41
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak 25 PELUANG DAN KENDALA DALAM PENGUSAHAAN TANAMAN PENUTUP TANAH DI PERKEBUNAN KARET KARYUDI dan NURHAWATY SIAGIAN Balai Penelitian Karet Sungei Putih, P.O. Box 1415, Medan 20001, Sumatera Utara Telp: (061)7980045 E-mail:[email protected] ABSTRAK Penanaman tanaman penutup tanah dari golongan leguminosa yang merambat (LCC) di perkebunan karet sudah merupakan baku teknis, terutama di perkebunan besar. Hal ini didasarkan karena LCC mampu mencegah erosi, memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan kandungan bahan organik dan hara tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi tingkat serangan penyakit JAP dan akhirnya memperpendek masa tanaman belum menghasilkan dan meningkatkan produksi karet. Kendala yang dihadapi dalam pembangunan LCC di perkebunan karet antara lain adalah tingginya harga benih LCC, mutunya rendah, tidak tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat, tidak ada jaminan mutu benih yang dipakai, sistim produksi, panen, penyimpanan, dan pemasaran yang belum terorganisir. Kesemua

LCC Di Karet

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LCC Di Karet

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

25

PELUANG DAN KENDALA DALAM PENGUSAHAAN

TANAMAN PENUTUP TANAH DI PERKEBUNAN KARET

KARYUDI dan NURHAWATY SIAGIAN

Balai Penelitian Karet Sungei Putih, P.O. Box 1415, Medan 20001, Sumatera Utara

Telp: (061)7980045 E-mail:[email protected]

ABSTRAK

Penanaman tanaman penutup tanah dari golongan leguminosa yang merambat (LCC) di perkebunan karet

sudah merupakan baku teknis, terutama di perkebunan besar. Hal ini didasarkan karena LCC mampu

mencegah erosi, memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan kandungan bahan organik dan hara

tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi tingkat serangan penyakit

JAP dan akhirnya memperpendek masa tanaman belum menghasilkan dan meningkatkan produksi karet.

Kendala yang dihadapi dalam pembangunan LCC di perkebunan karet antara lain adalah tingginya harga

benih LCC, mutunya rendah, tidak tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat, tidak ada jaminan mutu

benih yang dipakai, sistim produksi, panen, penyimpanan, dan pemasaran yang belum terorganisir. Kesemua

faktor tersebut menyebabkan penanaman LCC di perkebunan karet semakin berkurang. Salah satu alternatif

untuk mengurangi ketergantungan benih LCC pada negara lain, disamping upaya peningkatan produksi benih

Page 2: LCC Di Karet

dalan negeri, juga dapat dilakukan dengan diversifikasi penutup tanah dengan tanaman pakan. Penggantian

kacangan penutup tanah dengan tanaman pakan ternak sebagai tanaman sela mempunyai harapan yang baik

terutama sebagai kegiatan produktif dalam mengisi masa tanaman karet belum menghasilkan. Tulisan ini

menguraikan peluang dan kendala dalam pengusahaan tanaman penutup tanah serta manfaatnya di

perkebunan karet.

Kata Kunci : Tanaman karet, legum penutup tanah, peluang, kendala

PENDAHULUAN

Di perkebunan karet, pada umumnya

selama masa tanaman belum menghasilkan

atau sebelum tajuk saling menutup, gawangan

ditanami dengan tanaman penutup tanah

leguminosa yang merambat atau legume cover

crop (LCC). Dalam budidaya tanaman karet,

pengelolaan LCC selama periode belum

menghasilkan sudah merupakan standar baku

teknis. Walaupun sudah terbukti berdampak

positif, penanaman LCC pada perkebunan

rakyat kurang berkembang. Hal ini disebabkan

karena pekebun tidak dapat merasakan

keuntungannya secara langsung dari tanaman

penutup tanah. Meskipun secara umum karet

memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik

pada tanah-tanah bermasalah dari pada

Page 3: LCC Di Karet

tanaman pangan, ternyata perlu juga

diperhatikan lingkungan tumbuhnya.

Ekosistem tanaman karet tanpa adanya penutup

tanah sangat membahayakan kestabilan

lingkungan dibanding dengan hutan belukar

(SIREGAR, 1984).

Jenis LCC yang umum ditanami sampai

dengan sekarang adalah campuran dari

Pueraria javanica (Pj), Calopogonium

mucunoides (Cm), Centrosema pubercens (Cp)

atau kacangan Calopogonium caeruleum(Cc).

Tiga jenis LCC yang disebut pertama sering

disebut dengan LCC konvensional, sementara

jenis Cc relatif lebih baru. Campuran kacangan

lebih dianjurkan penggunaannya untuk

mengurangi akibat kondisi yang kurang

menguntungkan dari perubahan lingkungan

seperti kekeringan, hama dan penyakit. LCC

yang ideal seharusnya mempunyai keseluruhan

dari sifat sifat berikut: Laju pertumbuhan

cepat, pertumbuhan biomassa cukup tinggi,

tahan terhadap kekeringan/naungan, kapasitas

memfiksasi nitrogen cukup tinggi, tidak

menjadi saingan terhadap tanaman utama karet,

tidak disukai ternak, toleran terhadap serangan

Page 4: LCC Di Karet

hama dan penyakit, mampu berkompetisi

dengan gulma melalui adanya zat allelopati

yang dihasilkan dan pengendali erosi tanah

secara baik. Hasil pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa LCC diatas masih

mempunyai kelemahan–kelemahan. LCC

tersebut, tidak mutlak menang berkompetisi

dengan gulma terutama Mikania, Asystisia dan

rumput lainnya, kecuali dilakukan weeding

secara manual pada tahun pertama

pembangunan. Pada saat tajuk tanaman karet

mulai menutup, pertumbuhan LCC (kecuali C.

