Upload
erwin-bramantya
View
61
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LBM 2 Mars
Citation preview
LBM 2 – MARS
SGD 15 – ALHAIDI
MANAJEMEN K3
1. Undang-Undang No 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.
2. Undang-Undang No 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang No 23/1992 tentang Kesehatan.
4. Permenkes RI No 986/92 dan Kep Dirjen PPM dan PLP No
HK.00.06.6.598 tentang Kesehatan Lingkungan RS.
5. Permenkes RI No 472/Menkes/Per/V/96 tentang pengamanan bahan
berbahaya bagi kesehatan.
6. Kepmenkes, No. 261/MENKES/SK/II/1998 dan Kep Dirjen PPM dan PLP
No HK.00.06.6.82 tentang Petunjuk TehnisPelaksanaan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja.
7. Kepmenkes, No. 1335/MENKES/SK/X/2002 tentang Standar Operasional
Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruang RS.
Pengorganisasian K3 di rumah sakit berdasarkan atas;
1. Surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.00.06.6.4.01497
tanggal 24 Februari 1995 tentang PK3-RS
2. Optimalisasi fungsi PK3-RS dalam pengelolaan K3 RS
3. Akreditasi RS
4. Audit manajemen K3 RS
5. SK MenKes No 351/MenKes/SK/III/2003 tanggal 17 Maret 2003 tentang
Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan
6. SKB No. 147 A/Yanmed/Insmed/II/1992 Kep.44/BW/92 tentang
Pelaksanaan Pembinaan K3 Berbagai Peralatan Berat Nonmedik di
Lingkungan RS
http://www.jmpk-online.net
TAHAP:
pengendalian PAK dan KAK di RS meliputi:
1. Legislative control seperti peraturan perundangan, persyaratan-
persyaratan tehnis dan lain-lain
2. Administrative control seperti seleksi karyawan, pengaturan jam kerja
dan lain-lain
3. Engineering control seperti substitusi/isolasi/perbaikan sistem dan lain-
lain serta
4. Medical control
MANAJEMEN RISIKO
1. Definisi
Manajemen Risiko terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian, analisis
dan pengelolaan semua risiko yg potensial dan kejadian keselamatan
pasien
manajemen risiko adalah kegiatan meminimalkan bahaya terhadap pasien,
kegiatan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan, pasien,
dan pengunjung
Pelatihan manajemen risiko klinik ; Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia
2. Tujuan
o Meminumkan kejadian “medical errors”, “adverse events”/KTD
(Kejadian yang Tidak Diinginkan), dan “harms” pada pasien (membuat
asuhan pasien lebih aman)
o Meminimumkan kemungkinan terjadinya klaim dan mengendalikan
biaya klaim yang harus menjadi tanggungan institusi (mencegah
kerugian finansial bagi RS)
Pelatihan manajemen risiko klinik ; Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia
3. System manajemen resiko yang terintegrasi.
Manajemen risiko klinis :
a) Proaktif
Melalui program2 yg dirancang untuk mencegah, mengendalikan dan
membuat sesedikit mungkin keterbukaan pasien thd risiko klinis
5 kiat untuk manajemen risiko klinis yang proaktif :
1) Credentialing of medical staff
Seleksi staf medik yang baik
2) Incident monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki kejadian klinis yg tidak diinginkan
3) Complaints monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki keluhan pasien / public
4) Infection control. Pengendalian infeksi nosokomial
5) Documentation in the medical record
Rekam medis yg baik
b) Reaktif
Proses sistematis melakukan identifikasi, evaluasi dan penanganan risiko
klinis jika sudah terjadi (termasuk negosiasi besaran ganti)
Pelatihan manajemen risiko klinik: Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia
KESELAMATAN PASIEN
DEFINISI
Suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih
aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Dr.Adib A.Yahya, MARS Ketua Umum PERSI SEMINAR PAMJAKI
“KECURANGAN (FRAUD) DALAM JAMINAN / ASURANSI KESEHATAN” HOTEL
BUMI KARSA, JAKARTA 13 DESEMBER 2007
(KKP-RS)
LANGKAH
1) Bangun kesadaran akan nilai KP ciptakan kepemimpinan & budaya
yg terbuka dan adil
RS :
o Kebijakan : tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien – keluarga
o Kebijakan : peran & akuntabilitas individual pada insiden
o Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
o Lakukan assessment (penaksiran) dengan menggunakan survey
penilaian KP
Tim :
o Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
o Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan / solusi yg tepat
Prinsip penting :
o Budaya safety berarti staf selalu sadar terhadap KTD potensial
o Staf beserta RS selalu mampu mengakui & belajar dari kesalahan
& bertindak untuk memperbaiki
o Terbuka untuk berbagi informasi, dan dlm hal KTD staf ditangani
secara adil
o Semua KTD juga terkait dng system, mencari kesalahan pada
system akan membantu RS belajar untuk menekan insiden
2) Pimpin dan dukung staf anda bangunlah komitmen & focus yg kuat
& jelas tentang KP di RS
RS :
o Ada anggota direksi yg bertanggung jawab atas KP
o Di bagian2 ada orang yg dapat menjadi “penggerak” KP
o Prioritaskan KP dlm agenda rapat direksi / manajemen
o Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Tim :
o Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin gerakan KP
o Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
o Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
Prinsip penting :
o Pelaksanaan KP-RS butuh motivasi & komitmen pimpinan : direksi,
pimpinan klinis & manajerial dari seluruh jajaran pelayanan
o Pimpinan perlu menunjukkan KP-RS adalah prioritas, pimpinan
harus sering tampak & aktif memimpin di lapangan memperbaiki
system KP-RS
o Staf agar mudah melapor bila tidak merasa bahwa asuhan pasien
aman
