Lapsus Bronkiolitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bronkiolitis

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama akibat peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus. Sering mengenai anak usia dibawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan, Bronkiolitis akut yang terjadi dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya.Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran pernafasan bawah terbanyakpada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory Syncytial, kira-kira 45 55 % dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%.Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Belum ada bukti bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis. Sekitar 70 % kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan sisanya dirawat dipoliklinik. Sebagian besar infeksi saluran nafas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis dinegara-negara berkembang hampir sama dengan di Amerika Serikat. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di negara-negara tropis.Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Keadaan tersebut harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai enfisema obstruktif dan gagal jantung.Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa kanak-kanak. Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak memerlukan pengobatan. Pada jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan pengobatan penanganan utama termasuk pemberian oksigen dan cairan yang adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi sebagian anak yang mungkin memerlukan intervensi lebih.Infeksi oleh respiratory syncitial virus (RSV) memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak dengan resiko tinggi dan imunokompromise. Oleh karena itu langkah preventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Saat ini juga sedang dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin virus hidup yang dilemahkan (attenuated live viral vaccines) mengalami hambatan karena imunogenositas yang rendah dan kecenderungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.Bronkhiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4 6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran nafas bawah, terutama terhadap virus.Prognosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penangangan dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun dan prematuritas).1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari bronkiolitis?

1.2.2 Bagaimana epidemiologi dari bronkiolitis?

1.2.3 Bagaimana manifestasi dari bronkiolitis?

1.2.4 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bronkiolitis?

1.2.5 Bagaimana diagnosis dari bronkiolitis?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari bronkiolitis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari bronkiolitis

1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dari bronkiolitis

1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari bronkiolitis

1.3.4 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari bronkiolitis

1.3.5 Untuk mengetahui diagnosis dari bronkiolitis

1.3.6 untuk mengetahui penatalaksanaan dari bronkiolitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi BronkiolitisBronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan, secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing. Bronkhiolitis bisa disertai dengan superinfeksi bakteri (Behrman. 2004).2.2 Epidemiologi BronkiolitisBronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki (Behrman, 2004).Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis (Behrman. 2004), (Parrot RH. 1984).Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinyabronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah,jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.Rerata insidens perawatan setahun pada anak berusia di bawah 1 tahunadalah 21,7 per 1000 dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu6,8 per 1000 pada usia 1 2 tahun. Lama perawatan adalah 2 4 hari, kecualipada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan (PJB).Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada bayi muda. Hal iniditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2 juga pada bayi yangterpapar asap rokok pasca natal. Beberapa prediktor lain untuk beratnyabronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masagestasi 70 x/menit, adanya ronki, dan riwayat displasia bronkopulmoner(bronchopulmonary displasia, BPD).Kenaikan jumlah perawatan karena bronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak anak yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA), dan faktor virus sendiri yaitu perubahan virulensi strain RSV. Selain itu terdapat juga faktor perubahan kriteria diagnostik terutama mikrobiologis dan panduan terapi serta turunya mortalitas bayi prematur dan bayi dengan kelainan bawaan kompleks yang merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1 3 % (Behrman, 2004), (Parrot RH. 1984).2.3 Klasifikasi Dan Manifestasi KlinisMula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batukparoksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi (Domachowske JB. 1999).Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafascuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi. Pada keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hamper total. Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas (Domachowske JB. 1999).Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR), usaha nafas, beratnya wheezing dan oksigenasi (Domachowske JB. 1999).

Skala klinis yang digunakan Abul Ainine dan Luyt adalah :

1.Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.

2.Heart Rate (HR) diambil dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.

3.Saturasi O2 : dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.

4.Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.

5.Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :

1.Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)

2.Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat)

3.Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik).(4)Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi :bronkiolitis ringan dan bronkiolitis berat (R 60 x/ menit).

Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang,berat dengan tanda sebagai berikut (Domachowske JB. 1999):

Tabel 1.

Klasifikasi Bronkiolitisberdasarkan gejala klinis

Bronkiolitis

RinganSedangBerat

-Kemampuan untuk makan normal

-Sedikit atau tidak ada gangguan pernafasan

-Tidak kebutuhan akan oksigen tambahan (saturasi O2> 95 %-Gangguan pernafasan sedang dengan beberapa kontraksi dindingdada dan nafas cuping hidung

-Hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi dengan oksigen

-Mungkin menampakkan pernafasan yang pendek ketikamakan

-Mungkin memiliki episode apnoe yang singkat-Tidak dapat untuk makan

-Gangguan pernafasan berat, dengan retraksi dindingdada yang jelas, nafas cuping hidung dan dengkuran.

