Upload
amelia
View
45
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laringitis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) dapat berupa laringitis akut
atau laringitis kronik. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh
penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat timbul pada anak-anak maupun dewasa.
Angka kejadian untuk laringitis kronik lebih banyak diderita oleh pria dari pada wanita.1
Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi tuberculosis,
infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan sering mengkonsumsi
alkohol.1
Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laringitis kronik non spesifik
dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan
fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau
bawah, asap rokok) dan faktor endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik) sedangkan yang
spesifik disebabkan oleh tuberkulosis dan sifilis.2
Laringitis kronik jarang disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan adalah komplikasi
dari satu atau lebih faktor eksogen yang berlangsung lama yang dapat merusak pita suara,
terutama kebiasaan merokok, batuk pada penyakit paru obstruktif kronik (chronic obstructive
pulmonary disease, COPD), ingus yang turun mengalir dari hidung atau sinus paranasal
(postnasal drip), pengeringan selaput lendir, penyalahgunaan suara (hiperkinetisme) dan refluks
gastroesofgus (gastroesofagal reflux disease, GERD).2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring3,4
Laring terletak di bagian anterior leher setinggi korpus vertebra servikal III-VI. Laring
menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea. Laring berfungsi sebagai katup untuk
melindungi jalan-jalan udara dan menjaga supaya jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu
menelan. Laring juga berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan
suara.3
Kerangka laring terdiri dari sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum
dan membran. Dari sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (kartilago tiroid, kartilago
krikoid, dan kartilago epiglotik), dan tiga tulang rawan berpasangan (kartilago aritenoid,
kartilago kornikulata, dan kartilago kuneiforme).
Laring penampang lateral
2
Laring penampang posterior
Kartilago tiroid adalah yang terbesar dari tulang rawan laring. Bagian dua pertiga kartilago
tiroid berupa lembar-lembar yang bersatu di bidang median untuk membentuk prominentia laring
(adam’s apple). Tepat di atas prominensia laring (adam’s apple), kedua lembar berpisah untuk
membentuk insisura tiroid yang berbentuk ‘V’. Tepi posterior masing-masing lembar (lamina)
menonjol ke atas sebagai kornu superior dan ke bawah sebagai kornu inferior. Tepi superior dan
kedua kornu superior kartilago tiroid dihubungkan dengan os hioid oleh membrana tiroid. Bagian
median membrana tiroid ini yang lebih tebal, dikenal sebagai ligamentum tirohioid medial;
bagian-bagian lateral yang menebal adalah ligamentum tirohioid lateral yang dapat mengandung
beberapa cartilagines triticeae yang menyerupai butir-butir gandum dan membantu menutup
lubang laring sewaktu menelan. Kornu inferior kartilago tiroid bersendi dengan permukaan
lateral kartilago krikoid pada artikulasio krikotiroid. Gerak-gerak utama pada kedua sendi ini
adalah rotasi dan gerak luncur kartilago tiroid yang menghasilkan perubahan ukuran panjang
plika vokal.
Kartilago krikoid berbentuk seperti cincin stempel yang tangkainya menghadap ke depan.
Bagian posterior (stempel) kartilago krikoid adalah lempengnya, dan bagian anterior (tangkai)
membentuk lengkungnya. Meskipun kartilago krikoid lebih kecil daripada kartilago tiroid, tulang
rawan ini lebih tebal dan lebih kuat. Kartilago krikoid dihubungkan pada tepi bawah kartilago
tiroid oleh ligamentum krikotiroid media dan pada kartilago trakeal I oleh ligamentum
3
krikotrakeal. Ligamentum krikotiroid menyebabkan adanya titik lunak di bawah kartilago tiroid.
Disini laring terletak paling dekat pada kulit dan paling mudah dicapai.
Kartilago aritenoid berbentuk seperti limas bersisi tiga. Tulang rawan ini berpasangan,
bersendi dengan bagian-bagian lateral tepi atas lempeng kartilago krikoid. Masing-masing tulang
rawan di sebelah atas memiliki apeks (puncak), di sebelah anterior sebuah prosesus vokal, dan
sebuah prosesus muskular yang menonjol ke lateral dari alasnya. Apeks kartilago aritenoid
dilekatkan pada plika ariepiglotika, prosesus vokal pada ligamentum vokal, dan prosesus
muskularis pada m.krikoaritenoid posterior dan m.krikoaritenoid lateral.
Artikulasio krikoaritenoid terletak antara basis kartilago aritenoid dan permukaan superior
lempeng kartilago krikoid. Sendi-sendi ini memungkinkan gerak kartilago aritenoid berikut:
meluncur saling mendekati atau menjauhi, menjungkit ke depan dan ke belakang, dan rotasi.
