Upload
muhammad-yusuf-arrozhi
View
37
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis telah dikenal sebagai masalah penting dalam kesehatan
masyarakat global karena proporsinya sebagai epidemi dan meningkatnya
insidennya baik di negara maju maupun di negara berkembang. Leptospirosis
adalah infeksi bakteri akut yang disebabkan oleh spirochetes, dengan berbagai
spesies berbeda dari genus Leptospira. Leptospirosis memiliki distribusi geografis
yang luas dan terjadi pada zona tropis, subtropis dan 4 musim. Di negara-negara
maju, insiden penyakit ini menurun dan sebagian kasus berhubungan dengan
perjalanan rekreasi di air yang terkontaminasi. Sebaliknya, insidennya meningkat
di negara-negara berkembang. Sebagian besar negara-negara di kawasan Asia
Tenggara adalah endemik leptospira.
Leptospira berkembang di alam dengan perantara berbagai macam
binatang, baik binatang liar maupun peliharaan. Leptospira terdapat dalam urine
binatang perantara dan dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang cukup
lama. Sumber infeksi leptospira pada manusia adalah urine binatang yang
terinfeksi. Sehingga pada umumnya bergantung pada faktor risiko dan perilaku
yang menghubungkan manusia dengan hewan perantara atau lingkungan yang
terkontaminasi. Kontak dengan berbagai spesies binatang, jaringan binatang, urine
binatang dan lingkungan yang tidak sehat serta pekerjaan dan rekreasi yang
memapar tubuh dengan air yang terkontaminasi diduga menjadi faktor risiko.1
1
BAB II
LEPTOSPIROSIS
A. Sejarah
Penelitian tentang Leptospirosis pertama dilakukan oleh Adolf Weil
pada tahun 1886. Dia melaporkan adanya penyakit tersebut pada manusia
dengan gambaran klinis demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus dan ada
tanda-tanda kerusakan pada ginjal. Penyakit-penyakit dengan gejala tersebut
disebut sebagai "Weil's Disease" dan pada tahun 1915 Inada berhasil
membuktikan bahwa Weil's Disease disebabkan oleh bakteri Leptospira
icterohemorrhagiae. Sejak itu beberapa jenis Leptospira dapat diisolasi baik
dari hewan maupun manusia.
Beberapa tahun kemudian organisme penyebab penyakit ini juga
ditemukan di hewan. Setelah tahun 1948 pengetahuan kita tentang
epidemiologis leptospirosis makin bertambah karena adanya epidemi
penyakit ini pada manusia yang dapat dihubungkan dengan terjadinya wabah
pada sapi, anjing dan babi yang terinfeksi dengan tipe lain dari Leptospira.
Leptospirosis selain disebut sebagai Weil's Disease juga disebut
redwater desease (of calves) pada ternak sapi atau penyakit canine typhus
(pada anjing) atau penyakit menular non virus (non-virus infectious jaundice).
Beberapa penyakit juga dikenali dengan etiologi Leptospiral, termasuk
“nanukayami” atau demam tujuh hari Jepang, “akiyami” demam saat panen,
dan yang lebih terbaru adalah Demam Andaman/Andaman Haemorrhagic
Fever (AHF).1
B. Epidemiologi
Leptospira dikenal sebagai masalah kesehatan masyarakat di seluruh
pelosok dunia. Insiden leptospirosis pertahun meningkat dari 0,3 kasus per
100.000 penduduk (tahun 1982-1995) menjadi 3,3 per 100.000 penduduk
(tahun 1997-1998) di Thailand. Investigasi di India menemukan jumlah
leptospirosis sekitar 12,7 % dari seluruh jumlah kasus demam akut yang 2
dilaporkan oleh Rumah Sakit. Di samping itu leptospirosis adalah penyebab
yang cukup signifikan untuk kasus-kasus jaundice non hepatitis A dan E,
penyakit demam non malaria dan non DHF (Dengue Haemorrhogic Fever) di
Asia Tenggara. Beberapa kasus dilaporkan terjadi di Kepulauan Andaman,
India sejak 1998.2
Leptospira juga berperan menyebabkan demam akut yang
berhubungan dengan perdarahan paru yang banyak terjadi setelah banjir di
Nikaragua pada tahun 1995. Selama periode 6 bulan pada tahun 1996 sistem
surveilen mendeteksi 326 kasus Leptospirosis di antara 2 juta populasi di
Elsavador. Kasus lainnya juga dilaporkan pada tahun yang sama di Rio de
Jeneiro mengikuti musim hujan yang lebat. Kurang lebih 14% dari subyek
yang diteliti menderita demam dan pemeriksaan serologi leptospira positif di
Orissa setelah terjadinya angin ribut. Prevalensi serologi positif yang tinggi
juga terjadi pada kawasan subtropik. Penelitian epidemiologi serologis dari
kawasan timur laut Alpin, Itali ditemukan 10%-12% serologis leptospira di
antara petani dan pekerja hutan, sementara penelitian di Negara bagian
Yukatan, meksiko yang terletak di sabuk intertropis dilaporkan 14,25%
(57/400 sero sitif dari subyek yang dipilih secara acak).1
Pada peradaban di sebagian besar negara, kehidupan manusia banyak
tergantung pada binatang untuk membantu pemenuhan kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Oleh karena itu, bukan hal mustahil bila sering terjadi penularan
dan pengalihan infeksi di antara keduanya. Peristiwa yang paling sering
terjadi adalah penularan penyakit dari binatang ke manusia yang sampai saat
ini terhitung sebanyak 1415 infeksi patogen, dan 62% di antaranya diketahui
sebagai infeksi zoonosis. Leptospirosis dikenal sebagai infeksi zoonosis yang
paling sering terjadi di dunia 26.