-Hipoksemia yang tidak terkoreksi dengan oksigentambahan

-Mungkin terdapat peningkatan frekuensi atau episodeapnoe yang panjang.

-Mungkin menampakkan peningkatan kelelahan.

2.4 DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat (Domachowske JB. 1999), (Glenn F. 1997).7.1.AnamnesisGejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena adalah usia dibawah 12 bulan. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan. Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran pernafasan atas.Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.7.2.Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C dan bisamencapai suhu 41 0C. Selain itu dapat juga ditemukan konjungtivitisringan faringitis, dan otitis media.Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia (4,7) Selain itu ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2 yang rendah dan tanda dehidrasi.7.3.Pemeriksaan Penunjang7.3.1.LaboratoriumTes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia. Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapidantigen detection test (direct immunofluoresence assay dan enzyme linked immunosorbant assay. ELISA). Atau polimerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut dan konvalesens.Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.7.3.2.RadiologiFoto Thorak diindikasikan pada :-Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih-Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga-Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated).Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.2.5 PenatalaksanaanInfeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagianbesar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberianoksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad) (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapisuportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberianantivirus (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :-Pengawasan yang hati-hati terhadap status klinis-Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan pembersihan cairan).- Pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat-Edukasi orang tua.(13)-Untuk mendukung pasien anak-Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul-Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai-Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :-Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan-Apnoe-Ketidakmampuan untuk makan-Keadaan sosial khusus-Hypoxemia-Pasien dengan kondisi dasar medis.Pengobatan SuportifA.Pengawasan. Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).B.Oksigenasi. Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia. gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala.

Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).C.Pengaturan Cairan. Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).Pengobatan MedikamentosaA.Antivirus (Ribavirin)Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya. Pada keadaan penyakit bronkiolitis yang memberat dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).B.BronkodilatorPeran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial. Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan. bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96% bayi dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88 pusat pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan bronkodilator pada semua pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan Australia, penggunaan bronkodilator lebih jarang.Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001).Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah :-Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing matching.-Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik-Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi-Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema-Mengurangi sekresi kataral.Beta agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.C.KortikosteroidTentang pemberian kortikosteroid masih belum ada keseragaman. masing-masing negara melakukan pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan masing-masing Panduan Nasional maupun konsensus yang berdasarkan bukti. Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan tergantung dari studi penelitian. Sedangkan untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan (Michelle MG. 2000).D.AntibiotikPemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis (IDAI. 2004) (Glenn F. 1997) (Reiko S. 2001). Tabel 2. PenatalaksanaanBronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya GejalaBronkiolitis

RinganSedangBerat

-Tidak memerlukan penilaian lebih lanjut

-Perawatan dirumah, jika orang tua pasien mampu dansudah dijelaskan serta mempunyai kendaraan.

-Berobat ulang ke dokter setelah 2 3 hari kemudian

-Perawatan di rumah sakit

-Berikan oksigen sehingga saturasi oksigen > 93 %

-Pertimbangkan pemberian cairan intravena

-Pengamatan seksama terhadap perburukan kondisi

-Foto thorak

-Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecencydan kultur-Perawatan di rumah sakit

-Pemberian oksigen sampai saturasi oksigen > 95 %

-Pengamatan seksama untuk antisipasi kemungkinan memerlukanintubasi dan pemakaian ventilator

-Berikan cairan intravena

-Monitor system cardiorespiratori

-Foto thorak

-Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecencydan kultur

-Pertimbangkan pengawasan gas pembuluh darah arteri

-Pertimbangkan untuk konsultasi perawatan ICU anak.

BAB IIILAPORAN KASUSI. IDENTITAS

Nama

: IWA

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl Lahir: Bojonegoro,1 Maret 2012

Umur

: 1 tahun 3 bulan 8 hari

Alamat

: SumberejoAgama

: IslamSuku

: JawaMRS

: 9 juni 2013 pukul 10.50 WIBII. HETEROANAMNESISKeluhan Utama: Sesak Nafas

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dikeluhkan sesak mendadak sejak kemarin malam sehingga tidur pasien terganggu dan dirasakan memberat tadi pagi. Untuk meringankan sesaknya pasien dibawa ke dokter.

Riwayat panas sejak 2 hari yang lalu disertai batuk berdahak dan pilek.

Muntah(-), riwayat kejang (-), BAB (+)N, BAK (+)N, Makan/Minum (+)

2. Riwayat penyakit sebelumnya Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya sejak umur 8 bulan (ibu lupa berapa kali). Pernah dibawa ke IGD RSUD Sanjiwani dirawat jalan dan boleh pulang. Pasien tidak memiliki riwayat atopi dan alergi obat ataupun makanan.

