mampu menghabiskan ¼ porsi makanan rumah sakit dan gejala gangguan
gastrointestinal yang dialami oleh pasien seperti mual, muntah, dan nafsu makan
berkurang.
14. Pemesanan Diet
Diet dialysis 2
27
B. Kolaborasi Dengan Tenaga Medis
a. mengadakan “team meeting” untuk mengembangkan rencana asuhan yang komprehensif.
b. kolaborasi dengan perawat dalam hal control rasa haus, physical terapi untuk
mentraining atau melatih efikasi diri pasien, serta kolaborasi mengenai urin tampung dan
hubungannya dengan pemberian intervensi diet terkait cairan.
c. mengkoordinasikan asuhan yang diberikan dengan tim interdisipliner melalui:
meminta data yang sesuai (biokimia dan fisik/klinis) pada petugas lab dan dokter
berkomunikasi dengan rujukan yang tersedia
menginformasikan hal-hal yang menjadi perhatian
d. kolaborasi dengan dokter :
diskusi tentang pemberian phospat binding
diskusi tentang intensitas dialysis
diskusi tentang cairan dialysat yang digunakan pasien (IDNT, 2008)
15. Rencana Monev
a. Antropometri
Berat badan dilakukan sebelum dan sesudah dialysis
LILA dilakukan setiap minggu dengan indicator >85%
b. Biokimia
Parameter Indikator Waktu
Kreatinin 0,6-1,3 mg/dL 1 bulan
Albumin ≥40 g/L 1-3 bulan
Kolesterol <300 mg/L 3 bulan
Fosfor 3,5-5,5 mg/dL 1 bulan
Kalsium 8,4-9,5 mg/dL 1 bulan
Kalium 3,5-5 mmol/L 1 bulan
Urin tamping Rata-rata ±1200 ml/hari 1 minggu
Protenuria 2+ 1 minggu
Asam urat 2,3-6,6 mg/dL 1 bulan
(Anna, Heng, 2009)
c. Fisik/klinik
28
Tekanan darah dilakukan saat sebelum melakukan terapi hemodialisa dan sesudah terapi
hemodialisa
Pre-HD : <140/90 mm Hg
Post-HD : <130/80 mm Hg
(Nathan et al, 2009)
d. Dietary
Asupan makan dilakukan setiap 2 hari sekali dengan indicator ½ porsi makan atau skala
2. Perhitungan asupan makan dapat dihitung dengan skala pengukuran:
skala= berat sisamakananberat seluruhmakanan
x100 %
Skala 0 : habis 100%
Skala 1 : habis 75%
Skala 2 : habis 50%
Skala 3 : habis 25%
Skala 4 : habis 5% (dikonsumsi 1 sendok)
Skala 5 : habis 0% (tidak dikonsumsi sama sekali)
(Ratna, Maya Riqi 2009)
Dietary interview dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan FFQ (Food Frequency
Questionaire)
h. Hipotesis
29
30
Faktor Resiko : Merokok dan Umur> 50 th
CKD St V
Toksik ammonia Kebocoran protein/proteinuria 3+
Penurunan Laju GFR
Urin tampung ± 450 ml/hari
Hiperfosfor Hiperkalemia Eritropoesis
Sindrom dispepsia
Mual,muntah,nafsu makan
Gatal di kulit Hipokalsium
Kehilangan darah
Kehilangan vit. B9 & B12
Membran mukosa kering
Hemodialisa Obat diuretik
Anemia macrochrom macrositik
Peningkatan rasa haus
Assessment
Anthropometri % LILA
DietaryFisik/KlinisBiokimia
Diagnosa Gizi
Intervensi
MONEV
MedisGizi
Obat
Hemodialisa
CeftriaxonRanitidin
FurosemidMetoclopra
mid
Diet
KolaborasiTenaga medis
Dialisis II 65 gr protein
Intake, klinik, Behaviour
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Etiologi CKD St V : Diabetes Mellitus, Hipertensi atau Glomerulonephritis
Hubungan CKD St V dengan hipertensi St II : ketidakseimbangan ekskresi Na, aktivasi RAS dan
saraf simpatik, ketidakseimbangan prostaglandin atau kinin, endothelin, dan penurunan NO
Hubungan CKD St V dan dispepsia sindrome : gastroparesis, perubahan anatomi GOT, lesi
pseudomembranous, dan toksik amoniak menyebabkan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun
Hubungan CKD St V dan Hiperkalemia : penurunan fungsi ginjal untuk mengekskresi kalium
dalam darah
Hubungan CKD St V dan anemia macrochrom macrositik : akibat hemodialisa defisiensi vitamin
B12 dan asam folat serta penurunan hormon eritropoetin oleh ginjal
Status gizi pasien berdasarkan % LILA menurut umur adalah gizi kurang
Berdasarkan analisa data laboratorium, pasien mengalami penurunan fungsi ginjal
menyebabkan peningkatan ureum, creatinin, dan asam urat (uremia), penurunan urin
tampung, peningkatan protein dalam urin (proteinuria), peningkatan MCV, MCHC, dan MCH
(anemia macrochrom macrositik)
Tekanan darah pasien ≥160/100 (HT St II) ; akumulasi amonia, hiperfosfor dan hipokalsium
