18
1 BAB I LAPORAN KASUS I.1. Identitas Pasien Nama : Ny. SS Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Usia : 36 tahun Status Pernikahan : Menikah Jenis Kelamin : Perempuan No. CM : 060032 Agama : Islam Tanggal MRS : 11 Juni 2014 Alamat : Ds Jimbaran ½ Bandungan I.2. Anamnesa Dilakukan secara autoanamnesa di bangsal Bougenvile pukul 15.30 wib. Keluhan Utama : pasien rujukan bidan dengan G3P2A0 hamil 39 minggu dengan tekanan darah tinggi Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien belum merasakan kencang-kencang, belum keluar lendir darah dan belum ada rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia kehamilan 7 bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi buang air kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). Riwayat Operasi :

Lapsus Peb

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapsus

Citation preview

Page 1: Lapsus Peb

1

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. SS Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Usia : 36 tahun Status Pernikahan : Menikah

Jenis Kelamin : Perempuan No. CM : 060032

Agama : Islam Tanggal MRS : 11 Juni 2014

Alamat : Ds Jimbaran ½ Bandungan

I.2. Anamnesa

Dilakukan secara autoanamnesa di bangsal Bougenvile pukul 15.30 wib.

Keluhan Utama : pasien rujukan bidan dengan G3P2A0 hamil 39 minggu dengan

tekanan darah tinggi

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien belum merasakan kencang-kencang, belum keluar lendir darah dan belum ada

rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia kehamilan 7

bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi buang air

kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya.

Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-).

Riwayat Operasi :

Page 2: Lapsus Peb

2

Belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

HPHT : 3 September 2014

HPL : 10 Juni 2014

Riwayat Haid :

Menarche usia 12 tahun, siklus haid 28 hari dengan lama haid selama 5-7 hari

Riwayat KB :

Menggunakan KB suntik selama 1 tahun

Riwayat Kelahiran :

Anak I : aterm, laki-laki, lahir spontan, 3600 gr, bidan, sekarang berusia 10 tahun

Anak II : aterm, perempuan, lahir spontan, 3600 gr, bidan, sekarang 7,5 tahun

Riwayat Pernikahan :

Menikah 1x selama 18 tahun

Riwayat ANC :

ANC (Antenatal Care) dilakukan di bidan sebulan sekali, rutin

Riwayat Pengobatan :

Tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu

I.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)

c. Tinggi Badan : 152 cm

d. Berat Badan : 79 kg

e. Tanda vital :

TD : 180/100 mmHg RR : 22 x/min

Page 3: Lapsus Peb

3

Nadi : 80 x/min, regular, kuat angkat Suhu : 36,30

f. Kepala : mesocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut

� Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks cahaya (+)

� Telinga : bentuk normal, sekret (-), luka (-)

� Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)

� Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil (T1/T1)

g. Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

h. Thoraks : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

� Cor : BJ I,II regular, Murmur (-), Gallop (-)

� Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

i. Abdomen : hepar dan lien sulit dinilai, bising usus (+) normal

j. Ekstremitas : edema (+) pada ekstremitas inferior, sianosis (-), akral hangat,

capillary refill time < 2”

Pemeriksaan Obstetrik

� Tinggi Fundus Uteri : 31 cm

� Leopold I : teraba bulat lunak (bokong)

� Leopold II : teraba bagian keras panjang (punggung) pada daerah kanan ibu

� Leopold III : teraba bulat keras (kepala)

� Leopold IV : belum masuk PAP

� His : (-)

� Detak Jantung Janin : 152 x/min

I.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 11,4 12,5-15,5 gr/dl

Leukosit 11,3 4-10 ribu

Eritrosit 3,97 3,8-5,4 juta

Hematokrit 35,7

MCV 89,9 82-98 mikro m3

Page 4: Lapsus Peb

4

MCH 28,7 ≥ 27 pg

MCHC 31,9 32-36 g/dl

RDW 12,8 10-16 %

Trombosit 219 150-400 ribu

PDW 13,2 10-18 %

MPV 7,8 7-11 mikro m3

Limfosit 0,9 1,0 - 4,5 103/mikro

Monosit 0,8 0,2 -1,0 103/mikro

Granulosit 9,7 2-4 103/mikro

Limfosit% 7,7 25-40 %

Monosit% 6,7 2-8 %

Granulosit% 85,6 50-80%

PCT 0,171 0,2-0,5 %

Clotting Time 3 : 00 3-5 (menit:detik)

