72
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN Oleh Kelompok : Dewa Ayu Agung Getsusita (13C10966) Ni Luh Putu Novi Sri Dewi (13C10980) Ni Made Pina Sakawati (13C10983) Simon Diandari (13C10990) Ni Kadek Suari Paramita (13C10993) 1

Lp Perilaku Kekerasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askewp

Citation preview

Page 1: Lp Perilaku Kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Oleh Kelompok :

Dewa Ayu Agung Getsusita (13C10966)

Ni Luh Putu Novi Sri Dewi (13C10980)

Ni Made Pina Sakawati (13C10983)

Simon Diandari (13C10990)

Ni Kadek Suari Paramita (13C10993)

Dewa Ayu Surya Damayanti (13C10996)

Kelas /Semester : IIA / IV

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan BALI

Ajaran 2014/20151

Page 2: Lp Perilaku Kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN

PRILAKU KEKERASAN

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Skizofrenia

a. Pengertian

Seorang psikiater Swiss, Eugen Bleuler, memperkenalkan istilah

Skizofrenia yang berasal dari bahasa Yunani schizos artinya terbelah,

terpecah, dan phren artinya pikiran. Secara harfiah, skizofrenia berarti

pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola

perilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran,

perasa, dan afeksi. Dengan demikian tidak ada kesesuaian antara pikiran

dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya.

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau

kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran,

emosi, dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien

digambarkan dengan adanya gejala fundamental (primer) spesifik, yaitu

gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya

kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnnya adalah gangguan

afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah

waham dan halusinasi (Kaplan, 2004).

Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikologi dengan gangguan

dasar pada kepribadian dan distorsi khas proses pikir yang ditandai dengan

proses pikir penderita yang lepas dari realita sehingga terjadi perubahan

kepribadian seseorang yang reversible dan menuju kehancuran serta tidak

berguna sama sekali ( Dep. Kes. , 1995 ). Terjadinya serangan skizofrenia

pada umumnya sebelum usia 45 tahun dan berlangsung paling sedikit 1

bulan. Penderita skizofrenia banyak ditemukan dikalangan golongan

ekonomi rendah , sehingga hal ini diperkirakan merupakan factor

predisposisi penyebab timbulnya skizofrenia (Dep. Kes., 1995 ).

b. Etiologi

2

Page 3: Lp Perilaku Kekerasan

Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu:

1) Diathesis-stres model

Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan

lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang

sehingga dapat menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia.

Dimana ketiga faktor tersebut saling berpengaruh secara dinamis

(Kaplan, 2004).

2) Faktor biologis

Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang

menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas

dopaminergik yang berlebihan di bagian kortikal otak dan berkaitan

dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga

menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain termasuk serotonin,

norepinefrin, glutamate, dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya

neurokimiawi, penelitian menggunakan CT scan ternyata ditemukan

perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atrofi

korteks atau atrofi otak kecil (cerebellum) terutama pada penderita

skizofrenia kronis (Kaplan, 2004)

3) Genetika

Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko

masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara

kandung 8%, dan pada anak 12% apabila salah satu orang tua

menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang

tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada

kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar

12% (Kaplan, 2004)

4) Faktor psikososial

3

Page 4: Lp Perilaku Kekerasan

a) Teori perkembangan

Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa

kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih saying di

tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan

kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan

menarik diri dari hubungan social pada penderita skizofrenia

(Sirait, 2008)

b) Teori belajar

Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang

menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir

irasional orang tua yang mungkin memiliki masalah emosional

yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari

penderita skizofrenia akan berkembang karena mempelajari

model yang buruk selama anak-anak (Sirait, 2008).

c) Teori keluarga

Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam

menimbulkan skizofrenia. Namun beberapa penderita

skizofrenia berasal dari keluarga yang disfungsional (Sirait,

2008).

c. Tanda dan Gejala

1) Gejala-gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

a) Gejala positif

(1)Delusi atau waham

Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).

Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya

itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

(2) Halusinasi

4

Page 5: Lp Perilaku Kekerasan

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus).

Misalnya penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di

telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.

(3) Kekacauan alam pikiran

Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya

kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

(a) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

(b) Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan

sejenisnya.

(c) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

(d) Menyimpan rasa permusuhan.

b) Gejala negatif

(1) Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”

Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang

tidak menunjukkan ekspresi.

(2) Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain dan suka melamun.

(3) Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan

pendiam.

(4) Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

(5) Sulit dalam berpikir nyata.

(6) Pola pikir steorotip.