Gerak-gerak ini penting untuk saling mendekatkan, menegangkan dan mengendurkan plika
vokal. Ligamentum vokal yang elastis terdapat antara persatuan kedua lembar kartilago tiroid di
sebelah depan dan prosesus vokal kartilago aritenoid di sebelah belakang. Ligamentum vokal
membentuk kerangka plika vokal. Selaput yang berbentuk segitiga dan ke arah superior dibatasi
oleh ligamentum vokal, ialah ligamentum krikotiroid. Ligamentum krikotiroid ini ke depan
membaur dengan ligamentum krikotiroid media.
Kartilago epiglotis membuat epiglotis lentur. Kartilago epiglotis yang menyerupai daun dan
terletak di belakang radiks lingua serta os hioid dan di depan aditus lraring, membentuk bagian
superior dinding anterior dan tepi superior aditus laring. Bagian superior epiglotis adalah lebar
dan bebas, dan ujung inferiornya yang meruncing melekat pada ligamentum tiro-epiglotik dalam
sudut yang dibentuk oleh kedua lembar kartilago tiroid. Permukaan anterior kartilago epiglotis
berhubungan dengan os hioid melalui ligamentum epiglotik. Membran kuadrangular adalah
selembar jaringan ikat submukosa yang tipis, dan terbentang dari cartilago aritenoid ke kartilago
epiglotis. Tepi inferior membran kuadrangular ini yang bebas membentuk ligamentum vestibular
yang dilapisi secara longgar oleh plika vestibular. Plika vestibular ini terletak superior dari plika
vokal dan terbentang dari kartilago tiroid ke kartilago aritenoid. Kartilago kornikulata dan
kartilago kuneiforme berupa bintil-bintil kecil di bagian posterior plika ari-epiglotika yang
melekat pada apeks kartilagines aritenoid.
4
Laring potongan koronal
2.1.1 Saraf-saraf laring4
Saraf-saraf laring berasal dari nervus vagus (nervus kranial X) melalui ramus interna dan
ramus eksterna nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekuren. Nervus laringe superior
dilepaskan dari pertengahan ganglion inferior cabang nervus vagus yang terletak pada ujung
superior trigonum karotis. Saraf ini berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis (carotid
sheath): nervus laring interna (sensoris dan otonom) dan nervus laring eksterna (motoris).
Nervus laringeus interna yang lebih besar antara kedua cabang terminal tadi, menembus
membran tiroid bersama arteri laring superior dan mengantar serabut sensoris kepada membran
mukosa laring yang terdapat superior dari plika vokal, termasuk permukaan superior plika vokal.
Nervus laring eksterna menurun di belakang m.sternotiroid bersama arteri tiroid superior. Mula-
mula letaknya pada muskulus konstriktor faring inferior dan kemudian menembus otot ini dan
mempersarafinya serta juga m.krikotiroid.
5
Otot dan persarafan laring
Nervus laring rekuren mempersarafi semua otot laring intrinsik, kecuali m.krikotiroid yang
dipersarafi oleh nervus laring eksterna. Nervus laring rekuren juga membawa serabut sensoris
kepada membran mukosa laring inferior dari plika vokal. Bagian akhirnya, yakni nervus
laringeus inferior, memasuki laring dengan melintas di sebelah dalam tepi inferior muskulus
konstriktor faring inferior. Saraf ini terpecah menjadi ramus anterior dan ramus posterior yang
mengiringi arteri laringeus inferior ke dalam laring.
2.1.2 Pembuluh darah laring4
Arteri-arteri laring, cabang-cabang arteri tiroidea superior dan arteria tiroidea inferior,
memasok darah kepada laring. Arteri laring superior mengiringi ramus interna nervi laringeal
superioris melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah
kepada permukaan dalam laring. Arteri laring inferior mengiringi nervus laring inferior dan
memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya bersatu
dengan vena jugular interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus
vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek anterior trakea.
Pembuluh limfe yang berasal dari laring di atas plika vokal mengiringi arteri laring superior
melalui membrana tiroid dan ditampung oleh kelenjar limfe servikal superior profunda.
6
Pembuluh limfe dari laring di bawah plika vokal ditampung oleh kelenjar limfe servikal inferior
profunda.
2.1.3 Pembuluh Limfe4
Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini mukosanya tipis
dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal pembuluh limfe dibagi
dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan
a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior
rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan
a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya
menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.
2.2 Fisiologi Laring4
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam
trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya
penutupan aditus laring karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik
laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan
m.aritenoid. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat
dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m.
krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokal kartilago aritenoid
bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).
