Upload
hillery-sitanggang
View
215
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
definisi etiologi klasifikasi penatalaksanaan
Citation preview
Pemicu
Seorang laki laki umur 65 tahun dibawa anaknya ke klinik swasta dengan keluhan tidak bisa
tidur yang sudah berlangsung selama 2 minggu.keluhan lain penderita bicara sangat banyak
dan lancar dan selalu menganggap dirinya hebat, aktivitas meningkat semua mau dikerjakan,
kalau dilarang penderita marah dan sampai mau memukul orang. Dari hasil pemeriksaan
didapati: pemeriksaan fisik tak, afek euforia, kontak sangat lancar, pembicaraan cepat,
waham dan halusinasi belum dijumpai.
Klarifikasi istilah
1. Euforia : Gembira yang berlebihan
2. Waham : Keyakinan yang salah yang tidak dapat dibenarkan
3. Halusinasi : Persepsi yang kuat terhadap sesuatu yang tidak ada
4. Afek : Suasana perasaan
Defenisi masalah
1. Tidak bisa tidur 2 minggu
2. Banyak bicara dan sok hebat
3. Aktivitas meningkat, semua ingin dikerjakan
4. Terdapat afek euforia
5. Bicara cepat
6. Usia 65 tahun
7. Waham dan halusinasi tidak ada
8. Pasien mengalami depresi 6 bulan lalu
Analisa masalah
1. Aktivitas meningkat mengakibatkan tidak bisa tidur
2. Terjadi peningkatan suasana perasaan
3. Perangsangan pada BMS oleh dopamin mengakibatkan peningkatan suasana perasaan
4. Pada lansia telah terjadi degenerasi sel sel saraf
Gali konsep
Usia dan riwayat penyakit terdahulu
Peningkatan Dopamin
BMS terganggu
Peningkatan semangat
Euforia Banyak bicara Aktivitas meningkat Tidak bisa tidur
Learning objective
1. Defenisi gangguan bipolar
2. Klasifikasi gangguan bipolar
Klasifikasi Berdasarkan DSM-IV-TR
klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
a. Gangguan bipolar I.
Ditandai oleh satu atau lebih episode manik atau campuran yang biasanya disertai oleh episode-episode depresi mayor.
b. Gangguan bipolar II
Gambaran utama ditandai oleh terjadinya satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai oleh paling sedikit satu episode hipomanik;
c. Gangguan siklotimik
Ditandai paling sedikit dua tahun dari sejumlah periode waktu gejala hipomanik yang tidak memenuhi kriteria episode manik dan sejumlah periode gejala depresif yang tidak memenuhi kriteria depresif mayor;
d. Gangguan bipolar yang tidak terinci
Gangguan ini mencakup gambaran bipolar yang tidak memenuhi kriteria di atas.
3. Epidemiologi
Insiden dan Prevalensi
Gangguan depresif berat adalah gangguan yang lazim ditemukan dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15% , pada perempuan mungkin 25 %.insiden gangguan depresif berat 10%
pada pasien yang berobat difasilitas kesehatan primer dan 15% di tempat rawat
inap.Gangguan Bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat,dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 1%, serupa dengan gambaran skizofrenia.
Seks
Dari suatu observasi yang hampir universal,tanpa melihat negara atau kebudayaan,prevalensi
gangguan depresif berat dua kali lebih besar pada perempuan daripada laki-laki.Alasan
perbedaan ini yang telah dihipotesiskan antara lain karena perbedaan hormonal,pengaruh
kelahiran anak,stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan,serta model
perilaku ketergantungan yang dipelajari.berlawanan dengan gangguan depresif
berat,gangguan bipolar I memiliki prevalensi yang seimbang antara laki-laki dan
perempuan.Episode manik lebih sering terjadi pada laki-laki dan episode depresif lebih sering
terjadi pada perempuan.
Usia
Awitan gangguan bipolar I lebih dini daripada gangguan depresi berat.awitan usia gangguan
bipolar I berkisar dari masa kanak-kanak(5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih
tua pada kasus jarang ditemui,dengan usia rata-rata yang paling sering adalah pada usia 30
tahun.sedangkan usia rata-rata awitan gangguan depresi berat sekitar 40 tahun,50% pasien
memiliki awitan antara 20 dan 50 tahun,hal ini juga dapat dipengaruhi dengan penggunaan
alkohol dan penyalahgunaan obat di mulai pada usia 20 tahun(mayor).gangguan depresi berat
dapat juga dimulai pada masa kanak-kanak atau pada usia tua.