Bleeding Time 2 : 00 1-3(menit:detik)

Serologi

HbSag

Non reaktif Non reaktif

b. Sekresi dan Ekskresi : protein urin +2

I.5. Diagnosis Kerja

G3P2A0 hamil 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat

I.6. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

� Rawat inap (pengawasan & observasi)

� Pasang Dyspossible Catether (DC)

b. Farmakologi

� IVFD RL 20 tpm

� MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki

� Nifedipin 3x10 mg sublingual

Page 5: Lapsus Peb

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi merupakan penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu dari

tiga penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersalin. Hipertensi dalam kehamilan terjadi

sebanyak 5-15 % pada kehamilan dan masih merupakan salah satu masalah yang signifikan

dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.1

Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup

tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) tidak jelas,

juga disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan

sistim rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil,

sehingga pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua

tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.1

II.2. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Report of the National High Blood Pressure Education Program

Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah : 2

1. Hipertensi kronis

2. Preeklamsia-eklamsia

3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia

4. Hipertensi gestasional

II.3. Definisi

Definisi dari klasifikasi HDK adalah : 1

1. Hipertensi kronis : hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau

hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan

hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan

2. Preeklamsia : hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan

proteinuria

3. Eklamsia : preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma

Page 6: Lapsus Peb

6

4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia : hipertensi kronik disertai

tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria

5. Hipertensi gestasional : hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai

proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau

kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia namun tanpa proteinuria

II.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian HDK adalah : 1,3

1. Primigravida

2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi besar, hidrops fetalis

3. Usia > 35 tahun

4. Obesitas

5. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsi/eklamsia

6. Riwayat diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal sebelum hamil

II.5. Patofisiologi

Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah

dikemukakan tentang terjadinya HDK namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap

mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1,3

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan

sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri

spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri

spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri

spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedang

pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri

spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endotel

a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada HDK terjadi kegagalan

“remodeling arteri spirales“ yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasenta yang

Page 7: Lapsus Peb

7

mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan

atau radikal bebas merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang

memiliki elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap

membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia

adalah proses normal karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin

yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak

tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran

sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh

yang bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. Anti-oksidan dibagi

menjadi:

� Antioksidan pencegah terbentuknya oksidan atau antioksidan enzymatik, misalnya:

transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation

� Antioksidan pemutus rantai oksidan atau antioksidan non enzymatik misalnya :

vitamin E, vitamin C, dan β (beta) karotin.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat

sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi

dominasi kadar oksidant peroksida lemak yag relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai

oksidant yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan

akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami

kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran

darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh

sangat rentan terhadap oksidant radikal hodidroksil yang akan merubah menjadi

peroksida lemak.

c. Disfungsi sel endotel

Akibat terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang

kerusakannya dimulai dari membran sel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini

Page 8: Lapsus Peb

8

disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel

endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka akan terjadi:

� Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel adalah

memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)

� Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endothl yang mengalami kerusakan.

� Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endothel

yang mengalami kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)

yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan

kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi

vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin

sehinga terjadi vasokonstriksi dan terjadi kenaikan tekanan darah.

� Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)

� Meningkatnya permeabilitas kapiler

� Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endothelin. Kadar NO

(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat

� Rangsangan faktor koagulasi

3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan fakta

sebagai berikut :

a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan multigravida.

b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya

HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK

d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,

makin kecil terjadinya HDK

Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang

bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA)

yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si ibu tidak menolak hasil

konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen

protein G ” atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam

bentuk lain sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta.

Page 9: Lapsus Peb

9

Pada HDK didapatkan kadar sitokin dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang

meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi neutrofil yang

meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada preeklampsia. Pada awal

trimester kedua kehamilan, wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia,

ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada HDK , terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Terjadi

peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor, artinya daya refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I

(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat

ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi

akan terjadinya HDK.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotip ibu lebih

menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotip janin. Telah

terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak wanitanya akan

mengalami preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami

preeklampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya

HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang

pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II.

Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan

kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan,

termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi

tromboksan dan aktivasi trombosit, serta mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Page 10: Lapsus Peb

10

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeckampsia.

Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat

dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet wanita hamil

mengakibatkan resiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes

dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium

dan placebo.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen

kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi

glukosa 17%.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Redman (1999) menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia disebabkan

“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya

berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh “akivitas leukosit yang

sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya HDK

Page 11: Lapsus Peb

11

II.6. Preeklamsia Ringan (PER)

II.6.1. Definisi

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya

perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.1

II.6.2. Diagnosis

Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan :

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

b. Proteinuri ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1

c. Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (anasarka)

d. Timbul setelah 20 minggu kehamilan

II.6.3. Penatalaksanaan

a. Rawat Jalan

� Tirah baring dengan posisi miring

Tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena

cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula

meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Selain itu, tirah baring

meningkatkan pula aliran darah rahim sehingga mengurangi vasospasme dan

memperbaiki kondisi janin di dalam rahim.

� Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, kemak, garam secukupnya

� Roboransia

� Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi, sedatif

� Kunjungan ulang tiap 1 minggu

� Pemeriksaan laboratorium : hb, ht, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hepar, urin

lengkap

b. Rawat Inap

Kriteria PER dirawat di rumah sakit adalah : 1

� Tidak ada perbaikan tekanan darah dan proteinuria setelah 2 minggu rawat jalan

� Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat

� Pertumbuhan janin terhambat

Page 12: Lapsus Peb

12

II.6.4. Perawatan Obstetrik

a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )

Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya

ditunggu sampai aterm

b. Pada kehamilan Aterm ( 37 – 40 minggu )

Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk

melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.

c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

atau Partograf WHO

d. Cara persalinan

Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II

dengan cara pertus dengan bantuan forcep sehingga ibu tidak perlu mengejan.

II.7. Preeklamsi Berat (PEB)

II.7.1. Definisi

Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.1

II.7.2. Diagnosis

Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan kriteria berikut :

� Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit

dan sudah menjalani tirah baring

� Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif

� Oliguria (produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam)

� Kenaikan kadar kreatinin plasma.

� Gangguan visus dan cerebal: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur

� Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson)

� Edema paru-paru dan sianosis.

� Trombositopenia berat.

� Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)

Page 13: Lapsus Peb

13

� Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.

� Sindrom HELLP

II.7.3. Klasifikasi PEB

PEB terbagi menjadi 2 : 1,4

a. PEB tanpa impending eclamsia

b. PEB dengan impending eclamsia : PEB dengan gejala nyeri kepala hebat,

gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium, dan peningkatan progresif tekanan

darah

II.7.4. Penatalaksaanaan

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan

hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan

saat yang tepat untuk persalinan.

a. Terapi medisinal (terhadap penyakitnya)

1. Segera rawat inap di rumah sakit

2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

3. Pemberian cairan intravena

� Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faal, jumlah

tetesan : < 125 cc/jam

� Atau Infuse Dextrose 5% Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus RL (60-125

cc/jam) 500 cc.

4. Pasang DC : untuk mengukur output urin, oliguria terjadi bila produksi urin < 30

cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam

5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam

6. Pemberian obat anti kejang

� Golongan MgSO4 (Magnesium sulfat)

a. Loading dose : 4 gram MgSO4 : IV (20% dalam 10 cc) selama 10 menit

b. Maintenance dose : diberikan 4 atau 5 gram IM, 40% setelah 6 jam pemberian

loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.

c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:

Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr (10%

dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit

Page 14: Lapsus Peb

14

Refleks patella (+) kuat.

Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress nafas.

Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kgbb/jam)

d. Magnesium sulfat dihentikan bila:

Ada tanda-tanda intoxikasi

Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir

� Contoh obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang : diazepam dan fenitoin. Obat

anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat.

7. Pemberian diuretik : bila terdapat edema paru, payah jantung kengestif, atau anasarka.

Pemberian diuretik dapat merugikan karena memperberat hipovolemia, memperburuk

perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada

janin dan menurunkan berat janin.

8. Pemberian antihipertensi

Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg. Contohnya adalah nifedipin. Dosis awal : 10 -20 mg, ulangi 30

menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam

b. Sikap terhadap kehamilannya

Sikap terhadap kehamilannya dapat berupa :

1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan

pemberian pengobatan medikamentosa

2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian pengobatan

medikamentosa

Page 15: Lapsus Peb

15

BAB III

ANALISA KASUS

III.1. S (Subjektif)

Pasien rujukan bidan dengan G3P2A0 hamil 39 minggu dengan tekanan darah tinggi.