3. Riwayat penyakit di keluarga :

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.4. Riwayat soialPasien merupakan anak ke 1. Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya dan terdapat 2 kk dalam 1 lingkungan rumah. Lingkungan di sekitar pasien dikatakan bersih. Ventilasi dikatakan cukup. Riwayat pengobatan

Pasien saat ini dikatakan tidak sedang menjalani pengobatan selain terapi untuk penyakit saat ini.

Riwayat persalinan

Penderita lahir cukup bulan (9 bulan), PSPT di Yayasan ditolong bidan, langsung menangis. BBL: 2900 gr, lingkar kepala lupa, panjang badan lupa. Tidak ada kelainan saat melahirkan .

Riwayat Imunisasi

BCG 1x, Polio 4 x, Hepatitis B 3x, DPT 3x, campak 1x

Riwayat nutrisi

ASI

: 0 bulan - sekarang

Susu Formula

: 3 bulan - sekarang

Bubur Susu

: 3 bulan - sekarang

Makanan Dewasa: 6 bulan sekarang

Riwayat Tumbuh Kembang Menegakkan kepala : 3 bulan

Membalikkan badan : 4 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri

: 9 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Bicara

: 10 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIKStatus PresentKeadaan umum: Baik

Kesadaran: Compos mentis

Nadi

: 120x/ menit, reguler, isi cukupRR

: 38x/ menit, reguler, tipe thorakoabdominalTemp. Aksila: 36,5o CSkala nyeri: 2

Status Antropometri Berat Badan

: 9 kg Berat Badan Ideal: 9 kg Panjang Badan: 76cm Lingkar Kepala: 46cm Lingkar Lengan Atas: 14cmMenurut WHO Antro (Z-score): BB/U: Z score -0,58 Gizi Baik TB/U: Z score -0,66 Gizi Baik BB/TB: Z score -0,41 Gizi BaikStatus Gizi Status gizi baik menurut waterlow 100% (BBA X 100%)

BBI

Status GeneralisKepala: normosefaliMata: konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-), hiperemis (-/-), cowong (-/-), air mata saat menangis (+), RP (+/+ isokor) THT : Telinga : Sekret (-)

Hidung: Nafas Cuping Hidung (-), sekret (-)

Tenggorokan: Tonsil : Sulit dievaluasi

Leher : Pembesaran kelenjar (-)

Mulut : mukosa bibir basah (+)

Thoraks: Cor:

Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat, precordial bulging (-)

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV MCL Sinistra, kuat angkat (-), thrill (-)

Auskultasi: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo:

Inspeksi: simetris (+) saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi: gerakan dada simetris

Auskultasi: vesikuler (+/+), rales (+/+), wheezing (+/+) Aksila: pembesaran kelenjar (-)Abdomen:

Inspeksi: distensi (-) Auskultasi: bising usus (+) Normal

Palpasi: hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor normal

Ekstremitas: hangat (+/+/+/+), edema (-/-/-/-), sianosis (-), CRT < 2 detik.Anus eritemanatum (-)HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah Lengkap (RSUD Sosodoro 03/06/2013 pk.13.00)PEMERIKSAANHASILNILAI NORMAL

WBC11,47 m/mm34-10,0

RBC3,88 m/mm34,-5,9

HGB9,7g/dL12,0-18

HCT 29,4%35,0-54,0

MCV75,8fL83,0-98,0

MCH25,0 Pg25,0-33,0

MCHC 32,9 g/dL28,0-36,0

RDW11,7 %8-12

PLT328 m/mm3150-450

Lymphosit36,9 %15-40

dMonosit 12,5 (1-10)Granulosit 50,6 (30-70)GDA: 80 mg/dLFoto Thorax : tidak tampak kelainan radiologic pada foto thorax pasien saat ini.Diagnosis Klinis

