Upload
shafira-wilda-k
View
113
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
IMKG
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II
Topik : Bahan Tanam Gypsum Bonded
Grup : A-8
Tanggal Praktikum : 11 September 2013
Pembimbing : Soebagio, drg., M.Kes
Penyusun :
1. Firsta Maulidya Yasmin 021211131043
2. Nisrina Hasna Nabila 021211131044
3. Amelia Kristanti 021211131045
4. Dita Rana Widati 021211131046
5. Wilda Safira 021211131047
DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
1
1. TUJUAN
a. Dapat melakukan manipulasi bahan tanam dengan cara yang tepat.
b. Dapat melakukan penanaman model malam menggunakan bahan
tanam jenis gypsum.
c. Dapat melakukan penuangan logam dengan benar.
2. BAHAN DAN ALAT
2.1 Bahan:
a. Bahan tanam gypsum bonded
b. Malam inlay
c. Sabun
d. Parafin
2.2 Alat:
a. Alat cetak model malam bentuk mahkota
b. Pisau model
c. Brander spiritus
d. Hand press
e. Spatula
f. Gelas ukur
g. Timbangan
h. Bowl
i. Crucible former
j. Bumbung tuang
k. Vibrator
l. Kuas
2
Gambar 1. Alat dan bahan yang akan diperlukan
2.3 Cara Kerja :
2.3.1 Pembuatan Model Malam
a. Semua alat yang akan digunakan untuk membuat model malam
mahkota harus dalam keadaan bersih.
b. Sebelum memulai pekerjaan alat cetak model malam mahkota
diperiksa dan dipastikan dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa
malam yang tertinggal
c. Ujung alat cetak diulasi dengan parafin secukupnya jangan
berlebih.
d. Malam inlay dipotong secukupnya kemudian dilelehkan, setelah
malam cair, malam dituangkan ke dalam cetakan.
Gambar 2. Ujung alat cetak Gambar 3. Malam inlay yang
sedang diulasi dengan parafin. dipanaskan di atas api.
3
Gambar 4. Malam yang telah dicairkan dimasukkan kedalam cetakan
model malam.
e. Setelah cetakan diisi penuh dengan malam cair, kemudian segera
ditutup dengan cetakan model malam.
f. Cetakan dibiarkan 30 detik, kemudian cetakan diletakkan diatas
hydrolicpress ditekan sampai batas alat cetak menempel, malam
yang keluar dari lubang cetakan dibersihkan.
g. Cetakan dibuka tutupnya, model malam diambil dan diletakkan
dalam wadah.
2.3.2 Penanaman Model Malam
a. Malam sprue dipotong secukupnya, kemudian sprue tersebut
dilekatkan pada model malam dengan cara mencairkan ujung
malam sprue dan dilekatkan dengan model malam dalam posisi
tegak, malam sprue tersebut dihaluskan.
Gambar 5. Letak malam sprue tegak lurus pada model malam.
b. Ujung lain malam sprue diletakkan pada crucible former dengan
posisi tegak.
4
Gambar 6. Posisi model malam pada crucible former.
c. Ketinggian model malam diukur, dengan jaln memasukkan
bumbung tuang pada crucible former, jarak antara tepi bumbung
tuang dengan tepi atas model malam diukur. Jarak tidak boleh
kurang dari 7 mm . jika jarak lebih dari 7 mm maka sprue harus
ditambah untuk memanjangkan, jika jarak kurang dari 7 mm maka
sprue dipotong atau dipendekkan, lalu sprue dihaluskan kembali.
d. Ulasi seluruh permukaan model malam dan sprue dengan air sabun
memakai kuas.
Gambar 7. Model malam diulas dengan air sabun.
e. Bubuk bahan tanam ditimbang seberat 55 gr, dan air diukur
sebanyak 20 ml.
f. Air dituangkan terlebih dahulu ke dalam bowl, lalu dimasukkan
bubuk bahan tanam kedalam bowl yang berisi air.