(7) Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada

inisiatif.

d. Klasifikasi

5

Page 6: Lp Perilaku Kekerasan

Dari uraian diatas secara umum skizofrenia dibagi dalam 5 tipe atau

kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, kriteria

pengelompokannya sebagai berikut :

1) Tipe Hebefrenik

Tipe ini disebut juga disorganized type atau kacau balau yang dimulai

dengan gejala-gejala antara lain :

a) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti

apa maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan

tidak ada hubungannya satu dengan yang lain.

b) Alam perasaan (mood, effect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak

serasi (incongrose) atau ketolol-tololan (silly).

c) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (giggling), senyum yang

menunjukan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.

d) Waham ( delusion ) tidak jelas dan tidak sistimatik (terpecah) tidak

terorganisir suatu satu kesatuan.

e) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir

sebagai satu kesatuan.

f) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan

gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang

diulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara

ekstrim dari hubungan sosial .

2) Tipe Katatonik

a) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas

terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakkan atau

aktivitas spontan sehingga nampak seperti patung, atau diam

membisu (mute).

b) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).

c) Negativisme katatonik yaitu suatu penolakkan yang nampaknya

tanpa motif terhadap semua perintah atau upaya untuk

menggerakkan bagian tubuh dirinya.

6

Page 7: Lp Perilaku Kekerasan

d) Kekakuan (rigidity) katatonik yaitu mempertahankan suatu sikap

kaku terhadap semua upaya untuk menggerakkan bagian tubuh

dirinya.

e) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik (otot alat

gerak) yang nampaknya tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh

rangsang luar.

f) Sikap tubuh katatonik yaitu sikap ( posisi tubuh ) yang tidak wajar

atau aneh.

3) Tipe paranoid

a) Waham (delucion) kejar atau waham kebesaran, misi atau utusan

sebagai penyelamat bangsa dunia atau agama, misi kenabian atau

mesias, atau perubahan tubuh. Waham cemburu seringkali juga

ditemukan.

b) Halusinasi yang berisi kejaran atau kebeseran.

c) Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang

tidak menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat

kekerasan. Seringkali ditemukan kebingungan tentang identitas

jenis kelamin dirinya (gender identity) atau ketakutan bahwa

dirinya diduga sebagai seorang homoseksual atau merasa dirinya

didekati oleh orang-orang homoseksual.

4) Tipe Residual

Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang

tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan

mendatar serta tidak serasi (innappropriate), penarikan diri dari

pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak

rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran.

5) Tipe tak tergolongkan

7

Page 8: Lp Perilaku Kekerasan

Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah

diuraikan hanya ganbaran klinisnya terdapat waham, halusinasi,

inkoherensi atau tingkah laku kacau.

2. Konsep dasar Prilaku Kekerasan

a. Pengertian

Prilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri

maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak

terkontrol (kusumawati dan hartono, Ade Herman Surya Direja, 2011)

Prilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap

diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, dalam

Ade Herman Surya Direja, 2011 )

Prilakuk kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk prilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis

(Berkowitz, dalam Ade Herman Surya Direja, 2011)

Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian

(Stuart dan Sundeen, dalam Ade Herman Surya Direja, 2011)

Suatu keadaan dimana individu mengalami prilaku yang dapat melukai

secara fisik baik terhadap diri sendiri orang lain (Towsend, dalam Ade

Herman Surya Direja, 2011).

Suatu keadaan diman klien mengalami prilaku yang dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-

barang (Maramis, dalam Ade Herman Surya Direja, 2011)

Prilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi prilaku kekerasan secara

verbal dan fisik (ketner et al., dalam Ade Herman Surya Direja, 2011)

Prilaku kekerasanadalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri

8

Page 9: Lp Perilaku Kekerasan

maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah dan terkontrol.

(Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2010: 78)

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada

diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007 : 146)

Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2006 : 29)

b. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar: Rentang respons Perilaku Kekerasan

Sumber: Keliat, Dalam Ade Herman Surya Direja (2011)

Keterangan:

1. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain

dan memberikan keterangan.

2. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat

menemukan alternative.

3. Pasif

Individu tidak dapat mengngkapkan perasaannya.

4. Agresif

Perilakuk yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut

tetapi masih terkontrol.

9

Ade Herman Surya Direja, 2011)Ade Herman Surya Direja, 2011)

Page 10: Lp Perilaku Kekerasan

5. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontol.

(Ade Herman Surya Direja, 2011 : 132)

PASIF ASERTIF AGRESIF

ISI

PEMBICARAAN

Negative dan

merendahkan

diri contohnya

perkataan:

“Dapatkah

saya?”

“Dapatkah

kamu?”

Positif dan

menawarkan

diri, contohnya

perkataan:

“saya dapat…”

“Saya akan…”

Menyombongkan

diri, merendahkan

orang lain

contohnya:

“kamu selalu…”

“kamu tidak

pernah…”

TEKANAN

SUARA

Cepat lambat,

mengeluh.

Sedang. Keras dan ngotot.

POSISI BADAN Menundukkan

kepala

Posisi badan

tegap dan

santai.

