Upload
fakhir-tashin-baaj
View
72
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
materi lembaga negara indonesia
Citation preview
Lembaga-lembaga Negara di Indonesia
“Pengisian Jabatan dan Kekuasaan Presiden
atau Wakil Presiden”
Oleh:
Cucu Nurhayanti Anggraeni (1206209343)
Febriansyah Yoes (1206209311)
Febri Indriyani Fasry (1206209324)
Ferin Chairysa (1206209356)
Yannes Putra Simanullang (1206209394)
1
A. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden sebelum amandemen UUD
1945
Ketentuan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden terdapat didalam
Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak. Rumusan pasal ini bersifat definitif karena
dalam penjelasan pasal ini disebutkan dengan jelas. Dengan demikian ada dua unsur
penting dalam pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yaitu:
Pertama, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Kata dipilih tentu
mengisyaratkan bahwa calon harus lebih dari satu orang karena tradisi calon tunggal
tidak mendekati pasal ini.
Kedua, penentuan Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak (voting)
dimana MPR akan mengadakan pemungutan suara dan calon yang memperoleh suarat
terbanyak ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk melaksanakan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 tersebut, MPR telah
mengeluarkan ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1973 tentang “Tata Cara Pemilihan
Presiden Dan Wakil Presiden Indonesia”. Berdasarkan Tap MPR No.II/MPR/1973,
tata cara pemilihan presiden dapat dirinci sebagai berikut, Pertama, calon Presiden
diusulkan oleh semua fraksi secara tertulis kepada MPR melalui pimpinan fraksi yang
sudah harus diterima oleh pimpinan MPR selambat-lambatnya 24 jam sebelum rapat
paripurna pemilihan Presiden (Pasal 9 dan 10). Kedua, ketua MPR mengumumkan
nama calon dan Presiden yang telah memenuhi persyaratan. Pencalonan dapat ditarik
kembali oleh yang bersangkutan kepada pimpinan MPR melalui fraksi pengusul
(Pasal 11 dan 12). Ketiga, pelaksanaan pemilihan apabila calon lebih dari satu orang.
Pemilihan dilaksanakan secara rahasia, putusan diambil sekurang-kurangnya lebih
dari separuh anggota yang hadir. Jika diantara mereka tidak ada yang mendapat suara
lebih dari separuh, maka terhadap dua calon yang mendapat suara lebih banyak
dilakukan pemilihan ulang dan calon yang mendapat suara terbanyak ditetapkan
sebagai presiden. Apabila kedua calon mendapatkan suara yang sama, maka
pemungutan suara dari fraksi masing-masing secara tertulis. Jika suara masih tetap
2
sama, maka fraksi mengusulkan calon lain (Pasal 14-19). Seandainya calon hanya
satu orang, maka calon tersebut disahkan saja oleh MPR (Pasal 13 ayat (2) ).
Sementara itu pengisian jabatan Wakil Presiden Indonesia tidak terlalu jelas diatur
didalam UUD 1945. ketentuan pengaturan pengisian jabatan wakil presiden dapat
ditemui didalam Pasal 21 – 27 Tap MPR No. II / MPR /1973 yang pada prinsipnya
terdiri dari tiga hal pokok.
1. pelaksanaan pemilihan mengikuti tatacara pemilihan presiden;
2. pemilihan wakil Presiden baru dapat dilaksanakan setelah Presiden terpilih,
yaitu setelah Presiden mengucapkan sumpah dan janji (Pasal 21);
calon Wakil Presiden diusulkan oleh wakil fraksi-fraksi secara tertulis kepada
pimpinan MPR dengan persetujuan calon dan pernyataan sanggup
bekerjasama dengan Presiden terpilih.
Saldi Isra mengatakan bahwa ada tiga hal yang dapat dicermati dalam hal
tatacara pemilihan calon Wakil Presiden tersebut. Pertama, melaksanakan pemilihan
wakil presiden tidak satu paket dari pemilihan presiden seperti yang terdapat didalam
Tap MPR No.II / MPR /1973 Pasal 8 menyatakan; (1) Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dilaksanakan secara terpisah, (2) Pemilihan Presiden dilaksanakan lebih
dahulu dari pemilihan Wakil Presiden. Kedua, peran yang dilakukan oleh fraksi dalam
menentukan calon Wakil Presiden hampir sama dengan pencalonan Presiden, tapi
fraksi tidak bisa menentukan secara mutlak karena pada pemilihan Wakil Presiden,
peran Presiden terpilih tidak bisa dikesampingkan oleh fraksi di MPR. Ketiga,
disamping kekuasaan yang dinyatakan secara tegas oleh MPR, Presiden secara
terselubung memperoleh kekuasaan riil ikut menetapkan calon Wakil Presiden. MPR
memiliki kekuasaan untuk memilih Wakil Presiden, namun demikian dalam
perkembangannya Wakil Presiden tidak dapat dicalonkan oleh setiap fraksi sebelum
mendapatkan persetujuan Presiden terpilih.1
1 Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Andalas University Press, Padang, 2006, Hlm. 108.
3
Pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden setelah amandemen UUD 1945
Ide pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat muncul seiring wacana
perlunya membangun konsep politik baru Indonesia yang lebih demokratis sebagai
tuntutan reformasi politik. isu utama yang menjadi wacana publik sebagai kehendak
kuat membangun sistem politik yang demokratis yang lebih baik dari sistem politik
masa Soeharto. Setelah disahkannya perubahan keempat undang-undang dasar Negara
Republik Indonesia dalam sidang tahunan MPR tahun 2002 maka mekanisme
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung itu telah ditentukan secara
final ketentuan pokoknya. Dalam rumusan Pasal 6A ayat (4) yang sempat tertunda
karena belum berhasil mendapatkan kesepakatan dalam sidang tahunan MPR tahun
2001 dinyatakan :” dalam hal tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum, dipilih oleh rakyat secara langsung, dan pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.
Melihat secara mendalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 A UUD
1945, model pemilihan langsung yang disepakati adalah model Nigeria. Tetapi model
itu tidak sepenuhnya disepakati karena MPR memodifikasi sesuai dengan kebutuhan
obyektif ketatanegaraan Indonesia. Ringkasnya indonesia memodifikasi model
Nigeria. Modifikasi tersebut dilakukan menyangkut persentase suara yang harus
diperoleh oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk semua provinsi. Di
Negeria, selain harus mendapatkan total 50% + 1 suara, calon harus mendapatkan
dukungan suara minimal 30% sedikitnya di 2/3 jumlah provinsi yang ada. Sementara
di Indonesia sedikit lebih longgar karena hanya memerlukan dukungan suara minimal
20% sedikitnya di ½ jumlah provinsi.
Setelah semua aturan di tingkat konstitusi selesai, berdasarkan ketentuan
dalam pasal 6A ayat (5) UUD 1945, pada tanggal 7 juli 2003 telah ditetapkan undang-
undang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Didalam UU No.23 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Disebutkan siapa saja yang
dapat mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yakni pada Pasal 5, yang
berbunyi sebagai berikut: (1) Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah
Pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan
partai politik. (2) Pengumuman calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden atau
4
Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dapat dilaksanakan
bersamaan dengan penyampaian daftar calon anggota DPR kepada KPU. (3)
Pendaftaran Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik
dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau perolehan
suara sah yang ditentukan oleh undang-undang ini kepada KPU. (4) Pasangan Calon
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang memperoleh sekurangkurangnya 15% (lima belas
persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah
secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Setelah diadakannya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pasangan Calon
yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap
provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia diumumkan
sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih dan dibuatkan Berita Acara hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden. (Pasal 66 UU No.23/2003) Akan tetapi jika dari
masing-masing pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden belum ada yang
memenuhi syarat seperti yang termuat dalam Pasal 66 tersebut maka diadakan
pemilihan putaran kedua dengan diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua (Pasal 67 ayat (1)).