Fungsi laring dalam membantu proses menelan adalah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan
laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong lobus makanan ke hipofaring
dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,
menangis, dan lain-lain. Fungsi lain laring adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokal.
7
Bila plika vokal dalam keadaan aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke
bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokal kini dalam
keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokal akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokal akan menentukan tinggi rendahnya nada.aa
2.3 Laringitis1,5
Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) disebabkan oleh virus, bakteri
ataupun agen-agen eksogen. Laringitis dapat berupa akut atau kronik. Laringitis akut bersifat
self-limited dan bila berlangsung lebih dari tiga minggu dikenal sebagai laringitis kronik. Pada
pemeriksaan laringitis akut, terdapat ekstravasasi dari cairan. Pada fase awal, sel PMN, limfosit
dan sel plasma akan keluar sebagai bentuk perlawanan dari tubuh. Epitel mukosa laring hancur
dan mengalami regenerasi kembali sehingga mukosa tetap utuh. Tetapi di beberapa kejadian
jaringan fibrosis dapat menggantikan mukosa tersebut menyebabkan terjadinya laringitis kronik.
2.4 Laringitis Kronik2,4,5
Disebut kronik bila terdapat gejala lebih dari tiga minggu. Pada peradangan ini, seluruh
mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat
metaplasi skuamosa. Biasa mengenai pria dewasa dengan usia rata-rata 57 tahun.
Laringitis Kronik
8
2.4.1 Etiologi4,5
Laringitis kronik dapat disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor eksogen yang
dimaksud adalah iritan, asap rokok, ataupun bahan kimia. Pada studi ditemukan perubahan
metaplasia pada mukosa epitel pada perokok berat lebih besar dibandingkan pada yang tidak
merokok. Alkohol juga disebutkan sebagai salah satu faktor penyebab pada laringitis kronik
namun belum terdapat cukup bukti yang dapat menguatkan hal tersebut. Selain itu laringitis
kronik sering ditemukan pada seseorang yang menderita infeksi kronik respiratori atas ataupun
bawah. Penyalahgunaan suara juga dapat menyebabkan peradangan pada laring dikarenakan
iritasi mekanis.
Faktor endogen yang dimaksud adalah metabolik seperti diabetes, hipotiroid dan defisiensi
vitamin A. Refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan laringitis kronik.
2.4.2 Tanda dan Gejala5
Biasanya tidak disertai dengan gejala sistemik dan demam. Suara parau merupakan gejala
yang paling sering dan satu-satunya gejala yang dikeluhkan pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan suara lebih serak saat pagi hari.
2.4.3 Gambaran Klinis5
Laringitis kronik didiagnosa dari riwayat dan laringoskopi indirek. Laringitis kronik dapat
dibagi menjadi beberapa gambaran klinis:
Simple diffuse chronic laringytis
Pasien mengeluhkan suara serak. Pada pemeriksaan ditemukan mukosa laring
hiperemis. Vocal cord yang berwarna putih berubah menjadi warna merah muda atau
merah, kadang-kadang mengkilar atau dengan edema submukosa. Diagnosa dibuat
dengan laringoskopi indirek. Bila mukosa laring masih bagus, biopsi harus dihindari
untuk mencegah kerusakan pada mukosa.
Terapi yang terpenting ialah pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal rest).
Chronic diffuse hyperplastic laringitis
Faktor yang paling berkontribusi adalah infeksi kronik sinus dan respiratori bagian
bawah; tobako dan alkohol; okupasi, bahan kimia atau iritan. Pasien biasanya
memiliki riwayat batuk-batuk. Mukosa laring bengkak, true vocal cord berubah
9
menjadi warna merah atau kadang-kadang abu-abu. Laringitis ini biasanya
dihubungkan dengan infeksi respiratori kronik seperti sinusitis dan bronchitis.
Keratosis, leukoplakia, pachydermia, hyperplasia squamous cell
Contact Ulcer-contact pachydermia
2.4.4 Klasifikasi4
Laringitis kronik terdiri dari laringitis kronik spesifik dan laringitis kronik nonspesifik
2.4.4.1 Laringitis Kronik Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronik spesifik ialah:
a. Laringitis Tuberkulosa
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali setelah
diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal
ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi
yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih
lama. Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang
mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat
menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.Secara klinis, laringitis
tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu:
10
1. Stadium infiltrasi
Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis, kadang pita suara
terkena juga, pada stadium ini mukosa laring tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa
terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna
kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,
sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan
pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien dapat merasakan adanya rasa kering
ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.
2. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya
ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan
dengan nyeri karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.
3. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering terkena
ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan,
sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk sekuester.
Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum sangat buruk dan dapat
meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk
dalam stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosa
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik.
Gejala klinis:
Tergantung pada stadiumnya, di samping ini terdapat gejala sebagai berikut.
- Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
- Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul
afoni.
- Hemoptisis
11
- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengn nyeri karena radang
lainnya, merupakan tanda yang khas.
- Keadaan umum buruk
- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologi) terdapat proses aktif (biasanya pada
stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)
Laringitis Tuberkulosa
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk
pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun
pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi anatomi.9
Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan sekunder. Selain
itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa macam dan cara pemberian obat
antituberkulosa:
Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder:
Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Prognosis tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta
ketekunan berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya
baik.
b. Laringitis Leutika
Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai pada bayi
ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama sifilis. Pada
12
stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang hebat dan lesi
mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya
pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan
menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronik. Disfagia timbul
bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak merasakan
nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam, bertepi
dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna
kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat cepat, sehingga bila
tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes
serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan biopsi.
Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,
pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan
trakeostomi dan operasi rekonstruksi.
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah, karena
menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.
2.4.4.2 Laringitis Kronik Nonspesifik
Sering merupakan radang kronik yang disebabkan oleh infeksi pada saluran pernapasan,
seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-zat yang membuat iritasi,
seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada
tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu
keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal.
13
Peradangan pada laring.
Gejala klinis yang sering timbul adalah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di
tenggorok sehingga pasien sering berdehem untuk membersihkan tenggorokan dan suara yang
nyaring pada pagi hari kemudian diikuti oleh suara hilang yang lama-lama menetap. Perubahan
pada suara dapat bervariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit tenggorokan,
tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala berlangsung beberapa minggu
sampai bulan.
Pada pemeriksaan tampak chorda vokalis yang merah, tebal karena edema dan gerakan baik,
mukosa menebal, hiperemi, permukaan tidak rata, kadang didapatkan metaplasi squamosa. Bila
terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor maka perlu dibiopsi.
Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab laringitis dan biasanya
pengobatannya adalah simptomatis. Pengobatan terbaik untuk laringitis yang diakibatkan oleh
sebab-sebab yang umum seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak mungkin
dan tidak membersihkan tenggorok dengan mendehem. Bila penyebabnya adalah zat yang
dihirup, maka hindari zat iritatif tersebut. Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi
air panas mungkin biasa membantu. Bila penyebab dari laringitis kronik ini adalah GERD, obat
golongan PPI yang dianjurkan.
Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara:
1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak langsung.
Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat tenggorokan
tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. Bila mengalami
langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan berakibat baik,
karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal peda pita suara dan
meningkatkan pembengkakan. Berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan
memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.
Pada laringitis kronik akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap dengan gejala
yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus berlebih dalam laring. Pada
14
pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan
hingga sedang, eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama
fase fonasi.
Pada kasus laringitis kronik alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien untuk
menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau fexofenadine dipilih karena
tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi
dengan pemberian guaifenesin.
2.4.5 Diagnosis Banding2
Diagnosis banding laringitis kronik: contact Granulomas; stenosis glotis; Iatrogenic Vocal
Fold Scar; stenosis subglotis; sulkus vokal; lesi vascular pita suara; kista pita suara.
Contact granulomas. Disebut juga contact ulcer terbentuk sebagai hasil dari trauma pada
jaringan laring. Dalam respon terhadap trauma, epitel pita suara dapat rusak, membentuk ulcer,
ataupun jaringan granulasi. Lesi yang terbentuk berupa jaringan berwarna kemerahan di dekat
kartilago aritenoid di belakang laring. Berbeda dengan nodul pada pita suara yang biasanya
berupa kalus hipertrofi. Gejala yang ditimbulkan biasanya pasien merasa ada benda asing di
tenggorok, nyeri seperti tertusuk dan dapat menjalar ke telinga.
Iatrogenic vocal fold scar. Dapat terjadi akibat trauma tumpul laring atau lebih sering akibat
operasi, cedera iatrogenik setelah insisi atau pengangkatan lesi pada plika vokal. Pada proses
penyembuhan digantikan oleh jaringan fibrosa yang dapat menurunkan fungsi plika vokal.
Gejala yang timbul berupa disfonia.
Stenosis subglotis. Penyempitan jalan napas dimulai dari subglotis hingga atas trakea. Dan
juga penyempitan tulang rawan krikoid yang merupakan tulang rawan di saluran jalan napas.