Kaku, condong

kedepan.

JARAK Menjaga jarak

dengan sikap

acuh/mengabaik

an.

Mempertahank

an jarak yang

nyaman.

Siap dengan jarak

menyerang orang

lain.

PENAMPILAN Loyo, tidak

dapat tenang

Sikap tenang. Mengancam,

posisi menyerang.

KONTAK

MATA

Sedikit/sama

sekali tidak

Mempertahank

an kontak mata

sesuai dengan

hubungan.

Mata melotot dan

dipertahankan.

Sumber: Keliat, dalam Ade Herman Surya Direja, (2011)

10

Page 11: Lp Perilaku Kekerasan

c. Psikopatologi

1) Etiologi

a) Faktor Predisposisi

(1) Faktor Psikologis

(a) Terdapat asumsi bahwa seseorang dalam mencapai

suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul

dorongan agrasif yang memotivasi perilaku kekerasan.

(b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu

dan masa kecil yang tidak menyenangkan.

(c) Rasa frustasi. Rasa frustasi akan terjadi apabila

keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau

terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu

berprilaku agresif karena perasaan frustasi akan

berkurang melalui prilaku kekerasan.

(d) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau

lingkungan.

(e) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat

mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat

konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat

memebrikan kekuatan dan restise yang dapat

meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam

kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku

agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan

rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.

(f) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan

perilaku yang dipelajari, individu yang memeiliki

pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih

cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran

11

Page 12: Lp Perilaku Kekerasan

eksternal dibandingkan anak – anak tanpa faktor

predisposisi biologik.

(2) Faktor Sosial Budaya

Sesorang akan berespon terhadap peningkatan

emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang

dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa

agresif tidak berbeda dengan respons – respons yang lain.

Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi dan

semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar

kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi

perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu

mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan

yang tidak dapat diterima.

Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan

menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian

masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi

perilaku kekerasan.

(3) Faktor Biologis

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya

pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus

(system limbic) ternyata menimbulkan perilaku agresif,

dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi

dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan

lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan

memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil

berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada

disekitarnya.

Selain itu berdasarkan teori biologik ada beberapa hal

yang dapat mempengaruhi seseorang mempengaruhi

seseorang melakuakan kekerasan, yaitu sebagai berikut:

12

Page 13: Lp Perilaku Kekerasan

(a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system

neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi

dan menghambat inpuls agresif. System limbic sanagat

terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respons agresif.

(b) Pengaruh biokimia menurut Goldstein dalam Townsend

(1996) menyatakan bahwa berbagai neurotrasmiter

(epineprin, norepineprin, dopamine, asetilkolin, dan

serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. Peningkatan androgen dan

norepineprin serta penurunan serotonin GABA (6 dan 7)

pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi

penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif

pada seseorang

(c) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif

sangat erat kaitannya dengan genetic termasuk genetic

tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh

penghuni penjara tindak criminal (narapidana).

(d) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan

dengan berbagai gangguan selebral, tumor otak

(khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma

otak, penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsy lobus

temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku

agresif dan tindak kekerasan.

(Ade Herman Surya Direja, 2011 : 134)

b) Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa

terancam, baik berupa injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep

13

Page 14: Lp Perilaku Kekerasan

diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut:

1) Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,

kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu

yang tidak menyenangkan.

2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang

berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari

permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari

lingkungan.

3) Lingkungan: panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal – hal yang

dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara

lain sebagai berikut:

1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi

2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu

3) Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat ananknya dan

ketidak mampuan dalam menempatkan diri sebagai orang

yang dewasa.

4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti

penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu

mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.

5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap

perkembangan keluarga.

(Ade Herman Surya Direja, 2011 : 136)

14

Page 15: Lp Perilaku Kekerasan

4) Tanda dan gejala

a) Fisik

Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh

kaku.

b) Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara

dengan nada keras, kasar, ketus.

c) Prilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri / orang lain,

merusak lingkungan, amuk/agresif.

d) Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusushan, mengamuk,

ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.

e) Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak

jarang mengeluarkan kata – kata bernada sarkasme.

f) Spiritual

Menrasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragua – raguan,

tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

g) Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan

sindiran.

h) Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan sosial.

(Ade Herman Surya Direja, 2011 : 132)

15

Page 16: Lp Perilaku Kekerasan

d. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga

dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang

konstuktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping

yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti

displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.

Prilaku yang berkaitan dengan prilaku kekerasan antara lain :

1) Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fisiologi timbul karena kegiatan system saraf

otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan

tekanan darah meningkat, takikardi, wajah memerah, pupil melebar,

mual, sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran

urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat,

tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

2) Menyatakan secara asertif

Prilaku yang ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan prilaku pasif, agresif dan asertif. Prilku

asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengespresikan rasa

marahnya tanpa menyakiti orang lain. Secara fisik maupun psikologis

dan denga prilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.

