26
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL A. DEFINISI ISOLASI SOSIAL Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006). Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial atau perilaku menarik diri merupakan salah satu respon maladaptif dalam rentang respon sosial seseorang (Purba, 2008) Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007). B. ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL a. Faktor Predisposisi 1. Faktor perkembangan Kemampuan individu untuk membina hubungan interpersonal yang positif, tergantung dari pengalaman individu tersebut selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memiliki

Lp Isolasi Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kp;

Citation preview

Page 1: Lp Isolasi Sosial

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI ISOLASI SOSIAL

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu

membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial atau perilaku menarik diri

merupakan salah satu respon maladaptif dalam rentang respon sosial seseorang

(Purba, 2008)

Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari

interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab

dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau

kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan

orang lain, yang dimanifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada

perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang,

2007).

B. ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL

a. Faktor Predisposisi

1. Faktor perkembangan

Kemampuan individu untuk membina hubungan interpersonal yang positif,

tergantung dari pengalaman individu tersebut selama proses tumbuh kembang.

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan

sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan

menghambat proses perkembangan selanjutnya. Kurangnya stimulasi, kasih sayang

dan perhatian dari orang tua atau pengasuh akan memberikan rasa tidak aman yang

dapat menghambat terbentuknya rasa percaya terhadap orang lain (Stuart, 2006).

2. Faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa. Kelainan

pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume

otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan gangguan jiwa

berat (Stuart, 2006).

3. Faktor sosiokultural

Page 2: Lp Isolasi Sosial

Beberapa faktor sosial budaya yang dikaitkan dengan terjadinya isolasi sosial

meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan keyakinan. Faktor

pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyelesaikan

masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan faktor usia berhubungan dengan

pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam stressor, kemampuan

memanfaatkan sumber dukungan dan ketrampilan dalam mekanisme koping. Isolasi

sosial merupakan faktor utama yang menyebabkan gangguan pada individu dalam

membina hubungan dengan orang lain (Stuart, 2006).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi pada umumnya mencakup peristiwa dalam kehidupan yang

menimbulkan stress seperti kehilangan orang terdekat. Hal ini akan mempengaruhi

kemampuan individu untuk membina hubungan dengan orang lain dan

menyebabkan ansietas. Faktor presipitasi dapat bersifat stressor biologis, psikologis,

serta sosial budaya yang berasal dari dalam diri individu maupun dari lingkungan

eksternal individu. Selain sifat dan asal stressor, waktu dan jumlah stressor juga

merupakan komponen faktor presipitasi. Dimensi waktu meliputi kapan stressor

terjadi, seberapa lama terpapar stressor, dan frekuensi terpapar stressor

(Surtiningrum, 2011).

1. Stressor biologis

Stressor biologis yang berkaitan dengan terjadinya isolasi sosial meliputi penyakit

infeksi, penyakit kronis dan adanya kelainan struktur otak. Kondisi tersebut dapat

menyebabkan seseorang malu dan merasa tidak berguna yang dimanifestasikan

dengan perilaku menarik diri dari lingkungan sosial (Surtiningrum, 2011).

2. Stressor psikologis

Respon sosial maladapif merupakan hasil pengalaman negatif yang mempengaruhi

perkembangan emosi seseorang. Stressor psikologis dapat berupa kondisi seperti

ketidakpuasan kerja dan kesendirian. Perpisahan individu dengan orang terdekat

atau orang yang dicintainya dapat menimbulkan ansietas. Individu yang mengalami

ansietas berat dalam waktu yang lama dan terjadi bersaman dengan keterbatasan

kemampuan individu untuk mengatasinya dapat menyebabkan gangguan dalam

membina hubungan dengan orang lain (Stuart, 2006).

3. Stressor sosial budaya

Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga, seperti hubungan

yang tidak harmonis antar anggota keluarga dan berpisah dari orang yang dicintai.

Stressor lain yang dapat menjadi pencetus terjadinya perilaku isolai sosial adalah

kondisi lingkungan yang bermusuhan, lingkungan penuh dengan kritik, tekanan

Page 3: Lp Isolasi Sosial

ditempat kerja atau kesulitan mendapatkan pekerjaan, kemiskinan, dan stigma yang

ada di lingkunggan tempat tinggal seseorang (Stuart, 2006).

