28
BAB I PENDAHULUAN Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) dapat berupa laringitis akut atau laringitis kronik. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat timbul pada anak-anak maupun dewasa. Angka kejadian untuk laringitis kronik lebih banyak diderita oleh pria dari pada wanita. 1 Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi tuberculosis, infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan sering mengkonsumsi alkohol. 1 Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laringitis kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) dan faktor endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik) sedangkan yang spesifik disebabkan oleh tuberkulosis dan sifilis. 2 Laringitis kronik jarang disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan adalah komplikasi dari satu atau lebih faktor eksogen yang berlangsung lama yang dapat merusak pita suara, terutama kebiasaan merokok, batuk pada penyakit paru obstruktif kronik 1

Laringitis Kronik

  • Upload
    amelia

  • View
    45

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laringitis

Citation preview

Page 1: Laringitis Kronik

BAB I

PENDAHULUAN

Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) dapat berupa laringitis akut

atau laringitis kronik. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring

yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan oleh

penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat timbul pada anak-anak maupun dewasa.

Angka kejadian untuk laringitis kronik lebih banyak diderita oleh pria dari pada wanita.1

Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi tuberculosis,

infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan sering mengkonsumsi

alkohol.1

Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laringitis kronik non spesifik

dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan

fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau

bawah, asap rokok) dan faktor endogen (bentuk tubuh, kelainan metabolik) sedangkan yang

spesifik disebabkan oleh tuberkulosis dan sifilis.2

Laringitis kronik jarang disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan adalah komplikasi

dari satu atau lebih faktor eksogen yang berlangsung lama yang dapat merusak pita suara,

terutama kebiasaan merokok, batuk pada penyakit paru obstruktif kronik (chronic obstructive

pulmonary disease, COPD), ingus yang turun mengalir dari hidung atau sinus paranasal

(postnasal drip), pengeringan selaput lendir, penyalahgunaan suara (hiperkinetisme) dan refluks

gastroesofgus (gastroesofagal reflux disease, GERD).2

1

Page 2: Laringitis Kronik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring3,4

Laring terletak di bagian anterior leher setinggi korpus vertebra servikal III-VI. Laring

menghubungkan bagian inferior faring dengan trakea. Laring berfungsi sebagai katup untuk

melindungi jalan-jalan udara dan menjaga supaya jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu

menelan. Laring juga berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan

suara.3

Kerangka laring terdiri dari sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui ligamentum

dan membran. Dari sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (kartilago tiroid, kartilago

krikoid, dan kartilago epiglotik), dan tiga tulang rawan berpasangan (kartilago aritenoid,

kartilago kornikulata, dan kartilago kuneiforme).

Laring penampang lateral

2

Page 3: Laringitis Kronik

Laring penampang posterior

Kartilago tiroid adalah yang terbesar dari tulang rawan laring. Bagian dua pertiga kartilago

tiroid berupa lembar-lembar yang bersatu di bidang median untuk membentuk prominentia laring

(adam’s apple). Tepat di atas prominensia laring (adam’s apple), kedua lembar berpisah untuk

membentuk insisura tiroid yang berbentuk ‘V’. Tepi posterior masing-masing lembar (lamina)

menonjol ke atas sebagai kornu superior dan ke bawah sebagai kornu inferior. Tepi superior dan

kedua kornu superior kartilago tiroid dihubungkan dengan os hioid oleh membrana tiroid. Bagian

median membrana tiroid ini yang lebih tebal, dikenal sebagai ligamentum tirohioid medial;

bagian-bagian lateral yang menebal adalah ligamentum tirohioid lateral yang dapat mengandung

beberapa cartilagines triticeae yang menyerupai butir-butir gandum dan membantu menutup

lubang laring sewaktu menelan. Kornu inferior kartilago tiroid bersendi dengan permukaan

lateral kartilago krikoid pada artikulasio krikotiroid. Gerak-gerak utama pada kedua sendi ini

adalah rotasi dan gerak luncur kartilago tiroid yang menghasilkan perubahan ukuran panjang

plika vokal.

Kartilago krikoid berbentuk seperti cincin stempel yang tangkainya menghadap ke depan.