caeruleum) mulai tertekan, sehingga penutupan

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

26

tanah oleh LCC menjadi berkurang dan

akhirnya gulma yang toleran naungan akan

mendominasi areal. Pada umumnya LCC

konvensional disukai ternak, tidak tahan

terhadap kekeringan dan naungan serta tidak

toleran terhadap serangan hama dan penyakit

(DARMANDONO, 1975). Problem sosial yang

sering dihadapi para pekebun dalam mengelola

LCC konvensional adalah adanya gangguan

ternak. Hal ini terjadi karena pada umumnya

Page 5: LCC Di Karet

LCC konvensional dapat dikonsumsi atau

disukai oleh ternak. Oleh karena itu, areal

pertanaman karet yang ditanami dengan LCC

konvensional juga memberikan peluang bagi

pengembangan ternak selama ternaknya tidak

mengganggu tanaman karet.

Pada saat ini, LCC yang relatif baru

diperkenalkan di Indonesia adalah Mucuna

bracteata. LCC ini ditemukan pertama kali di

areal hutan negara bagian Tripura, India Utara,

dan sudah ditanam secara luas sebagai penutup

tanah di perkebunan karet di Kerala, India

Selatan. CHERIACHANGEL MATHEWS (1998)

mengungkapkan bahwa Mucuna bracteata

memiliki hampir keseluruhan syarat LCC ideal

yang disebutkan diatas dan nyata lebih unggul

dibandingkan dengan LCC konvensional.

Akan tetapi salah satu sifat yang dimiliki LCC

ini adalah tidak disukai oleh ternak. Adanya

kandungan senyawa 3-(3.4-dihydroxyphenyl)-

L-alanine (dikenal sebagai L-Dopa) yang

tinggi pada LCC ini menyebabkan tidak

disukai oleh ternak (VISSOH et al., 2005).

Melihat keunggulan Mucuna bracteata sebagai

LCC, sejak tiga tahun terakhir ini penanaman

Page 6: LCC Di Karet

LCC di perkebunan besar terutama di Sumatera

Utara cukup pesat.

Salah satu kendala yang dihadapi para

pekebun karet dalam perbanyakan LCC adalah

kesulitan mendapatkan bahan tanam untuk

penanaman dalam skala besar. Direktorat

Jenderal Bina Produksi dalam SUMARMADJI

(2005) memperkirakan bahwa di Indonesia

kebutuhan benih Pj saja mencapai 1.600 ton

per tahun, sedangkan produksi dalam negeri

masih relatif terbatas. Kelangkaan bahan

tanaman juga ditemui pada LCC konvensional

lainnya dan demikian juga Cc dan Mucuna

bracteata. Oleh karena produksi benih LCC

dalam negeri tidak mencukupi, sehingga perlu

mengimpor dari negara lain, misalnya

Thailand, India dan Filipina. Salah satu

alternatif untuk mengurangi ketergantungan

benih LCC pada negara lain, disamping upaya

peningkatan produksi benih dalan negeri, juga

dapat dilakukan dengan diversifikasi penutup

tanah dengan tanaman pakan. Tulisan ini

menguraikan peluang dan kendala dalam

pengusahaan tanaman penutup tanah serta

manfaatnya di perkebunan karet.

Page 7: LCC Di Karet

MANFAAT PENUTUP TANAH

KACANGAN

Pananaman LCC merupakan kultur teknis

baku pada perkebunan karet. Secara garis

besar, manfaat LCC dalam pengusahaan

tanaman karet adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi aliran permukaan dan erosi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

kebun karet dengan kondisi curah hujan 2.300

mm/tahun, jenis tanah Podsolik Merah Kuning,

tekstur liat berpasir dan kemiringan lereng

20%, aliran permukaan yang terjadi pada

keadaan gundul adalah 5,9%, sedangkan

dengan penutup tanah LCC konvensional + Cc,

hanya 0,4%. Erosi tanah pada keadaan gundul

mencapai ± 80 ton/ha/th, bila penutup tanahnya

rumput-rumputan erosi tanah ± 13 ton,

sedangkan dengan LCC hanya 3,0 ton/ha/th

(P4TM, 1981).

b. Menambah unsur hara tanah

Keunggulan LCC yang tidak dipunyai oleh

tanaman lainnya adalah kemampuannya

membentuk bintil akar hasil simbiose dengan

Rhizobium untuk menambat N2 dari udara.

Kurang lebih 66% dari hara nitrogen pada

Page 8: LCC Di Karet

tumbuhan kacangan berasal dari gas N2

atmosfer. Penambatan N2 hasil simbiose

kacangan Rhizobium, selain digunakan untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri juga

bermanfaat bagi tanaman lain yang tumbuh

bersama atau setelahnya. Pada umur 3 tahun,

C.caeruleum mengembalikan N ke dalam tanah

sebanyak 57,75 kg (± 125 kg urea), sedangkan

kacangan campuran konvensional

mengembalikan ke dalam tanah sebanyak

35,13 kg (± 75 kg urea) per hektar per tahun.

M. bracteata memberikan nitrogen kedalam

tanah sebesar 219,74 kg/ha efektif, dua kali

lebih besar dibandingkan dengan kontribusi P

.javanica (MATHEWS, 1998). Pengembalian N

pada areal bergulma (Paspalum conjugatum)

sebesar 11 kg/ha/th, sedangkan dengan LCC

sebesar 35-38 kg/ha/th (NASUTION, 1984).