3) Membrontak

Prilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik prilaku

untuk menarik perhatian orang lain.

4) Prilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan.

(Ade Herman Surya Direja, 2011 : 137)

16

Page 17: Lp Perilaku Kekerasan

e. Penatalaksanaan Medis

1. Terapi somatik

Menurut lain (Yosep, 2007 : 152) menerangkan bahwa terapi somatik

adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa

dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku

adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik

klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien. Jenis terapi somatik pada

klien gangguan jiwa antara lain :

a) Pengikatan

Pengikatan adalah terapi dengan menggunakan alat mekanik atau

manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Terapi ini bertujuan

untuk melindungi klien dan orang lain dari cedera fisik. Walaupun

pengikatan merupakan terapi yang membatai mobilitas fisik klien

tetapi hal yang paling perlu selalu diingat bahwa pengikatan

bukanlah untuk menghukum klien, pengikatan harus disadari benar

sebagai upaya untuk membantu klien mengendalikan perilaku yang

tidak dapat dikendalikan sendiri oleh klien.

b) Isolasi

Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di

ruangan tersendiri. Terapi ini diidentifikasikan untuk klien yang

tidak mampu mengendalikan perilakunya yang tidak bisa

dikendalikan dengan cara yang lain. Tujuannya adalah melindungi

klien, orang lain dan lingkungan dari bahaya potensial yang

mungkin terjadi. Walaupun isolasi merupakan tindakan yang sangat

afektif untuk mengendalikan perilaku klien yang tidak terkendali

akan tetapi tidak dianjurkan pada klien yang beresiko bunuh diri,

klien yang mengalami agitasi yang disertai dengan gangguan

pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta klien dengan perilaku

sosial yang menyimpang

Prosedur isolasi sebagai berikut :

17

Page 18: Lp Perilaku Kekerasan

1) Tunjuk seorang pimpinan

2) Perlihatkan kepada klien kekuatan yang ada (jumlah perawat

yang ada)

3) Buat rancangan yang tepat, siapkan lingkungan, ruangan yang

digunakan untuk mengisolasi klien.

4) Komunikasi antara perawat jelas, sehingga instruksi juga jelas

5) Tangkap klien tanpa menyakiti

6) Kendalikan perilaku agresif klien

7) Pindahkan klien ke ruang isolasi

8) Ganti pakaian klien dengan pakaian yang nyaman, pindahkan

benda-benda yang membahayakan dari ruang klien

9) Buat rencana asuhan keperawatan lanjutan.

Setelah klien berada pada ruangan isolasi maka tindakan

keperawatan dilakukan sebagai berikut :

1) Bantu klien memenuhi kebutuhan dasarya (makan, minum,

BAB, BAK, lingkungan yang nyaman)

2) Observasi sesering mungkin

3) Pertahankan komunikasi verbal

4) Catat dan dokumentasikan hasil observasi

5) Beri umpan balik kepada klien tentang perilakunya sehingga

klien menyadari alas an dan tujuan adanya isolasi

6) Tetap berikan terapi yang lain untuk menenangkan klien

7) Segera melepas klien dari ruangan isolasi jika perilakunya

mulai terkendali

8) Tetap pertahankan kontak dengan klien

c) Terapi kejang listrik (ECT)

Terapi kejang listrik atau elektronik colvusive therapy (ECT) adalah

bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall

dengan mengalirkan arus listrik melalui ektroda yang ditempatkan

pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani

18

Page 19: Lp Perilaku Kekerasan

skizofrenia membutuhkan 20-30 kali tetapi biasanya dilaksanakan

adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali). Walaupun sebagai

ECT cukup aman. Akan tetapi ada beerapa kondisi merupakan

kontra indikasi diberikan terapi ECT.

Kondisi – kondisi klien yang kontra indikasi terebut adalah:

1) Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan

tekanan intra kranial.

2) Akan mengakibatkan keguguran pada kehamilan

3) Osteoporosis, karena timbulnya grand mall dapat berakibat

terjadinya praktur tulang.

4) Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung

5) Asma broncial, karena ECT dapat memperberat peyakit

d) Foto terapi

Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatic pilihan. Terapi ini

diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20 kali

lebih terang dari pada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata

terbuka, 1,5 meter di depan klien di letakkan lampu setinggi mata.

Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif.

Kebanyakan klien membaik setelah 3-5 hari tetapi bisa kambuh lagi

segera setelah terapi dihentikan. Keuntungan yang lain klien tidak

akan mengalami toleransi terhadap terapi ini. Bahkan bisa tersedia

peralatan ini bisa diberikan di rumah.

e) Terapi deprivasi tidur

Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien

dengan cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Terapi ini cocok

diberikan pada klien depresi.