Bagian posterior (stempel) kartilago krikoid adalah lempengnya, dan bagian anterior (tangkai)

membentuk lengkungnya. Meskipun kartilago krikoid lebih kecil daripada kartilago tiroid, tulang

rawan ini lebih tebal dan lebih kuat. Kartilago krikoid dihubungkan pada tepi bawah kartilago

tiroid oleh ligamentum krikotiroid media dan pada kartilago trakeal I oleh ligamentum

3

Page 4: Laringitis Kronik

krikotrakeal. Ligamentum krikotiroid menyebabkan adanya titik lunak di bawah kartilago tiroid.

Disini laring terletak paling dekat pada kulit dan paling mudah dicapai.

Kartilago aritenoid berbentuk seperti limas bersisi tiga. Tulang rawan ini berpasangan,

bersendi dengan bagian-bagian lateral tepi atas lempeng kartilago krikoid. Masing-masing tulang

rawan di sebelah atas memiliki apeks (puncak), di sebelah anterior sebuah prosesus vokal, dan

sebuah prosesus muskular yang menonjol ke lateral dari alasnya. Apeks kartilago aritenoid

dilekatkan pada plika ariepiglotika, prosesus vokal pada ligamentum vokal, dan prosesus

muskularis pada m.krikoaritenoid posterior dan m.krikoaritenoid lateral.

Artikulasio krikoaritenoid terletak antara basis kartilago aritenoid dan permukaan superior

lempeng kartilago krikoid. Sendi-sendi ini memungkinkan gerak kartilago aritenoid berikut:

meluncur saling mendekati atau menjauhi, menjungkit ke depan dan ke belakang, dan rotasi.

Gerak-gerak ini penting untuk saling mendekatkan, menegangkan dan mengendurkan plika

vokal. Ligamentum vokal yang elastis terdapat antara persatuan kedua lembar kartilago tiroid di

sebelah depan dan prosesus vokal kartilago aritenoid di sebelah belakang. Ligamentum vokal

membentuk kerangka plika vokal. Selaput yang berbentuk segitiga dan ke arah superior dibatasi

oleh ligamentum vokal, ialah ligamentum krikotiroid. Ligamentum krikotiroid ini ke depan

membaur dengan ligamentum krikotiroid media.

Kartilago epiglotis membuat epiglotis lentur. Kartilago epiglotis yang menyerupai daun dan

terletak di belakang radiks lingua serta os hioid dan di depan aditus lraring, membentuk bagian

superior dinding anterior dan tepi superior aditus laring. Bagian superior epiglotis adalah lebar

dan bebas, dan ujung inferiornya yang meruncing melekat pada ligamentum tiro-epiglotik dalam

sudut yang dibentuk oleh kedua lembar kartilago tiroid. Permukaan anterior kartilago epiglotis

berhubungan dengan os hioid melalui ligamentum epiglotik. Membran kuadrangular adalah

selembar jaringan ikat submukosa yang tipis, dan terbentang dari cartilago aritenoid ke kartilago

epiglotis. Tepi inferior membran kuadrangular ini yang bebas membentuk ligamentum vestibular

yang dilapisi secara longgar oleh plika vestibular. Plika vestibular ini terletak superior dari plika

vokal dan terbentang dari kartilago tiroid ke kartilago aritenoid. Kartilago kornikulata dan

kartilago kuneiforme berupa bintil-bintil kecil di bagian posterior plika ari-epiglotika yang

melekat pada apeks kartilagines aritenoid.

4

Page 5: Laringitis Kronik

Laring potongan koronal

2.1.1 Saraf-saraf laring4

Saraf-saraf laring berasal dari nervus vagus (nervus kranial X) melalui ramus interna dan

ramus eksterna nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekuren. Nervus laringe superior

dilepaskan dari pertengahan ganglion inferior cabang nervus vagus yang terletak pada ujung

superior trigonum karotis. Saraf ini berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis (carotid

sheath): nervus laring interna (sensoris dan otonom) dan nervus laring eksterna (motoris).

Nervus laringeus interna yang lebih besar antara kedua cabang terminal tadi, menembus

membran tiroid bersama arteri laring superior dan mengantar serabut sensoris kepada membran

mukosa laring yang terdapat superior dari plika vokal, termasuk permukaan superior plika vokal.