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

27

Disamping unsur N, LCC dapat juga

memberikan tambahan unsur P.K dan Mg ke

dalam tanah (Tabel 1).

c. Menambah bahan organik ke dalam

tanah dan memperbaiki struktur tanah.

Page 9: LCC Di Karet

Dalam jangka waktu 10 bulan, LCC

mampu menghasilkan bahan organik 4 ton/ha

(DIJKMAN, 1951). Sementara di Sumatera

Utara, C. caeruleum yang berumur 3 tahun

menyumbangkan bahan organik dalam bentuk

daun kering sebanyak ± 1,5 ton/ha dan

kacangan konvensional ± 1,0 ton/ha/tahun.

Bahan organik dari penutup tanah kacangan

dapat memperbaiki kesuburan tanah, baik

kimia, fisika maupun biologi tanah. Dari segi

penutupannya pada permukaan tanah, LCC

membentuk jalinan tanaman yang sedemikian

rapatnya, sehingga permukaan tanah terlindung

dari hempasan air hujan yang deras secara

langsung. Hal ini akan mencegah proses

pemampatan/pemadatan tanah. Disamping itu,

akar tanaman penutup tanah ”mengikat”

partikel-partikel tanah, sehingga tanah akan

menjadi lebih gembur (PRESTON SULLIVAN,

2003).

d. Memperbaiki tata lengas tanah

LCC mampu menghasilkan serasah lebih

banyak dibandingkan dengan penutup tanah

lainnya. Serasah inilah yang mengurangi

penguapan air (evaporasi) dan meningkatkan

Page 10: LCC Di Karet

infiltrasi air. Penguapan air ternyata lebih

tinggi pada tanah yang terbuka daripada yang

ada penutup tanahnya. Retensi air pada tanah

yang berpenutup tanah mempunyai keuntungan

yang signifikan antara lain tanaman utama

tidak mengalami stres air pada musim kering

yang singkat (BLEVINS, COOK dan PHILLIPS,

1971).

e. Menekan pertumbuhan gulma

LCC dapat menutup permukaan lahan

dalam waktu yang relatif cepat (menguasai

ruang dan cahaya), sehingga menaungi tanah

dan mengurangi kesempatan gulma untuk

tumbuh dan mampu menyaingi pertumbuhan

gulma. MATHEWS (1998) mengamati

pertumbuhan M. bracteata. Pada awal tahun

kedua sudah mampu menutup seluruh areal,

dengan ketebalan 39 s/d 90 cm. Hasil

pengamatan di salah satu kebun menunjukkan

bahwa dalam jangka waktu 6-8 bulan sejak

ditanam di lapangan, tanaman ini sudah dapat

menutup hampir 100% lapangan dengan

ketebalan sekitar 50 cm. Dengan pola

pertumbuhan yang demikian, M. bracteata

akan mampu menekan pertumbuhan gulma,

Page 11: LCC Di Karet

mengurangi erosi dan suhu tanah. Penekanan

pertumbuhan gulma oleh M. bracteata juga

berlasung melalui produksi senyawa 3-(3.4-

dihydroxyphenyl)-L-alanine (dikenal sebagai

L-Dopa) oleh LCC ini. Senyawa ini diproduksi

ke lingkungan sekitarnya dan meracuni

tumbuhan di dekatnya.

f. Mengurangi serangan penyakit Jamur

Akar Putih

LCC berperan dalam mendorong

perkembangan mikro-organisme yang

antagonis dengan Jamur Akar Putih dan

mendorong perkembangan organisme

pembusuk kayu di dalam tanah. Dengan

pertumbuhan biomassa dan serasah yang cukup

tinggi, akan menurunkan suhu tanah dan

meningkatkan populasi mikroorganisma tanah.

g. Memperbaiki sifat-sifat tanah akibat

pembakaran

Pembakaran vegetasi baik berupa hutan

maupun padang alang-alang pada waktu

pembukaan lahan baru, menyebabkan

hilangnya atau berkurangnya unsur hara tanah,

hilangnya mikro dan makro-organisme tanah

dan terbentuknya lapisan abu di permukaan

Page 12: LCC Di Karet

tanah. Dengan adanya LCC, akibat negatif dari

pembakaran dapat diperbaiki kembali secara

berangsur-angsur. Hal tersebut disebabkan

karena LCC memberikan bahan organik,

memperbaiki struktur tanah seperti yang sudah

diuraikan diatas.

Tabel 1. Nilai ekivalen pupuk yang dihasilkan oleh penutup tanah kacangan dan rerumputan (kg/ha)

Ekivalen pupuk yang dikembalikan ke dalam tanah (kg/ha)

Penutup tanah Umur

(tahun) Urea RP MoP Kies

LCC konvensional

Cc

Rumputan

1-5

3-5

1-5

640

1200

23

145

181

4

214

450

Page 13: LCC Di Karet

39

134

262

2

Sumber : SIREGAR (1984).

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

28

h. Mempercepat pertumbuhan tanaman

karet dan meningkatkan produksi karet kering.

PUSHPARAJAH dan CHELLAPAH (1969)

mengatakan bahwa LCC secara kumulatif

dapat mempercepat tercapainya masa tanaman

menghasilkan selama 12 bulan dibandingkan

dengan penutup tanah rumput alami. Di

samping itu, selama 10 tahun semenjak awal

masa penyadapan, produksi karet kering lebih

tinggi 20% pada tanaman karet bernutup tanah

LCC dibandingkan dengan yang berpenutup

tanah rumput alamiah (MAINSTONE, 1969).