Dalam hal perolehan suara terbanyak diperoleh oleh dua Pasangan Calon, kedua
Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 67 ayat (2)). Dalam hal perolehan suara terbanyak
diperoleh oleh tiga Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan
kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas secara
berjenjang.( Pasal 67 ayat (3)). Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua diperoleh
oleh lebih dari satu Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah
perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.( Pasal 67 ayat (4) ).
Demikianlah mekanisme pemilihan secara langsung Presiden dan Wakil
Presiden dalam rangka pengisian jabatan, dimana pengaturan terhadap mekanisme
secara lebih terperinci diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003
sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pasal 6A ayat 5 UUD 1945.
5
A. Pemilihan Umum
Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil
Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan
UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan
antara Presiden dan MPR adalah setara. Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya.
Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.Jika dalam
Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka
dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua.
Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan
sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.
Syarat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun
2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
3. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya
4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagai Presiden dan Wakil Presiden
5. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa
laporan kekayaan penyelenggara negara
7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara
8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
6
9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
10.Terdaftar sebagai Pemilih
11.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan
kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak OrangPribadi
12.Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua)
kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
13.Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
14.tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
15.Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun
16.Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
17.Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam
G.30.S/PKI
18.Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara
Republik Indonesia
Tatacara atau prosedur peilhan Presiden dan Wakil Presiden menurut Undang-
Undang Dasar 1945 setelah amandemen IV, yaitu;
a) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat (pasal 6A ayat 1), setelah amandemen III;
b) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum (pasal 6A ayat 2), setelah amandemen III;
c) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih
dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari
7
setengah jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden (pasal 6A ayat 3), setelah amandemen III;
d) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden.(pasal 6A ayat 4), setelah mandemen IV;
e) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut
diatur dalam Undang-undang (pasal 6A ayat 5), setelah amandemen III.
f) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu
kali masa jabatan (pasal 7), setelah amandemen I.
g) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa”. (pasal 9 ayat 1), setelah amandemen I.
h) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan
Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan
Mahkamah Agung. (pasal 9 ayat 2), setelah amandemen I.17 Sedangkan
tatacara pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menurut TAP
MPR No.VI/MPR/1999, yaitu;
a) Pasal 8
1. Fraksi dapat mengajukan calon Presiden.
2. Calon Presiden dapat juga diajukan oleh sekurang-kurangnya 70
orang anggota majelis yang terdiri atas satu Fraksi atau lebih.
3. Masing-masing anggota Majelis hanya boleh menggunakan salah
satu cara pengajuan calon sebagaimana tersebut dalam ayat 1 dan 2
pasal ini.
b) Pasal 9
Calon Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ketetapan ini.
8
Dapat diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Majelis dengan
melampirkan persetujuan dari calon yang bersangkutan.
c) Pasal 10
Presiden dan Wakil Presiden: “Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang
undang Dasar dan peraturannya dengan selurus lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa”. Janji Presiden dan Wakil Presiden : “Saya
berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-undang dan
1. Pengajuan usulan tersebut pada pasal 8 ketetapan ini, harus sudah
diterima oleh Majelis selambat-lambatnya 12 jam sebelum Rapat
Paripurna Pemilihan Presiden dibuka.
2. Pimpinan Majelis meneliti persyaratan calon dan persyaratan
pencalonan Presiden.
d) Pasal 11
Pimpinan Majelis mengumumkan nama calon Presiden yang telah
memenuhi persyaratan kepada Rapat Paripurna Majelis.
e) Pasal12
1. Calon Presiden yang telah diusulkan kepada Pimpinan Majelis,
pencalonannya dapat ditarik kembali oleh yang bersangkutan dan atau
oleh pihak yang mengusulkan melalui Pimpinan Majelis.
2. Apabila penarikan kembali dilakukan sebelum calon-calon Presiden
diumumkan oleh pimpinan Majelis, maka dimungkinkan untuk
dilakukan. Penggantian calon yang bersangkutan dengan tetap
memenuhi persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam pasal 8,
9, 10 dan 11 ketetapan ini.
3. Apabila penarikan kembali itu dilakaukan setelah calon-calon
Presiden diumumkan oleh Pimpinan Majelis, maka tidak
dimungkinkan untuk dilakukan penggantian.
f) Pasal 13
1. Apabila calon yang diajukan lebih dari satu orang, maka pemilihan
9
dilakukan dengan pemungut suara secara rahasia.
2. Apabila calon yang diusulkan ternyata hanya satu orang, maka calon
tersebut disahkan oleh Rapat Paripurna Majelis menjadi Presiden.
g) Pasal 14
Dalam hal ini dilakukan pemungutan suara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat 1 ketetapan ini, maka calon Presiden yang
memperoleh suara sekurang-kurangnya lebih dari separuh jumlah
anggota Majelis yang hadir untuk ditetapkan sebagai Presiden terpilih.
h) Pasal 15
Dalam hal ini penghitungan suara ternyata tidak ada calon yang
memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap tiga calon yang memperoleh
suara lebih banyak dari calon yang lain, diadakan pemungutan suara
ulang secara rahasia.
i) Pasal 16
Dalam hal pemungutan suara ternyata tidak ada calon yang
memperoleh suara lebih dari separuh sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 ketetapan ini, maka terhadap dua calon memperoleh suara
ulang secara rahasia.
j) Pasal 17
Apabila hasil penghitungan suara berdasarkan pasal 16 ketetapan ini,
ternyata masing-masing calon memperoleh jumlah suara yang sama
banyaknya, atau ternya tidak ada yang memperoleh suara lebih dari
separuh jumlah Anggota Majelis yang hadir, maka diadakan
pemungutan suara ulang secara rahasia.
k) Pasal 18
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 17 ketetapan ini ternyata masing-masing calon
memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau tidak ada calon
yang memperoleh suara lebih dari separuh jumlah Anggota Majelis
yang hadir, maka pemilihan diulang dengan penundaan
selambatlambatnya 1 x 24 jam.
l) Pasal 19
Apabila hasil penghitungan suara yang dilakukan sebagaimana
10
dimaksud dalam pasal 18 ketetapan ini, ternyata masing-masing calon
masih tetap memperoleh jumlah suara yang sama banyaknya atau
belum ada calon yang memperoleh suara lebih dari separuh,
maka pengusul harus mengajukan calon Presiden yang lain untuk
dilakaukan pemilihan ulang dan pemungutan suara dilakukan secara
rahasia.
Pemilihan kembali Presiden ada 3 sifat yaitu:
Mutlak
Yaitu presiden yang sudah terpilih dapat mencalonkan diri lagi sebagai
presiden apabila masa jabatannya habis
Relatif
Yaitu boleh terpilih dua kali menjadi presiden namun tidak boleh jika tiga kali
berturut-turut
Bebas
Yaitu dimana presiden yang terpilih dapat menjabat kembali apabila terpilih
lagi sampai berapa kali pun
Jadi Indonesia menganut sifat yang pertama yaitu bersifat mutlak dimana Presiden
yang telah terpilih dan telah habis masa jabatannya 5 tahun dapat mencalonkan lagi
dan terpilih untuk satu kali lagi saja.