Selain pada daerah tropis, kasus leptospirosis lebih sering muncul
pada cuaca yang hangat dan lembab, seperti akhir musim panas, awal musim
gugur dan selama masa curah hujan tinggi, dimana keadaan lingkungan
mendukung leptospira bertahan hidup30.
3
C. Etiologi
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral
termasuk ke dalam divisi Gracillicutes, kelas Scotobakteria, Ordo
Spirochaetales, famili Leptospiraceae yang memiliki 3 genus :
1. Leptospira
2. Leptonema
3. Turneria. 1,3
Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang
bengkok, seperti kait dari bakteri Leptospria menyebabkan gerakan
Leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju
mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil. Bentuk
lain bakteri ini berbentuk benang berplintiran (filament) yang ujungnya
seperti kait, berukura panjang 6-20 mikrometer dan diameter 0,1-0,2
mikrometer.
Bakteri ini dapat bergerak maju mundur memutar sepanjang
sumbunya. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap
atau mikroskop fase kontras . Sebanyak 268 macam leptospira yang berbeda
dari segi aspek antigeniknya (yang disebut serovars) telah ditemukan. Antar
serovars ini hanya terjadi kekebalan silang secara moderat saja, sedangkan
infeksi oleh dua atau bahkan lebih serovars seringkali ditemukan. Serovar
yang paling terakhir ditemukan adalah serovar Sichvan, Hurstbridge dan Port
Blairi.1
Leptospira menyukai tinggal di permukaan air dalam waktu lama
dan siap menginfeksi calon korbannya apabila kontak dengannya, karena itu
Leptospirosis sering pula disebut sebagai penyakit yang timbul dari air (water
born desease).4,5
Serovars yang pernah berhasil diisolasi dari ternak sapi yatu:
1. L. hardjo
2. L. pomona
3. L. grippotyphosa
4. L. canicola
4
5. L.icterohaemorrhagiae
Dua yang disebutkan terakhir umumnya juga menyerang anjing.6
Klasifikasi dan nomenklatur Leptospira itu komplek. Ada dua
sistem klasifikasi yang berbeda, salah satu berdasarkan pada sifat fenotif dan
yang lain berdasarkan homolog genotif.
(Klasifikasi berdasarkan Fenotif1)
Pada klasifikasi yang berdasarkan fenotif, ada dua spesies yaitu L.
interrogans (patogenik) dan L. biflexa (non patogenik). Kedua spesies ini
mempunyai beberapa serovar dan serovar merupakan dasar taksonomi yang
digambarkan pada dasar permukaan antigen.
Dua strain dikatakan memiliki serovar yang berbeda jika setelah
perkawinan silang dengan sejumlah antigen heterolog lebih dari 10% titer
homolog menunjukkan hasil tetap pada satu dari dua antisera pada tes yang
diulang”. Serovar dibagi dalam beberapa serogroup. Beberapa penanda 5
serogroup tidak mempunyai status taksonomi dan laboratorium.sistem
klasifikasi.7
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar
selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih
yang tidak diencerkan akan cepat mati. Hewan-hewan yang menjadi sumber
penularan Leptospirosis8 ialah:
1. Tikus
2. Babi
3. Sapi
4. Kambing
5. Domba
6. Kuda
7. Anjing
8. Kucing
9. Insektivora (landak, kelelawar, tupai),
10. Rubah dapat menjadi karier leptospira.
Gambar Penularan Leptospira.1
6
Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah
(lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita
Leptospirosis. Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melaui selaput lendir
(mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui
saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oleh urin tikus yang
terinfeksi Leptospira. Masa inkubasi Leptospirosis 4-19 hari, rata-rata 10 hari.2
Sistem klasifikasi terbaru, berdasarkan homologi DNA membagi genus
ini menjadi 12 spesies, 4 spesies yang belum dinamai, dan 2 genera
tambahan30.
1. Leptospira interrogans
2. Leptospira weilii
3. Leptospira santarosai
4. Leptospira noguchi
5. Leptospira borgpetersenii
6. Leptospira kirschner
7. Leptospira alexanderi
8. Leptospira inadai (patogenisitas belum jelas)
9. Leptospira fainei (patogenisitas belum jelas)
10. Leptospira meyeri (patogenisitas belum jelas)
11. L biflexa (saprophytes)
12. Leptospira wolbachi (saprophytes)
13. Unnamed Genomospecies 1 (patogenisitas belum jelas), 3 (saprophytes), 4, and 5 (saprophytes)
14. Turneria parva (dulu Leptospira parva, saprophytes)
15. Leptonema illini (saprophytes)
Sistem klasifikasi yang baru ini dapat membingungkan klinisi karena
baik serogrup atau serotipe patogen maupun nonpatogen dapat muncul pada
spesies yang sama dan satu serogrup atau serotipe dapat muncul pada lebih dari
7
satu spesies. Oleh karena itu, laboratorium klinis masih sering menggunakan
klasifikasi yang terdahulu30.
D. PATOGENESIS
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun
demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi
secara imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan
mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin.
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa
minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme
humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya
agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4
minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi
bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi 28
Infeksi oleh Leptospira umumnya didapat karena kontak kulit atau
selaput lendir (mucous membrane) misalnya, konjungtiva (mata), selaput lendir
vagina atau lecet-lecet kulit dengan urin atau cemaran oleh keluaran
urogenitalis lainnya atau mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar
oleh bakteri tersebut. Apabila korban terinfeksi bakteri Leptospira ini, maka
segeralah mikroorganisme ini masuk ke dalam jaringan tubuh penderita.
Keguguran oleh infeksi L. hardjo atau L. pomona umunya terjadi 3-10
minggu setelah terjadi infeksi. Keguguran ini sering kali disertai oleh rentensi
atau (ketinggalan) dari fetal membran, yang dapat menyebabkan gangguan
fertilitas dikemudian hari. Masuknya kuman Leptospirosis pada tubuh hospes
melalui selaput lendir, luka-luka lecet maupun melalui kulit menjadi lebih
lunak karena terkena air. Kemudian, kuman akan dibawa ke berbagai bagian
8
tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae
dan selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel
jaringan yang terkena.
