25
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KATARAK DI POLI MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER oleh Winda Sulistya Safitri, S.Kep. NIM 102311101036

Lp Katarak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

katarakadalah

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KATARAK DI POLI MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh

Winda Sulistya Safitri, S.Kep.

NIM 102311101036

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

A. Tinjauan Teori Katarak1. Definisi

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Smeltzer & Bare, 2002).Menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001). 2. KlasifikasiBerdasarkan usia yang mengalami katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil (Ilyas, 2004).

a. Katarak Kongenital Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengalami penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.

b. Katarak Juvenil Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:1) Katarak metabolic

a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)

b) Katarak hipokalsemik (tetanik)

c) Katarak defisiensi gizi

d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)

e) Penyakit Wilson

f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.

2) Katarak traumatic

3) Katarak komplikata

a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).

b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).

c) Katarak anoksikd) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, dan besi).

e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.

f) Katarak radiasic. Katarak senil

adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut:

1) Kapsula) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).b) Mulai presbyopia

c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.d) Terlihat bahan granular

2) Epitel makin tipisa) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.

3) Serat lensa :

a) Lebih irregular b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.

c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.

4) Korteks tidak berwarna karena:

a) Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.

b) Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibagi menjadi empat stadium yaitu:1) InsipienKekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.2) IntumesenKekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

3) ImaturSebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

4) MaturPada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

5) Hipermatur morgagniKatarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.3. EtiologiMenurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-macam, yaitu sebagai berikut:

a. Usia lanjut

Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak. b. Kongenital

Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janinc. GeneticPengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada lensa. d. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.e. Merokok

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.f. Konsumsi alcohol

Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.4. Tanda dan gejalaKatarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya yang seharusnya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina akan dipendarkan. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, dan menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tidak mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).5. PatofisiologiLensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2002).6. Komplikasi

Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000). Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).7. PenatalaksanaanPembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior.

Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).8. Pemeriksaan penunjang

Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer & Bare, 2002).9. PathwayTerlampir

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan.

Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga.Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan dan silau.c. Riwayat penyakit saat inid. Riwayat penyakit dahulue. Riwayat penyakit keluargaBiasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.

f. Genogramg. Pengkajian Keperawatan:

1) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatanPersepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien. 2) Pola nutrisi/metabolikTidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.3) Pola eliminasiTidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.

4) Pola aktivitas & latihanPerubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.5) Pola tidur & istirahatTidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.

6) Pola kognitif & perceptualGangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap.7) Pola persepsi diriKlien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.8) Pola seksualitas & reproduksiTidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan oleh katarak.9) Pola peran & hubunganPola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan pada penglihatannya.

10) Pola manajemen & koping stress

Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara jelas seperti sebelumnya.

11) Sistem nilai dan keyakinanSystem nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum, tanda vital2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya

terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien yang mengalami katarak adalah:a. Hambatan berjalan (00088) berhubungan dengan adanya gangguan penglihatan (katarak)

b. Risiko jatuh (00155) dengan faktor risiko fisiologis: kesulitan melihat (katarak)

c. Risiko trauma (00038) dengan faktor risiko penglihatan yang buruk (katarak)

d. Ansietas (00146) berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur medise. Defisit pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurangnya informasi3. Intervensi KeperawatanNoDiagnosaTujuanKriteria hasilIntervensiRasional

1.Hambatan berjalan (00088) berhubungan dengan adanya gangguan penglihatan (katarak)Hambatan berjalan akan dapat dikontrol oleh klien setelah diberikan intervensi keperawatan selama 1x24 jamNOC: Fall prevention behaviour

Indikator:

a. Penggunaan alat bantu dengan benarb. Tidak ada penggunaan karpet

c. Hindari barang-barang berserakan di lantaiNIC: Fall prevention1. Identifikasi kebiasaan dan faktor-faktor yang mengakibatkan risiko jatuh2. Kaji riwayat jatuh pada klien dan keluarga3. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan terjadinya risiko jatuh (lantai licin)

4. Sediakan alat bantu (tongkat, walker)5. Ajarkan cara penggunaan alat bantu (tongkat atau walker)

6. Instruksikan pada klien untuk meminta bantuan ketika melakukan perpindahan, joka diperlukan

7. Ajarkan pada keluarga untuk menyediakan lantai rumah yang tidak licin8. Ajarkan pada keluarga untuk meminimalkan risiko terjadinya jatuh pada pasien1. Mengetahui kebiasaan-kebiasaan klien yang berpotensi mengakibatkan jatuh pada klien2. Mengetahui penyebab jatuh klien agar untuk selanjutnya dapat dihindari

3. Memodifikasi lingkungan yang berisiko menyebabkan jatuh klien

4. Membantu klien untuk berjalan, agar dapat menghindari benda yang menghalangi klien ketika berjalan

5. Agar klien dapat menggunakan alat bantu dengan tepat6. Bantuan dibutuhkan klien untuk melakukan mobilitas karena terganggunya penglihatan klien karena katarak

7. Lantai rumah yang licin dapat mengakibatkan klien tergelincir dan jatuh8. Keluarga juga harus berperan serta dalam meminimalkan risiko terjadinya jatuh pada klien

2.Ansietas berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur medisAnsietas klien berkurang setelah dilakukan perawatan 1x24 jamNIC: Anxiety self controlIndikator:

1. mencari informasi untuk mengurangi ansietas

2. menggunakan koping yang efektif

3. mengontrol respon ansietas

4. menggunakan teknik relaksasi untuk mengurani ansietasNIC: Anxiety reduction

1. Berikan informasi faktual meliputi dignosa, prognosis, dan terapi sesuai kondisi klien

2. Dampingi klien untuk mengurangi ketakutan klien3. Kaji respon kecemasan verbal maupun non verbal klien4. Gunakan komunikasi terapeutik dan pendekatan yang baik pada klien5. Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi ansietas klien6. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian obat untuk menurunkan kecemasan klien1. Agar klien dapat memperoleh informasi yang sesuai fakta2. Pendampingan bertujuan agar klien tidak merasa sendiri sehingga menimbulkan ketakutan

3. Respon kecemasan digunakan untuk mengetahui adanya perubahan emosi pada klien

4. Komunikasi terapeutik untuk membina hubungan saling percaya dan mengurangi kecemasan klien akan terapi

5. Terapi non farmakologis digunakan untuk membuat klien nyaman sekaligus mengurangi kecemasan yang dialami klien

6. Obat-obatan digunakan jika kecemasan klien meningkat dan mengganggu kehidupan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. Tanpa tahun. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Mosby Elsevier.

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media Aesculapius: Jakarta.Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.

Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.