B. Pengisian Kekosongan Jabatan Presiden dan wakil Presiden
1. Perwakilan
Mewakilkan presiden dapat terjadi disebabkan bila presiden dalam situasi
Sakit
Cuti
Kunjungan keluar negri
Cara perwakilan Presiden
Menurut Moh. Yamin bahwa didalam UUD 1945 tidak ada pengisian kekosongan
jabatan dengan perwakilan. Sedangkan peraturan yang berhubungan dengan
perwakilan Presiden ada seperti Keppres No. 8 Tahun 2000 yang berisikan menunjuk
11
wakil Presiden sebagai pelaksana tugas pemerintahan sehari-hari selama Presiden
dalam kunjungan keluar negeri.
Dan tugas sehari-hari tersebut berupa:
Memimpin rapat
Seremonial : Menerima tamu Negara ,dll
2. Pergantian
Pergantian Presiden dapat terjadi apabila berhalangan tetap seperti
Mangkat
Berhenti / diberhentikan
Tidak dapat melaksanakan kewajiban
3. Pemangkuan Sementara
Hal ini juga terjadi karena adanya halangan tetap seperti:
Mangkat
Berhenti / diberhentikan
Pemangkuan sementara dapat terjadi pula apabila Presiden dan Wapres sama-
sama berhalangan tetap dan apabila hal itu terjadi maka segala tugas presiden akan
dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri
Pertahanan.
Mengenai pengisian kekosongan jabatan Presiden dan Wapres apabila ada
halangan diatur dalam TAP MPR No. VII/MPR/1973 yang berisikan:
Pasal 1
(1). Yang dimaksud dengan berhalangan dalam Ketetapan ini adalah berhalangan
tetap dan berhalangan sementara.
(2). Yang dimaksud dengan berhalangan tetap dalam Ketetapan ini adalah mangkat,
berhenti atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatan.
(3). Yang dimaksud dengan berhalangan sementara dalam Ketetapan ini adalah
berhalangan yang tidak termasuk dalam ayat (2) pasal ini.
Pasal 2
(1). Dalam hal Presiden berhalangan tetap, maka ia diganti oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya.
12
(2). Wakil Presiden sebelum memegang jabatan Presiden sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, bersumpah atau berjanji dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3). Apabila Dewan Perwakilan Rakyat untuk maksud tersebut pada ayat (2) pasal ini
tidak mungkin mengadakan rapat, maka Wakil Presiden sebelum memegang Jabatan
Presiden bersumpah atau berjanji dihadapan Mahkamah Agung.
Pasal 3
(1). Dalam hal Presiden berhalangan sementara, maka Presiden menugaskan Wakil
Presiden untuk melaksanakan tuga-tugas Presiden.
(2). Apabila dalam hal yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, Wakil Presiden dalam
keadaan berhalangan, maka Presiden menunjuk seorang Menteri untuk melaksanakan
tugas-tugas Presiden.
(3). Jangka waktu penugasan/penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
(2) pasal ini, ditentukan oleh Presiden.
Pasal 4
(1). Dalam hal Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Majelis permusyawaratan
Rakyat mengadakan Sidang Istimewa khusus untuk memilih dan mengangkat Wakil
Presiden apabila Presiden dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat memintanya.
(2). Masa jabatan Wakil Presiden yang menggantikan Wakil Presiden yang
berhalangan tetap, akan berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden yang
dibantunya.
Pasal 5
(1). Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, Majelis
Permusyawaratan Rakyat dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah
Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap sudah menyelenggarakan Sidang
Istimewa Majelis untuk memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, yang
masa jabatannya berakhir sesuai dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
yang digantikannya
(2). Sejak Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, maka Menteri-menteri
yang memegang jabatan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri
Pertahanan-Keamanan secara bersama-sama melaksanakan Jabatan Pemangku
Sementara Jabatan Presiden, yang pengaturan kerjanya ditentukan oleh Menteri-
menteri yang bersangakutan.
13
(3). Pemangku Sementara Jabatan Presiden melaksanakan pekerjaan sehari-hari
Presiden sampai Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh Majelis memegang
jabatannya.
Pasal 6
(1). Pemangku Sementara Jabatan Presiden sebelum melaksanakan tugasnya
bersumpah atau berjanji dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2). Apabila Dewan Perwakilan Rakyat untuk maksud tersebut pada ayat (1) pasal ini
tidak mungkin mengadakan rapat, maka Pemangku Sementara Jabatan Presiden
bersumpah atau berjanji dihadapan Mahkamah Agaung.
(3). Bunyi sumpah atau janji Pemangku Sementara Jabatan Presiden adalah sebagai
berikut :
"Sumpah Pemangku Sementara Jabatan Presiden” "Demi Allah, saya bersumpah akan
memenuhi kewajiban Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".Janji Pemangku Sementara Jabatan
Presiden :"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia dengan sebaikbaiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
Undang-undang dan Peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa".
Pasal 7
Pemangku Sementara Jabatan Presiden tunduk dan bertanggung-jawab kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 8
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
B. “Kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden
A. Kekuasaan presiden dalam perkembangan Undang-undang Dasar 1945
Pemegang kekuasaan eksekutif atau kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang menurut UUD 1945 berada di tangan Presiden. Inilah pengertian kekuasaan
pemerintahan dalam arti sempit. Presiden adalah kepala pemerintahan, yang dalam
tugasnya dibantu oleh menteri-menteri. Menurut Wynes, dapat diberi definisi
14
“sebagai kekuasaan dalam Negara yang melaksanakan undang-undang,
menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mempertahankan tata tertib dan
keamanan, baik didalam maupun diluar negeri”.
Selama diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945. Presiden Indonesia
dibebani kekuasaan-kekuasaan baik oleh ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar
sendiri maupun oleh perundang-undangan sebagai berikut.
1. Kekuasaan Administratif yaitu pelaksanaan undang-undang dan politik
administratif. Presiden Indonesia tidak mempunyai suatu tugas administrative
untuk dilaksanakan, begitupun tidak mempunyai kekuasaan untuk
pemeriksaan dan pengawasan terhadap departemen-departemen pemerintahan.
Tetapi meskipun berbagai departemen pemerintahan dilaksanakan dibawah
pemeriksaan dan tanggung jawab menteri-menteri yang bersangkutan,
Presiden masih tetap merupakan Kepala yang formil dari pemerintahan.
Selama Undang-undang 1945 Presiden mempunyai kekuasaan untuk
mengangkat Menteri-menteri, Hakim-hakim Mahkamah Agung, Jaksa Agung,
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Negara. Presiden mempunyai pula
kekuasaan untuk memperhentikan Menteri-menteri, Jaksa Agung, dan
sebagainya.
2. Kekuasaan Legislatif yaitu memajukan rencana Undang-undang dan
mengesahkan Undang-undang. Kekuasaan legislative Presiden yang
ditentukan oleh Undang-undang Dasar sebenarnya melampau kekuasaan
Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya (pasal 4, ayat 2)
3. Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan Presiden untuk memberikan grasi dan
amnesti. Namun kekuasaan ini juga dilaksanakannya dengan bantuan Menteri
dan dalam segala kesempatan pertimbangan pengadilan yang menjatuhkan
hukuman akan diperhatikan.