Hasil penelitian PUSHPARAJAH (1974) juga

menunjukkan bahwa LCC sangat nyata

mempersingkat masa TBM sampai dengan 19

bulan terutama pada tanah yang kurang subur.

Sementara pada tanah yang subur LCC hanya

dapat menekan masa TBM selama sampai

Page 14: LCC Di Karet

dengan 11 bulan.

PELUANG DAN KENDALA DALAM

PENGUSAHAAN LCC

Ditinjau dari segi luasan areal, peluang

pngusahaan tanaman penutup tanah di

perkebunan karet baik di perkebunan rakyat

maupun perkebunan besar adalah cukup besar.

Dari total 3.344.650 ha tanaman karet di

Indonesia (DIRJENBUN, 1998), seluas

2.828.269 ha adalah tanaman karet rakyat.

Perkebunan karet rakyat biasanya tidak

menggunakan LCC sebagai penutup tanah,

karena manfaatnya kurang dirasakan secara

langsung serta membutuhkan biaya investasi

yang cukup tinggi dalam pembangunannya.

Biaya yang diperlukan untuk membangun LCC

sampai penyiangan keenam (penutupan hampir

100%) adalah sebesar Rp 1.650.000,- (Tabel

2).

Menurut GUNAWAN (2005), pada tahun

2005 sampai dengan 2010, setiap tahun seluas

56.000 hektar areal karet rakyat akan

diremajakan. Pada tahun pertama penanaman

karet, sebanyak 70% dari luasan areal adalah

gawangan yang dapat ditanami dengan

Page 15: LCC Di Karet

tanaman penutup tanah. Sejalan dengan

bertambahnya penutupan tanah oleh tajuk,

areal tersebut berkurang hingga 50% pada

tahun ketiga. Hal ini berarti bahwa sampai

dengan tahun ketiga, seluas 50-70% dari luasan

yang akan diremajakan tersebut dapat ditanami

dengan penutup tanah.

Tabel 2. Biaya membangun LCC per hektar hingga

penyiangan ke-enam.

Uraian HOK Rp

Tenaga

Penyiangan lahan

Menanam LCC

Menyiang pertama

Menyaing kedua

Memupuk

Menyiang ketiga

Menyiang keempat

Menyiang kelima

Menyiang keenam

Bahan

Pj

Cm

Cp

12

Page 16: LCC Di Karet

8

10

10

2

8

8

5

5

4 kg

6 kg

4 kg

180.000

120.000

150.000

150.000

30.000

120.000

120.000

75.000

75.000

200.000

270.000

160.000

Jumlah 1.650.000,-

Pada umumnya perkebunan besar baik

Page 17: LCC Di Karet

swasta maupun negara sudah menyadari akan

pentingnya menanam tanaman penutup tanah,

tetapi meskipun demikian tidak semuanya

pekebun mampu membangun LCC karena

menghadapi masalah dalam pembangunannya.

Pada perkebunan rakyat karena tidak ditanam

LCC, maka biasanya yang mendominasi

gawangan adalah gulma.

Sampai saat ini, tanaman penutup tanah

yang lazim digunakan adalah dari jenis legum

yang merambat seperti Cm, Cp, Pj, Cc dan

Mucuna bracteata. Peluang pengusahaan /

perbanyakan berbagai jenis tanaman penutup

tanah di perkebunan karet, selain yang

disebutkan diatas adalah cukup besar. Faktor

yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

jenis tanaman penutup tanah tersebut adalah

sebagai berikut: sebaiknya penutup tanah

berasal dari jenis leguminosa yang merambat;

fikasasi N tinggi, berumur panjang/tahunan;

tahan terhadap naungan/kekeringan; produksi

bahan organik tinggi dan perakaran dalam;

tidak merupakan inang/tidak mendorong

pertumbuhan jamur akar putih dan penyakit

lain; cepat menutup tanah sehingga gulma liar

Page 18: LCC Di Karet

tertekan dan akhirnya mengurangi biaya

weeding; tidak menjadi pesaing terhadap

tanaman karet dalam hal air, hara dan ruang;

membutuhkan pemeliharaan yang tidak

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

29

intensif; mempercepat pertumbuhan tanaman

karet dan meningkatkan produksi karet kering

serta jika memungkinkan memberikan nilai

tambah/pendapatan secara langsung.

Akhir-akhir ini, penanaman LCC

konvensional di perkebunan besar sudah

semakin berkurang. Hal ini terutama

disebabkan kesulitan memperoleh benih yang

bermutu dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Disamping itu, kalaupun ada, jumlahnya tidak

mencukupi dan harganya sangat mahal.

Sebagai contoh, harga benih Pj di Sumatera

Utara pada bulan Desember 2004 adalah

berkisar dari Rp. 50.000-Rp. 60.000 per kg.

Sementara harga benih Cc mencapai Rp.

100.000 per kg. Disamping itu, tidak ada

jaminan akan mutu benih yang dibeli dan pada

umumnya daya kecambah sangat rendah

(dibawah 40%). Jika per hektar tanaman karet

Page 19: LCC Di Karet

diperlukan sebanyak 10 kg (dengan daya

kecambah 75%) benih kacangan, maka biaya

yang dikeluarkan hanya untuk membeli benih

mencapai Rp. 500.000 sampai dengan Rp.

600.000,- per hektar tanaman.