5
g. Adonan diaduk sebanyak 45 putaran selama 30 detik di atas
vibrator, kemudian adonan dituangkan ke dalam bumbung tuang
yang telah lengkap dengan crucible former dan malam model
terpasang di atas vibrator.
Gambar 8. Menanam model malam dengan bahan tanam tuang dalam
bumbung tuang
h. Setelah bumbung tuang penuh, bumbung tuang dipindahkan dari
vibrator dan diberi tanda.
3. PEMBAHASAN
3.1 Bahan Tanam Tuang
Bahan tanam tuang adalah salah satu material yang sangat penting
dalam kedokteran gigi. Bahan tanam adalah bahan yang dipakai untuk
menanam model malam pada proses pembuatan restorasi dari logam,
sehingga setelah dilakukan burn out (buang malam) didapatkan mould
atau rongga tuang, selanjutnya rongga tersebut dituangi logam cair dan
akan menghasilkan tuangan logam dengan bentuk sama seperti model
malam. Berdasarkan titik cair logam, bahan tanam tuang terbagi menjadi
beberapa jenis yaitu gypsum bonded, phosphate bonded, dan silica
bonded.
3.2 Gysum Bonded
Gypsum bonded adalah bahan tanam yang paling umum digunakan
dalam pengecoran dental alloy emas dengan suhu liquidus tidak lebih
tinggi dari 1.080°C, yang biasanya digunakan untuk inlay emas, mahkota,
6
dan gigi palsu sementara dan permanen sebagian. Karena
kecenderungannya untuk terurai pada suhu tinggi, bahan ini tidak cocok
untuk pengecoran alloy emas yang titik leburnya tinggi. Alloy paladium
(digunakan untuk copings dalam alloy keramik restorasi), atau alloy logam
paling dasar, seperti nikel-kromium dan kobalt- krom (O’Brien 2002,
p77).
Bahan tanam gypsum bonded ini tersedia dalam bentuk bubuk yang
dicampur dengan air dan terdiri dari campuran silika (SiO2) dan kalsium
sulfat hemihidrat bersama-sama dengan komponen lainnya termasuk
bubuk grafit atau bubuk tembaga dan berbagai modifiers untuk mengontrol
setting time. Silika adalah bahan tahan api yang cukup tahan terhadap suhu
tinggi selama pengecoran. Tersedia dalam tiga bentuk allotropik, yaitu
kuarsa, kristobalit dan tridimit (Mc Cabe 2008, p47).
Silika ditambahkan untuk menyediakan komponen refrakter selama
pemanasan serta mengatur ekspansi termal dari gypsum bonded. Selama
pemanasan, diharapkan gipsum dapat memuai secara termal baik sebagian
maupun secara total untuk mengompensasi penyusutan logam campur
emas saat dilakukan casting. Ketika kuarsa, tridimit, atau kristobalit
dipanaskan, perubahan dalam bentuk kristal terjadi pada saat transisi suhu
dari bentuk tertentu dari silika. Selain silika, sejumlah modifying agent
tertentu, bahan pewarna, dan reducing agent, seperti karbon dan tembaga
bubuk juga terdapat pada bubuk gipsum. Adanya reducing agent tersebut
bertujuan untuk membentuk suasana yang tidak dapat dioksidasi di dalam
mould saat casting alloy emas (Annusavice 2003, p297-298).
Campuran silika dan gypsum hemihidrat akan menghasilkan ekspansi
pengerasan yang lebih besar daripada produk gypsum murni. Karena
partikel silika akan menghalangi pembentukan anyaman kristal dan
menguncian antar kristal, sehingga meningkatkan ekspansi. Menurut
spesifikasi ADA no. 2 untuk bahan tanam tipe 1, ekspansi maksimal
gypsum di udara adalah 0,6% . ekspansi yang banyak ditemui sekarang
biasanya hanya 0,4% karena adanya bahan tambahan seperti akselerator
dan retader (Anusavice 2003, p300).
