27
Laporan Hasil Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan dan Produk Perikanan (Proses Rigor Mortis pada Lele) Disusun oleh : Andina Larasati Dewi (12.4.02.415) Yesi Puspitasari (12.4.02.413) Yuswanda (12.4.02.414) 1

Lele

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lele

Laporan Hasil Pengamatan Kemunduran Mutu Ikan dan Produk Perikanan

(Proses Rigor Mortis pada Lele)

Disusun oleh :

Andina Larasati Dewi (12.4.02.415)

Yesi Puspitasari (12.4.02.413)

Yuswanda (12.4.02.414)

Tahun Akademik 2012/2013

1

Page 2: Lele

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat merampungkan Laporan Praktek Pengelolaan Pasca Panen dengan judul “Proses Rigor Mortis pada Lele” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini kami buat dengan observasi langsung dari lapangan dengan cara pratikum secara langsung. Kami harap dengan adanya laporan ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca sekalian. Didalam laporan ini mencakup tentang proses rigor mortis pada ikan lele mulai dari fase pre-rigor hingga fase pos-rigor.

Kami sadar masih banyak kekurangan dalam laporan yang kami buat ini baik dalam segi penulisan maupun penempatan kata-kata sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis dan semoga laporan yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Penulis

2

Page 3: Lele

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................4

1.2 Tinjauan Pustaka.....................................................................................5

1.2.1 Morfologi Ikan Lele...................................................................7

1.2.2 Klasifikasi Ikan Lele..................................................................9

1.2.3 Pembusukan Pada Ikan.........................................................10

1.2.4 Fase-fase Pembusukan Pada Ikan........................................13

1.2.5 Faktor-faktor Pembusukan Pada Ikan...................................14

BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Alat.....................................................................................................17

2.2 Bahan.................................................................................................17

2.3 Tabel Hasil Pengamatan....................................................................17

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

3

Page 4: Lele

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali

dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat

diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan

akan segera mengalami kemunduran mutu.

Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang

mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama

disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.

Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian

tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa

(appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi

lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida

lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .

Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan

komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia.

Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih

disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.

Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks.

Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk

mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan

terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.

Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele adalah

salah satu jenis ikan yang sangat digemari oleh masyarakat untuk dikonsumsi

karena dagingnya yang gurih dan enak. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang

licin, agak pipih memanjang, serta memiliki "kumis" yang panjang, yang mencuat

dari sekitar bagian mulutnya.

4

Page 5: Lele

1.2 Tinjauan Pustaka

Ikan yang masih hidup proses aerob (memanfaatkan oksigen) berjalan baik.

Reaksi aerob yang terpenting adalah reaksi glikogenolisis, yaitu proses perubahan

glikogen menjadi asam sitrat yang menghasilkan 30 unit ATP. Unit ATP yang

terbentuk akan digunakan untuk melakukan berbagai aktifitas. Sedangkan pada ikan

yang telah mati tidak terjadi reaksi glikogenolisis, Hal ini dapat menyebabkan reaksi

anaerob yang tidak diharapkan (Tabrani, 1997).

Salah satu penyabab kerusakan pada ikan adalah tingginya pH akhir daging

ikan (biasanya pH mencapai antara 6,4 – 6,6) karena rendahnya cadangan glikogen

daging ikan. Dalam keadaan seperti ini, yaitu rendahnya cadangan glikogen daging

ikan akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor

mortis) selesai. Pendinginan setelah penangkapan ikan akan memperlambat

berlangsungnya rigor atau akibat lanjutannya, sehingga penanganan dengan

mekanisme ini akan memperlambat pertumbuhan bakteri. Umumnya pendinginan ini

dilakukan oleh para nelayan dengan menggunakan media es selama penyimpanan

ikan di kapal sampai ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan) (Hidayat dan Suhartini, 2005).