4. Kekuasaan Militer yaitu kekuasaan mengenai angkatan perang dan urusan
pertahanan. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang2,
tetapi Undang-undang Dasar dengan tegas menetapkan bahwa pelaksanaan
kekuasaan ini diatur dengan undang-undang3. Adalah tidak mungkin Presiden
2 Pasal 10 UUD3 Pasal 30 ayat 2 UUD
15
Indonesia menyatakan perang atau membuat perdamaian dengan tiada
persetujuan KNIP. 4
5. Kekuasaan Diplomatik yaitu kekuasaan yang mengenai hubungan luar negeri.
Presiden Indonesia sebagai halnya Kepala-kepala Negara lain, mewakili
Indonesia dalam masalah internasional dan mempunyai kekuasaan untuk
mengangkat wakil-wakil Indonesia pada Negara-negara lain5 dan menerima
wakil dari Negara-negara lain.
6. Kekuasaan Darurat yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan-
kekuasaan Presiden diwaktu normal. Pada waktu-waktu krisis yang memuncak
bila oleh satu dan lain sebab kabinet tak dapat dengan efektif
menyelenggarakan tugasnya, kekuasaan darurat dilaksanakan oleh Presiden
sebagai dinyatakan oleh pasal 12 Undang-undang Dasar dan Undang-undang
1946 No.6 tentang keadaan bahaya.
B. Kekuasaan Presiden Menurut Undang-undang Dasar 1949
Dalam Undang-undang 1949 dicantumkan dalam pasal 68, bahwa Presiden
dan Menteri-menteri bersama-sama merupakan Pemerintah. Sebagai tugas
yang terutama dan eksekutif, disebutkan bahwa “Pemerintah
menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus, supaya
Konstitusi, undang-undag federal dan peraturan-peraturan lain yang berlaku
untuk Republik Indonesia Serikat, dijalankan” (pasal 17).
Beberapa pasal dalam Undang-undang Dasar 1949 yang menunjuk kepada
kekuasaan Presiden, sebenarnya tidak memberi hak kepadanya untuk
melaksanakan dengan bebas. Kekuasaan-kekuasaannya yang secara khusus
diatur oleh Undang-undang 1949 adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan Administratif. Menurut Undang-undang Dasar 1949, Presiden
mempunyai kekuasaan untuk mengangkat Perdana Menteri, Menteri-menteri.
Ketua senat dari anjuran yang dimajukan oleh Senat, dan lain-lain pejabat
Negara. Presiden setelah mendengar Senat, mengangkat Ketua, Wakil Ketua
dan anggota-anggota Dewan Pengawasan Keuangan. Selanjutnya Presiden
mengesahkan pemilihan-pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan
4 Pasal 11 UUD5 Pasal 13 UUD
16
Rakyat. Demikian juga Presiden dapat memperhentikan pejabat-pejabat negara
tertentu.
2. Kekuasaan Legislatif. Dalam pasal 141 Undang-undang 1949 ditetapkan
bahwa peraturan-peraturan yang ada di Undang-undang ditetapkan oleh
Pemerintah dan disebut Peraturan Pemerintah dan dalam pasal 142 dinyatakan
pula bahwa undang-undang federal dan peraturan pemerintah dapat
memerintahkan kepada alat-alat perlengkapan lain dalam Republik Indonesia
Serikat mengatur selanjutnya pokok-pokok yang tertentu yang diterapkan
dalam ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan itu.
3. Kekuasaan Yudikatif. Menurut Undang-undang 1949 Presiden mempunyai
hak memberi ampundan keringanan hukuman atas hukuman-hukuman yang
dijatuhkan oleh keputusan pengadilan. Namun berbeda dengan Undang-
undang Dasar 1945, pernyataan abolisi tidak disebut dalam pasal yang sama
dengan hak untuk memberikan amesti, tetapi secara khusus disebut dalam
lampiran Undang-undang Dasar 1949.
4. Kekuasaan Militer. Dalam Undang-undang dasar 1949 Presiden disebut
Panglima Tertinggi Tentara Republik Indonesia Serikat pada pasal 182 ayat 1
dan jenderal yang ditugaskan memimpin angkatan perang angkatan perang
yang dinamakan Panglima Besar.
5. Kekuasaan Diplomatik. Menurut Undang-undang Dasar 1949 Presiden diberi
kuasa utuk mengadakan dan mensahkan segala perjanjian (traktat) dan
persetujuan dengan negara lain. Selanjutnya Presiden menerima wakil negara-
negara lain pada Republik Indonesia Serikat da mengangkat wakil dari
terakhir ini pada negara-negara lain yaitu pada pasal 178.
C. Kekuasaan Presiden Menurut Undang-undang Dasar 1950
Pada Undang-undang Dasar 1950 Presiden dan Wakil Presiden merupakan
“dwi-tunggal” Pemerintah Republik Indonesia, Menteri-menteri
merupakan bagian yang lain. Pada Pasal 85 menetapkan bahwa sekalian
keputusan Presiden ditanda tangani serta oleh Menteri-menteri yang
bersangkutan, penandatanganan serta oleh seorang Menteri menunjukan
bahwa ia setuju dengan keputusan. Persetujuan ini sangat penting, karena
pasal 83 menyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan Pemerintah. Sedangkan Presiden dan Wakil
17
Presiden tak dapat diganggu gugat, dengan perkataan lain tak bertanggung-
jawab.
Dalam pasal 52 Undang-undang 1950 telah dicantumkan bahwa baik
Kabinet maupun masing-masing Menteri senantiasa memberitahukan
segala urusan penting kepada Presiden dan Wakil Presiden. Tambahan
pada pasal 2 ayat 4 dari Peraturan Tata Tertib Dewan Menteri
menghendaki bahwa Sekretaris Dewan Menteri menyampaikan catatan-
catatan mengenai putusan-putusan Dewan Menteri kepada Presiden dan
Wakil Presiden. Kekuasaan-kekuasaan tersebut yang diatur oleh Undang-
undang 1950 adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan Administratif. Pada pasal 82 dan 98 Undang-undang Dasar
memberi kuasa kepada Pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah
yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan undang-undang. Undang-undang
Dasar secara tegas memberi kuasa kepada Presiden untuk mengangkat Wakil
Presiden, Menteri-menteri dan lain-lain pejabat, presiden mengesahkan
pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang
dasar secara tersurat memberi kuasa kepadanya untuk memperhatikan
Menteri-menteri dan lain-lain pejabat.
2. Kekuasaan Legislatif. Pada pasal 84 Undang-undang dasar 1950
menganugerahkan kepada Presien kekuasaan untuk membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat. Undang-undang Dasar memberikan kepada Pemerintah
kekuasaan untuk mengabil inisiatif dalam perundang-undangan dan
menghendaki untuk menyampaikan rencana undang-undang itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dengan amanat Presiden.6
3. Kekuasaan Yudikatif. Undang-undang dasar memberikan kepada Presiden
kekuasaan untuk memberi grasi bagi seseorang yang dijatuhkan hukuman oleh
sesuatu pengadilan di Indonesia. Tetapi ia tidak diberi kuasa abolisi.
