12
ASMA BRONKIAL 1. Definisi: Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967). 2. Klasifikasi Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe: 2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik) Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat- sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita. 2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik). Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji 1

LP Asma Bronchial

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LP Asma Bronchial

ASMA BRONKIAL

1. Definisi:

Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi

yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang

manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh

dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya

dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan.

Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita.

(United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967).

2. Klasifikasi

Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:

2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)

Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure)

terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada

keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan

serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis

mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-

perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka

bagi penderita.

2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).

Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen

lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji

kulit atau provokasi bronkial.

Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada

yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.

Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.

2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun

ekstrinsik.

1

Page 2: LP Asma Bronchial

3. Patogenesa

Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap

pada permukaan sel mast atau basofil

Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil

pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang

memberi rangsangan pada pusat pernapasan

Hiperventilasi

2

Page 3: LP Asma Bronchial

4. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus serangan asma ialah:

a. Alergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari,

bulu binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang berupa makanan

seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dsb.

b. Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,

parainfluensa, dsb.

c. Ketegangan atau tekanan jiwa.

d. Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.

e. Obat-obatan seperti penyekat beta, salisilat, kodein, dsb.

f. Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk,

parfum, asap industri, dsb.

5. Penatalaksanaan:

1. Waktu serangan.

a Bronkodilator

a. Golongan adrenergik:

Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit,

apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang

sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih

kecil 0,1 – 0,2 cc.

b. Golongan methylxanthine:

Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara

intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin

dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin

tidak memberi hasil.

c. Golongan antikolinergik:

Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah

menghambat enzym Guanylcyclase.

b Antihistamin.

Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju

tetapi juga ada yang tidak setuju.

c Kortikosteroid.

Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.

Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.

d Antibiotika.

Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi,

ada infeksi sekunder.

3

Page 4: LP Asma Bronchial

e Ekspektoransia.

Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran

adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)

2. Diluar serangan

Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell

mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah

pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis,

mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).

Pengobatan Non Medikamentosa:

1. Waktu serangan:

1.1 pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala

klinik maupun hasil analisa gas darah.

1.2 pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang

berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani

dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian

memudahkan ekspektorasi.

1.3 drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak

agar supaya tidak timbul penyumbatan.

1.4 menghindari paparan alergen.

2. Diluar serangan

2.1 Pendidikan/penyuluhan.

Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa

efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya

serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari

paparan terhadap alergen.

2.2 Imunoterapi/desensitisasi.

Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah

diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.

2.3 Relaksasi/kontrol emosi.

untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan

latihan napas.

4

Page 5: LP Asma Bronchial

6. Pengkajian.

6.1 Anamnesis.

Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan

berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala

asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada

saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang

disertai gangguan kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan

asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada

yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang

timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan

pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.

6.2 Pemeriksaan Fisik.

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis

asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui

penyakit yang mungkin menyertai asma

6.2.1 Sistim Pernapasan:

Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya

menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna

dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama

kalau terjadi infeksi sekunder.

Frekuensi pernapasan meningkat

Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang

disertai ronchi kering dan wheezing.

Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi

bahkan mungkin lebih.

Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter

anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.

- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-

otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak

retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan

cuping hidung.

Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal

dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

5

Page 6: LP Asma Bronchial

6.2.2 Sistem Kardiovaskuler:

Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.

- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah

sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih

daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau

lebih.

Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama

jantung.

6. 2.3 Sistem persarafan:

Komposmentis

Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

- cemas/gelisah/panik

- sukar tidur, banyak berkeringat dan susah berbicara

Pada keadaan yang lebih berat kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati

sampai koma. Pada pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema

papil.

6.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

6.3.1 Laboratorium:

Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi

Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan

pemberian kortikosteroid.

6.3.2 Analisa gas darah:

Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus.

Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik.

Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2

menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun,

PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis respiratorik.

6.3.3 Radiologi:

Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk

asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.

6.3.4 Faal paru:

Menurunnya FEV1

6.3.5 Uji kulit:

6

Page 7: LP Asma Bronchial

Untuk menunjukkan adanya alergi

6.3.6 Uji provokasi bronkus:

Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau

lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.

7. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sekrit dan bronchospasme

2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

selama serangan akut.

3. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita, dan /atau

takut serangan berulang.

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

penatalaksanaan perawatan diri.

7

Page 8: LP Asma Bronchial

DAFTAR PUSTAKA

Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma

Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu

Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan

Evaluasi. EGC.

8