Bronkiolitis akut + Anemia Hipokromik mikrositer + Gizi baik

PENATALAKSANAANMRS

Nebul Combiven

IVFD Dex S 12 tetes makro/m

Metil Preednisolon 3x10mg IV

Cefotaxim 3x300mg

Sanmol syr 4x3/4cth I

Kebutuhan cairan 900cc/hari( 12,5 tpm

MONITORING DAN KIE

Monitoring: vital sign, Distres pernafasan. Hipoksia Usulan pemeriksaan(thoraks fotoKIE: Penyakit Gizi( Makanan tinggi zat besi Rencana terapi Rencana pemeriksaan PrognosisBAB IIIPEMBAHASANPenderita bronkiolitis menurut definisinya merupakan infeksi saluran pernafasan bawah yang ditandai dengan gejala nafas cepat, retraksi dinding dada, dan juga disertai dengan wheezing. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya wheezing, nafas cepat dan retraksi dinding dada, dikarenakan sebelum pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani pasien telah lebih dahulu diberikan bronkodilator (combivent) di praktek dokter yang dikunjungi sebelumnya. Gejala klinis yang dapat diamati di IGD hanya terdapat rhonki pada kedua lapang paru.Menurut epidemiologinya, penderita bronkiolitis paling sering menyerang bayi pada umur 2-24 bulan, puncaknya adalah pada umur 2-8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki. Pasien ini berumur 1 tahun 8 bulan 3 hari, dengan jenis kelamin laki-laki. Jadi dapat dikatakan bahwa pasien ini masuk dalam kriteria bronkiolitis dari segi epidemiologi.Pada manifestasi klinis, bayi biasanya mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi. Pada keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas. Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan suara rhonki dan wheezing pada kedua lapang paru walaupun terdengar lemah karena sebelumnya sudah diberikan terapi bronkodilator sebelum dibawa ke IGD RSUD Sanjiwani. Sedangkan untuk vital sign ditemukan keadaan umum pasien lemah, Respiratory rate (RR) 38x/menit, Heart rate (HR) 120x/menit regular, isi cukup, temperature axila (Tax) 36,50C. Dikatakan 2 hari sebelum pasien ke IGD, pasien sempat dikeluhkan demam dan disertai dengan batuk berdahak serta pilek. Klasifikasi bronkiolitis dapat dibagi menjadi ringan sedang berat sesuai dengan gejala klinisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan berikut ini.

Tabel 1.

Klasifikasi Bronkiolitisberdasarkan gejala klinis

Bronkiolitis

RinganSedangBerat

-Kemampuan untuk makan normal

-Sedikit atau tidak ada gangguan pernafasan

-Tidak kebutuhan akan oksigen tambahan (saturasi O2> 95 %-Gangguan pernafasan sedang dengan beberapa kontraksi dindingdada dan nafas cuping hidung

-Hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi dengan oksigen

-Mungkin menampakkan pernafasan yang pendek ketikamakan

-Mungkin memiliki episode apnoe yang singkat-Tidak dapat untuk makan

-Gangguan pernafasan berat, dengan retraksi dindingdada yang jelas, nafas cuping hidung dan dengkuran.

-Hipoksemia yang tidak terkoreksi dengan oksigentambahan

-Mungkin terdapat peningkatan frekuensi atau episodeapnoe yang panjang.

-Mungkin menampakkan peningkatan kelelahan.

Pada pasien ini gejala klinis yang nampak pada pemeriksaan adalah adanya gangguan pernafasan yang minimal. Kemampuan untuk makan dan minum masih baik, saturasi oksigen pada saat pemeriksaan tidak bisa dievaluasi dikarenakan ketidakadaan alat di IGD. Sesuai dengan tabel. 1 pasien ini masuk kriteria bronkiolitis ringan.Pada penyakit bronkiolitis ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni:

1. Pemeriksaan darah lengkap, digunakan untuk mengetahui adanya leukositosis dan memeriksa keadaan hemostasis pasien secara keseluruhan.

2. Pemeriksaan AGD, digunakan untuk mengetahui tingkat saturasi oksigen dalam darah penderita bronkiolitis. Biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami distress nafas berat.3. Pemeriksaan radiologi (Foto Rontgen), digunakan untuk mengetahui keadaan paru-paru dan jantung pasien.

Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan foto rontgen. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya leukositosis dengan nilai 11,47 M/mm3 (rentang normal 4.00-10.00), RBC turun dengan nilai 3,88 M/mm3 (rentang normal 4,0-5,9), HBG turun dengan nilai 9,7 g/dl (rentang normal 12,0-18,0), Hct turun dengan nilai 29,4 % (rentang normal 35-54), MCV turun dengan nilai 75,8 fl (rentang normal 83,0-98,0), MCH 25,0 (rentang normal 25,0-33,0). Dari pemeriksaan darah tersebut dapat di intepretasikan adanya leukositosis da nada anemia hipokromik mikrositer. Pada hasil foto rontgen didapatkan hasil tampak corakan bronchovasikuler pada kedua lapangan paru normal, cor : bentuk dan ukuran normal, kedua sinus dan diafragma baik. Kesan yang didapatkan adalah tidak tampak kelainan radiologic pada foto thorax pasien saat ini.Mendiagnosis pasien dengan bronkiolitis dapat dilakukan dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang untuk lebih menguatkan hasil yang ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya keluhan sesak nafas, disertai dengan panas dari dua hari yang lalu dan ada batuk pilek yang menyertai. Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah, ditemukannya suara wheezing dan rhonki pada kedua lapang paru, serta dari pemeriksaan penunjang yang telah dijelaskan diatas.