Fase Leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah
infeksi. Beberapa servoar menghasilkan endotoksin, sedangkan servoar lainnya
menghasilkan hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh
darah. Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul
dapat memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah.
Berbeda dengan infeksi oleh kuman-kuman lain, pada Leptospirosis
tidak dibebaskan eksotoksin oleh kuman Leptospira. Leptospira hidup dengan
baik didalam tubulus kontortus ginjal. Kemungkinan kuman tersebut akan
dibebaskan melalui air kemih untuk jangka waktu yang lama, meskipun kadar
antibodi penderita cukup tinggi dan banyak sel-sel penghasil zat kebal dapat
ditemukan di tempat-tempat yang mengalamai infeksi. Sampai sekarang tidak
ada uraian yang dapat menjelaskan kejadian tersebut.
Kematian terjadi karena septimia, anemia hemolitika, kerusakan hati
karena terjadinya uremia. keparahan penderita bervariasi tergantung pada umur
serta servoar Leptospira penyebab infeksi.
Dalam organ ginjal penderita terjadi lesi dalam bentuk
kepucatan/kematian sebagai daerah (infark) merah atau putih yang
menyebabakan (mottleing) pada bagian kortek. Hati menjadi membengkak dan
disana sini terjadi kematian jaringan (nekrosis). Angka kematian akibat
penyakit Leptospirosis termasuk tinggi, bisa mencapai 2,5-16,45% (rata-rata
7,1%).
Pada usia lebih dari 50 tahun malah kematian bisa sampai 56%.
penderita Leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan
jaringan hati), resiko kematian akan lebih tinggi.9
E. PATOFISIOLOGI
Kuman Leptospira masuk melalui tubuh pejamu melalui luka iris atau
luka abrasi pada kulit, konjunctiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut,
9
faring, esophagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet
infeksius dan juga minum air yang terkontaminasi30
Gagal ginjal merupakan penyebab kematian yang penting pada
leptospirosis. Pada kasus yang meninggal pada minggu pertama perjalanan
penyakit, terlihat adanya pembengkaan atau nekrosis dari sel epitel tublus
ginjal. Pada kasus yang meninggal pada minggu ke dua, terlihat banyak fokus
nekrosis pada sel epithel tubulus ginjal. Sedangkan yang meninggal setelah
hari ke duabelas, ditemukan sel radang yang menginfiltrasi seluruh ginjal
(medulla dan korteks). Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh karena
hipotensi, hipovolemi dan kegagalan sirkulasi. Gangguan aliran darah ke ginjal
menyebabkan nefropati pada leptospirosis. Kadang-kadang dapat terjadi
insufisiensi adrenal karena terjadi perdarahan pada kelenjar adrenal. Dan
aritmia dapat menyebabkan hipoperfusi pada leptospirosis. Gangguan jantung
ini terjadi sekunder karena hipotensi, gangguan elektrolit, hipovolemia atau
uremia. Mialgia merupakan keluhan umum pada penderita leptospirosis, hal ini
disebabkan oleh karena vakuolisasi dari sitoplasma pada myofibril. Keadaan
lain yang mungkin terjadi antara lain adalah pneumonia hemoragik akut,
hemoptisis, meningitis, meningoensefalitis, encefalitis, radikulitis, mielitis, dan
neuritis periver27
Peningkatan titer antibody di dalam serum tidak disertai dengan
peningkatan antibodi leptospira (hampir tidak ada) di dalam cairan bola mata,
sehingga Leptospira masih dapat bertahan hidup di serambi depan mata selama
berbulan-bulan. Hal ini penting dalam terjadinya uveitis rekurens, kronik
ataupun laten pada kasus leptospirosis. Conjunctiva suffusion khususnya
perikorneal, terjadi karena dilatasi pembuluh darah. Kelainan ini sering
dijumpai pada stadium dini30
10
BAB III
DIAGNOSIS
Diagnosis tidak hanya didasarkan kepada gejala dan klinik saja,
melainkan juga harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium.
A. Anamnesis
Pasien seringnya mengeluh demam, nyeri kepala, nyeri otot, dan
muntah. Gejala ini berlangsung selama empat sampai tujuh hari. Kemudian
pasien tidak mengeluhkan adanya gejala selama satu sampai tiga hari diikuti
munculnya demam lagi. Gejala klinis dari Leptospirosis bisa dibedakan
menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium pertama :
a. Demam
Penelitian yang dilakukan dengan retrospektif dan prospektif dari
tahun 1998-2000 menunjukkan hasil bahwa dari 30 kasus, 29 kasus
menunjukkan gejala demam, dengan selama sekitar 9.5+4.2 hari, dengan
65% demam tinggi dan sisanya demam yang tidak terlalu tinggi.
b. Sakit kepala
c. Malaise
d. Muntah
e. Konjungtivis
Pemeriksaan pada konjungtiva bulbi menunjukkan bahwa
konjungtiva ikterik terjadi pada 45.2% pasien, konjungtiva hemoragi
22.5%
f. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala
tersebut akan tampak antara 4-9 hari.10
Gejala-gejala khas sebagai berikut :
a. Konjungtivis tanpa disertai eksudat serous/purulent
b. Kemerahan pada mata
c. Rasa nyeri pada otot-otot
11
Gejala ini biasanya terjadi pada hari ketiga sampai keempat setelah penyakit
tersebut muncul.