Penyempitan ini biasa terjadi karena luka pada laring yang berada di bawah plika vokal namun
plika vokal juga dapat terkena dan menyebabkan disfonia.
2.4.5 Penatalaksanaan4,5
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang
mungkin menjadi penyebab laringitis kronik. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal
rest).
1. Terapi medis
15
Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab yang paling sering pada kasus-kasus
laringitis bakteri kronik. Terapi antibiotika yang dipilih sebaiknya yang dapat mengatasi patogen
gram positif dan gram negatif. Antibiotika yang digunakan adalah amoksisilin dan asam
klavulanat. Selain pengobatan antibiotika, perubahan pola hidup adalah faktor yang jauh lebih
penting dalam mencegah terjadinya laringitis kronik, meliputi: berhenti merokok dan
menghindari lingkungan berasap; hindari makanan dan minuman 2-3 jam sebelum tidur untuk
mencegah sekresi aktif asam lambung selama tidur; tinggikan kepala ketika tidur, yang akan
melindungi laring dari refluks asam lambung selama tidur; obat-obatan yang dapat mengurangi
produksi asam lambung pada pasien yang mempunyai gejala peningkatan asam lambung; hindari
tindakan membersihkan tenggorokan yang dapat memperburuk gejala.13,16
2. Terapi operatif
Pengobatan secara operatif biasanya dilakukan pada laringitis kronik. Pada dasarnya
laringitis sendiri bukanlah suatu alasan untuk melakukan operasi. Beberapa prosedur yang biasa
diindikasikan: reduksi stenosis diindikasikan jika kondisi atau proses infiltrasi, seperti
amyloidosis, Wegener granulomatosis, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematous,
secara signifikan mempersempit lumen laring. Dibutuhkan intervensi operatif yang agresif;
operasi pengangkatan massa eksofitik; vaporisasi dengan laser; operasi anti-refluks dengan
laparoskopi, menggunakan teknik fundoplikasi Nissen, telah menunjukkan hasil yang
memuaskan dalam pengobatan GERD.13
3 Komplikasi
Laringitis kronik biasanya menimbulkan komplikasi, antara lain: penyebaran infeksi ke
sistemik atau struktur di sekitarnya; stenosis laring yang diakibatkan suprainfeksi akut pada
laringitis kronik dan edema atau stenosis sekunder akibat proses lama yang telah terjadi;
kerusakan struktur pita suara yang permanen; transformasi menjadi keganasan.13
4 Prognosis
Pada laringitis kronik prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronik tersebut.
16
BAB III
KESIMPULAN
Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) yang dapat menyebabkan
suara serak atau hilangnya suara. Laringitis yang berlangsung lebih dari tiga minggu dikenal
sebagai laringitis kronik.
Laringitis kronik dapat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti inhalasi asap
rokok atau polusi udara (seperti gas-gas kimia), iritasi dari inhalers pada penderita asma,
penyalahgunaan suara (seperti berteriak), atau refluks gastrointestinal esofagus.
Pada laringitis kronik yang terjadi adalah proses peradangan yang menyebabkan perubahan
yang ireversibel pada mukosa laring. Proses peradangan dapat merusak jaringan epitel dari laring
sampai ke bagian posterior dari dinding mukosanya. Hal tersebut mempengaruhi fungsi utama
dari laring dimana proses pengeluaran mukus dari trakeobronkial dapat terganggu. Saat gerakan
silia dari epitel terganggu, maka akan terjadi stasis mukus pada dinding posterior dari laring dan
sekitar plika vokal dapat merangsang batuk yang reaktif. Mukus yang mengenai pita suara dapat
menyebabkan laringospasme.
Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien
sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.
Pemeriksaan tidak langsung dari jalan napas dengan menggunakan cermin, ataupun secara
langsung dengan nasolaringoskopi fleksibel maka dapat terlihat pita suara eritema dan edema,
terdapatnya sekret dan permukaan pita suara yang terlihat ireguler.
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang
mungkin menjadi penyebab laringitis kronik. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal
rest).
17
Daftar Pustaka
1. Shah R.K. Acute Laringitis. Diakses dari : http://www.emedicine.com/ent/topic353.htm
2. Berliti S. August 16, 2007. Chronic Laringitis, Infectious or Allergic. Diakses dari :
http://www.emedicine.com/ent/topic354.htm
3. Netter F, Atlas of Human Anatomy 2nd Ed. Novartis, East Hanover, New Jersey.
1997,47..
4. Hermani B, Hutauruk M.S. Disfonia. In : Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2012: Hal.209-220
5. Brown Scott : otolaryngology. 6th ed. Vol.1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997.
18