7
American National Standards Institute / American Dental Association
(ANSI / ADA) Keterangan No. 2 tentang bahan tanam tuang untuk dental
gold alloys meliputi tiga jenis bahan tanam, yaitu:
Tipe 1: Tipe thermal expansion, untuk casting inlays dan crowns.
Tipe 2: Tipe hygroscopic expansion, untuk casting inlays dan
crowns.
Tipe 3: Untuk casting complete dan partial denture base.
Bahan tanam gypsum bonded terurai di atas suhu 1200 º C dengan
interaksi silika dengan kalsium sulfat untuk membebaskan gas belerang
trioksida.
CaSO4 + SiO2 → CaSiO3 + SO3
Hal ini tidak hanya menyebabkan melemahnya bahan tanam tetapi
akan mengarah pada penggabungan porositas pada casting. Dengan
demikian, material gypsum bonded umumnya dibatasi untuk menggunakan
dengan alloy yang baik di bawah suhu 1200 º C. Ini meliputi sebagian
besar gold alloy dan beberapa dari lower melting, base metal alloys.
Mayoritas dari base alloys, bagaimanapun, memiliki temperatur casting
yang tinggi dan membutuhkan penggunaan silica-bonded atau phosphate-
bonded material. Reaksi lain yang mungkin terjadi pada pemanasan
gypsum bonded adalah antara kalsium sulfat dan karbon:
CaSO4 + 4C → CAS + 4CO
Karbon ini dapat berasal dari residu yang tersisa setelah buang
malam dari pola malam atau mungkin hadir sebagai grafit dalam
investment. Reaksi lebih lanjut dapat terjadi pembebasan sulfur dioksida:
3CaSO4 + CAS → 4CaO + 4SO2
Reaksi ini terjadi di atas 700º C dan efek mereka dapat
diminimalkan dengan ‘heat soaking’ pada investment cetakan pada
temperatur casting untuk memungkinkan reaksi akan selesai sebelum
8
pengecoran dimulai. Adanya oksalat dalam beberapa investasi mengurangi
efek dari dekomposisi gypsum dengan membebaskan karbondioksida pada
suhu tinggi. (Mc Cabe 2008, p50).
Bahan tanam tuang gypsum bonded dapat mengalami setting
expansion. Campuran dari silika dan gypsum menghasilkan setting
expansion yang lebih besar dari setting expansion produk gypsum yang
digunakan sendiri. Ukuran partikel kalsium sulfat hemihidrat mempunyai
efek yang kecil pada hygroscopic expansion, sedangkan ukuran partikel
silika mempunyai efek yang signifikan. Partikel silika yang semakin baik
menyebabkan setting dan higroscopic expansion yang lebih tinggi.
Partikel-partikel silika akan bercampur dengan kristal interlocking dan
intermeshing ketika mengalami pembentukan, sehingga selama
pembentukan terdapat tekanan pada kristal. Setting expansion dapat diatur
dengan menambahkan retarder atau akselerator (Powers, 2006).
3.3 Manipulasi
Setting ekspansi higroskopis akan terjadi ketika bahan tanam tuang
mulai dicampurkan ke air, yaitu ketika fase initial setting. Metode ini
dikenal sebagai metode water immersion hygroscopic expansion technique
dan dapat menghasilkan 5 kali ekspansi normal. Metode lainnya adalah
metode water added technique, yaitu dengan meningkatkan volume air
pada permukaan atas dari bahan tanam tuang yang telah dimasukkan
dalam casting ring. Tujuannya adalah untuk mengontrol ekspansi
(McCabe and Walls 2008, p48).
Beberapa percaya bahwa jika air ditambahkan selama proses
setting menyebabkan hidrasi pada kalsium sulfat, sehingga menyebabkan
ekspansi bahan tanam, sedangkan yang lain berpendapat bahwa air yang
ditambahkan dapat memaksa gel gypsum untuk membengkak.