19

Page 20: Lp Perilaku Kekerasan

B. Asuhan Keperawatan Teoritis Prilaku Kekerasan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan

atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,

sosial, dan spiritual

(Direja, 2011, hal. 36)

a. Pengumpulan data

1) Identitas Klien dan penanggung Jawab

Pada identitas mencakup Initial, Umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat dan hubungan dengan

penanggung.

2) Alasan dirawat

Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit, keluhan

utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit

dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat

faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi

dikaji tentang faktor-faktor pendukung klien untuk melalukan prilaku

kekerasan. Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang

membuat klien melakukan prilaku kekerasan

3) Pemeriksaan Fisik

Pengkajian/pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ

tubuh dan kondisi fisik (dengan cara observasi, auskultasi, palpasi,

perkusi dan hasil pengukuran) dalam pengukuran dilakukan

pengukuran tanda-tanda vital

4) Pengkajian Psikososial

Pengkajian pada aspek psikososial dapat dilakukan pada genogram,

konsep diri, hubungan sosial dan aspek spiritual

a) Genogram

Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian yaitu :

20

Page 21: Lp Perilaku Kekerasan

(1) Kajian adopsi : yang membandingkan sifat antara anggota

keluarga biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi

(2) Kajian kembar : yang membandingkan sifat antara anggota

keluarga yang kembar identik secara genetik dengan

saudara yang tidak kembar.

(3) Kajian keluarga : yang membandingkan apakah suatu sifat

banyak kesamaan antara keluarga tinggkat pertama(seperti

orang tua, saudara kandung) dengan keluarga yang lain.

b) Konsep Diri

(1) Citra Tubuh

Yaitu sikap, persepsi masa lalu atau saat ini tentang

ukuran, penampilan, fungsi dan potensi tubuh, serta

pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar

terhadap tubuhnya. Ini merupakan persepsi klien

terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang paling

disukai dan tidak disukai

(2) Identitas Diri

Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri

yang tidak ada duanya dengan mensintesa semua

gambaran diri sebagai satu kesatuan utuh dan perasaan

berbeda dengan orang lain. Ini merupakan bagaimana

persepsi tentang status dan posisi klien sebelum

dirawat, kepuasan klien terhadap status/posisi tersebut

(sekolah, pekerjaan, kelompok, keluarga, lingkungan

masyarakat sekitarnya) kepuasan klien sebagai laki-laki

atau perempuan (gender)

(3) Peran

Yaitu pola sikap, prilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisisnya

dalam keluarga, kelompok, dimasyarakat dan

21

Page 22: Lp Perilaku Kekerasan

bagaimana kemampuan klien dalam melaksnakan

tugas/perannya tersebut.

(4) Ideal Diri

Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku

sesuai dengan standar personal. Ideal diri dapat berupa

gambaran individu yang disukai, tujuan atau nilai yang

diinginkan. Ini merupakan bagaimana harapan klien

terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas atau peran dan

harapan klien terhadap lingkungan.

(5) Harga Diri

Penilaian individu tentang pencapaian diri dengan

menganalisa sejauh mana perilaku mencapai ideal diri.

Pencapain cita-cita yang gagal akan menimbulkan HDR

(harga diri rendah) yaitu perasaan negative terhadap diri

sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga

diri.Sebaliknya pencapaian cita-cita yang sukses akan

menimbulkan HDT (harga diri tinggi). Harga diri tinggi

merupakan perasaan yang berakar dalam menerima

dirinya tanpa syarat, meskipun telah melakukan

kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia tetap merasa

sebagai orang penting dan berharga.

c) Hubungan Sosial

(1) Orang yang Terdekat

Siapa orang yang berarti dalam kehidupan klien, tempat

mengadu, bicara, minta bantuan baik secara material

maupun secara non-material.

(2) Peran Serta Dalam kegiatan Kelompok atau Masyarakat

klompok apa saja yang diikuti klien dilingkungannya

dan sejauh mana klien terlibat.

22

Page 23: Lp Perilaku Kekerasan

(3) Hambatan dalam hubungan dengan orang lain

Hambatan apa saja yang dialami klien dalam

berhubungan dengan orang lain/kelompok tersebut.

d) Spiritual

Mengkaji aspek spiritual klien yang meliputi:

(a) Agama serta keyakinan yang dianut klien/keluarganya.

Bagaimana nilai, norma, pandangan dan keyakinan diri

klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan

jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut.

(b) Kegiatan keagamaan, ibadah dan kegiatan keagamaan apa

saja yang dilakukan klien dirumah/ dilingkungan

sekitarnya baik secara individu maupun kelppmpok serta

pendapat klien/keluarga tentang ibadah tersebut.