Tanaman penutup tanah Pueraria javanica,

Calopogonium caeruleum, Calopogonium

mucunoides, Centrosema pubescens dan

Mucuna bracteata dapat diperbanyak melalui

biji. Di Indonesia pengadaan benih Pj terbatas

pada musim panen. Di Sumatera musim panen

biji Pj jatuh pada bulan Juli-September,

sedangkan di Jawa pada bulan Mei-Juli.

Produksi benih Pj terbatas pada beberapa

daerah saja, yaitu yang mempunyai periode

kering yang tegas antara lain Jawa Tengah dan

Jawa Timur (ANGKAPRADIPTA, 1984). Periode

kering yang tegas diperlukan dalam inisiasi

bunga dan pemasakan benih Pj (JEWTRAGOON

dan TOPARK-NGARM, 1985).

Di Sumatera Utara dan sentra-sentra

perkebunan di daerah lain jenis penutup tanah

Pj, Cc, Cp dan Cm sulit menghasilkan biji

meskipun umumnya dapat berbunga (kecuali

Cc). Secara umum, Cc dan Pj memerlukan

Page 20: LCC Di Karet

waktu lebih dari satu tahun setelah tanam di

lapangan untuk mulai berbunga, sementara Cm

dan Cp mulai berbunga dari umur 3 s.d 5 bulan

setelah tanam. Upaya untuk mengumpulkan

biji di lapangan nampaknya kurang ekonomis

karena biji yang dihasilkan tanaman sangat

sedikit. Akibat dari kacangan tidak mampu

menghasilkan biji ini, maka benih harus

didatangkan dari daerah lain atau impor,

misalnya dari Thailand, India dan Filipina,

sehingga harganya mahal sedang mutunya

tidak ada jaminan. Peneliti terdahulu menduga

bahwa penyebab rendahnya produksi biji LCC

di Indonesia adalah karena iklim yang terlalu

basah sehingga persarian tidak dapat terjadi

dan juga diduga ada hubungannya dengan

panjang hari (fotoperiod) (NASUTION, 1977).

Setelah penanaman biji kacangan,

pemeliharaan pertumbuhan sangat penting

untuk mencapai penutupan tanah yang cepat.

Pekerjaaan pemeliharaan yang paling penting

adalah pengendalian pertumbuhan gulma pada

awal penanaman LCC (sebelum menutup),

sehingga tidak menyaingi pertumbuhan LCC.

Keluhan para pekebun yang sering dilontarkan

Page 21: LCC Di Karet

adalah benih LCC yang ditanam di lapangan

sangat rendah daya kecambahnya. Benih ini

jika digunakan akan menghasilkan

pertumbuhan yang tidak cepat menutup tanah,

sehingga gulma liar akhirnya mendominasi

areal. Jika hal ini terjadi, maka biaya

pemurnian kacangan atau weeding terhadap

gulma liar akan membengkak terutama pada

tahun pertama penanaman. Pada perkebunan

rakyat tentunya tidak tersedia dana untuk

kegiatan pemurnian kacangan tersebut. Upaya

yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal

tersebut adalah dengan cara menguji daya

kecambah benih kacangan sebelum

penanaman, sehingga jumlah benih per hektar

yang akan dipakai dapat diketahui. Hal ini akan

menjamin bahwa LCC akan segera menutup

tanah. Rendahnya daya kecambah LCC dapat

disebabkan karena mutunya kurang baik,

disimpan oleh suplier terlalu lama dan adanya

infeksi penyakit dan hama (YEOH CHONG HOE,

1979). Dengan semakin meningkatnya harga

benih kacangan, maka sangat dianjurkan untuk

menguji kemurnian dan kualitas benih serta

adanya perlakuan sebelum tanam untuk

Page 22: LCC Di Karet

memecahkan dormansi. Benih LCC dikatakan

baik bila 1) kemurniannya tinggi, 2) daya

kecambah dan daya tumbuh tingi, 3) kadar air

rendah serta 4) bebas dari penyakit dan hama.

Upaya yang dapat dilakukan untuk

menghindari kerugian akibat rendahnya mutu

benih LCC dan dengan semakin meningkatnya

harga, maka program sertifikasi benih LCC

sudah selayaknya mendapat perhatian.

Disamping itu, kegiatan penelitian untuk

meningkatkan produksi benih LCC perlu

digalakkan.

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

30

Keterbatasan benih LCC konvensional di

Indonesia juga disebabkan oleh semakin

menurunnya areal perkebunan yang menanam.

Disamping itu juga karena penanganan dalam

hal produksi benih belum terorganisir dengan

baik. Kebijakan agribisnis perkebunan melalui

tanaman sela juga turut mempengaruhi luasnya

areal LCC di perkebunan di Indonesia.

SUMARMADJI (1986) mengidentifikasi masalah

perbenihan penutup tanah di Indonesia, antara

lain adalah 1) Sistem produksi benih yang

Page 23: LCC Di Karet

masih bersifat sambilan, 2) Sistem sertifikasi

benih belum terorganisir dengan jelas, 3)

Sistem penyaluran benih melalui rantai yang

panjang dan 4) Sistem penanganan simpanan

benih masih kurang memadai.

Di Indonesia, pada umumnya Cc dan

Mucuna bracteata hampir tidak menghasilkan

biji. Walaupun kadang-kadang dapat

menghasilkan biji, kemampuan tumbuhnya

rendah. Untuk mengatasi masalah biji, maka

pembiakannya dilakukan melalui stek batang.

Perbanyakan Cm dan Pj dengan cara stek

memberikan hasil yang sangat rendah.