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi

post rigor:

1.             Jenis ikan, tiap jenis ikan mempunyai komposisi kimia jaringan yang

berbeda dari jenis lain, hingga waktu yang diperlukan untuk memasuki fase rigor

juga berbeda-beda.

2.             Kondisi ikan, ikan yang lapar dan / atau lemak, dan ikan yang habis

berpijah, mempunyai cadangan energi yang lebih sedikit, sehingga lebih cepat

memasuki fase rigor.

3.             Tingkat kelelahan, ikan yang banyak meronta dan menggelepar

waktu tertangkap akan lebih cepat mencapai rigor.

4.             Ukuran ikan, ikan-ikan yang lebih kecil lebih cepat mencapai rigor.

5.             Cara penanganan ikan, penaganan sebelum rigor tidak

menunjukkan akaibat yang buruk, tetapi penanganan ketika ikan dalam fase rigor

dapat mengakibatkan keadaan rigor lebih cepat berakhir.

5

Page 6: Lele

6.             Temperatur penyimpanan, penyimpanan pada temperatur yang lebih

rendah menyebabkan ikan lebih lambat mencapai rigor dan lebih lama bertahan

dalam fase rigor.

Menurut Hadiwiyoto (1993), secara kimiawi banyak perubahan yang terjadi

pada fase rigor, antara lain :

1.            Proses glikolisasi tetap berlangsung, karena enzim-enzim dalam

daging ikan masih aktif. Oleh karena tidak ada lagi pemasokan oksigen, maka tidak

lagi terjadi pembentukan (sintesa) glikogen. Sebagai akibatnya adalah turunnya

jumlah glikogen dalam daging. Pada glikolisa akan terbentuk asam laktat yang dapat

menyebabkan turunnya pH daging ikan. Perubahan pH ini sangat mempengaruhi

proses rigor karena ada kaitannya dengan aktifitas enzim ATP-ase. Enzim ATP-ase

akan aktif dalam keadaan sedikit asam (pH rendah), sehingga dengan adanya

glikolisa keaktifan ATP-ase akan meningkat. Pada daging ikan kekakuan sudah

dapat terjadi pada pH hampir netral (sekitar 6,2-6,6).

2.            Terjadi pmecahan ATP menjadi ADP, kemudian pemecahan lebih

lanjut ADP menjadi IDP. Pada tahap akhir akan membentuk ribose dan hipoksantin.

3.            Kreatin-fosfat akan terpecah menjadi keratin dan asam fosfat dengan

menghasilkan tenaga. Jadi tenaga selain diperoleh dari pemecahan ATP juga

diperoleh dari pemecahan kreatin-fosfat.

4.            Denaturasi dapat terjadi sacara lambat pada suhu rendah (kamar).

Pada suhu 37 °C dan pH daging ikan sekitar 6,0 sudah dapat menyebabkan

terjadinya denaturasi pada protein miofibrilar daging ikan. Denaturasi protein akan

menyebabkan protein kehilangan daya mengikat air, sehingga daging akan tampak

lebih kering.

6

Page 7: Lele

1.2.1 Morfologi Ikan Lele

Seluruh tubuh ikan lele tidak bersisik, warna dasar hitam, cokelat, dan kadang agak

kehijauan. Tubuh ikan lele dibagi menjadi 3, yaitu kepala, badan, dan ekor. Ikan lele

memiliki kepala yang besar dan keras dengan sepasang bola mata yang kecil.

Ukuran mulut lebar, dilengkapi kumis. Hal inilah yang menyebabkan lele disebut juga

catfish, karena memiliki kumis seperti kucing . Secara anatomi dan morfologi lele

terbagi menjadi 3 bagian.:

1. Kepala (cepal). Lele memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai

seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala lele pipih ke bawah (depressed).

Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini

membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat

pernapasan tambahan lele berupa labirin. Mulut lele terletak pada ujung

moncong (terminal) dengan dihiasi 4 sungut (kumis). Mulut lele dilengkapi

gigi, gigi nyata, atau hanya berupa permukaan kasar di mulut bagian depan.