Nervus laring eksterna menurun di belakang m.sternotiroid bersama arteri tiroid superior. Mula-

mula letaknya pada muskulus konstriktor faring inferior dan kemudian menembus otot ini dan

mempersarafinya serta juga m.krikotiroid.

5

Page 6: Laringitis Kronik

Otot dan persarafan laring

Nervus laring rekuren mempersarafi semua otot laring intrinsik, kecuali m.krikotiroid yang

dipersarafi oleh nervus laring eksterna. Nervus laring rekuren juga membawa serabut sensoris

kepada membran mukosa laring inferior dari plika vokal. Bagian akhirnya, yakni nervus

laringeus inferior, memasuki laring dengan melintas di sebelah dalam tepi inferior muskulus

konstriktor faring inferior. Saraf ini terpecah menjadi ramus anterior dan ramus posterior yang

mengiringi arteri laringeus inferior ke dalam laring.

2.1.2 Pembuluh darah laring4

Arteri-arteri laring, cabang-cabang arteri tiroidea superior dan arteria tiroidea inferior,

memasok darah kepada laring. Arteri laring superior mengiringi ramus interna nervi laringeal

superioris melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah

kepada permukaan dalam laring. Arteri laring inferior mengiringi nervus laring inferior dan

memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.

Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya bersatu

dengan vena jugular interna. Vena laring inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus

vena-vena tiroid yang beranastomosis pada aspek anterior trakea.

Pembuluh limfe yang berasal dari laring di atas plika vokal mengiringi arteri laring superior

melalui membrana tiroid dan ditampung oleh kelenjar limfe servikal superior profunda.

6

Page 7: Laringitis Kronik

Pembuluh limfe dari laring di bawah plika vokal ditampung oleh kelenjar limfe servikal inferior

profunda.

2.1.3 Pembuluh Limfe4

Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini mukosanya tipis

dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal pembuluh limfe dibagi

dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan

a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior

rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan

a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya

menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

2.2 Fisiologi Laring4

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam

trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya

penutupan aditus laring karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik

laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiroaritenoid dan

m.aritenoid. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat

dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat

dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m.

krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokal kartilago aritenoid

bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).

Fungsi laring dalam membantu proses menelan adalah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan

laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong lobus makanan ke hipofaring

dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,

menangis, dan lain-lain. Fungsi lain laring adalah untuk fonasi, dengan membuat suara serta

menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokal.

7

Page 8: Laringitis Kronik

Bila plika vokal dalam keadaan aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke

bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid

posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokal kini dalam

keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong

kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokal akan mengendor. Kontraksi serta

mengendornya plika vokal akan menentukan tinggi rendahnya nada.aa

2.3 Laringitis1,5

Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) disebabkan oleh virus, bakteri

ataupun agen-agen eksogen. Laringitis dapat berupa akut atau kronik. Laringitis akut bersifat

self-limited dan bila berlangsung lebih dari tiga minggu dikenal sebagai laringitis kronik. Pada

pemeriksaan laringitis akut, terdapat ekstravasasi dari cairan. Pada fase awal, sel PMN, limfosit

dan sel plasma akan keluar sebagai bentuk perlawanan dari tubuh. Epitel mukosa laring hancur

dan mengalami regenerasi kembali sehingga mukosa tetap utuh. Tetapi di beberapa kejadian

jaringan fibrosis dapat menggantikan mukosa tersebut menyebabkan terjadinya laringitis kronik.

2.4 Laringitis Kronik2,4,5

Disebut kronik bila terdapat gejala lebih dari tiga minggu. Pada peradangan ini, seluruh

mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat

metaplasi skuamosa. Biasa mengenai pria dewasa dengan usia rata-rata 57 tahun.

Laringitis Kronik

8

Page 9: Laringitis Kronik

2.4.1 Etiologi4,5

Laringitis kronik dapat disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor eksogen yang

dimaksud adalah iritan, asap rokok, ataupun bahan kimia. Pada studi ditemukan perubahan

metaplasia pada mukosa epitel pada perokok berat lebih besar dibandingkan pada yang tidak

merokok. Alkohol juga disebutkan sebagai salah satu faktor penyebab pada laringitis kronik

namun belum terdapat cukup bukti yang dapat menguatkan hal tersebut. Selain itu laringitis

kronik sering ditemukan pada seseorang yang menderita infeksi kronik respiratori atas ataupun

bawah. Penyalahgunaan suara juga dapat menyebabkan peradangan pada laring dikarenakan

iritasi mekanis.