2. Stadium kedua
Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh
penderita. Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi
dibanding pada stadium pertama antara lain:
a. Ikterus (kekuningan)
b. Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan
akan terjadi meningitis
Biasanya stadium ini terjadi antara minggu kedua dan keempat
3. Stadium ketiga
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala klinis pada stadium
ketiga (konvalesen phase). Komplikasi leptospirosis dapat menimbulkan
gejala-gejala berikut11 :
a. Ginjal
Merupakan hal yang sering terjadi pada pasien dengan leptospirosis
akut, bisa pula diikuti hipokalemi dan leukositosis. Pada beberapa pasien
bisa juga terjadi leukopeni.
Pada beberapa penelitian kejadian trombositopeni ada hubungannya
dengan pengaruh endotoksin Leptospira dan sering berhubungan dengan
kejadian gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut bahkan dapat menyebabkan
kematian.
b. Mata
Konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septikemi yang erat
hubungannya dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemoragi. Kejadian
munculnya tanda pada mata yang terjadi selama fase akut ini berkisar
antara 2%-90%. Selama fase ini mungkin juga terlihat kongesti
konjungtiva tanpa disertai sekret, kemosis, dan perdarahan
subkonjungtiva.
Sklera ikterik dan kongesti di sekitar kornea merupakan tanda khas
pada Leptospirosis berat. Selain itu, juga terdapat tanda oedem pada diskus
12
optikus, vaskulitis retina dan perdarahan retina. Uveitis adalah penyakit
inflamasi yang potensial. Uveitis Leptospira ini pertama kali dilaporkan
oleh Weil pada tahun 1886. Insidensi uveitis karena leptospira sistemik ini
tidak diketahui dan range nya berkisar antara 3%-92%. Uveitis Leptospira
ini merupakan 10% dari semua kasus uveitis. Lamanya waktu bebas
symptom sistemik dan manifestasi pada mata menyebabkan oftalmologis
sulit endiagnosis uvetis akibat Leptospira.
Uveitis Leptospira biasanya terjadi pada remaja dan usia
pertengahan, laki-laki lebih sering daripada wanita. Lokasi anatomis
inflamasi biasanya pad segmen anterior, tapi bias juga terjadi baik pada
segen anterior, tengah, maupun posterior.5,14
Gambaran histologis ginjal normal dan yang terinfeksi12
13
Renal leptospirosis merupakan kombinasi dari kerusakan akut tubulus dan
nefritis interstitial.13
c. Hepar
Jaundice ini terjadi pada hari keempat dan keenam dengan adanya
pembesaran hati dan konsistensi lunak. Disfungsi hepar pada Leptospirosis
biasanya ringan. Meskipun hepar bukan target utama pada spirochaeta,
kenaikan dari bilirubin serum dan enzim transaminase lebih tinggi dari
pada kejadian hepatitis akut.
Gambaran histologis biopsi hepar dengan nekrosis fokal dan sel-sel
inflamasi beragregasi di lobulus.2
d. Jantung
Padapat terjadi aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yang
dapat menyebabkan kematian mendadak. Secara klinis dapat terjadi
miokarditis, perubahan gelombang T yang panjang, dan aritmia.
Miokarditis berhubungan erat denan beratnya gejala pulmoner. Pasien
Leptospirosis dengan bradikardi 40-55 kali/ menit dan gagal ginjal akut
memounyai respon yang bagus terhadap penicillin.
e. Pulmo
14
Pada pulmo terjadi hemorrhagic pneumonitis. Manifestasi pada paru
ini terdiri dari3 : batuk, dipsneu, hemoptisis, respiratory distress, sianosis,
dan nyeri dada. Gangguan hemodinamik, serum kreatinin > 265,2 µmol/L
dan serum Kalium > 4 µmol/L merupakan tanda prediksi kematian pada
perdarahan pulmo akibat leptospirosis.15
Foto thorax dada menunjukkan adanya infiltrat pada kedua pulmo.
Pemberian Penicillin intravena dianjurkan segera diberikan pada pasien
ini. Pemberian antibiotik sedini mungkin efektif mengurangi perdarahan
pulmo dan menurunkan kematian.
Gambaran foto thorax pasien dengan hemorrhagic pneumonitis1.
f. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage)
dari saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
g. Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature,
kecacatan pada bayi, HELLP syndrome (hemolisis, peningkatan enzim
hepar, menurunnya jumlah trombosit) dan AFLP (Acute Fatty Liver of
Pregnancy) yang sepesifik untuk kehamilan.16
15
h. Meningitis aseptik
Meningitis aseptik bisa ditemukan pada 25% pasien leptospirosis
terutama pada anak. Meskipun demikian ada beberapa pasien dewasa
dengan gejala panas tinggi, migrain dan nyeri pinggang, meskipun CT
scan dan lumbal pungsinya tidak menunjukkan ke arah meningitis
bakterial, pemeriksaan Ig M menunjukkan reaksi positif kuat terhadap
Leptospira. Setelah diberikan doksisiklin keluhan pasien tersebut
berkurang.
Gejala lain yang ditimbulkan oleh Leptospirosis yaitu:
a. Stadium awal
Manusia yang terserang mengalami demam tinggi, badan menggigil
seolah kedinginan, lesu, dan perut mual, muntah, radang mata seperti
iritasi, dan rasa nyeri pada otot betis. Gejala itu akan tampak antara empat
sampai sepuluh hari setelah tertular.
b. Stadium kedua
Parasit ini membentuk antibodi dalam tubuh penderita, dengan
indikasi klinis yang lebih berat dari pada stadium awal. Stadium ini terjadi
antara minggu kedua dan keempat. Apabila semakin parah efeknya akan
ke mana-mana seperti pada ginjal (akan mengakibatkan gagal ginjal),
jantung yang terkena akan berdebar tidak teratur, membengkak dan gagal
jantung. Pembuluh darah mengalami kebocoran dan akibatnya di saluran
pernapasan, saluran pencernaan, dan saluran genitilia terjadi pendarahan.