Lele juga memiliki empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulut.

Sepasang sungut hidung, sepasang sungut mandibular luar, sepasang

sungut mandibular dalam, dan sepasang sungut maxilar. Ikan ini mempunyai

alat olfaktori di dekat sungut yang berfungsi untuk perabaan dan penciuman

serta penglihatan lele yang kurang berfungsi baik. Mata lele berbentuk kecil

dengan tepi orbital yang bebas. Matanya latero-lateral atau di permukaan

dorsal tubuh yang dapat mengenali warna. Untuk memfokuskan pandangan,

lensa mata dapat bergerak keluar-masuk. Ikan lele memiliki sepasang lubang

hidung (nostrils) yang terdapat pada bagian anterior. Nostrils tersebut

berfungsi mendeteksi bau dan sangat sensitif.

2. Badan (abdomen). Ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan

jenis ikan lainnya, seperti tawes, mas, ataupun gurami. Ikan lele mempunyai

bentuk tubuh memanjang, agak bulat, dan tidak bersisik. Warna tubuhnya

kelabu sampai hitam. Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai

potongan membulat. Sementara itu, bagian belakang tubuhnya berbentuk

pipih ke samping (compressed). Dengan demikian, ada tiga bentuk potongan

melintang pada ikan lele, yaitu pipih ke bawah, bulat, dan pipih ke samping.

7

Page 8: Lele

3. Ekor (caudal). Sirip ekor lele membulat dan tidak bergabung dengan sirip

punggung maupun sirip anal. Sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju.

Sementara itu, sirip perut membulat danpanjangnya mencapai sirip anal.

Sirip dada lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut patil.

Selain untuk membela diri dari pengaruh luar yang mengganggunya, patil ini

juga digunakan ikan lele untuk melompat keluar dari air dan melarikan diri.

Dengan menggunakan patil, lele dapat berjalan di darat tanpa air cukup lama

dan cukup jauh. 

8

Page 9: Lele

1.2.2 Klasifikasi Ikan Lele

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostareophyci

Famili : Claridae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias sp.

9

Page 10: Lele

1.2.3 Pembusukan Pada Ikan

Komponen utama daging ikan (pada saat hewan masih hidup disebut otot)

yaitu air, lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara

kadar lemak sangat bervariasi antara 0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis

ikan dan kondisi lingkungan. Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan

didalam otot (daging) tetapi disimpan didalam hati. Air merupakan unsur utama,

dengan variasi sekitar 7-80%. Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen

larut air lainnya terdapat dalam jumlah sedikit. Pembusukan berlangsung segera

setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak

kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor

utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang

membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses

ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat

mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Kebusukan ikan mulai

terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan

cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis

berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6, serta

tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri proteolitik

mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme

protein. Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi

komponen-komponen sederhana, seperti gula dan asam amino, yang diserap oleh

darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang

membutuhkan, khususnya otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh

enzim, yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada didalam otot.

Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif. Akibatnya, terjadi proses

autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan mempengaruhi flavor,

tekstur, dan penampakan ikan. Proses autolisis karena aktivitas enzim ini dapat

dilihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem)

mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi

10

Page 11: Lele

kekakuan daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan

menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor). Reaksi

autolisis bisa berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak

tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena aktivitas enzim di

dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan.

Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya beberapa jam

setelah penangkapan. Kecepatan proses autolisis sangat tergantung pada suhu.

Penyimpanan ikan pada suhu dingin (hanya sedikit diatas suhu beku ikan) walaupun

tidak menghentikan proses autolisis tetapi dapat memperlambat aktivitas enzim

sehingga memperlambat kecepatan reaksi autolisis. Selain penyimpanan dingin,

aktivitas enzim bisa pula dikontrol dengan metode pengawetan lainnya seperti

penggaraman, penggorengan dan pengeringan. Aktivitas enzim akan terhenti oleh

proses pemanasan. Suhu tinggi akan mempercepat proses rigor mortis, karena

peningkatan suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan

keawetan ikan, maka proses rigor-mortis ini diperlambat selama mungkin agar

pertumbuhan bakteri dan reaksi enzimatis dapat dicegah. Pada tahap awal,

mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan, insang dan saluran

pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk berpenetrasi dari

kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi diperkirakan sekitar 3-4 hari.

Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau dan

flavor. Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang menyebabkan keracunan pangan

karena sebelum toksin terbentuk, pertumbuhan bakterinya cenderung membuat

daging sudah tidak layak lagi untuk dimakan. Perlu diperhatikan, ada banyak jenis

mikroorganisme dan masing-masing memiliki kondisi optimum untuk

pertumbuhannya. Sehingga akan terlihat beberapa mikroorganisme menjadi

dominan, tergantung pada kontaminasi awal, sifat bahan pangan, suhu dan kondisi

lainnya. Dengan penyimpanan dingin pada suhu sekitar 0oC, pertumbuhan bakteri

pembusuk akan berhenti/diperlambat dan kecepatan pembusukan dapat

diperlambat. Suhu ruang, ketersediaan air dan oksigen akan meningkatkan

pertumbuhan mikroorganisme. Pada kondisi ruang, ketersediaan air dan oksigen

mempunyai pengaruh yang besar pada aktivitas mikrobiologi. Kecepatan proses

kerusakan ikan selama pencairan es tergantung pada kecepatan pencairan es

(proses thawing). Jumlah es yang diberikan harus dapat mempertahankan suhu ikan

11

Page 12: Lele

tetap pada 0°C dengan proses thawing cepat, akan memberikan hasil yang lebih

baik dibandingkan dengan proses thawing yang lambat. Proses thawing cepat akan

meminimalkan keluarnya cairan dan komponen larut air dari tubuh ikan. Jika ikan

kontak dengan permukaan seperti kayu, logam atau ikan lain, penyimpangan bau

akan meningkat. Tidak adanya oksigen pada kondisi ini menyebabkan peningkatan

pertumbuhan dan aktivitas bakteri anaerobik. Karena mikroorganisme merupakan

penyebab utama kerusakan ikan, maka kita harus memberi perlakuan-perlakuan

khusus untuk menghindari kondisi-kondisi yang mempercepat pertumbuhan

mikroorganisme. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme meningkat sangat cepat

pada suhu tinggi dan kondisi yang tidak higienis. Sehingga, untuk memperlambat

kerusakan karena aktivitas mikroorganisme, ikan harus didinginkan segera setelah

penangkapan dan disimpan pada kondisi higienis. Beberapa perubahan kimiawi

yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biasanya terjadi sebelum berlangsungnya

kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. Reaksi enzim ini terkait dengan proses

rigor mortis. Proses ini mengakibatkan terjadinya dekomposisi beberapa komponen

kimia, yang menyebabkan penyimpangan bau dan flavor ikan. Kerusakan protein

dan oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap akhir dari proses kerusakan ikan.

Kecepatan reaksi oksidasi lemak akan tergantung pada jenis ikan (ukuran, kadar

lemak, musim). Trimetil amin oksida (TMAO), yang terdapat da-lam semua ikan laut,

biasanya tidak ada didalam ikan air tawar. Pemecahan TMAO menjadi trimetil amin

(TMA) merupakan reaksi penting dari kerusakan ikan secara enzimatis. Kandungan

TMAO biasanya digunakan sebagai indikator dari kesegaran ikan. Selain itu,

penentuan kandungan amoniak (hasil pemecahan urea) pada beberapa ikan, seperti

hiu, juga penting untuk menentukan kesegaran ikan.

12

Page 13: Lele

1.2.4 Fase-fase Pembusukan Pada Ikan

- Hyperaemia

Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang

ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal

di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari

reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan

merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

- Rigor Mortis

Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai

oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-

alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi

kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti

ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.