4. Kekuasaan Militer. Pada Undang-undang Dasar 1950 istilah Panglima Tinggi
tidak dipergunakan lagi. Namun secara tegas menyatakan bahwa Presiden,
dengan cara dan dalam hal-hal yang akan ditentukan dengan undang-undang,
dapat menyatakan daerah Republik Indonesia atau bagian-bagian dari padanya
dalam keadaan bahaya, bilamana negeri dan keamanan terhadap luar negeri
6 Pasal 90 dan Peraturan Tata Tertib Dewan menteri op.cit., pasal 3 ayat 2 bagian 2.
18
tercantum pada pasal 129. Pada pasal ini pula undang-undang Dasar 1950 juga
memberi kuasa kepada Presiden atas keputusan dewan Menteri untuk
menyatakan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat dari keadaan
perang.7
5. Kekuasaan Diplomatik. Pasal 120 Undang-undang dasar 1950 meletakan
ditangan Presiden kekuasaan untuk merundingkan traktat dan persetujuan lain
dengan negara-negara asing dan menunjuk wakil-wakil diplomatic dan
konsuler di negara-negara asing.
D. Kekuasaan Presiden Menurut Kembali ke Undang-undang Dasar 1945
Semua kekuasaan-kekuasaan Presiden dan juga Wakil Presiden diatur di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Bab III yang berjudul Kekuasaan Pemerintahan
Negara. Pengaturan mengenai hal ini terdapat dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16.
Berikut adalah penjabaran pasal-pasal mengenai kekuasaan dan pengisian jabatan
Presiden dan Wakil Presiden:
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut
Undang-Undang
(2) Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden
Presiden yang memegang kekuaaan pemerintahan dalam pasal ini
menunjukkan pada pengertian Presiden menurut system pemerintahan
presidensial. Dalam system pemerintahan presidensial, tidak terdapat
pembedaan antara Presiden sebagai kepala Negara dan Presiden sebagai
kepala pemerintahan. Wakil Presiden merupakan pembantu bagi Presiden
dalam melakukan kewajiban kepresidenan. Wakil presiden bertindak untuk
menghadiri kegiatan tertentu atau melakukan sesuatu apabila Presiden tidak
dapat melakukannya. Wakil Presiden dapat bertindak sebagai Presiden apabila
Presiden tidak dapat memenuhi kewajiban konstitusionalnya karena sesuatu
alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Pasal 5
7 Undang-undang 1957 No. 74, L.N. 1957, 160.
19
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undan
gsebagaimana mestinya
Di dalam pasal 5 ini, berkaitan dengan kekuasaan presiden dalam hal
legislatif. Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dapat mengajukan
rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan apabila
diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang tersebut
dapat disahkan menjadi undang-undang. Selain itu, untuk
mengimplementasikan dan menjalankan undang-undang dengan baik,
diperlukan peraturan pemerintahan yang ditetapkan oleh Presiden agar
memudahkan pelaksanaan dari undang-undang tersebut.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta
mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagai Presiden dan WakilPresiden
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Waki lPresiden diaturlebih lanjut
denga nundang-undang
Pasal ini menjelaskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden
memiliki syarat mutlak yaitu harus seorang warganegara Indonesia dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak
pernah mengkhianati negara, dan harus mampu mengemban tugas dan
kewajibannya. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Bab II yang bejudul
Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dan Tata Cara
Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Bagian Kesatu yaitu
tentang Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Dalam pasal 5
undang-undang ini, dijelaskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden
adalah:
Bertakwa kepada Tuhan Yang MahaEsa
20
Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
Tidakpernahmengkhianatinegara, serta tidak pernah melakukan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya
Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Bertempat tinggal di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia
Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang
memeriksa laporan kekayaan penyelanggara negara
Tidak sedang memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara
Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
Terdaftar sebagai pemilih
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan
kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan
dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi
Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
Setia kepada pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih
Berusia sekurang-kurangnya 35 (tigapuluh lima) tahun
Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia (PKI),
termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung
dalam G.30.S/PKI
21
Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan
Negara Republik Indonesia
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum
(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih
dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut
diatur dalam undang-undang
Pasal ini, mengatur cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden
dengan mekanisme pemilihan umum. Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang akan dipilih melalui mekanisme pemilihan umum haruslah
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, seperti yang
disebutkan dalam ayat 1 di pasal ini. Langsung berarti pemilih (rakyat)
diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
Di dalam ayat 2, disebutkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden haruslah berasal dari partai politik atau gabungan partai politik.
Partai politik atau gabungan partai politik yang dimaksud adalah partai/partai-
partai yang menjadi peserta pemilihan umum. Pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden ini, harus bergabung pada partai peserta pemilihan umum,
sebelum dilaksanakannya pemilihan umum tersebut. Pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden yang akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden
22
adalah pasangan yang mendapatkan jumlah suara lebih dari lima puluh persen
dari total jumlah hak suara. Selain itu syarat tersebut, pasangan tersebut juga
minimal harus dipilih oleh lebih dari dua puluh persen suara si setiap provinsi
di Indonesia. Dalam hal tidak adanya pasangan yang dapat memenuhi syarat
tersebut, maka diadakan pemilihan umum putaran yang kedua. Yang dapat
mengikuti pemilihan umum putaran kedua ini adalah pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden yang memiliki suara terbanyak pertama dan kedua pada
pemilihan umum putraran yang pertama. Dalam pemilihan umum putaran
yang kedua ini, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dengan suara
yang terbanyak akan langsung dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden selanjutnya
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum.
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pasal ini menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden yang telah terpilih
memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun. Sesudah
melaksanakan masa jabatan tersebut, Presiden dan Wakil Presiden dapat
menjabat kembali dalam jabatan yang sama tetapi hanya untuk satu kali masda
jabatan. Hal ini dapat diartikan bahwa seorang Presiden hanya dapat menjabat
sebagai Presiden selama sepuluh tahun, begitu juga halnya dengan Wakil
Presiden.
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B
23
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
DPR kepaada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau
pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
(2) Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum tersebut ataupun tidak memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
DPR
(3) Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
DPR yang hadir dalam siding paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh
hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden pada MPR
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR
menerima usul tersebut
(7) Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR
24
Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan mengenai
mekanisme pemberhentian presiden di dalam masa jabatannya. Presiden
dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan oleh MPR berdasarkan
usul dari DPR. Namun sebelumnya, DPR harus mengajukan permohonan
pemeriksaan terlebih dahulu kepada Mahkamah Konstitusi untuk
membuktikan (memeriksa, memutus dan mengadili) bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. DPR memiliki beberapa fungsi di
dalam pemerintahan. Dan salah satu fungsi dari DPR adalah fungsi
pengawasan. Hal yang dilakukan DPR ini adalah merupakan salah satu
tindakan dari fungsi pengawasan dalam rangka check and balance. Apabila
Presiden dan/wakil Presiden terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan
oleh DPR, maka DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan
usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada MPR. Keputusan
MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang harus
dilaksanakan paling lama tiga puluh hari setelah MPR menerima usul tersebut,
harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat
Presiden tidak membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat dikarenakan posisi Presiden dan DPR sesudah amandemen UUD 1945
adalah setara. Sehingga tidak dibenarkan Presiden untuk membekukan
dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
25
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa
jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil
Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,
pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya
tiga puluh hari setelah itu, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden yang disusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya
Dalam pasal ini, dijelaskan bahwa apabila Presiden mangkat, berhenti atau
tidak dapat melakukan kewajibannya namun masih dalam rentang waktu masa
jabatannya, maka jabatan Presiden digantikan oleh Wakil Presiden. Wakil
Presiden dapat menggantikan posisi Presiden sampai masa jabatan Presiden
tersebut habis. Penjelasan pasal ini, berkaitan dengan pengisian jabatan
Presiden selain dengan mekanisme pemilihan umum, yaitu posisi Presiden
digantikan oleh Wakil Presiden. Jika terjadi kekosongan Wakil Presiden,
Presiden dapat mengajukan dua calon Wakil Presiden kepada MPR dan
selambat-lambatnya enam puluh hari setelah itu, MPR harus bersidang untuk
menentukan Wakil Presiden dari dua calon tersebut. Jika terjadi kekosongan
posisi Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan, maka yang
menggantikan posisi tersebut adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Namun, jika hal
tersebut terjadi maka MPR harus segera melaksanakan siding untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden yang disusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya
26
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
"Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia)
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan Sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah
Agung.