Reservoir atau pembawa leptospira adalah tikus. Mereka hidup di
saluran kencing tikus dan terbuang digenangan. Leptospira ini tidak
berbahaya bagi vektor (hewan pembawa) tetapi bisa jadi mematikan untuk
manusia. Penularan di tempat kering kemungkinannya kecil terjadi, juga
penularan langsung dari manusia ke manusia lain jarang sekali terjadi.
Bebeberapa hewan lain, seperti babi, anjing, kambing, kuda, kucing,
kelelawar dan jenis serangga tertentu juga bisa menjadi reservoir.
16
Leptospira paling mudah masuk melalui permukaan tubuh yang
terbuka, terutama luka. Leptospira masuk karena kulit yang terendam lama
jadi lembek, lunak sehingga menjadi mudah masuk. Manusia bisa
terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air tanah atau tanaman yang
telah dikotori air seni hewan. Masa inkubasinya relatif cepat anatara empat
sampai sepuluh hari. Cepat tidaknya penularan tergantung tiga faktor yaitu
hause atau orangnya, kemudian agennya (kuman) dan lingkungannya
sendiri. Orang yang dalam kondisi lemah, perut lapar, stres akan mudah
terkena penyakit apalagi lingkungan yang tidak bersih dan memungkinkan
penyakit ini berada.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Konjungtiva ikterus, konjungtiva hemoragik
2. Hepatomegali
3. Splenomegali
4. Penurunan indra sensorik
5. Penurunan kesadaran bisa sopor sampai koma
6. Sistem saraf : Bell’s palsy, hemiparesis, kaku leher
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium
Darah
a. Leukosit :
Jumlah leukosit : leukositosis,
Hitung jenis : neutropenia
b. Trombosit
Jumlah normal yaitu: 1,6-3,4.105
c. Fungsi renal
Ureum, kreatinin, kalium
d. Liver Fungtion Test
Enzim transaminase meningkat
17
Urin
Urin (yang baru dikoleksi) yang telah disentrifuse dapat diperiksa
dengan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Leptospira
dikeluarkan oleh penderita secara intermiten, maka apabila pemeriksaan
pertama negatif, sebaiknya dilakukan lagi pemeriksaan ulang. Pemeriksaan
labotorium dapat pula dilakukan dengan melakukan seksi jaringan ginjal
atau hati yang diwarnai dengan metode levaditi (silver-impreg nation
method levaditi) atau teknik Warhhim-Stary.
2. Lumbal pungsi
a. Jumlah sel < 5 (normal/ turun)
b. Limfositik pleositosis
c. Netrofilik
d. Protein meningkat/ turun
e. Glukosa meningkat
3. Pemeriksaan Serologik
Serologik akan terjadi peningkatan titer dalam serum penderita.
Pertama ketika penyakit datang berjalan akut, Kemudian ketika penyakit
sudah berjalan 7-10 hari. Uji serologik dilakukan dengan cara uji
agultinasi mikroskopik (microscopic agglutination test) atau uji agultinasi
mikrotiter (microtiter agglutination test/ MAT). Uji lain dilakukan dengan
Elisa dan uji fikasi komplemen (complement fixation test). Di laboratorium
yang mempunyai fasilitas, dilakukan pula uji biologik dengan
menyuntikan 0,5 ml darah tersangka (diambil secara aseptik) kepada
hewan percobaan atau media laboratorium lainnya.
MAT dilakukan sebagai metode standar. MAT dilakukan dengan
menggunakan sample dari strain lokal, seperti di Royal Tropical Institute,
Amsterdam. Ini dianggap bahwa serogroup yang sama menyebabkan
penyakit klinis yang akan menyebabkan infeksi subklinis pada komunitas.
18
Contoh serogroup yang dites antara lain :
1. Grippotyphosa
2. Australis
3. Autumnalis
4. Lousiana
5. Pomona
6. Sarmin
7. Panama
8. Sejroe
9. Icterohaemorrhagie
10. Patoc
11. Pyrogene
12. Ballum,
MAT ini positif anti serum Leptospira antibody. Jadi pada
pemeriksaan untuk mengetahui Ig M dan Ig G. Ig G berada di darah
selama beberapa tahun dan memberikan perlindungan spesifik. Vaksin
polivalen yang dibuat dari antigen yang berasal dari serogroup lokal
akan memberikan perlindungan dari penyakit berat.2,7,17
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini lebih baik dan lebih sensitif karena bisa
mengeliminasi false positif.
D. Diagnosis Banding
Diagnosis banding leptospirosis tergantung dari epidemiologi penyakit
demam akut pada daerah tertentu. Diagnosis leptospirosis harus
dipertimbangkan seperti:
1. Ketika seseorang datang dengan gejala demam akut, sakit kepala dan
mialgia. Namun, pada daerah-daerah dimana juga merupakan daerah
endemik demam berdarah dan malaria, penentuan diagnosis menjadi sulit
karena manifestasi klinis yang serupa. Pemeriksaan laboratorium menjadi
sangat penting terutama jika penyakit ini terjadi secara bersamaan pada
musim hujan.