- Autolysis

Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan

menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim

yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang

selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)

Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai

akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan

dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.

13

Page 14: Lele

1.2.5 Faktor-faktor Pembusukan Pada Ikan

- BAKTERI

Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan

mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-

jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan

Elostridium.

Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak

mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik,

mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi

pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi

perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian

tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :

Seluruh permukaan tubuh,

Isi perut,

Insang.

Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah

sebagai berikut:

Ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan

sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri

lebih mudah berkembang biak.

Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna

susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan

terjadinya penguraian bakteri.

Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah

bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi

bakteri untuk berkembang biak.

14

Page 15: Lele

- PENGARUH FISIK

Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan

oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan

di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena

penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan

dan ikan menjadi lembek.

Hal-hal ini dapat disebabkan karena:

Ikan berada dalam jaring terlalu lama, misal dalam jaring trawl, penarikan

trawl terlalu lama. Kondisi ini dapat menyebabkan kepala atau ekor menjadi

luka atau patah.

Pemakian ganco atau sekop terlalu kasar, sehingga melukai badan ikan dan

ikan dapat mengalami pendarahan.

Penyimpanan dalam palka terlalu lama.

Penanganan yang ceroboh sewaktu penyiangan, mengambil ikan dari jaring,

sewaktu memasukkan ikan dalam palka, dan membongkar ikan dari palka.

Daging ikan juga akan lebih cepat menjadi lembek, bila kena sinar matahari.

Cara Penangkapan

Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih

baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan ill-net dan

long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap

segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang

tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini

15

Page 16: Lele

menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.

Reaksi Ikan Menghadapi Kematian

Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan

lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak

kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir.

Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.

Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat

tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi

masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor

mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan

berlangsung lambat.

Jenis dan Ukuran Ikan

Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan

komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan

yang lebih besar.

Keadaan Fisik Sebelum Mati

Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis

bertelur lebih cepat membusuk.

Keadaan Cuaca

Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak

bergelombang, mempercepat pembusukan.

16

Page 17: Lele

BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 ALAT

1. Penggaris

2. Ember

3. Batu

4. Busur

2.2 BAHAN

1. Ikan Lele

2.3 Tabel Hasil Pengamatan

No.

Perlakuan Pada Ikan

Dipaksa mati Dibiarkan

Waktu Sudut Kenampakan Waktu Sudut Kenampakan

1

2

3

17

Page 18: Lele

4

5

6

7

8

9

10

11

No

Size ikan

Besar Kecil

Waktu Kenampakan Sudut Waktu Kenampakan Sudut

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

18

Page 19: Lele

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa proses rigor

mortis lebih cepat terjadi pada ikan lele berukuran kecil yang dibiarkan mati perlahan

karena pada saat mati, tingkat glikogen pada tubuh ikan lele berukuran kecil yang

dibiarkan mati perlahan tinggi sehingga menyebabkan adanya penumpukan asam

laktat yang menyebabkan pH jaringan otot rendah. Pada ikan lele yang berukuran

besar, proses rigor mortis terjadi lebih lama dikarenakan ukurannya yang besar

sehingga ATP yang tersisa didalam tubuh lebih banyak dibandingkan ikan lele

berukuran kecil. ATP yang tersisa akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pecah

dan menumpuk menjadi asam laktat.

19

Page 20: Lele

DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/

http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/659-penurunan-mutu-dan-proses-

pembusukan-ikan

http://id.wikipedia.org/wiki/Lele

http://www.dunialele.com/2011/09/morfologi-ikan-lele.html

http://rahayuseptia.blogspot.com/2012/01/laporan-tphp-rigor-indeks.html

http://www.mycatfish.com/2012/03/anatomi-dan-morfologi-ikan-

lele.html#axzz2P54ujKQD

http://budidayakanlele.blogspot.com/2012/08/klasifikasi-ikan-lele.html

20