Dalam pasal ini dijelaskan apabila telah terpilih Presiden dan/atau Wakil
Presiden maka Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat dengan sumpah atau janji yang sudah
dituliskan diatas. Dalam halnya MPR atau DPR tidak dapat melaksanakan
sidang, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya perlu bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan
Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan
Mahkamah Agung.
27
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian ,
dan perjanjian dengan negara lain
(2) Presiden dalamn membuat perjanjian internasioanl lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
Undang-Undang harus dengan persetujuan DPR
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dalam Undang-
Undang
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-Undang
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul
(2) Dalam hal menyangkut duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR
Pasal 14
(1) Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung
(2) Presiden meberikan amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR
Pasal 15
Presiden member gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehgoratan yang diatur oleh
Undang-Undang
28
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
Pasal 10 sampai dengan pasal 16 adalah berkaitan dengan kewenangan-
kewenangan atau kekuasan Presiden sebagai kepala pemerintahan maupun
kepala negara. Kewenangan-kewenangan tersebut sudah disebutkan cukup
jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Selain pasal-pasal diatas, terdapat beberapa hal yang terdapat dalam pasal 17 Undang-
Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan Presiden dan kementrian negara, yaitu
adalah sebagai berikut:
- Presiden dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dibantu oleh menteri-
menteri negara
- Menteri-menteri tersbut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
- Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
- Dalam pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur
dalam Undang-Undang.
E. Masalah Pengisian Jabatan jika presiden berhalangan dan digantikan wakil
presiden menurut Undang-undang Dasar 1945
Tugas dan wewenang Wakil Presiden dalam hal ini dapat dianggap sama
dengan Presiden. Karena sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bahwa Wakil
Presiden bertindak sebagai pembantu tugas dari Presiden. Wakil Presiden memiliki
kewenangan yang sama dengan Presiden jika Presiden tidak bisa hadir atau
berhalangan. Sehingga tugas dapat diserahkan kepada Wakil Presiden. Hal ini sesuai
dengan Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 yaitu, “Jika Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia
digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.”1).pengisian jabatan
presiden dan wakil presiden di indonesia oleh Muchyar Yara, SH.,MH
Hal tersebut pernah terjadi di Indonesia, yaitu pada zaman pemerintahan
Presiden Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid. Terjadi pergantian dari Wakil
Presiden menjadi Presiden. Sedangkan pergantian Presiden dari Abdurrahman Wahid
29
ke Megawati Soekarno Putri dijalankan sampai habis masa jabatannya. Disini berarti
Megawati menjadi Presiden hingga habis masa periode yang ada. Periode selanjutnya
kepemimpinan diambil alih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat
selama dua periode yaitu 2004-2009 dan 2009-2014 dengan Wakil Presiden Jusuf
Kalla pada periode pertama lalu Boediono pada periode selanjutnya. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono merupakan Presiden RI pertama yang terpilih melalui
pemilihan langsung oleh rakyat
Menurut Hukum Tata Negara, seseorang presiden akan dikatakan berhalangan tetap
bilamana ia di dalam masa jabatannyatidak dpat menjalankan fungsinya untuk
seterusnya semenjak keadaan berhalangan tersebut terjadi, misalnya;
mangkat/meninggal dunia, sakit yang berkepanjangan dan tidak dapat disembuhkan
kembali, berhenti/mengundurkan diri ataudiberhentikan. Di dalam keadaan ini, maka
jabatan presiden disi oleh wakil presiden selama sisa jabatan yang ditinggalkan oleh
presiden yang mengalami keadaan berhalangan tetap tersebut.Sementara yang
dimaksudkan presiden berhalangan sementar, adalah bilamana ia di dalam masa
jabatannya tidak bisa menjalankan fungsinya untu waktu-waktu yang tertentu saja,
misalnya; sakit ringan,cuti atau liburan , pergi ketempat lain untuk sementara diuar
tempat ia biasanya menjalankan fungsinya, atau pergi keluar negeri untuk sementara
waktu, dan lain-lainnya. Di dalam keadaan ini, maka jabatan Presiden akan diisi oleh
wakil presiden untuk sementara selama presiden masih berhalangan sementara.
Secara explisit UUD 1945 hanya mengatur tentang pengisian jabatan presiden oleh
wakil presiden di dalam hal presiden berhalangan tetap.Namun demikian sebagaimana
lazimnya dilaksanakan pada negara-negara yang mengenala adanya jabatan wakil
presiden, apabila Presiden berhalangan sementara dengan sendirinya wakil presiden
akan mengisis jabatan presiden yang selama yang bersangkutan berhalangan
sementara, maka kiranya kelaziman inipun berlaku juga terhadap pasal 8 UUD 1945 .
Tetapi untuk lebih menjamin kepastian hukum, maka adalah sebaliknya apabila
masalah pengisian jabatan presiden oleh wakil presiden selama presiden berhalangan
sementara ini diatur di dalam suatu Ketetapan MPR yang sekaligus merupakan
tindakan penyempurnaan terhadap ketentuan pasal 8 UUD 1945 sesuai dengan
wewenang yang ada pada MPR .
Secara expilit UUD 1945 hanya mengatur tentang pengisian jabatan presiden oleh
wakil presiden bilamana presiden berhalangan, sedangkan dalam hal wakil presiden
30
atau presiden bersama-sama dengan wakil presiden yang berhalangan pengisian
jabatannya tidak diatur.
Oleh karena itu, maka UUD 1945 melalui pasal-pasal 4 ayat 2,6 ayat 2,7 dan
8 mengadakan kedudukan wakil presiden, dengan tujuan utama agar setiap saat wakil
presiden dapat menggantikan atau mengisi jabtan presiden yang kosong karena yang
bersangkutan berhalangan, sehingga dengan demikian keadaan yang tidak diinginkan
di dalam kehidupan kenegaraan dapat dihindarkan.Dilihat dari sudut ini, maka
kedudukan wakil presiden tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kedudukan
presiden sendiri menurut UUD 1945, sehingga wakil presiden harus selalu ada selama
perjalanan kehidupan kenegaraan, apalagi mengingat datangnya keadaan berhalangan
yang dialami presiden seringkali tidak bisa terduga,serta berada diluar jangkauan
kekuasaan manusia.Sehubungn dengan posisi yang sangat penting itu, maka bilamana
wakil presiden berhalangan, terutama yang bersifat tetap sudah seharusnya
MPR(sebagai lembaga negara yang berwenang menyelenggarakan pengisian jabatan
presiden dan wakil presiden) segera mengadakan sidang istimewa khusus untuk
menyelenggarakan pengisian jabatan bagi wakil presiden, dimana wakil presiden yang
baru akan memangku jabatan selama sisa masa jabatan dari wakil presiden yang
digantikannya.sedangkan apabila berhalangannya wakil presiden adalah bersifat
sementara , maka dapatlah pengaturan tentang pengisian jabatan sementara wakil
presiden ini ditetapkan di dalam suatu Ketetapan MPR.
F. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD RIS 1949
Kemudian perlu diketahui bahwa di dalam UUD RIS 1949 tidak dikenal
adanya jabatan wakil presiden , sehubungan dengan hal ini ada pendapat yang
mengemukakan sebagai berikut:
Dalam negara jang bersistem parlementer demokrasi memang biasanya tidak
dibuthkan wakil presiden, sebab dalam sistem yang demikian itu dijabatan
presiden lebih menyerupai lambang atau simbol belaka jang tidak mempunyai
arti ketatanegaraan.2)sunarko, susunan negara kita,jilid kedua.
Dengan berpedoman pada pendapat diatas, maka jika ditemui adanya suatu
negara bersistem pemerintahan parlementer (quasi) yang mengenal jabatan wakil
presiden di dalam kehidupan kenegaraannya, seperti misalnya negara india, maka hal
tersebut dapat dianggap sebagai suatu pengecualian. Sehingga tidak diadakannya
31
jabatan wakil presiden pada UUD RIS 1949 ini juga dapat dikembalikan kepada
alasan yang bersifat yuridis semata-mata.
G. Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD RIS 1949
Dalam UUDS 1950 mengenal juga adanya seorang wakil presiden di dalam
kehidupan kenegaraannya.Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 45 ayat (2) UUDS
1950 yang menetapkan bahwa, ‘Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu
oleh seorang wakil presiden’.
Diadakannya kembali jabatan wakil presiden di dalam UUDS 1950 setelah
dihilangkan pada waktu berlakunya UUD RIS 1949 ini, lebih didasarkan kepada
alasan yang bersifat politis. Sehingga tepatlah pendapat yang dikemukakan oleh
Prof.Dr.R.Soepomi,SH yang mengatakan:
“Dalam negara kesatan republik indonesia, dijabatan wakil presiden diadakan
selama masa sebelum Konstituante terbentuk. Ini adalah suatu kompromis jang
bersifat politis antara pemerintah RIS dan pemerintah RI jang dijtapai pada
perundingan bersama tentang rentjana UUD Sementara”.8
LAMPIRAN Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam Hukum Positif di Indonesia
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD,AL, dan AU
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 20/ 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.
8 R. Soepomo, loc cit
32
Berdasarkan undang-undang ini, presiden memegang kekuasaan tertinggi
atas TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Kepolisian Negara RI, maupun atas
pengelolaan pertahanan keamanan Negara.
Selain itu, dalam menetapkan kebijaksanaan pertahanan keamanan negara,
presiden dibantu oleh suatu dewan yang disebut Dewan Pertahanan
Keamanan Nasional yang tugas utamanya adalah untuk menyelenggarakan
penelahaan ketahanan nasional aspek keamanan nasional. Dewan ini
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.
Apabila diperlukan, maka presiden dapat membentuk badan-badan yang
diperlukan dalam melaksanakan kewajiban pengelolaan pertahanan
keamanan negara.
2. Menyatakan perang dan membuat perdamaian
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 20/1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI.
Dalam hal menyatakan perang dan perdamaian, presiden harus terlebih
dulu mendapatkan persetujuan DPR.
Jika presiden berdasarkan persetujuan DPR telah memaklumkan perang,
maka sejak saat itu pemerintahan negara akan didasarkan pada undang
undang yang akan dibentuk untuk itu.
Diperlukan aturan lebih lanjut yang mengatur mekanisme pelaksanaannya.
3. Membuat perjanjian dengan negara lain
Mekanisme pelaksanaan kekuasaan ini tidak diatur dengan peraturan
perundang-undangan namun oleh Amanat Presiden (Ampres) kepada
Ketua DPR No. 2826/Hk/1960 Tanggal 22 Agustus 1960 tentang
Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain. Ampres tersebut
menyatakan bahwa kata "perjanjian" dalam Pasal 11 UUD tidaklah
diartikan segala atau semua perjanjian. Karena itu perjanjian yang
memerlukan persetujuan DPR hanyalah perjanjian yang penting-penting
saja (treaties), seperti perjanjian yang mengandung soal politik yang dapat
mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti perjanjian persekutuan
atau aliansi, perjanjian tentang perubahan atau penetapan tapal batas, soal
kewarganegaraan, soal kehakiman, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian
lainnya yang bersifat teknis (agreements), tidak memerlukan persetujuan
33
DPR melainkan cukup dengan Keputusan Presiden dan akan disampaikan
ke DPR untuk diketahui.
Perlu dibentuk undang-undang khusus yang mengatur hal ini, karena
Ampres tidak dapat dijadikan dasar hukum penyelenggaraan
pemerintahan.
Di masa mendatang, seluruh perjanjian yang didakan dengan negara lain
harus melalui penyaringan di DPR. Untuk perjanjian yang dianggap
penting oleh DPR harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Sedangkan
untuk perjanjian yang dianggap kurang penting oleh DPR dan secara
teknis tidak efisien apabila harus mendapatkan persetujuan DPR terlebih
dulu, dapat dilakukan dengan Keputusan Presiden.
4. Menyatakan keadaan bahaya
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 23/ Prp/1959 tentang
Keadaan Bahaya dan UU No. 20/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara RI.
Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI berwenang
untuk menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara RI dalam
keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan
darurat militer atau keadaan perang, apabila:
o Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian
wilyah Negara RI terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-
kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak
dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
o Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan
wilayah Negara RI dengan cara apapun juga.
o Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-
keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala
yang dapat membahayakan hidup negara.
Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh presiden sebagai Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RI.
Pernyataan berlakunya keadaan bahaya ini, harus sesuai dengan intensitas
ancaman yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat atau
34
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta keutuhan wilayah maupun
persatuan dan kesatuan nasional dan pelaksanaannya diatur dengan UU.
5. Mengangkat duta dan konsul serta menerima duta negara lain
Penjelasan mengenai hal ini dijelaskan dalam Keppres No. 51/1976 tentang
Pokok-pokok Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri.
Presiden mengangkat dan memberhentikan kepala perwakilan diplomatik
dan kepala
perwakilan konsuler dengan tata cara pengangkatan dan pemberhentian
pejabat-pejabat dimaksud dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Diperlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih jelas
dan operasional untuk mengatur kekuasaan ini.
6. Memberi grasi
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 3/ 1950 tentang Grasi.
Presiden memberikan grasi dengan mekanisme sebagai berikut;
Permohonan grasi harus dimajukan kepada panitera pengadilan yang
memutus pada tingkat pertama atau jika pemohon bertempat tinggal di luar
daerah hukum pengadilan yang berkepentingan atau jika panitera
pengadilan tidak ada ditempatnya, maka pemohon dapat memajukan
permohonannya kepada pembesar daerahnya.
Permohonan grasi yang langsung diajukan kepada presiden atau pembesar
yang lain, dikirim kepada hakim atau ketua pengadilan yang bersangkutan.
Setelah menerima permohonan grasi maka panitera tersebut harus segera
meneruskan surat itu beserta surat pemberitaan dan (salinan) surat
keputusan yang bersangkutan dan apabila diadakan pemeriksaan ulangan,
juga salinan surat keputusan pengadilan ulangan, kepada hakim atau ketua
pengadilan yang memutus pada tingkat pertama.