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko kembangkan system &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg
potensial bermasalah
RS :
o Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup
KP
o Kembangkan indicator kinerja bagi system pengelolaan risiko
o Gunakan informasi dari system pelaporan insiden & asesmen
risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Tim :
o Diskusi isu KP dalam forum2
o Penilaian risiko pada individu pasien
o Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko
& langkah memperkecil risiko tsb
Prinsip penting :
o Manajemen risiko terintegrasi berarti pelajaran dari suatu area
risiko dapat segera disebarkan ke area risiko yg lain
o Konsisten melaksanakan identifikasi, assesmen, analisis &
investigasi semua risiko
o Penggunaan beberapa risk assessment tools : risk matrix grading,
FMEA (failure mode and effect analysis), risk assessment shecklist
4) Kembangkan system pelaporan pastikan staf anda agar dapat
melaporkan kejadian / insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
RS :
o Lenkapi rencana implementasi system pelaporan insiden, ke
dalam maupun ke luar yg harus dilaporkan ke KPPRS – PERSI
Tim :
o Dorong anggota untuk melapor setiap insiden & insiden yg telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
Prinsip penting :
o Pelaporan insiden adalah langkah pertama proses mencegah KTD
o Staf penting memahami APA insiden KP yg harus dilaporkan
(semua insiden yg menyebabkan / dapat menyebabkan cedera,
tidak hanya yg sentinel) dan bagaimana cara melaporkannya
o RS selektif melaporkan insiden penting ke KKPRS, shg secara
nasional dpt disusun peta KTD dan berbagai solusi /umpan balik
ke RS-RS
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien kembangkan cara-cara
komunikasi yg terbuka dgn pasien
RS :
o Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dng pasien & keluarga
o Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
o Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada kepada staf
agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga
Tim :
o Hargai dan dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah
terjadi insiden
o Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kelurga bila terjadi
insiden
o Segera setelah kejadian , tunjukkan empati kpd pasien & keluarga
Prinsip penting :
o Banyak pasien adalah “ahli” tentang kondisinya shg dpt
membantu identifikasi risiko & merencanakan solusi terhadap
masalah KP
o Pasien ingin terlibat sbg mitra dlm proses asuhan
o stafBanyak pasien adalah “ahli” tentang kondisinya shg dpt
membantu identifikasi risiko & merencanakan solusi terhadap
masalah KP
o Pasien ingin terlibat sbg mitra dlm proses asuhan
o Staf perlu melibatkan pasien dlm proses Dx, Th, diskusi risiko,
monitoring, segera diskusikan KTD secara bijak & dgn empati
o Keterbukaan ini & mendiskusikan KTD akan membantu pasien
untuk lebih baik dlm menerima risiko atau KTD
6) Belajar & berbagi pengalaman tentang KP dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa
kejadian itu timbul
RS :
o staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
o Kebijakan : criteria pelaksanaan analisis akar masalah atau
metode analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1, per
tahun untuk proses risiko tinggi
Tim :
o diskusikan dlam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
o identifikasi bagian alain yg mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tsb
prinsip penting :
o bila insiden terjadi, isu penting bukanlah “siapa yg salah” tetapi
“bagaimana & mengapa hal itu terjadi”
o belajar secara sistematik : tipe insiden yg perlu dilapor, informasi
apa dan kapan diperlukan , bagaimana menganalisis
7) Cegah cedera melalui implementasi system KP gunakan informasi yg
ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
system pelayanan
RS :
o tentukan solusi dengan informasi dari system pelaporan, asesmen
risiko, kejadian insiden, audit serta analisis
o solusi mencakup penjabaran ulang system, penyesuaian pelatihan
staf & kegiatan klinis, penggunaan instrument yg menjamin KP
o assesmen risiko untuk setiap perubahan
o sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
o umpan balik kepada staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
tim :
o kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
o telaan perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
o umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yg dilaporkan
prinsip penting :
o dari solusi, dibuat system bau shg staf mudah melaksanakan asuhan
yg lebih baik & lebih aman
o pastikan system baru termasuk assesmen risiko, dievaluasi terus
menerus dlm jangka panjang, termasuk belajar terus menerus
keselamatan pasien dan menajemen risiko klinis di RS
SANITASI RS
1. Definisi
adalah upaya pengawasan berbagai factor lingkungan fisik, kimia dan
biologic di RS yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan
pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung
maupun bagi masyarakat di sekitar RS
Kiat Mengelolah Rumah Sakit, dr.R.Darmanto
2. Ruang lingkup
o kerumahtangaan
o upaya khusus sanitasi
o upaya desinfeksi dan sterilisasi
o upaya pengendalian serangga dan binatang pengangu
o upaya pengawasan pasien dan pengunjung rumah sakit
o upaya penangulangan bencana
o upaya pengawasan kesehatan pegawai RS
Kiat Mengelolah Rumah Sakit, dr.R.Darmanto
Ben Freedman menyebutkan lingkup garapan sanitasi RS
meliputi :
A. Aspek Kerumahtanggaan (Housekeeping) seperti :
a. Kebersihan gedung secara keseluruhan.