2. Jika seseorang datang dengan kondisi ikterik selama atau sesudah penyakit
demam akut, diagnosis leptospirosis harus dapat dibedakan dengan
penyakit demam kuning yang lain seperti malaria, hepatitis karena alkohol
dan hepatitis tifus.18
19
Kondisi lain yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
antara lain18 adalah:
1. Influenza,
2. Meningitis atau ensefalitis,
3. Virus hepatitis
4. Rickettsiosi
5. Demam tifoid
6. Toksoplasmosis.
20
PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN
Terapi antibiotika harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan dan
harus dilanjutkan sampai dosis terapi tercapai. Perawatan dini telah terbukti
memberikan hasil klinis yang terbaik.19
1. Penisislin dan Tetrasiklin menunjukkan aktivitas antileptospiral.
Enam juta unit setiap hari Penisilin secara intravena adalah obat pilihan
bagi pasien dengan leptospirosis yang berat dan sangat efektif jika
diberikan pada empat hari pertama seseorang terkena leptospirosis. Total
durasi terapi harus berkisar antara 10 sampai dengan 14 hari.18,20
2. Amoxycillin dan Erythromycin juga efektif bagi pasien dengan
leptospirosis yang berat. Pasien harus terus dipantau selama pengobatan
untuk mendeteksi dini kejadian gagal ginjal, dan diberikan terapi, jika
perlu dengan hemodialisa.18
Pada anak-anak kurang dari 6 tahun dapat diberikan Amoxcycillin 30 - 50
mg/kgBB/hari.21
3. Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, efektif bagi pasien
dengan leptospirosis ringan sampai sedang. Doxycycline 200 mg oral
sekali seminggu efektif untuk profilaksis seseorang yang mempunyai
resiko tinggi terkena leptospirosis.18
Tetrasiklin merupakan antibiotik pilihan bagi penanganan leptospirosis.
Hal ini dikarenakan tetrasiklin efektif untuk sebagian besar strain leptospirosis
yang digunakan dalam penelitian dalam waktu singkat setelah inokulasi.
Kelima strain22 itu adalah:
1. Leptospira canicola
2. Leptospira icterohaemorragiae
3. Leptospira hardjo Prajitno
4. Leptospira australis
5. Leptospira pomona.
21
Namun yang perlu diperhatikan adalah, tetrasiklin mempunyai
kontraindikasi pada pasien-pasien dengan insufiensi ginjal dan wanita hamil.1
Beberapa studi in vivo yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
streptomicyn lebih efektif daripada antibiotik yang lain dalam menghilangkan
leptospirosis secara total dari jaringan. Meskipun penisilin, dan tetrasiklin juga
efektif sebagai pengobatan leptospirosis, namun sejumlah kecil leptospira kadang-
kadang masih tetap berada di hati dan ginjal. Ampisilin dosis tinggi dapat
digunakan untuk memberantas leptospira dari tubuh host kecuali pada hati dan
ginjal dimana leptospira masih ada pada hari ke enam.23
PENCEGAHAN
Hewan penderita harus dijauhkan dari sumber-sumber air yang
mengenang, karena lapstopira tumbuh dengan baik dipermukaan air. Tikus
biasanya bersarang disolakansolakan, sedangkan tikus adalah hewan pembawa
mokroorganisma ini, maka diupayakan agar solokan – solokan tidak menjadi
sarang tikus dan diupayakan juga agar air mengalir lancar disedemikian rupa
sehingga solokan selalu kering, jangan dibiarkan air mengenang didalamnya.8
Langka-langkah penanggulangan leptospirosis.1
22
Pencegahan Leptospirosis dapat dilakukan dengan cara:
1. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit,
berperan dalam upaya pencegahan penyakit Leptospirosis
2. Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan
serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
3. Pembersihan tempat-tempat air dan kolam-kolam renang sangat membantu
dalam usaha mencegah penyakit Leptospirosis
4. Melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko
yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan
sarung tangan serta pakaian pelindung.
5. Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan
vaskin strain local
6. Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-
rumah penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan
tersebut
7. Pengamatan terhadap hewan rodent yang ada disekitar penduduk, terutama
di desa dengan melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap
kuman Leptospirosis
8. Kewaspadaan terhadap Leptospirosis pada keadaan banjir
9. Pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain
10. Penggunaan antibiotic yang bersifat short term sebelum memasuki daerah
endemic leptospirosis misalnya doxycycline 200 mg sekali dalam
seminggu. Dapat diganti juga dengan ampicillin21
23
PROGNOSIS
Prognosis leptospirosis tergantung dari jenis peyakit dan komplikasi
yang menyertainya. Leptospirosis tanpa ikterik selalu mempunyai prognosis yang
baik. Leptospirosis tanpa disertai sakit kuning tidak pernah terjadi kefatalan
meskipun perdarahan paru yang fatal dan myocarditis pernah dilaporkan terjadi
juga pada kasus leptospirosis tanpa ikterik. Rata-rata kefatalan kasus leptospirosis
berkisar antara 15-40%, dan bertambah tinggi untuk pasien yang berusia lebih dari
60 tahun.18
Rata-rata kematian untuk pasien dengan leptospirosis sedang berkisar
10%. Untuk pasien tanpa perawatan ICU mempunyai kemungkinan kematian
lebih tinggi. Kebanyakan kematian pasien leptospirosis disebabkan oleh gagal
ginjal, perdarahan yang massif, atau karena sindroma gagal napas akut
(ARDS).24,25
Secara umum, penderita leptospirosis mengalami sedikit morbiditas
jangka panjang, tergantung dari beratnya penyakit. Fungsi hepar dan ginjal
kembali normal, setelah mengalami gangguan selama masa akut, membaik seiring