Atas permintaan hakim atau ketua pengadilan yang memeriksa
permohonan grasi yang dimaksud, maka panitera pengadilan tersebut
mengirimkan surat pemberitaan dan (salinan) surat keputusan yang
bersangkutan kepada hakim atau ketua pengadilan tersebut.
Hakim atau ketua pengadilan itu segera meneruskan surat-surat tersebut
beserta peritmbangannya kepada kepala kejaksaan pada pengadilan yang
memutus pada tingkat pertama.
35
Jaksa yang melakukan penuntutan pada peradilan tingkat pertama atau
kepala kejaksaan tersebut segera meneruskan surat tersebut beserta
pertimbangannya kepada MA.
Dalam hal perkara sumir pada pengadilan kepolisian, hakim dengan segera
meneruskan surat-surat tersebut beserta pertimbangannya kepada MA.
MA segera meneruskan surat-surat tersebut beserta pertimbangannya
kepada menteri kehakiman.
MA meminta pertimbangan kepada jaksa agung:
o Apabila keputusan pengadilan itu mengenai hukuman mati.
o Apabila MAmembutuhkan pendapat jaksa agung tentang
kebijaksanaan penuntutan umum.
o Apabila jaksa agung sebelumnya mengemukakan keinginannya
kepada MA untuk dimintai pertimbangannya.
Menteri kehakiman dengan segera meneruskan surat permohonan tersebut
beserta pertimbangannya kepada presiden.
Menteri kehakiman dapat meminta pertimbangan menteri yang lain
tentang permohonan grasi, sebelum meneruskan surat permohonan
tersebut dengan pertimbangannya kepada presiden.
Permohonan grasi mengenai orang yang dihukum yang berada dalam
tahanan atau yang sedang menjalani hukumannya harus diselesaikan lebih
dahulu.
7. Memberi amnesti dan abolisi
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU Darurat No. 11/1954 tentang
Amnesti dan Abolisi.
Amnesti diberikan oleh Presiden atas dasar kepentingan negara dan
penyampaiannya setelah mendapat nasihat tertulis dari MA yang
menyampaikan nasihat itu atas permintaan menteri kehakiman.
Diperlukan pembentukan UU yang lebih jelas lagi mengatur mekanisme
pelaksanaan konsultasi ini dan definisi dari kepentingan Negara
UU yang mengatur masih berupa UU Darurat, oleh karena itu perlu
digantikan dengan UU yang lebih kondusif/lebih sesuai dengan
perkembangan jaman.
8. Member rehabilitasi
36
Sampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaan lebih lanjut mengenai
rehabilitasi, akan tetapi pada kasus AM. Fatwa, rehabilitasi yang diberikan
terhadapnya bersamaan dengan diberikannya amnesti (Keppres No. 127/
1998).
Diperlukan pengaturan yang jelas kewenangan ini dan sebaiknya dijadikan
satu dengan UU Amnesti dan Abolisi.
9. Memberi gelaran
Sampai saat ini tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang jelas
dan operasional mengatur mekanisme pelaksanaan kekuasaan ini. Gelaran
dalam penelitian ini diartikan sebagai sebutan kehormatan,
kebangsawanan, atau keilmuan yang ditambahkan pada nama orang lain
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini beberapa gelar
yang diinterprerasikan sebagai gelaran. Di antaranya gelar Guru Besar
(Profesor) dan gelar Pahlawan Nasional.
10. Memberi tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada UU Darurat No. 4 Tahun 1959
tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan,
setelah diubah dan ditambah dengan UU No.4 Tahun 1972 tentang Perobahan
dan Tambahan Ketentuan mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan RI
yang Berbentuk Bintang dan Tentang Urutan Derajat/ Tingkat Jenis Tanda
Kehormatan RI yang Berbentuk Bintang.
Tanda-tanda kehormatan diberikan dengan Keputusan Presiden
berdasarkan pertimbanganDewan Tanda-Tanda Kehormatan
(DTTK), kecuali dalam hal-hal yang luar biasa.
Penerimaan dan pemakaian tanda kehormatan asing oleh WNI harus
berdasarkan izin presiden. Izin tersebut diberikan dengan Keputusan
Presiden atas usul dewan menteri setelah mendengar pertimbangan DTTK.
Ketua dan anggota DTTK diangkat oleh presiden dari mereka yang telah
menerima tanda kehormatan yang tertinggi derajatnya.
Dalam praktek pemberian tanda kehormatan yang berjalan selama ini,
terlihat tidak adanya transparansi. Hal ini menyebabkan munculnya
berbagai spekulasi yang akhirnya mempengaruhi situasi politik di
Indonesia.
11. Membentuk Undang-undang
37
Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada Keputusan Presiden 188/ 1998
tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang
12. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Belum ada peraturan perundang-undangannya. Satu-satu ketentuan yang
ada mengenai PERPU adalah Tata Tertib DPR-RI. Tata Tertib ini tidak
termasuk Peraturan Perundang-undangan, melainkan peraturan internal
DPR-RI.
13. Mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU inisiatif DPR
Penjelasan hal ini terdapat dalam Keppres 188/ 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang
14. Menetapkan APBN
Penjelasan hal ini terdapat dalam Indische Comptabiliteitsweit (Stb. Tahun
1925 No. 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU
No. 9/ 1968 tentang Cara Pengurusan dan Pertanggungjawaban Keuangan RI.
15. Menetapkan peraturan pemerintah
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam Keppres 188/ 1998 tentang Tata
Cara Mempersiapkan RUU.
16. Mengangkat dan memberhentikan Hakim-hakim
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 14/1970 Tentang Pokok-
Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU No. 2/1986 Tentang Peradilan Umum, UU
No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 7/1989 tentang
Peradilan Agama, dan UU No. 31/ 1997 tentang Peradilan Militer
17. Mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung dan Jaksa
Agung Muda.
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 5/ 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
Jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden serta bertanggung
jawab kepada presiden
Wakil jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul
jaksa agung
Jaksa agung muda diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul jaksa
agung
18. Mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan
38
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam UU No. 5/ 1973 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan
Ketua, wakil ketua dan anggota BPK, diangkat oleh presiden atas usul
DPR
Untuk setiap lowongan keanggotaan BPK, oleh DPR diusulkan 3 (tiga)
orang calon
Anggota BPK berhenti/diberhentikan oleh presiden
19. Mengangkat Hakim-hakim Agung, dan Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan
Hakim Anggota MA
Penjelasan mengenai hal ini terdapat pada UU No. 14/ 1985 tentang
Mahkamah Agung.
20. Mengangkat dan memberhentikan Pegawai Tinggi.
Sumber:
Kompas, 1 maret 2010 "Aturan MPR soal pemilihan wapres pengganti"www.tatanusa.co.id "TAP MPR No. VII tahun 1973
http://www.transparansi.or.id "Mekanisme Pelaksanaan Kekuasaan Presiden RI"
http://www.transparansi.or.id/wp-content/uploads/1999/12/tabel9.html
39
Saldi Isra, Reformasi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Andalas
University Press, Padang, 2006, Hlm. 108.
Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press dan
PT.Syaamil Cipta Media, Jakarta, 2006, Hlm.221.
Prof.Dr.Ismail Suny, S.H., M.C.L, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru,
Jakarta, 1986.
40