Faktor endogen yang dimaksud adalah metabolik seperti diabetes, hipotiroid dan defisiensi

vitamin A. Refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan laringitis kronik.

2.4.2 Tanda dan Gejala5

Biasanya tidak disertai dengan gejala sistemik dan demam. Suara parau merupakan gejala

yang paling sering dan satu-satunya gejala yang dikeluhkan pasien. Biasanya pasien

mengeluhkan suara lebih serak saat pagi hari.

2.4.3 Gambaran Klinis5

Laringitis kronik didiagnosa dari riwayat dan laringoskopi indirek. Laringitis kronik dapat

dibagi menjadi beberapa gambaran klinis:

Simple diffuse chronic laringytis

Pasien mengeluhkan suara serak. Pada pemeriksaan ditemukan mukosa laring

hiperemis. Vocal cord yang berwarna putih berubah menjadi warna merah muda atau

merah, kadang-kadang mengkilar atau dengan edema submukosa. Diagnosa dibuat

dengan laringoskopi indirek. Bila mukosa laring masih bagus, biopsi harus dihindari

untuk mencegah kerusakan pada mukosa.

Terapi yang terpenting ialah pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal rest).

Chronic diffuse hyperplastic laringitis

Faktor yang paling berkontribusi adalah infeksi kronik sinus dan respiratori bagian

bawah; tobako dan alkohol; okupasi, bahan kimia atau iritan. Pasien biasanya

memiliki riwayat batuk-batuk. Mukosa laring bengkak, true vocal cord berubah

9

Page 10: Laringitis Kronik

menjadi warna merah atau kadang-kadang abu-abu. Laringitis ini biasanya

dihubungkan dengan infeksi respiratori kronik seperti sinusitis dan bronchitis.

Keratosis, leukoplakia, pachydermia, hyperplasia squamous cell

Contact Ulcer-contact pachydermia

2.4.4 Klasifikasi4

Laringitis kronik terdiri dari laringitis kronik spesifik dan laringitis kronik nonspesifik

2.4.4.1 Laringitis Kronik Spesifik

Yang termasuk dalam laringitis kronik spesifik ialah:

a. Laringitis Tuberkulosa

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali setelah

diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal

ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi

yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih

lama. Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang

mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat

menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke

aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.Secara klinis, laringitis

tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu:

10

Page 11: Laringitis Kronik

1. Stadium infiltrasi

Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis, kadang pita suara

terkena juga, pada stadium ini mukosa laring tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa

terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna

kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,

sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan

pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien dapat merasakan adanya rasa kering

ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.

2. Stadium ulserasi

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya

ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan

dengan nyeri karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.

3. Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering terkena

ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan,

sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk sekuester.

Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum sangat buruk dan dapat

meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk

dalam stadium fibrotuberkulosis.

4. Stadium fibrotuberkulosa

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan

subglotik.

Gejala klinis:

Tergantung pada stadiumnya, di samping ini terdapat gejala sebagai berikut.

- Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring

- Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul

afoni.

- Hemoptisis

11

Page 12: Laringitis Kronik

- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengn nyeri karena radang

lainnya, merupakan tanda yang khas.

- Keadaan umum buruk

- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologi) terdapat proses aktif (biasanya pada

stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Laringitis Tuberkulosa

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk

pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun

pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi anatomi.9

Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan sekunder. Selain

itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa macam dan cara pemberian obat

antituberkulosa:

Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder:

Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Prognosis tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta

ketekunan berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya

baik.

b. Laringitis Leutika

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai pada bayi

ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama sifilis. Pada

12

Page 13: Laringitis Kronik

stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang hebat dan lesi

mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya

pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan

menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.

Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronik. Disfagia timbul

bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini, pasien tidak merasakan

nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di perifer.

Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam, bertepi

dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna

kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat cepat, sehingga bila

tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes

serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan biopsi.

Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,

pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan

trakeostomi dan operasi rekonstruksi.

Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah, karena

menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.

2.4.4.2 Laringitis Kronik Nonspesifik

Sering merupakan radang kronik yang disebabkan oleh infeksi pada saluran pernapasan,

seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-zat yang membuat iritasi,

seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada

tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu

keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,

permukaan yang tidak rata dan menebal.

13

Page 14: Laringitis Kronik

Peradangan pada laring.

Gejala klinis yang sering timbul adalah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di

tenggorok sehingga pasien sering berdehem untuk membersihkan tenggorokan dan suara yang

nyaring pada pagi hari kemudian diikuti oleh suara hilang yang lama-lama menetap. Perubahan

pada suara dapat bervariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak

hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit tenggorokan,

tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala berlangsung beberapa minggu

sampai bulan.

Pada pemeriksaan tampak chorda vokalis yang merah, tebal karena edema dan gerakan baik,

mukosa menebal, hiperemi, permukaan tidak rata, kadang didapatkan metaplasi squamosa. Bila

terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor maka perlu dibiopsi.

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab laringitis dan biasanya

pengobatannya adalah simptomatis. Pengobatan terbaik untuk laringitis yang diakibatkan oleh

sebab-sebab yang umum seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak mungkin

dan tidak membersihkan tenggorok dengan mendehem. Bila penyebabnya adalah zat yang

dihirup, maka hindari zat iritatif tersebut. Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi

air panas mungkin biasa membantu. Bila penyebab dari laringitis kronik ini adalah GERD, obat

golongan PPI yang dianjurkan.

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara:

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak langsung.

Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.

2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat tenggorokan

tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. Bila mengalami

langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan berakibat baik,

karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal peda pita suara dan

meningkatkan pembengkakan. Berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan

memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronik akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap dengan gejala

yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus berlebih dalam laring. Pada

14

Page 15: Laringitis Kronik

pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan

hingga sedang, eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama

fase fonasi.

Pada kasus laringitis kronik alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien untuk

menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau fexofenadine dipilih karena

tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi

dengan pemberian guaifenesin.

2.4.5 Diagnosis Banding2

Diagnosis banding laringitis kronik: contact Granulomas; stenosis glotis; Iatrogenic Vocal

Fold Scar; stenosis subglotis; sulkus vokal; lesi vascular pita suara; kista pita suara.

Contact granulomas. Disebut juga contact ulcer terbentuk sebagai hasil dari trauma pada

jaringan laring. Dalam respon terhadap trauma, epitel pita suara dapat rusak, membentuk ulcer,

ataupun jaringan granulasi. Lesi yang terbentuk berupa jaringan berwarna kemerahan di dekat

kartilago aritenoid di belakang laring. Berbeda dengan nodul pada pita suara yang biasanya

berupa kalus hipertrofi. Gejala yang ditimbulkan biasanya pasien merasa ada benda asing di

tenggorok, nyeri seperti tertusuk dan dapat menjalar ke telinga.

Iatrogenic vocal fold scar. Dapat terjadi akibat trauma tumpul laring atau lebih sering akibat

operasi, cedera iatrogenik setelah insisi atau pengangkatan lesi pada plika vokal. Pada proses

penyembuhan digantikan oleh jaringan fibrosa yang dapat menurunkan fungsi plika vokal.

Gejala yang timbul berupa disfonia.

Stenosis subglotis. Penyempitan jalan napas dimulai dari subglotis hingga atas trakea. Dan

juga penyempitan tulang rawan krikoid yang merupakan tulang rawan di saluran jalan napas.

Penyempitan ini biasa terjadi karena luka pada laring yang berada di bawah plika vokal namun

plika vokal juga dapat terkena dan menyebabkan disfonia.

2.4.5 Penatalaksanaan4,5

Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang

mungkin menjadi penyebab laringitis kronik. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal

rest).