perbaikan fungsi dialysis. Kemungkinan sepertiga dari pasien yang mengalami
meningitis aseptic akan terus mengeluhkan sakit kepala yang periodic.24
Beberapa pasien dengan riwayat leptospiral uveitis mengalami
kehilangan penglihatan akut yang persisten (disebabkan karena pigmentasi lensa
yang menyertai uveitis anterior) dan penglihatan kabur (seiring dengan keratitis
dan presipitat pada bilik depan mata).24
24
DAFTAR PUSTAKA
1 Vijayachari P, Sugunan A P and Shriram A N, 2008. Leptospirosis: an Emerging Global Public Health Problem. [J. Biosci. 33 (4) pp:557–569]. http://www.ias.ac.in/jbiosci/nov2008/557.pdf
2 Mathew, Thomas et al., 2006. Neuroleptospirosis - revisited: Experience from a Tertiary Care Neurological Centre from South India. [Indian J Med Res 124, August 2006, pp 155-162]. http://www.icmr.nic.in/ijmr/2006/August/0806.pdf
3 Spichler, Anne S. et al., 2008. Predictors of Lethality in Severe Leptospirosis in Urban Brazil. [Am J Trop Med Hyg. 2008 December ; 79(6): 911–914]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2640419/pdf/nihms88893.pdf
4 Ganoza, Christian A. et al.,2006. Determining Risk for Severe Leptospirosis by Molecular Analysis of Environmental Surface Waters for Pathogenic Leptospira. [PLOS medicine : Agustus 2006 | Volume 3 | Issue 8 | e308 hal 1329-1340]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1551915/pdf/pmed.0030308.pdf
5 Pappachan JM, Mathew S, Thomas B, Renjini K, Scaria CK, Shukla J,2007. The Incidence and Clinical Characteristics of the Immune Phase Eye Disease in Treated Cases of Human Leptospirosis. [ Indian J Med Sci 2007;61:441-7]. http://www.indianjmedsci.org/article.asp?issn=0019-5359;year=2007;volume=61;issue=8;spage=441;epage=447;aulast=Pappachan
6 Lo, Miranda et al., 2006. Effects of Temperature on Gene Expression Patterns in Leptospira interrogans Serovar Lai as Assessed by Whole-Genome Microarrays.[INFECTION AND IMMUNITY, Oct. 2006, p. 5848–5859 Vol. 74, No. 10]. http://iai.asm.org/cgi/reprint/74/10/5848.pdf
7 Kuriakose, Mariamma et al., 2008. Leptospirosis in a midland rural area of Kerala State. [Indian J Med Res 128, September 2008, pp 307-312]. http://www.icmr.nic.in/ijmr/2008/september/0914.pdf
8 Missouri Department of Health and Senior Services Communicable Disease Investigation Reference, 2006. Leptospirosis : Table of Contents. http://www.dhss.mo.gov/CDManual/Lepto.pdf
25
9 Dolhnikoff, Marisa et al., 2007. Pathology and Pathophysiology of Pulmonary Manifestations in Leptospirosis. [Brazil Journal Infection Disease vol.11 no.1 Salvador Feb. 2007]. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1413-86702007000100029&lng=en&nrm=iso&tlng=en
10 Victoriano,Ann Florence B, Lee D Smythe, Nina Gloriani-Barzaga, Lolita L Cavinta, Takeshi Kasai, Khanchit Limpakarnjanarat, Bee Lee Ong, Gyanendra Gongal, Julie Hall,Caroline Anne Coulombe, Yasutake Yanagihara, Shin-ichi Yoshida, and Ben Adler.2009. Leptospirosis in the Asia Pacific region. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2749047/
11 Chih-Wei Yang, 2007. Leptospirosis in Taiwan - An Underestimated Infectious Disease. [Chang Gung Med J Vol. 30 No. 2 March-April 2007]. http://memo.cgu.edu.tw/cgmj/3002/300202.pdf
12 Monahan, Avril M., John J. Callanan, and Jarlath E. Nally, 2008. Proteomic Analysis of Leptospira interrogans Shed in Urine of Chronically Infected Hosts .[INFECTION AND IMMUNITY, Nov. 2008, p. 4952–4958 Vol. 76, No. 11]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2573331/pdf/0511-08.pdf
13 Cerqueira, Thaís Bandeira ; Daniel Abensur Athanazio; Anne Stambovsky Spichler; Antônio Carlos Seguro, 2008. Renal involvement in leptospirosis – new insights into pathophysiology and treatment. [Braz J Infect Dis vol.12 no.3 Salvador June 2008]. http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S1413-86702008000300016&script=sci_arttext
14 Rathinam SR, 2005. Ocular Manifestations of Leptospirosis. [J Postgrad Med 2005;51:189-94].http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022 - 3859;year=2005;volume=51;issue=3;spage=189;epage=194;aulast=Rathinam
15 Bal AM, 2005. Unusual Clinical Manifestations of Leptospirosis. [J Postgrad Med 2005;51:179-83].http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2005;volume=51;issue=3;spage=179;epage=183;aulast=Bal
26
16 GASPARI, R, et al., 2007. Unusual presentation of leptospirosisin the late stage of pregnancy. [MINERVA ANESTESIOL 2007;73:429-32]. http://www.minervamedica.it/it/freedownload.php?cod=R02Y2007N07A0429
17 Sugunan A.P., et al., 2009. Risk factors associated with leptospirosis during an outbreak in Middle Andaman, India. [Indian J Med Res 130, July 2009, pp 67-73]. http://www.icmr.nic.in/ijmr/2009/jULY/0710.pdf
18 Dutta, TK. And M Christopher, 2005. Leptospirosis – An Overview. [ JAPI • VOL. 53 • JUNE 2005]. http://www.japi.org/june2005/R-545.pdf
19 Hickey, Patrick W., 2008. Leptospirosis: Treatment & Medication. http://emedicine.medscape.com/article/965698-treatment
20 Llangasekera,V L U; S A M Kularatne; P V R Kumarasiri; D M U R K Pussepitiya, 2008. IS ORAL PENICILLIN AN EFFECTIVE CHEMOPROPHYLAXIS AGAINST LEPTOSPIROSIS?. [Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health; Sep 2008; 39, 5;].http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2008_39_5/17-4270.pdf