Walaupun stek menumbuhkan tunas pada umur

2 dan 4 minggu setelah stek, tetapi kemudian

pada umur 8 minggu hampir seluruhnya

mengalami kematian (YEOH CHONG HOE.

1979). Perbanyakan Mucuna bracteata

dengan stek secara ringkas diuraikan sebagai

berikut : Bahan stek diambil dari tanaman di

lapangan yang telah berumur 8-12 bulan, dari

bagian tengah sulur tanaman, sehingga tidak

terlalu tua/muda. Panjang stek cukup 2 ruas

dan pada salah satu ruasnya sudah tumbuh

bakal akar. Stek dipotong dengan

Page 24: LCC Di Karet

menggunakan pisau tajam, sehingga ujung stek

tidak pecah. Stek yang salah satu ruasnya telah

mengandung bakal akar, selanjutnya ditanam

di polibeg kecil berisi top-soil yang telah

dipersiapkan sebelumnya, daun dipotong

sebagian dan kemudian disungkup

menggunakan plastik putih. Kondisi polibeg

diusahakan lembab dengan cara menyiram

jenuh pada saat sebelum ditanam stek. Bibitan

polibeg ditempatkan di areal yang teduh (70%

naungan), seperti pada areal tanaman karet

menghasilkan. Pembukaan sungkup dilakukan

21 hari setelah penanaman stek ke polibeg.

Kondisi tanaman yang berhasil tumbuh

ditunjukkan oleh kondisi daun yang masih

tetap segar pada umur satu bulan setelah stek

ditanam. Dengan cara demikian, keberhasilan

stek mencapai 80-90%. Perbanyakan

Calopogonium caeruleum dengan stek hampir

sama dengan cara diatas. Menanam stek

langsung di lapangan tanpa melalui pembibitan

polibeg umumnya memberikan persentase

hidup yang sangat rendah, sehingga tidak

dilakukan.

Dilihat dari segi luasan areal tanaman karet,

Page 25: LCC Di Karet

peluang dalam perbanyakan tanaman penutup

tanah terutama dari jenis LCC di perkebunan

karet di Indonesia untuk mendekati kebutuhan

adalah cukup besar, tetapi mungkin persoalan

yang akan ditemui untuk mewujudkan hal

tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan

mengimpor. Sampai dengan sekarang, benih

LCC di Indonesia diperoleh dengan cara

mengumpulkan biji dari areal pertanaman karet

yang berumur 2-3 tahun yang ditanami LCC.

Areal tersebut terutama terdapat di areal PT

Perkebunan Negara serta perkebunan swasta

besar asing dan nasional. Biasanya, benih

dikumpulkan oleh karyawan atau penduduk

sekitar kebun, kemudian dijual langsung

kepada perkebunan yang memerlukan atau

kepada penyalur. Produksi biji LCC di areal

gawangan seperti itu tentunya lebih rendah

dibandingkan dengan produksi biji di areal

terbuka. Hasil pengamatan di Balai Penelitian

Sungei Putih pada tahun 2005 menunjukkan

bahwa potensi produksi benih Pj dari satu

hektar areal tanaman karet adalah sekitar 10

kg/tahun. LCC pada gawangan ini dipelihara

dengan baik. Pada umur 6 bulan setelah tanam

Page 26: LCC Di Karet

Pj sudah mulai berbunga dan biji dapat

dipanen satu bulan setelah pembungaan.

Musim biji adalah pada bulan Desember,

Januari dan Februari. YEOH CHONG HOE

(1979) melaporkan bahwa pada awal

pembungaan, produksi biji per hektar tanaman

dari Cm, Pj dan Cp masing-masing adalah 9,2

kg, 1,4 kg dan 4,3 kg. Sejalan dengan

bertambahnya umur tanaman karet, tingkat

penaungan juga meningkat dan pertumbuhan

serta produksi biji LCCnya akan semakin

menurun. Dengan pola produksi seperti itu,

maka areal perburuan biji LCC selalu

berpindah-pindah.

Sampai saat ini, belum ada lembaga khusus

produsen benih LCC, dengan lahan produksi

khusus. Iklim di Indonesia yang tropis basah

juga sebagai faktor pembatas LCC

menghasilkan benih. Contohnya Cc dan

Mucuna bracteata hampir tidak dapat

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

31

menghasilkan biji di Indonesia. Produsen

benih baru bersifat sebagai pengumpul dari

satu areal ke areal lain dalam wilayah

Page 27: LCC Di Karet

perkebunan. Dalam satu hari kerja dan pada

areal yang relatif rata, biasanya hanya dapat

dikumpulkan sebanyak 0,5-0,75 kg benih LCC.

Pada areal yang bergelombang dan berbukit,

jumlah benih yang dapat dikumpulkan sangat

sedikit. Pengakuan para pekebun karet

mengatakan bahwa mengumpul benih untuk

memenuhi kebutuhan adalah kurang ekonomis,

sehingga membeli/impor masih diperlukan.

Berapa potensi produksi benih LCC di

Indonesia sekarang sulit dijawab karena data

luasan kebun yang menanam LCC, baik di

perkebunan karet maupun di perkebunan

sawit/lainnya tidak pernah tercatat dengan

baik. Yang jelas akhir-akhir ini ada

kecenderungan para pekebun untuk tidak

menggunakan LCC konvensional karena alasan

sulit mendapatkan benih serta memerlukan

biaya yang cukup besar dalam

pembangunannya.