Pasien belum merasakan kencang-kencang, belum keluar lendir darah dan belum ada

rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia kehamilan 7

bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi buang air

kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar. Pasien belum pernah

mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi (-),

riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). HPHT tanggal 3 September 2014

dan HPLnya tanggal 10 Juni 2014.

Tekanan darah tinggi yang dialami pasien mengarah pada pre-eklamsia karena

hipertensi terjadi umur kehamilan 20 minggu

Pasien belum dalam keadaan inpartu karena belum mengalami kencang-kencang,

keluar lendir darah, dan rembesan air ketuban

Bengkak pada kaki/edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah

pada pre-eklamsia sehingga terjadi penimbunan cairan yang berlebihan di ruang

interstisial

III.2. O (Objektif)

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

TD : 180/100 mm Hg, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg merupakan salah satu

tanda pre-eklamsi berat

Edema (+) pada ekstremitas inferior

Protein urin +2 : terjadi proteinuria

III.3. A (Assesment)

Diagnosis : G3P2A0 hamil 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat disertai edema

ekstremitas

Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi dengan tekanan

darahnya sistolik > 160 mmHg dimana tekanan darah pasien adalah 180/100 mmHg disertai

Page 16: Lapsus Peb

16

edema ekstremitas setelah kehamilan 20 minggu. Ditemukan pula edema pada ekstremitas

inferior dan hasil protein urin +2.

III.4. P (Planning)

Tujuan utama perawatan preeklamsia adalah mencegah kejang (terjadinya eklamsia),

perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.

Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah :

� Rawat inap

Bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pasien agar keadaan pasien tidak

semakin memburuk/berbahaya

� Pasang DC

Bertujuan untuk mengukur output urin karena pada pre-eklamsi berat dapat terjadi oliguria

� MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan asetilkolin pada rangsangan serat saraf

dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan

kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser

kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion

kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat

kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama

untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.

� Nifedipin 3x10 mg sublingual

Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang menghambat influks kalsium pada sel otot

polos pembuluh darah dan miokard. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi yang akan

menurunkan tekanan darah.

Perjalanan penyakit pasien dan Follow up

Pada tanggal 12 Juni 2014 sekitar pukul 11.50 WIB dilakukan operasi secio caesarea dengan

anastesi spinal. Pukul 12.00 WIB bayi lahir, menangis, jenis kelamin laki-laki, BBL: 3100

gram, PB : 51 cm, LK : 33 cm, APGAR Score : 7,8,9

Pasien ke ruang perawatan dalam keadaan sadar penuh pada pukul 13.00 WIB

VS : TD: 160/110 mmHg RR : 24 kali/menit

N : 76 kali/menit T : 36,70 C

Page 17: Lapsus Peb

17

Tanggal 13 Juni 2014

S : mual (-), muntah (-), kentut (+)

O : TD: 150/100 mmHg RR : 22 kali/menit

N : 80 kali/menit T : 360 C

A : P3A0 post SC H1 dengan PE

Tanggal 14 Juni 2014

S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), terasa nyeri pada daerah post operasi

O : TD: 150/90 mmHg RR : 22 kali/menit

N : 72 kali/menit T : 36,80 C

A : P3A0 post SC H2 dengan PE

P : Ciprofloxacin 500 mg 2x1

Asam Mefenamat 500 mg 3x1

Tanggal 15 Juni 2014

S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri pada daerah post operasi

O : TD: 140/90 mmHg RR : 20 kali/menit

N : 76 kali/menit T : 36 0 C

A : P3A0 post SC H3 dengan PE

P : terapi lanjut

Tanggal 16 Juni 2014

S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri pada daerah post operasi berkurang

O : TD: 130/90 mmHg RR : 20 kali/menit

N : 76 kali/menit T : 36 0 C

A : P3A0 post SC H4 dengan PE

P : boleh pulang

Page 18: Lapsus Peb

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H. editors.

2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

2. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on

High Blood Pressure in Pregnancy.2001.American Family Physician, 64, pp : 263-270

3. Kee-Hak Lim. 2014. Preeclampsia. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014. Available on

http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#aw2aab6b2

4. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta:

EGC