b. Kebersihan dinding dan lantai.
c. Pemeriksaan karpet lantai.
d. Kebersihan kamar mandi dan fasilitas toilet.
e. Penghawaan dan pembersihan udara.
f. Gudang dan ruangan.
g. Pelayanan makanan dan minuman.
B. Aspek khusus Sanitasi.
a. Penanganan sampah kering mudah terbakar.
b. Pembuangan sampah basah.
c. Pembuangan sampah kering tidak mudah terbakar.
d. Tipe incinerator Rumah Sakit.
e. Kesehatan kerja dan proses-proses operasional.
f. Pencahayaan dan instalasi listrik.
g. Radiasi.
h. Sanitasi linen, sarung dan prosedur pencucian.
i. Teknik-teknik aseptik.
j. Tempat cuci tangan.
k. Pakaian operasi.
l. Sistim isolasi sempurna.
C. Aspek dekontaminasi, disinfeksi dan sterilisasi.
a. Sumber-sumber kontaminasi.
b. Dekontaminasi peralatan pengobatan pernafasan.
c. Dekontaminasi peralatan ruang ganti pakaian.
d. Dekontaminasi dan sterilisasi air,makanan dan alat-alat pengobatan.
e. Sterilisasi kering.
f. Metoda kimiawi pembersihan dan disinfeksi.
g. Faktor-faktor pengaruh aksi bahan kimia.
h. Macam-macam disinfektan kimia.
i. Sterilisasi gas.
D. Aspek pengendalian serangga dan binatang pengganggu.
E. Aspek pengawasan pasien dan pengunjung Rumah Sakit :
a. Penanganan petugas yang terinfeksi.
b. Pengawasan pengunjung Rumah Sakit.
c. Keamanan dan keselamatan pasien.
F. Peraturan perundang-undangan di bidang Sanitasi Rumah Sakit.
a. Aspek penanggulangan bencana.
b. Aspek pengawasan kesehatan petugas laboratorium.
c. Aspek penanganan bahan-bahan radioaktif.
d. Aspek standarisasi sanitasi Rumah Sakit
D. Anwar Musadad Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemeri Kesehatan RI, Jakarta
3. Program
o penerangan semua ruangan harus diberi penerangan
o kebisingan diruang perawatan tidak boleh melebihi 45dBA, diruang
poliklinik maks 80dBA, laboratorium mks 68 dBA, ruang cuci dapur maks
78 dBA
o pembersihan ruangan
o penyediaan air bersih
o pengawasan kualitas air bersih di RS
o pengelolaan limbah RS
o pembuangan sampah padat
o pengelolaan sampah :
penampungan sampah,
tempat sampah harus : tidak mudah berkarat, kedap air, bertutup,
mudah diangkut, mudah dikosongkan, mudah dibersihkan
pengangkutan sampah,
harus diusahakan agar bahan2 yg berbahaya tidak mencemari
jalan yg ditempuh ke pembuangan
perlakukan sampah sebelum dibuang
ada sampah yg bias di daur ulang, misalnya perak nitrat
pembuangan cairan pencuci film bias diambil peraknya. Limbah
infeksius sering disterilkan dengan otoklaf
insenerator :
adalah alat untuk membakar sampah padat kering mapun yg basah
o mengusahakan agar di sekitar RS tidak ada tempat perindukan untuk
segala macam serangga baik untuk nyamuk, lalat, maupun kecoa
o tikus diusahakan tida ada tempat untuk bersarangnya tikus di RS
o mengendalikan infeksi nosokomial : membasuh tangan, desinfeksi,
sterilisasi
keselamatan pasien dan menajemen risiko klinis di RS
MANFAAT
1) Dapat mengurangi kemungkinan terjadinya re-infeksi dan infeksi silang
di RS.
2) Dapat mempercepat proses penyembuhan penderita.
3) Akibat dari butir 1 dan 2 akan dapat dihemat biaya pengeluaran RS dan
masyarakat yang terkena infeksi (pasien, petugas dan pengunjung RS).
4) Mengurangi dampak negatif limbah RS terhadap lingkungan dan
masyarakat.
5) Rumah Sakit yang saniter merupakan daya tank bagi masyarakat untuk
menggunakannya.
6) Meningkatkan citra RS sebagai tempat yang bersih, sehat dan tenang
D. Anwar Musadad Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemeri Kesehatan RI, Jakarta