21 Zoonosis Division National Institute of Communicable Diseases. Guidelines for Prevention and Control of Leptospirosis.http://www.whoindia.org/LinkFiles/Communicable_Diseases_Guidelines_for_Prevention_and_Control_Leptospirosis.pdf
22 Khairiani-Bejo, dkk., 2006. Determination of Susceptabilityof Malaysian Leptospira Isolate to Antimicrobial Agents. [Journal of Animal and Veterinary Advances 5 (2) : 111-113]. http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/javaa/2006/111-113.pdf
23 Kobayashi Y, 2005. Human Leptospirosis: Management and Prognosis. [J Postgrad Med 2005;51:201-4].http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2005;volume=51;issue=3;spage=201;epage=204;aulast=Kobayashi
27
24 Hickey, Patrick W., 2008. Leptospirosis: Follow-up. http://emedicine.medscape.com/article/965698-followup
25 Kawaguchi, Leo, 2008. Seroprevalence of Leptospirosis and Risk Factor Analysis in Flood-prone Rural Areas in Lao PDR. [Am. J. Trop. Med. Hyg., 78(6), 2008, pp. 957–961]. http://www.ajtmh.org/cgi/reprint/78/6/957.pdf
26 Steele J. Epidemiologic Aspects of Leptospirosis. 2009. http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/22/2/387.pdf
27 Richardson F, Fredirick BC, 2009. Central Nervous System Squelae In A Child Following Aseptic Meningitis Asosiated with Leptospiral Infection. Dalam : Pediatrics. USA : American Academy Of Pediatrics. Pp: 803-808 http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/30/5/803.pdf
28 McBride, Gustavo, Marc A et al, 2009. Genetic Diversity of the Leptospiral Immunoglobulin Like (lig) Genes In Pathogenic Leptospira Spp. ( diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2812920/
29 Khosithseth, Sookkasem, Sutjaridjan Niwatchai, et al. Renal Magnesium Wasting And Tubular Dysfunction in Leptospirosis. Nephrology Dialysis Transplantation. 2008. 23: 952-958. http://ndt.oxfordjournals.org/content/23/3/952.full.pdf+html
30 Izurieta, Ricardo, Galwankar, Sagar, Clen, Angela, 2009. Leptospirosis : The”mysterious” mimic. Dalam : Journal Of Medicine : Trauma and Syock. USA: Depatment Of Global Healt. University Of South Clorida. Pp : 21-33. http://www.onlinejets.org/article.asp?issn=0974-2700;year=2008;volume=1;issue=1;spage=21;epage=33;aulast=Izurieta
31 Sethi, S., Sharma, N., Kakkar, N., Taneja, J., Chatterjee, S. S., Banga, S. S., Sharma, M. 2010. Dalam: PloS Neglected Tropical Disease : Increasing Trends of Leptospirosis in Northern India: A Clinico-Epidemiological Study. Volume 4. Issue 1. e579. January 2010. http://www.plosntds.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pntd.0000579
32 Prabhu, N., Innocent, D. J. P., Periyasamy, C. 2010. Dalam: Clinical Reviews and Opinions Academic Journals : Review Retrospective Analysis of Leptospirosis Among Children Clinico-microbiological and Therapeutic Aspects for the Cases. Vol 2(3). pp. 31-34. October 2010. http://www.academicjournals.org/cro/PDF/pdf2010/October/Prabhu%20et%20al.pdf
28
33 Goarant, C., Laumond-Barny, S., Perez, J., Vernel-Pauillac, F., Chanteau, S., Guigon, A. 2009. Dalam: Tropical Medicine and International Health : Outbreak of Leptospirosis in New Caledonia: Diagnosis Issues and Burden of Disease. Volume 14. No 8. pp 926–929 august 2009. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-3156.2009.02310.x/pdf
34 Wagenaar, J. F. P., M. Hussein Gasem, M. H., Goris, M. G. A., Leeflang, M., Hartskeerl, R. A, Van der Poll, T., Van ’t Veer, C., Van Gorp, E. C. M. 2009. Dalam: PloS Neglected Tropical Disease: Soluble ST2 Levels Are Associated with Bleeding in Patients with Severe Leptospirosis. Volume 3. Issue 6. e453. June 2009.http://www.plosntds.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pntd.0000453
35 Center of Disease Control (CDC), 2009. Leptospirosis. Diunduh dari http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/files/Leptospirosis_FAQ.pdf
36 Rajan,AR, AM Ittyachen, TV Krishnapillai, MC Nair, 2007. Retrospective study of severe cases of leptospirosis admitted in the intensive care unit. http://jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2007;volume=53;issue=4;spage=232;epage=235;aulast=Ittyachen
37 Trivedi,Samir V, Ashwin H Vasava, Tinkal C Patel, Lovleen C Bhatia.2009. Cyclophosphamide in pulmonary alveolar hemorrhage due to leptospirosis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2772247/
38 Med, N Engl . 2006. Efficacy and Safety of Corticosteroids for Persistent Acute Respiratory Distress Syndrome. http://www.biomedcentral.com/content/pdf/cc5954.pdf
39 Maciel, Elves A.P.Ana Luiza F. de Carvalho,1 Simone F. Nascimento,Rosan B. de Matos,Edilane L. Gouveia,1 Mitermayer G. Reis, and Albert I. 2007. Household Transmission of Leptospira Infection in Urban Slum Communities. http://www.plosntds.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pntd.0000154
40 Rajapakse,Senaka,Chaturaka Rodrigo, and Rashan Haniffa.2010. Developing a clinically relevant classification to predict mortality in severe leptospirosis. http://www.onlinejets.org/article.asp?issn=0974-
29
2700;year=2010;volume=3;issue=3;spage=213;epage=219;aulast=Rajapakse;ip=66.249.71.84
30
TUGAS INFEKSI
LEPTOSPIROSIS
Oleh :
Dwina Kinanti G0004009 / K14-2009
Lisa Linda Sari G0004140 / K13-2009
Fatnan Setyo H G0004096 / I8-2009
Shita Febriana G0005179 / H9-2010
Rahmania Rizqi K G0006141 / H21-2010
Pradipto Utomo G0005018 / I3-2010
Fandi Ahmad M G0005095 / I4-2010
Pembimbing :
dr. H. Rustam Siregar, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2010
31