5) Pengkajian status mental

Pengkajian pada status mental dapat dilakukan pada penampilan,

pembicaraan, aktivitas motorik, afek emosi.

a) Penampilan

Observasi pada penampilan umum klien yang merupakan

karakteristik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,

kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekskresi wajah, kontak

mata, dilatasi/konstruksi pupil, status gizi/kesehatan umum.

Pada klien dengan prilaku kemungkinan penampilan yang

ditunjukkan adalah mata melotot / pandangan tajam, tangan

mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta

postur tubuh kaku.

b) Pembicaraan

Pada pembicaraan perhatikan bagaimana pembicaraan yang

didapat pada klien, apakah cepat, keras, gagap, inkoherensi,

apatis, lambat, membisu, tidak mampu memulai pembicaraan,

23

Page 24: Lp Perilaku Kekerasan

pembicaraan berpindah-pindah dari satu kalimat kekalimat

lainnya yang tidak berkaitan,

Pada klien dengan prilaku kekerasan kemungkinan akan

berbicara dengan mengancam, mengumpat dengan kata-kata

kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.

c) Aktivitas Motorik

Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat

dalam hal tingkat aktivitas (letargi, tegang, gelisah, agitasi)

jenis (tik, seringai, tremor) dan isyarat tubuh/mannerisme yang

tidak wajar

Aktivitas motorik yang mungkin dilakuakan adalah menyerang

orang lain, melukai diri sendiri / orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

d) Alam Perasaan

Yang perlu diobservasi antara lain : sedih, putus asa atau

perasaan gembira yang berlebih, ketakukan dan khawatir

e) Afek

Adapun beberapa gangguan afek dan emosi adalah sebagai

berikut :

(1) Depresi yaitu keadaan psikologis (dengan manifestasi rasa

sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, rasa

berdosa, putus asa, penyesalan tak ada harapan)

(2) Ketakutan/takut yaitu afek emosi terhadap objek yang

ditakuti sudah jelas.

(3) Khawatir, cemas, ansietas yaitu ketakutan pada sesuatu

objek yang belum jelas atau keadaan tidak enak/tidak

nyaman yang tidak jelas penyebabnya. Jenis cemas antara

lain : kecemasan mengambang/free floating anxietas,

agitasi, panik atau kecemasan hebat dengan kegelisahan.

24

Page 25: Lp Perilaku Kekerasan

(4) Anhedoneia yaitu tidak timbul perasaan senang dengan

aktivitas yang biasanya menyenangkan bagi dirinya.

(5) Euforia yaitu rasa senang, riang, gembira, bahagia, yang

berlebihan yang tidak sesuai dengan keadaan. Elasa adalah

bentuk euforia yang lebih hebat dan Exaltasi atau extaci

adalah suatu bentuk euforia yang sangat hebat.

(6) Kesepian adalah merasa dirinya ditinggalkan/dipisah-kan

dari atau oleh yang lainnya.

(7) Kedangkalan/tumpul/datar adalah kemiskinan afek/ emosi

secara umum atau kuantitas, tidak ada perubah-an dalam

roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan

atau menyedihkan, bereaksi bila ada stimulus yang lebih

kuat.

(8) Labil adalah emosi yang secara cepat berubah-rubah,

tanpa suatu pengendalian yang baik.

(9) Tak wajar/tidak sesuai adalah emosi yang tidak sesuai atau

bertentangan dengan stimulus yang ada, keadaan tertentu

secara kuantitatif atau dengan isi pembicaraan/ pikirannya.

(10) Ambivalensi adalah afek/emosi yang berlawanan dan

timbul secara bersama-sama terhadap seseorang, objek

atau kondisi tertentu.

(11) Apatis adalah berkurangnya afek/emosi terhadap sesuatu

semua hal yang disertai rasa terpencil dan tidak peduli

dengan lingkungan sekitarnya.

(12) Amarah atau kemurkaan adalah permusuhan yang bersifat

agresif, tidak realistik, menghancurkan dirinya, orang lain,

lingkungan yang sifatnya bukan untuk memecahkan suatu

masalah yang dihadapinya.

25

Page 26: Lp Perilaku Kekerasan

f) Interaksi selama wawancara

Keadaan yang ditampilkan klien saat wawancara seperti

bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata

kurang (tidak mau menatap lawan bicara), defensif (selalu

berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya)

atau curiga (menunjukan sikap/perasaan tidak percaya pada

orang lain).

g) Persepsi

Gangguan pada persepsi sensorik diantaranya halusinasi, ilusi,

derealisasi, depersonalisasi, agnosia, gangguan somatosensorik.

Gangguan persepsi juga dapat memicu klien untuk melakuakan

prilaku kekerasan.

h) Proses Pikir

Gangguan pada arus dan bentuk pikir dapat dijelaskan dan

dibedakan yaitu Sirkumtansila (pikiran berputar-putar),

Tangensial yaitu pembicaraan yang berbelit-belit dan tidak

sampai pada tujuan/maksud yang dibeikan, Asosiasi longgar

(asosiasi bebas/kehilangan asosiasi) yaitu tidak ada hubungan

yang dikatakan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain.