C. RENTANG RESPON SOSIAL

Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif (Stuart &

Sundeen, 2006), yaitu :

Respons Adaptif Respons Maladaptif

a. Solitude atau menyendiri

Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah

terjadi atau yang telah dilakukan di lingkungan sosial dan merupakan suatu cara

mengevaluasi diri dalam menentukan langkah selanjutnya (Townsend, 2009).

b. Autonomy atau otonomi

Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,

pikiran, perasaan dalam hubungan sosial (Townsend, 2009).

c. Mutuality atau kebersamaan

Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal, dimana individu tersebut

mampu untuk saling menerima dan memberi (Townsend, 2009).

d. Interdependen atau saling tergantung

Merupakan suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain

dalam membina hubungan interpersonal (Townsend, 2009).

e. Kesepian

Kesepian adalah suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam

membina hubungan secara terbuka dengan orang lain (Townsend, 2009).

f. Menarik diri

Solitude

Autonomy

Mutuality

Interdependent

Manipulasi

Impulsif

Narkisisme

Kesepian

Menarik diri

Dependent

Page 4: Lp Isolasi Sosial

Merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak

berhubungan dengan orang lain dan mencari ketenangan untuk sementara waktu

(Stuart, 2006).

g. Dependent

Adalah suatu kondisi dimana individu gagal mengembangkan rasa percaya diri

dan kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan masalah, sehingga dia selalu

membutuhkan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya (Townsend, 2009).

h. Manipulasi

Merupakan gangguan dalam hubungan sosial, dimana individu memperlakukan

orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang

lain. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan

atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain (Stuart,

2006).

i. Impulsif

Merupakan respon maladaptif sosial yang ditandai dengan individu sebagai

subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu

merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan rendah dalam

hal penilaian (Stuart, 2006).

j. Narkisisme

Merupakan respon maladaptif sosial yang ditandai dengan individu memiliki

tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha

mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari

orang lain (Stuart, 2006).

D. PROSES TERJADINYA ISOLASI SOSIAL

Setiap individu akan menghadapi berbagai stressor disetiap proses tumbuh kembang

sepanjang kehidupannya. Kegagalan yang terjadi secara terus menerus dalam

menghadapi stresor dan penolakan dari lingkungan sosial akan mengakibatkan

individu tidak mampu berpikir logis. Individu akan berpikir bahwa dirinya tidak mampu

atau merasa gagal menjalankan fungsi dan perannya sesuai tahap tumbuh

kembang. Kondisi ini apabila dibiarkan akan menyebabkan individu mengalami harga

diri rendah yang kronis. Sehingga individu akan merasa tidak berguna, malu untuk

berinteraksi dengan orang lain serta tidak percaya diri yang dimanifestasikan dengan

perilaku menarik diri dari lingkungan sosial (Yosep, 2009).

Page 5: Lp Isolasi Sosial

E. TANDA DAN GEJALA ISOLASI SOSIAL

Tanda dan gejala isolasi sosial menurut NANDA, (2012); Townsend, (2009) dan

Keliat, dkk (2005), dapat dikelompokkan meliputi tanda dan gejala fisik, kognitif,

perilaku dan afektif. Berikut ini dijelaskan tanda dan gejala isolasi sosial secara rinci:

1. Tanda dan gejala fisik

Tanda dan gejala fisik merupakan manifestasi respon fisiologis tubuh terhadap

masalah isolasi sosial yang ditandai dengan kurang energi, lemah,

insomnia/hipersomia, penurunan atau peningkatan nafsu makan. Klien malas

beraktivitas, kurang tekun bekerja dan sekolah, dan kesulitan melaksanakan tugas

yang komplek (Keliat, 2005; Townsend, 2009; NANDA, 2012).

2. Tanda dan gejala kognitif

Tanda dan gejala kognitif pada klien isolasi sosial misalnya klien merasa ditolak oleh

orang lain, merasa orang lain tidak bisa mengerti dirinya, merasa tidak aman jika

berdekatan dengan orang lain, merasa hubungannya tidak berarti dengan orang lain,

tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, merasa tidak memiliki tujuan

hidup. Klien menjadi kebingungan, kurangnya perhatian, merasa putus asa, merasa

tidak berdaya, dan merasa tidak berguna (Keliat, 2005; Townsend, 2009; NANDA,

2012).

3. Tanda dan gejala perilaku

Tanda dan gejala perilaku dihubungkan dengan tingkah laku yang ditampilkan atau

kegiatan yang dilakukan oleh klien berkaitan dengan pandangannya terhadap diri

sendiri, orang lain dan lingkungannya. Pada klien isolasi sosial perilaku yang

ditampilkan yakni kurangnya aktifitas, menarik diri, tidak/jarang berkomunikasi

dengan orang lain, tidak memiliki teman dekat, melakukan tindakan berulang dan

tidak bermakna, kehilangan gerak dan minat, menjauh dari orang lain, menunjukkan

perilaku bermusuhan, menolak berhubungan dengan orang lain, menunjukkan

perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok dominan, tidak ada kontak mata,

dan berdiam diri di kamar (Keliat, 2005; Townsend, 2009; NANDA, 2012).