Penambahan air atau cairan lain memberikan penambahan volume ke
kristal gypsum yang dapat tumbuh. Sehingga membuat setting dan
ekspansi higroskopis lebih efektif (Craig and Powers 2002, p410).
9
Secara umum, bahan tanam yang tepat untuk pengecoran gold
alloy adalah yang mengandung 65% sampai 75% kuarsa atau kristobalit,
atau campuran keduanya, dalam berbagai proporsi, 25% sampai 35% dari
kalsium sulfat hemihydrate, dan sekitar 2% sampai 3% chemical
modifiers. Setiap bentuk polimorfik silika - kuarsa, tridimit, dan kristobalit
akan berekspansi bila dipanaskan, tetapi presentasenya berbeda satu sama
lain. Perubahan ekspansi jika dibandingkan dengan kurva suhu
menunjukkan bahwa kristobalit dan kuarsa masing-masing ada dalam dua
bentuk polimorfik, salah satu lebih stabil pada suhu tinggi dan yang lain
pada suhu yang lebih rendah. Bentuk yang lebih stabil pada suhu kamar
disebut α-form, dan bentuk yang lebih stabil pada suhu yang lebih tinggi
disebut β-form (Craig and Powers 2002, p408).
Bentuk α-hemihidrat dari gypsum secara umum merupakan
pengikat untuk bahan tanam yang digunakan pada pengecoran logam
campur yang mengandung emas dengan kisaran titik cair di bawah 10000C
(18000F). Jika bahan ini dipanaskan ke temperatur yang diperlukan maka
akan menyusut sesuai dengan bentuknya dan jika bahan dipanaskan cukup
tinggi untuk dilakukan pengecoran yang tuntas, akan menyusut cukup
besar dan seringkali patah (Anusavice 2004, p297).
Bahan tanam akan berekspansi ketika pertama kali dipanaskan dari
suhu kamar sekitar 105oC, kemudian perlahan-lahan berkontraksi atau
tetap tidak berubah sampai sekitar 200oC, dan menunjukkan berbagai
tingkat ekspansi, tergantung pada komposisi silika dari bahan tanam,
antara 200oC dan 700oC. Di atas 105oC, kalsium sulfat dihidrat dikonversi
ke kalsium sulfat anhidrat. Pengeringan dari dihidrat dan perubahan fase
kalsium sulfat anhidrit menyebabkan kontraksi (Craig and Powers 2002,
p409).
Faktor penting untuk bahan tanam tuang sebelum proses casting
adalah panjang dan diameter sprue serta jarak dari mould cavity dari dasar
mould, karena berpengaruh terhadap kualitas hasil casting. Untuk casting
yang lebih besar dapat menggunakan 2 atau lebih sprue agar alloy cair
10
dapat menjangkau semua bagian dari mould cavity sebelum penyolderan
(McCabe and Walls 2008, p80-81).
Daerah ideal untuk penempatan sprue adalah daerah model malam
dengan ketebalan terbesar. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan
bentuk dari daerah malam yang tipis selama perlekatan sprue pada model
dan memungkinkan aliran yang lancar dari logam cair. Sprue harus
diarahkan menjauh dari bagian-bagian model malam yang tipis atau kecil,
karena logam cair dapat mengabrasi atau mematahkan bahan tanam di
daerah ini dan mengakibatkan kegagalan pengecoran (Annusavice 2004,
p420).
Hal yang dilakukan berikutnya adalah penanaman model malam.