(gatal di kulit) ; sindrom uremia dan anemia (pusing)
Penyebab peningkatan rasa haus pada pasien GGK : tinggi asupan natrium, efek samping obat
diuretik dan hemodialisa
Obat injeksi intravena tidak mempengaruhi absorpsi makanan
Prinsip Hemodialisa ada 3 yaitu : Difusi, Osmosis, Ultrafiltrasi
Efek samping hemodialisa : malnutrisi, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi ketidak
seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi
Diagnosa gizi pasien terkait intake, klinik, dan behaviour
Intervensi gizi pasien diet dialisis II dengan rendah garam II
Syarat diet pasien energi 1909,845 kkal dengan penambahan 129,155 pada makanan selingan,
protein 65,4808 gr/hari, karbohidrat 286,476 gr/hari, lemak 57,3 gr/hari, natrium 800 mg/hari,
kalium 2,45 gr/hari, kalsium 1000mg/hari, fosfor 1,04 gr/hari, cairan 1200ml/hari, suplemen Fe
500mg/hari, piridoksin 13 mg/hari, vitamin C 45 mg/hari, asam folat 1 mg/hari, zinc 15
31
mg/hari, Se 60 ug/hari, thiamin 1.5 mg/hari, niacin 20 mg/hari, riboflavin 1,7/hari, vitamin B12
6 mg/hari, asam pantotenat 10mg/hari, biotin 3 mg/hari, dan α- tokoferol 800 IU/hari
Bentuk makanan biasa kering, sedikit cairan, muda cerna, tidak merangsang saluran cerna,
tidak tinggi lemak, tidak terlalu manis dan asin, serta dalam porsi kecil dan sering >> untuk
mengatasi gejala gangguan GIT (mual, muntah, nafsu makan berkurang)
Bentuk kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
o mengadakan “team meeting” untuk mengembangkan rencana asuhan yang komprehensif.
o kolaborasi dengan perawat dalam hal control rasa haus, physical terapi untuk
mentraining atau melatih efikasi diri pasien, serta kolaborasi mengenai urin tampung dan
hubungannya dengan pemberian intervensi diet terkait cairan.
o mengkoordinasikan asuhan yang diberikan dengan tim interdisipliner melalui:
meminta data yang sesuai (biokimia dan fisik/klinis) pada petugas lab dan dokter
berkomunikasi dengan rujukan yang tersedia
menginformasikan hal-hal yang menjadi perhatian
o kolaborasi dengan dokter :
diskusi tentang pemberian phospat binding
diskusi tentang intensitas dialysis
diskusi tentang cairan dialysat yang digunakan pasien (IDNT, 2008)
Rencana monev
a. Anthropometri : Mengukur Lila dan BB setiap minggu
b. Biokimia : setiap 1 hingga 3 bulan sekali
c. Fisik/klinis : Tekanan darah sebelum dan sesudah hemodialisa
d. Asupan makan setiap 2 hari sekali dengan metode plate waste dan dietary interview tiap 6
bulan sekali
B. Rekomendasi
Kompleksnya permasalahan yang dialami oleh pasien dalam skenario dapat melatih
dan menantang kemampuan mahasiswa dalam merencanakan intervensi gizi yang tepat untuk
pasien. Namun, merancang sekaligus mengaplikasikan rencana intervensi gizi yang sudah
dirancang mahasiswa akan lebih meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap skenario ini
dibandingkan hanya merancang saja. Sehingga diharapkan untuk skenario berikutnya
32
mahasiswa tidak hanya dapat merancang rencana intervensi gizi yang diberikan tetapi juga
mengaplikasikan dalam bentuk menu dan contoh makanan untuk pasien CKD St V mengingat
dimana diet pasien terdapat banyak pembatasan baik bumbu maupun bahan dan dengan
pengolahan-pengolahan tertentu yang direkomendasikan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet edisi baru. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
American Dietetic Association. Chronic Kidney Disease Stage 5 Nutrition Therapy For people on
Dialysis
Anggraeni, A. C. 2012. Asuhan Gizi: Nutritional Care Process. Yogyakarta : Graha Ilmu
Bhotta, et.al. Aanemia in Chronic Kidney Disease Patients in Pre-Dialysis and Post Dialysis Stage. J
of Pathology of Nepal. 2011 (1) : 261 264
Bots, CP. 2005. End Stage Renal Disease: The Oral Component
European Hydration Institute. 2010. KEY TIPS ON HYDRATION
Frazao,et. al. 2012. Is Serum Phosphorus Control Related To Parathyroid Hormone Control In
Dialysis Patient With Secondary Hiperthyroidism?