4. Tanda dan gejala afektif

Tanda dan gejala afektif terkait dengan respon emosi seseorang dalam menghadapi

masalah. Respon emosi sangat bergantung dari lama dan intensitas dari stressor

yang diterima dari waktu ke waktu. Tanda dan gejala yang ditunjukkan klien isolasi

sosial meliputi perasaan yang sedih, afek tumpul, kurang motivasi, serta merasa

bosan dan lambat menghabiskan waktu. Rasa sedih karena kehilangan terutama

terhadap sesuatu yang berarti dalam kehidupan. Hal ini seringkali menyebabkan

seseorang menjadi takut untuk menghadapi kehilangan berikutnya.

Page 6: Lp Isolasi Sosial

F. PENATALAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

Jenis penatalaksanaan yang biasa dilakukan dalam kelompok penyakit skizofrenia

termasuk isolasi sosial adalah :

A. Psikofarmaka

Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau

menghilangkan gejala – gejala gangguan jiwa. Yang tergolong dalam pengobatan

psikofarmaka antara lain :

1. Chlorpromazine (CPZ)

Atas indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat untuk menilai realistis,

waham halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku atau tidak terkendali tidak

mampu bekerja. Dengan efek samping hipotesis, epilepsy, kelainan jantung, febris,

ketergantungan obat.

2. Haloperidol (HLP)

Atas indikasi berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental

serta dalam fungsi kehidupan sehari – hari dengan efek samping yaitu : penyakit

hati, penyakit darah ( anemia, leucopenia, agranulositosis), epilepsy, kelainan

jantung, febris, dan ketergantungan obat.

3. Tryhexipenidil (THP)

Atas indikasi segala jenis perkinson, termasuk pasca encephalitis dengan efek

samping yaitu mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,

agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urin. Kontra indikasinya yaitu

hipersensitif terhadap tryhexipenidil, glukosa sudut sempit, hipertropi prostate dan

obstruksi saluran cerna.

B. Pemeriksaan Penunjang (ECT / Psikotherapy)

Merupakan pengobatan untuk menurunkan kejang grandial yang menghasilkan efek

samping tetapi dengan menggunakan arus listrik. Tujuan untuk memperpendek

lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. Dengan

kekuatan 75 – 100 volt, ECT diberikan pada klien dengan indikasi depresi berat dan

terapi obat sebelumnya tidak berhasil, klien akan beresiko bunuh diri dan skizofrenia

akut.

C. Prinsip Keperawatan

Menerapkan teknik terapeutik, melibatkan keluarga, kontak sering tetapi singkat,

peduli, empati, jujur, menepati janji, memenuhi kebutuhan sehari-hari, libatkan klien

TAK.

Page 7: Lp Isolasi Sosial

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

1. KASUS (MASALAH UTAMA)

Isolasi Sosial : Menarik diri

2. POHON MASALAH

DPD Gangguan sensori presepsi “halusinasi”

intoleran aktifitas Isolasi sosial

Gangguan konsep diri “ harga diri rendah”

Koping individu tidak efektif koping keluarga tidak efektif

Pengkajian

a. Identitas klien

1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang : nama klien,

nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan, waktu,

tempat pertemuan, topik pembicaraan.

2) Usia

3) Nomor rekam medik

4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat

b. Keluhan utama/alasan masuk

Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit

saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi

masalah ini dan bagaimana hasilnya.

c. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa

di masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik,

seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan

kriminal, baik itu yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah

ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak

menyenangkan.

d. Aspek fisik

Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan

fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.

e. Aspek psikososial

Page 8: Lp Isolasi Sosial

1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan

hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi,

pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.

2). Konsep diri, meliputi :

Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan

singkat, meliputi :

a). Citra tubuh

Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian

tubuh yang disukai dan tidak disukai.

b). Identitas diri

Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum

dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah,

tempat kerja, kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-

laki.

c). Peran

Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam

keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan tugas /

peran.

d). Ideal diri

Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran

dan harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,

masyarakat).

e). Harga diri.

Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan

orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan

penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.

3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)

a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti dalam

kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau

sokongan.

b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti dalam

masyarakat.

c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien terlibat

dalam kelompok di masyarakat.

4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan

jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa

dilakukan di rumah.

Page 9: Lp Isolasi Sosial

f. Status mental

Nilai aspek-aspek meliputi :

1). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.

2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau

tidak dapat memulai pembicaraan.

3). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan,

agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang

berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.

4). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.

5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.

6). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata

kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.

7). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.

8). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada

tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai

pada tujuan pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak

ada hubungan satu dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang

meloncat-loncat), blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan

eksternal, kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang

diulang berkali-kali).

9). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha

menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi

tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam

tubuh yang sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap

diri sendiri, orang lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien

terhadap kejadian yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait

pada dirinya), pikiran magis dan waham.

10).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan

orang.

11).Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat

jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.

12).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan,

tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.

13).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan

kemampuan penilaian bermakna.

Page 10: Lp Isolasi Sosial

14).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan

hal-hal di luar dirinya.

g. Kebutuhan persiapan pulang

Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian,

istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam

dan di luar rumah

h. Mekanisme koping

Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien

dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang

lebih rendah dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang

menekan keadaan yang tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi

(respon memisahkan diri dari lingkungan sosial).

i. Aspek medik

Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.

Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif

dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui

observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data

yang disampaikan oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui

wawancara perawat kepada klien dan keluarga.

3. DATA YANG PERLU DIKAJI

Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk mengkaji pasien isolasi sosial

perawat dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan

keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara,

adalah:

Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

Pasien merasa tidak berguna

Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Page 11: Lp Isolasi Sosial

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat perawat tanyakan pada waktu wawancara

untuk mendapatkan data subyektif:

Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau

tetangga)?

Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?

Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?

Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?

Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?

Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang

sekitarnya?

Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?

Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:

Tidak memiliki teman dekat

Menarik diri

Tidak komunikatif

Tindakan berulang dan tidak bermakna

Asyik dengan pikirannya sendiri

Tak ada kontak mata

Tampak sedih, afek tumpul

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI PRIORITAS

a. Isolasi Sosial Menarik Diri

b. Ganguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

c. Resiko Ganguan Sensori Persepsi : Halusinasi

5. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa

KeperawatanTujuan Intervensi Rasional

Isolasi sosial

berhubungan

dengan status

mental harga diri

rendah

TUM :

setelah diberikan

asuhan keperawatan

selama 5x

pertemuan:

- Pasien dapat

menyadari penyebab

1. Beri kesempatan

klien

mengungkapkan

perasaannya

2. Bimbing klien

mengungkapkan

perasannya

1. Dengan

mengungkapkan

perasannya

beban klien akan

berkurang

2. Lingkungan yang

tenang mampu

Page 12: Lp Isolasi Sosial

isolasi sosial

- Pasien dapat

berinteraksi dengan

orang lain serta

lngkungan

TUK 1 :

- Klien dapat

membina

hubungan

saling

percaya

dengan

perawat

dengan

menggunakan

pertanyaan

terbuka)

3. Ciptakan

lingkungan yang

tenang dengan

cara mengurangi

stimulus eksternal

yang berlebihan

dalam interaksi

membantu klien

dalam

memfokuskan

pikirannya

TUK 2:

Klien dapat

mengidentifikasi

kemampuan dan

aspek positif yang

dimiliki

1. Diskusikan

kemampuan dan

aspek positif yang

dimiliki klien

2. Hindari memberi

penilaian negatif

3. Diskusikan

kemampuan yang

masih dimiliki

klien dalam

melaksanakan

kegiatan sehari-

hari

1. Memotivasi klien

memandang

dirinya secara

positif

2. penilain negatif

semakin

menambah rasa

tidak percaya diri

klien

3. Kemampuan

dalam

melaksanakan

kegiatan

meningkatkan

harga diri klien

TUK 3:

Klien dapat

menyadari penyebab

isolasi sosial,

keuntungan dan

kerugian berinteraksi

dengan orang lain

1. Tanyakan

pendapat pasien

tentang kebiasaan

berinteraksi

dengan orang lain

2. Tanyakan apa

yang

1. Memberikan

informasi tentang

respon sosial dan

keyakinan klien

sebagai dasar

tindakan koping

Page 13: Lp Isolasi Sosial

menyebabkan

pasien tidak ingin

berinteraksi

dengan orang lain

3. Diskusikan

keuntungan bila

pasien mempunyai

banyak teman dan

bergaul akrab

dengan mereka

4. Diskusikan

kerugian bila

pasien hanya

mengurung diri dan

tidak bergaul

dengan orang lain

yang adaptif

2. Mengetahui

respon

maladaptif dari

pasien dan

berusaha

memperbaikinya

3. Mengetahui

kopinmg dari

klien dan

berusaha

menguatkan

koping yang

adaptif dari

pasien

4. Memperbaiki

koping yang

maladaptif dari

pasien

TUK 4:

Klien dapat

membuat rencana

kegaiatan yang

realistis sesuai

kemauan dan

kemampuan klien

1. Bimbing klien

untuk dapat

menentukan

keinginanya

dalam

beraktivitas( berol

ahraga,merawat

diri)

2. Berikan contoh

cara berinteraksi

dengan orang lain

3. Berikan

kesempatan

pasien

mempraktekan

cara berinteraksi

dengan orang lain

yang dilakukan

1. Memberikan klien

gambaran tentang

kemampuannya

2. memberikan role

model bagi klien

sehingga mudah

bagi klien untuk

melakukan

kegiatan/berintera

ksi

3. Memberikan klien

gambaran tentang

kemampuannya

dan penilain

terhadap dirinya

Page 14: Lp Isolasi Sosial

dihadapan

perawat

TUK 5 :

Klien mendapatkan

dukungan keluarga

dalam meningkatkan

harga dirinya

1. Anjurkan keluarga

untuk dapat

memotivasi klien

untuk melakukan

aktivitas

2. Anjurkan agar

keluarga dapat

menyediakan

fasilitas yang

terkait dengan

kegiatan

1. Keluarga

mempunyai arti

yang penting bagi

klien

2. Mendukung klien

dalam melakukan

aktivitasnya

Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk keluarga

SP 11. Mengidentifikasi penyebab isolasi

sosial pasien2. Berdiskusi dengan pasien tentang

keuntungan berintraksi dengan orang lain

3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

SP 11. Menjelaskan masalah yang

dirasakan keluarga dalam merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami pasien serta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan isolsi sosial

SP 2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Memberikan kesempatan kepada

pasien mempraktekkan cara

berkenalan dengan satu orang

3. Membantu pasien memasukkan

kegiatan berbincang-bincang dengan

orang lain sebagai salah satu kegiatan

harian

SP 2

1. Melatih keluarga mempraktekkan

cara merawat pasien dengan

isolasi sosial

2. Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung pasien isolasi

sosial

Page 15: Lp Isolasi Sosial

SP 3

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien

2. Memberi kesempatan kepada pasien

untuk berkenalan dengan dua orang

atau lebih

3. Menganjurkan pasien memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian

SP 3

1. Membantu keluarga membuat

jadwal aktivitas di rumah

termasuk minum obat (dischange

planning)

2. Menjelaskan follow up pasien

setelah pulang

Page 16: Lp Isolasi Sosial

PENERAPAN SP PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

SP 1 Klien :

Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab

isolasi sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan

kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan klien

berkenalan

Orientasi (Perkenalan):

“Assalammu’alaikum ”

“Saya H ……….., Saya senang dipanggil Ibu Her …………, Saya perawat di Ruang Mawar

ini… yang akan merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”

“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan

teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau

berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:

(Jika klien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang

bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”

(Jika klien sudah lama dirawat)

”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S

kenal di ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”

“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan klien yang lain?”

”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman

bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai klien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau

kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai klien

dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu

inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?

«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”

“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama

panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si.

Asal saya dari Bireun, hobi memasak”

Page 17: Lp Isolasi Sosial

“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama

Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-

hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang

keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:

”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”

”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.

Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke klien lain.

Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman

saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”

”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaiku

SP 2 Klien :

Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang

pertama - seorang perawat)

Orientasi :

“Assalammualaikum S! ”

“Bagaimana perasaan S hari ini?

« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil

bersalaman dengan Suster ! »

« Bagus sekali, S masih ingat. Nah  seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba

berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit »

« Ayo kita temui perawat N disana »

Kerja :

( Bersama-sama S saudara mendekati perawat N)

« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »

« Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin « 

(klien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,

menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga

perawat N »

Page 18: Lp Isolasi Sosial

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat

janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »

« Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke

ruangan S. Selamat pagi »

(Bersama-sama klien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan

S di tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”

”S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik

lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan

sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada

jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri.

Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”

SP 3 Klien :

Melatih Klien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-

seorang klien)

Orientasi:

“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?

”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

(jika jawaban klien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”

”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”

”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu klien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:

( Bersama-sama S saudara mendekati klien )

« Selamat pagi , ini ada klien saya yang ingin berkenalan. »

« Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan

sebelumnya. » 

Page 19: Lp Isolasi Sosial

(klien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama

panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »

« Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O»

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat

janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »

(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

« Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan

S. Selamat pagi »

(Bersama-sama klien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan

S di tempat lain)

Terminasi:

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”

”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O” ”pertahankan

apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore

nanti”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain

kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan

orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu

dengan N, dan tambah dengan klien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan

dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama

dan tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

Page 20: Lp Isolasi Sosial