Flight of idea (pikiran melayang) yaitu pembicaraan pada

beberapa ide-ide yang melompat-lompat. Blocking (benturan)

yaitu pembicaraan yang berhenti secara tiba-tiba tanpa adanya

gangguan secara eksternal. Perseverasi yaitu pembicaraan yang

berulang-ulang pada suatu ide, pikiran dan tema secara

berlebihan. Inkoheren (irrelevansi) yaitu pembicaraan dimana

satu kalimatpun sulit dipahami maksudnya, pembicaraan tidak

ada hubungannya dengan stimulus/pertanyaan atau hal-hal

yang sedang dibicarakan, Logorhoe yaitu banyak bicara yang

bertubi-tubi tanpa adnya kontrol yang jelas bisa koheren atau

inkoheren.

26

Page 27: Lp Perilaku Kekerasan

i) Isi Pikir

Gangguan pada isi pikir yaitu Ekstasi/extacy : isi pikiran yang

tidak dapat diceritakan yang dimanifestasikan dengan

kegembiraan, fantasi: yaitu isi pikiran tentang keadaan/kejadian

yang diharapkan/diinginkan sebagai hal-hal yang tidak nyata

sebagai pelarian terhadap keinginan yang tiddak dapat

dipenuhinya. Obsesi : isi pikiran yang telah muncul/kokoh

walaupun pasien berusaha menghilangkannya, Hipokondria :

isi pikiran yang meyakinkan adanya suatu gangguan organ

didalam tubuh yang dimanifestasikan sebagai keluhan atau

sakit secara fisik, depersonalisasi : yaitu isi pikiran yang berupa

perasaan yang aneh/asing/terhadap dirinya sendiri, orang lain

atau lingkungan sekitarnya. Mengobservasi tingkat kesadaran

klien, kesadaran dapat digambarkan sebagai berikut : Apatis

( tidak mengacuhkan terhadap rangsangan/lingkungan

sekitarnya, mulai mengantuk, Somnolensia (menganatuk dan

tidak ada perhatian sama sekali), Bingung delirium, sedasi :

(kacau, merasa melayang antara sadar dan tidak sadar), sopor

(ingatan, orientasi, pertimbangan hilang, hanya berespon

terhadap rangsangan yang keras dan kuat), stupor, subkoma,

soporoskomatus tidak ada terhadap rangsngan yang keras dan

tidak mengerti semua yang terjadi di lingkungan), koma (tidur

yang sangat dalam, beberapa reflek hilang seperti pupil,

cahaya, muntah dan dapat timbul reflek yang patologis)

j) Tingkat Kesadaran

Mengobservasi tingkat kesadaran klien, kesadaran dapat

digambarkan sebagai berikut : Apatis ( tidak mengacuhkan

terhadap rangsangan/lingkungan sekitarnya, mulai mengantuk,

Somnolensia (menganatuk dan tidak ada perhatian sama

sekali), Bingung delirium, sedasi : (kacau, merasa melayang

27

Page 28: Lp Perilaku Kekerasan

antara sadar dan tidak sadar), sopor (ingatan, orientasi,

pertimbangan hilang, hanya berespon terhadap rangsangan

yang keras dan kuat), stupor, subkoma, soporoskomatus tidak

ada terhadap rangsngan yang keras dan tidak mengerti semua

yang terjadi di lingkungan), koma (tidur yang sangat dalam,

beberapa reflek hilang seperti pupil, cahaya, muntah dan dapat

timbul reflek yang patologis)

k) Memori

Daya ingat klien atau kemampuan mengingat hal-hal yang telah

terjadi, daya ingat jangka panjang (memori masa lalu,

lama/lebih dari 1 tahun), daya ingat jangka menengah memori

yang diingat dalam 1 minggu terahir sampai 24 jam terahir,

Daya ingat jangka pendek memori yang sangat baru, tidak

dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

l) Tingkat konsentrasi berhitung

Gangguan konsentrasi dan berhitung antara lain : Mudah

beralih/mudah dialihkan, mudah berganti

perhatiannya/konsentrasi dari suatu objek ke objek lainnya.

Tidak mampu berkonsentrasi, klien selalu meminta agar

pertanyaan sebelumnya diulang. Tidak mampu berhitung yaitu

tidak dapat melakukan penambahan/pengurangan angka-angka

atau benda-benda yang nyata, sederhana, banyak, rumit atau

kompleks.

m) Kemampuan Penilaian

Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain:

Gangguan ringan yaitu bilamana gangguan ini terjadi ia tetap

dapat mengambil keputusan secara sederhana dengan bantuan

orang lain, seperti ia dapat memilih akan mandi sebelum makan

atau sebaliknya. Gangguan bermakna bilamana gangguan ini

terjadi ia tetap tidak dapat/tidak mampu mengambil suatu

28

Page 29: Lp Perilaku Kekerasan

keputusan meskipun secara sederhana dan mendapatkan

bantuan orang lain.

n) Daya Tilik Diri

Gangguan pada daya tilik diri adalah :

(1) Mengingkari penyakit yang diderita, dimana ia tidak

menyadari gejala gangguan jiwa/penyakitnya, perubahan

fisik, dan emosi dirinya.