Heng, Anne Elizabeth. 2009. Nutrition Problems in Adult Patient With Stage 5 Chronic Kidney
Disease on Dialysis (Both Haemodialysis and Periotenial Dialysis)
International Dietetics and Nutrition Terminology (IDNT) Reference Manual : Standardized
Language for the Nutritional Care Process. 2008.
Locatelli, F et al. Nutritional status in dialysis patients: a European consensus. J of Nephrol. Dial.
Transplant. (2002) 17 (4) : 563 – 572
Mahan, L.Kathleen, et.al. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy. St. Louis : Elsevier, Inc.
National Kidney Foundation. 2010. Nutrition and Hemodialysis. New York : National Kidney
Foundation, Inc.
NHS. 2011. Hypertension. NICE clinical guideline 127
NICE Clinical Guidelines. 2012 hyperphosphatemia in Chronic Kidney Disease : Management of
Hyperphosphatemia in Patient With Stage V Chronic Kidney Disease
Pardede, Dimas K.B. 2012 Gangguan Gastrointestinal pada Penyakit Ginjal Kronis.
Reddy, SRK et al. 2007. Uremic pruritus. Kidney international (2007) 72, 373-377
Sari, Lita Kartika. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam Pembatasan
Asupan Cairan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP
Fatmawati Tahun 2009.
Sulistyaningsih, Dwi Retno. 2010. Efektivitas Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Intake Cairan.
UNC Kidney Center. 2010. The Renal Diet – Phosphorus.
UNC Kidney Center. 2010 A Patient’s Guide to Chronic Kidney Disease.
34
TIM PENYUSUN
KETUA : Febryana M. (105070300111050)
SEKRETARIS 1 : Qonita Mayang S (105070300111067)
SEKRETARIS 2 : Puji Lestari (105070300111059)
ANGGOTA : Fildzah Karunia P. (105070300111013)
Elvira Febriani P. (105070307111003)
Safira Nuri R. (105070300111053)
Suci Nur P. (105070300111010)
Friskania Riftiana (105070307111002)
Mega Silvia (105070301111004)
Hana Rosita (105070300111008)
Derinda Ladynia (105070304111004)
Adisty Novensca (105070300111063)
Diah Arni K. (105070300111008)
FASILITATOR : Hiya Alfi
PROSES DISKUSI1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
- Mengarahkan mahasiwa dengan baik dan tepat pada waktunya apabila topik yang
dibicarakan melenceng dari pembahasan yang sebelumnya
- Tidak memihak kepada pendapat mahasiswa, jadi bersikap netral
- Mampu memberikan arahan yang tepat pada waktunya
- Mampu membimbing dengan baik sehingga mahasiswa menjadi terlatih dan bersungguh-
sungguh dalam mengikuti pembelajaran
2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
- Mahasiswa memahami patofisiologi CKD St V dan kaitannya dengan diagnosa medis dan
gejala pasien yang lain
- Mahasiswa mampu melakukan nutritional assessment yang tepat pada pasien wanita umur
58 tahun yang menderita gagal ginjal kronis stadium 5
- Mahasiswa mampu menginterpretasikan dan menganalisa data-data yang dimiliki oleh pasien
dengan menggunakan cut off point yang sudah dibakukan
35
- Mahasiswa mengetahui prinsip hemodialisa dan pengaruhnya terhadap intervensi gizi
- Mahasiswa mampu menegakkan diagnose gizi dari pasien pasien wanita umur 58 tahun yang
menderita gagal ginjal kronis stadium 5
- Mahasiswa mampu merencanakan intervensi gizi yang tepat dan kolaborasi yang akan
dilakukan bersama tim medis lain pada pasien wanita umur 58 tahun yang menderita gagal
ginjal kronis stadium 5
- Mahasiswa mampu merencanakan monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan terkait
rencana intervensi gizi yang sudah diberikan
36