Penatalaksanaan pasien dengan bronchiolitis dapat dilakukan terapi suportif dan medikamentosa. Untuk terapi suportif dapat dilakukan dengan pemasangan pulse oxymetri untuk pengawasan sistem jantung paru dan jika ada indikasi pemasangan. Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia. Gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala.

Untuk terapi medikamentosa, pasien dengan bronkiolitis dapat diberikan antivirus, bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik. Pada pasien ini diberikan bronkodilator yakni combivent dengan cara pemberian menggunakan nebulizer sebanyak 3 x 1 respul. Pasien ini juga diberikan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada bronkiolus penderita, diberikan sebanyak 3 x 10 mg. Pasien ini juga diberikan antibiotik yakni cefotaxim dengan jumlah pemberian 3 x 300 mg. Selain obat-obatan tersebut juga diberikan obat simtomatik untuk meredakan batuk dan panasnya yakni ambroxol sirup 3 x CTH I, Sanmol 4 x CTH I.Pada pasien dengan bronkiolitis juga harus diperhatikan kebutuhan cairan tubuhnya. Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan.(2,5,7) Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit. Pada pasien ini telah dilakukan usaha untuk mencegah dehidrasi dengan memberikan cairan IVFD D5 S 12 tpm.Follow Up Pasien

Tgl.Perkembangan penyakit pasien/ follow upTindakan/ terapi

10/6/13S: sesak (+), Batuk(+), pilek(+), demam(-)

O:

St. present:

HR: 130 x/menit

RR: 38 x/menit

Tax: 36,70C

St. general

Kepala : normochepali

Mata : an -/-, ikt -/-

THT: NCH -, dalam batas normal

Thorax:

Cor: S1S2 normal regular tunggal, murmur

Pul: ves +/+, rh -/-, wh+/+

Abdomen: distiensi -, BU + normal

A: Bronkiolitis akutD5 salin ( 12 tpm

Nebulizer 3 x 1 amp comibivent

Cefotaxim 3 x 300

Metilprednisolon 3x10 mg

Sanmol 4x cth I

11/6/13S: batuk (+), sesak (-), pilek (-), ma/mi +/+, BAB/BAK +/+

O:

St. present:

HR: 128 x/menit

RR: 38 x/menit

Tax: 36,50C

Kepala: normochepali

Mata: an -/-, ikt -/-

THT: NCH -, dalam batas normal

Thorax:

Cor: S1S2 normal regular tunggal, murmur

Pul: ves +/+, rh -/-, wh +/+

Abdomen: distensi -, BU+ normal

A: Bronkiolitis akutTerapi lanjut

RO Thorax

12/6/13S: Sesak (-), Batuk (+), pilek (-), demam (-), ma/mi +/+, BAB/BAK +/+

O:

St. present:

HR: 86 x/menit

RR: 18 x/menit

Tax: 360C

St. general:

Kepala: normochepali

Mata: an -/-, ikt -/-

THT: NCH -, dalam batas normal

Thorax:

Cor: S1S2 normal regular tunggal, murmur-

Pul: ves +/+, rh -/-, wh +/+

Abdomen: distensi -, BU+ normal

A: Bronkiolitis akutTerapi lanjut

BAB IVKESIMPULAN

1. Bronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Pasien ini berumur 1 tahun 8 bulan 3 hari dengan jenis kelamin laki-laki, jadi dapat dikatakan cocok dengan kriteria definisi dan epidemiologi dari bronkiolitis itu sendiri.2. Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing. Pada pasien ini hanya ditemukan adanya wezing yang terdengar minimal pada lapang paru. Ini dikarenakan sebelum ke IGD pasien sebelumnya sudah mendapatkan terapi bronkodilator.3. Klasifikasi bronkiolitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. Pembagian ini dimaksudkan agar terapi yang diberikan dapat memfasilitasi pasien sesuai dengan keadaan umumnya.4. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat5. Penatalaksanaan pasien dengan bronkiolitis dapat dilakukan dengan terapi suportif dan medikamentosa.29