Namun sebelumnya dilakukan pelekatan sprue terlebih dahulu pada model
malam. Tujuan pembuatan sprue adalah untuk menyediakan saluran
melalui mana logam cair akan mengalir ke cetakan yang ada dalam cincin
cor setelah model malamnya dibuang. Panjang sprue tergantung pada
panjangnya cincin cor. Jika tangkai sprue terlalu pendek, maka model
malam akan terlalu jauh dari ujung luar cincin sehingga gas-gas tidak
dapat dialirkan secara memadai untuk memungkinkan logam cair mengisi
seluruh ruang cincin. Jika gas ini tidak dapat dikeluarkan secara
menyeluruh, akan terjadi porositas (Annusavice, 2003). Malam sprue yang
telah dipotong secukupnya, kemudian sprue tersebut dilekatkan pada
model malam. Ujung lain malam sprue diletakkan pada crucible former
dengan posisi tegak. Ketinggian model malam diukur dengan jalan
memasukkan bumbung tuang pada crucible former, jarak antara tepi
bumbung tuang dengan tepi atas model malam tidak boleh kurang dari 6
mm. Jika kurang dari 6 mm maka tidak terdapat ketebalan yang cukup dari
bahan tanam untuk menjaga logam cair menembus keluar. Tetapi jika
jaraknya lebih dari 6 mm maka logam cair akan memadat sebelum udara
yang terjebak dapat keluar, sehingga didapat hasil casting yang tidak
sempurna atau model malam yang fraktur (O’brien 2002, p244-245).
Malam yang dimasukkan cetakan dalam pembuatan model malam
tidak boleh terlalu panas karena hal tersebut dapat menyebabkan hasil
11
akhir cetakan tidak sempurna. Malam juga akan teroksidasi ketika
dipanaskan dan pada pemanasan yang lama beberapa molekul malam akan
menguap. Selain itu malam terlalu panas memiliki sifat flow yang terlau
besar sehingga ketika dilakukan pengepresan mengakibatkan permukaan
model malam tidak tercetak sempurna (Anusavice 2004, p296). Tujuan
dari penanaman model malam dengan menggunakan sprue:
1. Untuk membentuk sebuah mount pada model malam dan
memperbaiki pola sehingga cetakan dapat terbentuk.
2. Untuk membuat saluran keluarnya malam saat proses pembuangan
malam.
3. Untuk membentuk saluran logam cair selama proses pengecoran
(casting).
4. Untuk mengimbangi penyusutan logam selama proses pemadatan.
Diameter sprue harus sesuai dengan daerah paling tebal pada
model malam. Hal ini harus dilakukan, karena bila sprue terlalu besar akan
mengakibatkan perubahan bentuk dan jika terlalu kecil, daerah tempat
menempel sprue akan memadat terlebih dahulu sebelum tertuang penuh.
Hal ini juga untuk memudahkan mengalirnya logam dan mengisi rongga
yang kosong. Selain itu, jarak antara sprue dan bumbung tuang juga harus
diperhatikan. Jarak antara sprue dengan bumbung tuang maksimal 7mm.
Jika jarak lebih dari 7mm, otomatis pasak lebih pendek sehingga ketika
logam masuk akan pecah. Namun jika kurang dari 7mm udara tidak akan
bisa keluar dan tekanan logam tidak sempurna sehingga mengakibatkan
udara terjebak yang akan menyebabkan gaseous porosity (Annusavice,
2003).
Sprue harus selalu dilekatkan pada bagian tertebal dari model
malam, karena logam cair dapat mengabrasi atau mematahkan bahan
tanam di daerah ini sehingga menyebabkan kegagalan pengecoran. Juga
tidak boleh ditempatkan tegak lurus pada permukaan yang datar dan lebar.
Turbulensi dari logam cair saat memasuki model malam menyebabkan
porositas, hal tersebut disebabkan oleh adanya gas yang terperangkap dan
perlekatan sprue pada sudut yang tidak tepat. Semua perlekatan, baik itu 12
perlekatan antara sprue dan model malam ataupun perlekatan antara sprue
dan crucible former harus dihaluskan dan dirapikan untuk menghilangkan
ujung dan sudut yang tajam yang dapat menganggu (O’Brien 2002, p243).
Setelah sprue ditempelkan, malam diolesi dengan wetting agent,
dibiarkan beberapa saat lalu dibilas dengan air dan dikeringkan. Wetting
agent yang digunakan adalah air sabun. Tujuan menggunakan air sabun
sebagai wetting agent adalah untuk membersihkan malam dari kotoran,
debu dan minyak, selain itu berfungsi untuk mengurangi tegangan
permukaan pada model malam sehingga mempermudah pembasahan
bahan tanam tuang, dan juga berfungsi sebagai perlekatan sempurna pada
bagian model yang kecil dan tipis.