Status Pernikahan
Gangguan depresif berat paling sering terjadi pada orang tanpa hubungan antarpersonal yang
dekat atau pada orang yang mengalami perceraian atau perpisahan.Gangguan Bipolar I lebih
lazim terjadi pada orang lajang dan orang yang bercerai daripada yang menikah,tetapi
perbedaan ini dapat mencerminkan awitan dini serta karakteristik akibat perpecahan
perkawinan pada gangguan ini.
Faktor Sosioekonomi dan Kebudayaan
Tidak ada hubungan yang ditemukan antara kasus sosioekonomi dan gangguan depresif
berat.Insiden yang lebih besar rata-rata pada gangguan Bipolar I ditemukan pada kelompok
sosioekonomi yang lebih tinggi,tetapi hal ini dapat disebabkan praktik diagnosis yang biasa
karena gangguan Bipolar didiagnosis berlebihan.Depresi lebih lazim ditemukan pada daerah
pedesaan daripada perkotaan.Gangguan Bipolar I lebih lazim ditemukan pada orang yang
pendidikan nya rendah dibandingkan orang yang berpendidikan.
Sumber : Kaplan,Harold I,dkk.2010.Kaplan dan Sadock Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri
Klinis edisi ketujuh jilid 1,Tanggerang ; Binarupa Aksara Publisher..
4. Etiologi
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan otak seperti
gangguan ,neurotransmitter otak (dopamine, serotonin, dan noradrenalin), gangguan struktur,
fungsi, neurokimia, dan neuroendokrin. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa
kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan
banyak lagi faktor lainya.
Didapatkan fakta bahwa ganguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasarkan
etiologi biologik. Jika seorang orangtua mengidap gangguan bipolar, maka 27% anaknya
memiliki risiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan
bipolar maka 75% anaknya memiliki risiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan
pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa
sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar
monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah yakni 10-20%. Beberapa studi
berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22,
namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar
terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer,
18q22, 18q22-q23, dan 21q22.
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual, volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala
dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).
Penelitian lain juga menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar (Yayan A.2009.Gangguan afektif bipolar.Fk Unri)
5. Patofisiologi
6. Gambaran klinis
7. Diagnosa
Pembagian menurut PPDGJ III:
Gangguan Afek bipolar
A. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)dimana
afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentuterdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (maniaatau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah bahwa biasanyaada penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengantiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
episode depresicenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarangmelebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode ituseringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mentallainnya (adanya stress tidak
esensial untuk penegakan diagnosis).
B. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif Tidak termasuk: Gangguan bipolar,
episode manic tunggal.
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania; dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,depresif, atau
campuran) di masa lampau.
Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,depresif, atau
campuran) di masa lampau.
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,depresif atau
campuran) di masa lampau.
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan atau pun sedang
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, ataucampuran di masa
lampau.
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berattanpa gejala psikotik
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, ataucampuran di masa
lampau.
Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan GejalaPsikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif beratdengan gejala psikotik
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, ataucampuran dimasa
lampau.
Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a.Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dandepresif yang tercampur
atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomaniadan depresif yang sama-sama mencolok
selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu)
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, ataucampuran di masa
lampau.
Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulanterakhir ini, tetapi
pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran
di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran).
Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
Gangguan Afektif Bipolar YTT.
(Diagnosis gangguan jiwa PPDGJ III)
Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia
sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresisumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah merah dan sel darah putih
untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat menyebabkan peningkatansel darah
putih yang reversibel.
2. Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutamadengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat
bermanifestasisebagai depresi.. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat pada masalah ginjal
dangangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada peningkatan
kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat untuk terapi
litiummaupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek elektrolit merupakan indikasi.
3. Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan
dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang dibuktikan
dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan,
sepertinortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium
sangat penting.
4. Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak makan..Kadar
protein rendah, menyebabkan meningkatkan bioavailabilitas beberapa medikasi,karena obat-obat ini
hanya memiliki sedikit protein untuk diikat.
5. Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi).Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang berkontribusi
pada perubahan mood secara cepat.
6. Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapatmempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat meningkat.
7. Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan sebagai maniaatau
depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat timbul sebagaimania, dan
penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai depresi.
8. EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada
perubahanreversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG.
9. EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar:
EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi.Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor
otak.
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasitimbulnya dan durasi kejang.
Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai
indikasiefektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari
EEG dapatmemprediksi respons dari asam valproate.
Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama anti
depresan
(www.academia.edu/refratbipolar )
8. Penatalaksanaan
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap.
Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
Pengobatan pasien rawat inap
indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai berikut
• Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian,
sejalan dengan itu, penderita dengan manic yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang hebat.
• Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
• Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sanagt berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
• Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manic. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya.
• Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.Rawat inap parsial atau program perawatan sehari.
• Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.
• Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
Pengobatan rawat jalan : Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
• Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
• Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
• Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli
membantu mempertahnkan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
• Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.
Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Terapi Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal meningkat penggunaannya untuk kedua hal yaitu manic akut dan mood stabilization.
Rentang yang luas dari antidepresan dan ECT digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, suatu medikasi lain dipilih untuk terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan.Pengalaman klinik menunjukkan bahwa bila diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manic dan depresi. Medikasi ini bekerja menstabilkan mood penderita sesuai namanya, juga menstabilakn manic dan depresi yang ekstrim.
Antipsikosis atipikal kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manic akut, bahkan untuk mengobati beberapa kasus depresi bipolar untukmenstabilkan mood, seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole and olanzapine.
Berdasarkan konsensus yang sekarang, pengobatan yang paling efektif untuk manic akut adalah kombinasi dari generasi kedua antipsikosis dan medikasi mood stabilizing.
Terapi Non Farmakologi
Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
Aktivitas Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan perspirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.
Edukasi Penderita
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan dari tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
• Pertama, penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
• Kedua, memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terkait apresiasi tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
• Kelompok pengobatan yang adekuat tinggal suatu bagian yang penting dari perawatan dan edukasi.
• Edukasi juga harus memperhatikan bahaya dari stresor. Membantu identifikasi individu dan bekerja dengan stresor yang ada menyediakan aspek kritis penderita dan kewaspadaan keluarga.
• Akhirnya, informasikan kepada penderita tentang kekambuhan dalam konteks gangguan.
• Cerita-cerita tentang individu membantu penderita dan keluarga, terutama cerita tentang individu dengan MDI dapat membantu penderita untuk berusaha menghadapi tantangan dari perspektif lain.
9. Skema gangguan bipolar
Skema gangguan bipolar dapat dijelaskan berdasarkan gambar berikut : (Saddock 2010)
10. Komplikasi
11. Pencegahan
Mendekatkan diri pada Tuhan yang Maha Kuasa, beribadah sesuai Ajaran agama yang dianut pribadi, Dapatkan pendidikan tentang cara mengatasi gangguan bipolar sebanyak-banyaknya, agar dapat menghindarkan anda dalam gangguan depresi. Hindarkan stres tinggi dengan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan hidup sehat. Mencari dukungan Saat memiliki masalah, sangat penting anda mencari orang/teman yang dapat dipercaya, untuk mensharingkan masalah yag sedang anda hadapi, membantu anda agar dapat menyelesaikan masalah anda, dan tidak menyimpannya sendiri. Buatlah pilihan hidup yang sehat. Tidur teratur, mengatur pola makan seimbang, dan berolahraga teratur.
12. Prognosa
13. Persamaan dan perbedaan antara ketiga DD tersebut
ETIOLOGI GANGGUAN BIPOLAR
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan otak seperti
gangguan ,neurotransmitter otak (dopamine, serotonin, dan noradrenalin), gangguan struktur,
fungsi, neurokimia, dan neuroendokrin. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa
kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan
banyak lagi faktor lainya.
Didapatkan fakta bahwa ganguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasarkan
etiologi biologik. Jika seorang orangtua mengidap gangguan bipolar, maka 27% anaknya
memiliki risiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan
bipolar maka 75% anaknya memiliki risiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan
pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa
sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar
monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah yakni 10-20%. Beberapa studi
berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22,
namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar
terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer,
18q22, 18q22-q23, dan 21q22.
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual, volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala
dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan
afek).
Penelitian lain juga menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.