1. Terapi medis

15

Page 16: Laringitis Kronik

Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab yang paling sering pada kasus-kasus

laringitis bakteri kronik. Terapi antibiotika yang dipilih sebaiknya yang dapat mengatasi patogen

gram positif dan gram negatif. Antibiotika yang digunakan adalah amoksisilin dan asam

klavulanat. Selain pengobatan antibiotika, perubahan pola hidup adalah faktor yang jauh lebih

penting dalam mencegah terjadinya laringitis kronik, meliputi: berhenti merokok dan

menghindari lingkungan berasap; hindari makanan dan minuman 2-3 jam sebelum tidur untuk

mencegah sekresi aktif asam lambung selama tidur; tinggikan kepala ketika tidur, yang akan

melindungi laring dari refluks asam lambung selama tidur; obat-obatan yang dapat mengurangi

produksi asam lambung pada pasien yang mempunyai gejala peningkatan asam lambung; hindari

tindakan membersihkan tenggorokan yang dapat memperburuk gejala.13,16

2. Terapi operatif

Pengobatan secara operatif biasanya dilakukan pada laringitis kronik. Pada dasarnya

laringitis sendiri bukanlah suatu alasan untuk melakukan operasi. Beberapa prosedur yang biasa

diindikasikan: reduksi stenosis diindikasikan jika kondisi atau proses infiltrasi, seperti

amyloidosis, Wegener granulomatosis, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematous,

secara signifikan mempersempit lumen laring. Dibutuhkan intervensi operatif yang agresif;

operasi pengangkatan massa eksofitik; vaporisasi dengan laser; operasi anti-refluks dengan

laparoskopi, menggunakan teknik fundoplikasi Nissen, telah menunjukkan hasil yang

memuaskan dalam pengobatan GERD.13

3 Komplikasi

Laringitis kronik biasanya menimbulkan komplikasi, antara lain: penyebaran infeksi ke

sistemik atau struktur di sekitarnya; stenosis laring yang diakibatkan suprainfeksi akut pada

laringitis kronik dan edema atau stenosis sekunder akibat proses lama yang telah terjadi;

kerusakan struktur pita suara yang permanen; transformasi menjadi keganasan.13

4 Prognosis

Pada laringitis kronik prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronik tersebut.

16

Page 17: Laringitis Kronik

BAB III

KESIMPULAN

Laringitis adalah suatu peradangan pada kotak suara (laring) yang dapat menyebabkan

suara serak atau hilangnya suara. Laringitis yang berlangsung lebih dari tiga minggu dikenal

sebagai laringitis kronik.

Laringitis kronik dapat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti inhalasi asap

rokok atau polusi udara (seperti gas-gas kimia), iritasi dari inhalers pada penderita asma,

penyalahgunaan suara (seperti berteriak), atau refluks gastrointestinal esofagus.

Pada laringitis kronik yang terjadi adalah proses peradangan yang menyebabkan perubahan

yang ireversibel pada mukosa laring. Proses peradangan dapat merusak jaringan epitel dari laring

sampai ke bagian posterior dari dinding mukosanya. Hal tersebut mempengaruhi fungsi utama

dari laring dimana proses pengeluaran mukus dari trakeobronkial dapat terganggu. Saat gerakan

silia dari epitel terganggu, maka akan terjadi stasis mukus pada dinding posterior dari laring dan

sekitar plika vokal dapat merangsang batuk yang reaktif. Mukus yang mengenai pita suara dapat

menyebabkan laringospasme.

Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien

sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.

Pemeriksaan tidak langsung dari jalan napas dengan menggunakan cermin, ataupun secara

langsung dengan nasolaringoskopi fleksibel maka dapat terlihat pita suara eritema dan edema,

terdapatnya sekret dan permukaan pita suara yang terlihat ireguler.

Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus yang

mungkin menjadi penyebab laringitis kronik. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal

rest).

17

Page 18: Laringitis Kronik

Daftar Pustaka

1. Shah R.K. Acute Laringitis. Diakses dari : http://www.emedicine.com/ent/topic353.htm

2. Berliti S. August 16, 2007. Chronic Laringitis, Infectious or Allergic. Diakses dari :

http://www.emedicine.com/ent/topic354.htm

3. Netter F, Atlas of Human Anatomy 2nd Ed. Novartis, East Hanover, New Jersey.

1997,47..

4. Hermani B, Hutauruk M.S. Disfonia. In : Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2012: Hal.209-220

5. Brown Scott : otolaryngology. 6th ed. Vol.1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997.

18