Pengaturan terhadap sistem penyaluran

benih LCC belum jelas, tidak seperti pada

tanaman pangan. Adanya masalah dalam

penyaluran secara langsung berpengaruh

terhadap penurunan mutu benih. Suplier

Page 28: LCC Di Karet

biasanya adalah pihak swasta yang juga

bergerak dalam berbagai usaha sarana

pertanian. Penyalur memperoleh benih dari

para pengumpul yang telah dipesan jauh

sebelum musim panen tiba. Faktor yang

menimbulkan masalah dalam penyaluran

adalah 1) musim panen yang sempit, 2)

lambatnya pesanan dari pemakai dan 3)

keterpencilan lokasi penanamannya.

Kenyataan yang selalu ditemui ialah datangnya

benih dengan mutu yang sudah sangat merosot.

Penyaluran benih LCC di Indonesia masih

merupakan rantai yang panjang (SUMARMADJI,

1986).

TANAMAN PAKAN TERNAK SEBAGAI

TANAMAN SELA DI PERKEBUNAN

KARET

Dengan penggunaan sistim tanam yang

berlaku sekarang, pada awal penanaman,

tanaman karet hanya menempati seperlima dari

total areal yang ditanami. Seiring dengan

bertambahnya umur tanaman karet, tajuk akan

berkembang dan penutupan tajuk dicapai

dalam waktu 3,5 sampai dengan 4 tahun

(tergantung dari jenis bahan tanam atau klon

Page 29: LCC Di Karet

yang digunakan). Pada saat tanaman berumur

kurang dari 2 tahun, tingkat transmisi cahaya

adalah 92% PAR (photo synthetically active

radiation), dan akhirnya berkurang mencapai

10% saat tanaman berumur 6 tahun (CHEE dan

AHMAD Faiz, 1990). Hal ini berarti bahwa

selama periode sebelum tajuk tanaman karet

menutup (selama 3,5 tahun) terdapat areal

seluas 75% (KARYUDI dan SUNARWIDI, 1986)

dari total areal karet, yang dapat ditanami

dengan tanaman lain selain tanaman karet. Jika

lahan di antara pohon karet tidak dimanfaatkan

terutama pada awal pertumbuhan, maka

banyak energi matahari yang tidak dapat

dipanen ataupun akan dimanfaatkan oleh

gulma liar untuk pertumbuhannya. Penanaman

tanaman penutup tanah merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan efisiensi tersebut.

Upaya peningkatan produktivitas lahan

perkebunan karet secara terus-menerus

digalakkan. Melalui pengusahaan tanaman

sela, gawangan karet dapat ditanami untuk

memperoleh manfaat ganda yaitu sebagai

pengganti kacangan penutup tanah dan

memberi hasil langsung kepada petani.

Page 30: LCC Di Karet

Pengusahaan tanaman sela dapat memberikan

dampak positif maupun negatif tergantung

pada cara pengelolaannya. Pengelolaan

tanaman sela melalui pengelolaan ekologi yang

tepat dengan memanfaatkan mekanisme faktor

pembatas, kompetisi dan adaptasi akan

memberikan hasil yang optimum dan

mencegah terjadinya dampak negatif.

Peggunaan tanaman pakan ternak sebagai

tanaman sela mempunyai harapan yang baik

terutama sebagai kegiatan dalam mengisi masa

tanaman karet belum menghasilkan. BAAS

(1983) melaporlan bahwa penanaman

berselang gawangan antara Stylosanthes

guianensis dan Brachiaria decumbens

diantara karet yang belum menghasilkan tidak

mengganggu pertumbuhan lilit batang karet

dan bila dipelihara seperlunya bahkan

meningkatkan pertumbuhan lilit batang.

Dengan sistim potong angkut setiap 45 hari

dari kombinasi tersebut dapat dihasilkan

hijauan yang dapat mendukung kehidupan 5

unit ternak sampai tanaman karet berumur 6

tahun. Hasil penelitian SIAGIAN dan

SUMARMADJI (1989) di Balai Penelitian Sungei

Page 31: LCC Di Karet

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

32

Putih menunjukkan bahwa produksi kering

hijauan kumulatif selama 12 bulan dari rumput

gajah, rumput australia dan rumput benggala

berturut-turut adalah 43, 48 dan 25 ton/ha.

Pertumbuhan karet yang meliputi lilit batang,

tebal kulit, jumlah pembuluh lateks dan

diameter pembuluh lateks tidak tertekan oleh

adanya rumput makanan ternak dibandingkan

dengan kacangan konvensional Pj. Salah satu

faktor yang perlu mendapat perhatian dengan

penggunaan tanaman pakan ternak dari

golongan rumput adalah agar penanamannya di

gawangan karet diusahakan sedemikian rupa

sehingga tidak menjadi pesaing dalam hal air,

unsur hara maupun ruang bagi tanaman utama

karet. Biasanya jarak 1,5 m dari barisan karet

bebas dari tanaman pakan ternak tersebut.

Disamping itu, karena rumput tidak

memberikan kontribusi hara terutama N pada

tanaman karet, sebagamana layaknya terjadi

pada LCC, maka pemupukan yang tepat

terhadap tanaman karet sangat diperlukan.

KESIMPULAN

Page 32: LCC Di Karet

Dalam rangka meningkatkan daya saing

komoditas karet, baik antar produsen maupun

antar komoditi perkebunan, upaya peningkatan

produktivitas lahan perkebunan karet terus

menerus digalakkan. Hal ini sangat

memungkinkan dan berpeluang besar karena

pada masa tanaman belum menghasilkan

(TBM) sekitar 60-70% dari luas lahan (disebut

gawangan) belum dimanfaatkan secara efektif.