Penggunaan parafin perlu diperhatikan dalam pembuatan model
malam bentuk mahkota selubung. Bila parafin yang digunakan terlalu
sedikit maka dapat mengakibatkan sulit lepasnya cetakan dari kuningan.
Akan tetapi jika terlalu berlebihan dalam pemberian parafin dapat
menghalangi adaptasi terhadap die.
Mencelupkan gypsum die atau sprue dalam gliserin atau jenis
minyak yang berbeda tidak meningkatkan kekerasan permukaan
melainkan membuat permukaan halus, sehingga pisau malam atau alat
lainnya tidak bisa memotong stone karena permukaan yang licin (Craig
and Powers 2002, p402).
3.4 Hasil Analisa
Untuk pembuatan model malam secara tidak langsung dengan cara
pengepresan menggunakan die, dibutuhkan bahan separator agar malam
tidak melekat pada die. Bahan separator atau pelumas sebaiknya yang
mengandung bahan pembasah. Separator diulaskan secukupnya saja, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Jika terlalu sedikit maka
kemungkinan malam akan melekat pada die, tetapi jika terlalu banyak
akan menghalangi adaptasi intim terhadap die (Anusavice 2003, p291).
Panjang dan diameter sprue harus disesuaikan dengan model
malam. Diameter sprue kira-kira sama dengan bagian model malam yang
paling tebal. Jika model malam kecil atau tipis, maka diameter sprue juga 13
akan tipis karena disesuaikan dengan ketebalan model malam, begitu pula
sebaliknya. Tetapi diameter sprue yang terlalu kecil akan menyebabkan
daerah tersebut memadat terlebih dahulu sebelum mengisi mould dengan
baik. Untuk mengatasi hal ini, perlu ditambahkan reservoir pada sprue
(Anusavice 2003, p320).
Sprue direkatkan pada penampang yang paling luas, karena aliran
logam cair akan lebih baik mengalir dari bagian yang tebal ke bagian yang
lebih tipis. Panjang sprue juga disesuaikan dengan tinggi tabung serta
model malam. Jarak antara model malam dengan bagian atas tabung
kurang lebih 6mm. sprue juga tidak terlalu panjang untuk mengalirkan
logam cair kedalam mould (Anusavice 2003, p322).
Malam inlay atau malam biru bila dipanaskan terlalu lama, maka
malam dapat menguap, dan jika malam dipanaskan diatas suhu cairnya,
maka malam akan teroksidasi. Dan akan terdapat endapan karet serta
warna malam menjadi lebih gelap. Jika malam dipanaskan melebihi suhu
cairnya, kontraksi termal akan meningkat, serta akan terjadi
ketidakstabilan dimensi atau perubahan dimensi (Anusavice 2003, p291).
4. KESIMPULAN
Variasi W:P rasio dapat berpengaruh pada kemudahan manipulasi,
kecepatan setting time, banyaknya gelembung udara dan kecepatan
gypsum mencapai tahap homogen. Dalam melakukan penanaman harus
diperhatikan beberapa hal penting untuk keberhasilan dalam proses
casting, yaitu pemasangan, diameter, panjang dan arah dari sprue serta
suhu dari model malam yang akan ditanam.
DAFTAR PUSTAKA
14
Annusavice KJ. 2004. Philips Science of Dental Material. 10Th ed. W.B. Sauders Company. Philadelphia. Pennysylvania.
Craig RG and Powers JM. 2002. Restorative Dental Materials. 11th ed. Mosby Inc.
Mc Cabe JF and Walls AWG. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Blackwall Publishing Ltd.
O’Brien WJ. 2002. Dental materials and Their Selection . 3rd ed. Quintessence Publishing Co, Inc.
15