Pada perkebunan besar, lazimnya gawangan

ditanami dengan tanaman kacangan penutup

tanah (LCC), sementara pada perkebunan

rakyat, gawangan belum dimanfaatkan secara

optimal. Penanaman LCC pada perkebunan

rakyat kurang berkembang karena tidak

dirasakan secara langsung manfaatnya serta

membutuhkan biaya yang cukup besar dalam

pembangunannya. Peluang pemanfaatan

gawangan tanaman karet dengan berbagai

tanaman penutup tanah selain LCC cukup

besar mengingat bahwa setiap tahun luas areal

peremajaan karet yang dicanangkan

pemerintah dari tahun 2005 sampai dengan

2010 cukup luas yaitu mencapai 56.000 hektar.

Optimalisasi pemanfaatan gawangan tanaman

Page 33: LCC Di Karet

karet dengan penanaman tanaman pakan ternak

merupakan salah satu alternatif. Dalam

memilih jenis tanaman pakan hendaknya

mempertimbangkan kelayakan teknis, sosial

dan ekonomis. Jenis tanaman yang dipilih

sebaiknya secara nyata lebih unggul

dibandingkan dengan LCC dan memberikan

hasil langsung kepada pekebun.

DAFTAR PUSTAKA

ANGKAPRADIPTA, P. 1984. Tanaman penutup tanah

di perkebunan. Makalah disampaikan pada

Seminar Satu Hari Tentang Tanaman Penutup

Tanah di BPP Bogor 10 September 1984. 14p.

BLEVINS, R.C., D. COOK, and S.H. PHILLIPS. 1971.

Influence of no-tillage on soil moisture.

Agronomy Journal. Volume 63.p.593-596.

CHERIACHANGEL MATHEWS. 1998. The Introduction

and Establishment of a New Leguminous

Cover Crop, Mucuna bracteata under Oil

Palm in Malaysia. The Planter, Kuala

Lumpur, 74(868):359-368.

CHEE. Y. K., LIU SIN and CHIN THEN VOON. 1983.

Establishment of legume cover crop on flat

land. Planters’ bulletin 177 :119-123.

CHEE, Y.K. and F. AHMAD. 1990. Forage resources

Page 34: LCC Di Karet

in Malaysian rubber estates. Proc. ACIAR

Workshop on Forages for Plantation Crops.

Bali, No.32:32-35.

CHEE YAN KUAN. 1985. Vegetative propagation of

Calopogonium caeruleum. Proc.Int. Rubb.

Conf. 1985. Kuala Lumpur.

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN. 1998.

Statistik Perkebunan Indonesia 1997-1999.

Karet. Departemen Kehutanan Dan

Perkebunan .Direktorat Jenderal Perkebunan.

Jakarta. 54 hal.

GUNAWAN, A. 2005. Rubber Wood Marketing in

Indonesia. Paper presented at Second

Workshop on Rubber Wood, Cropping and

Research, 25-27 May 2005, Bangkok,

Thailand.

JEWTRAGOON, P. and TOPARK-NGARM. 1985.

Factors affecting growth and seed production

of Calopogonium caeruleum. Int. Rubb Conf.

1983. Kuala Lumpur.

KARYUDI dan SUNARWIDI. 1986. Pengusahaan

Tanaman Sela Pada Gawangan Tanaman

Karet. Warta Perkaretan 5(1) :16-20.

KUSTIYANTI, T. 1989. Penanaman penutup tanah di

perkebunan. Balai Penelitian Perkebunan

Page 35: LCC Di Karet

Sungei Putih. Dok. 8946.32p.

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak

33

MAINSTONE, B.J. 1969. Residual effects of ground

cover and nitrogen fertilization of Hevea prior

to tapping. J. Rubb. Res. Inst. Malaysia,

21(2):113-125.

NASUTION, U. 1984. Pengamatan berbagai jenis

tumbuhan penutup tanah di perkebunan karet.

Prosiding Lokakarya Karet 1984. P4T.M

PRESTON SULLIVAN. 2003. Overview of cover

crops and green manures. Fundamentals of

Sustainable Agriculture. ATTRA-National

Sustainable Agriculture Information Service.

22p.

P4TM. 1981. Laporan tahunan. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perkebunan Tanjung

Morawa, Medan.

PUSHPARAJAH, E. 1974. Covers and weeds. The

management and control. In lecture notes

RRIM refresher course on rubber plantings.

Kuala Lumpur, September 1974. Pusat

Penyelidikan Getah Malaysia.

SIAGIAN, N dan SUMARMADJI. 1989. Rumput

makanan ternak sebagai alternatif penutup

Page 36: LCC Di Karet

tanah pada tanaman karet muda. Buletin

Perkaretan, 7(3):75-79.

SIREGAR, M. 1984. Peranan tanaman penutup tanah

terhadap konservasi tanah dan pengaruhnya

terhadap tanaman karet. Makalah

disampaikan pada Seminar Satu Hari tentang

Tanaman Penutup Tanah di BPP Bogor 10

September 1984. 28p.

SUMARMADJI. 1986. Kebutuhan dan masalah

pengadaan benih penutup tanah kacangan di

perkebunan. Balai Penelitian Perkebunan

Sungei Putih. Dok.8661. 23p.

VISSOH, P., V.M. MANYONG, J.R. CARSKY, P. OSEIBONSU,

and M. GALIBA. 2005. Experiences

with Mucuna in west Africa. International

Development Research Centre. 36p

YEOH CHONG HOE. 1979. Propagation of legume

cover crops in rubber plantations.

Planters’bulletin.159:54-64.