(2) Menyalahkan hal-hal yang diluar dirinya, bilamana ia

cenderung menyalahkan orang lain/lingkungan dan ia

merasa orang lain/lingkungan diluar dirinya yang

menyebabkan ia seperti ini/kondisi saat ini.

6) Kebutuhan persiapan pulang

Data ini harus dikaji untuk mengetahui masalah yang mungkin akan

terjadi atau akan dihadapi klien, kluarga atau masyarakat sekitarnya

pada saat klien pulang atau setelah klien pulang dari rumah sakit,

data yang harus dikaji adalah : Perawatan diri (Mandi, kebersihan,

makan, buang air kecil, buang air besar, dan ganti pakaian) secara

mandiri, perlu bantuan minimal atau bantuan total

b. Analisa data

Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data

untuk merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut

diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif:

1) Data Subyektif (Farida, 2010, hal. 50)

Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien

dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada

klien dan keluarga

Data subyektif yang mungkin didapat yaitu, klien mengeluh perasaan

terancam, marah dan dendam. Perasaan tak berguna, jengkel atau

mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar, dada

sesak dan bingung.

29

Page 30: Lp Perilaku Kekerasan

2) Data Obyektif

Data obyektif yaitu data yang ditemukan secara nyata. Data ini

didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat

seperti, wajah tegang, mudah tersinggung saat diajak berbicara, tatapan

mata tajam, muka tampak merah, posisi tubuh condong kedepan

dengan tangan mengepal.

c. Pohon Masalah

Effect ...... Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core Problem .................

Etiologi .............................. Harga Diri Rendah

Diagnosa Keperawatan: Perilaku kekerasan

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat, walaupun

saat ini tidak melakukan prilaku kekerasan tetapi pernah melakukan

ataumempunyai riwayat perilaku kekerasan dan belummempunyai

kemampuan mencegah / mengontrol perilaku kekerasan tersebut.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk maslah prilaku kekerasan

adalah:

a. Perilaku Kekerasan

b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

c. Harga diri rendah.

30

Perilaku Kekerasan

Page 31: Lp Perilaku Kekerasan

3. Rencana Keperawatan Perilaku Kekerasan

Nama Klien :________________ Diagnosa Medis :______________

Ruangan :________________ No. CM :______________

TglNo.

Dx

Diagnosa

Keperawatan

PerencanaanIntervensi Rasional

Tujuan Kriteria Evaluasi

1 2 3 4 5 6 7

Perilaku

kekerasan

1. Klien dapat

membina

hubungan

saling percaya

1.1 Klien mau membalas

salam

1.2 Klien mau menjabat

tangan

1.3 Klien mau

menyebutkan nama

1.4 Klien mau tersenyum

1.5 Klien mau kontak

mata

1.6 Klien mengetahui

nama perawat

1. beri salam /panggil nama klien

2. sebutkan nama perawat sambil

jabat tangan

3. jelaskan maksud hubungan

interaksi

4. jelaskan tentang kontrak yang

akan dibuat

5. beri rasa aman dan sikap

empati

6. lakukan kontak singkat tapi

sering

Hubungan saling

percaya merupakan

landasan utama untuk

hubungan selanjutnya

31

Page 32: Lp Perilaku Kekerasan

1.7 Menyediakan waktu

untuk kontrak

2. Klien dapat

mengidentifik

asikan

penyebab

perilaku

kekerasan

2.1 Klien dapat

mengungkapkan

perasaanya

2.2 Klien dapat

mengungkapkan

penyebab perasaan

jengkel/kesal (dari diri

sendiri, dari

lingkungan/orang lain)

1. Beri kesempatan untuk

mengungkapkan perasaannya

2. Bantu klien untuk

mengungkapkan jengkel/kesal

Beri kesempatan untuk

mengungkapkan

perasaannya dapat

membantu mengurangi

stress dan penyebab

perasaan jengkel/kesal

dapat diketahui

3. Klien dapat

mengidentifik

asikan tanda-

tanda perilaku

kekerasan

3.1 Klien dapat

mengungkapkan

perasaan saat

marah/jengkel

3.2 Klien dapat

menyimpulkan tanda-

tanda jengkel/kesal

yang dialami

1. Anjurkan klien

mengungkapkan apa yang

dialami saat marah/jengkel

2. Observasi tanda perilaku

kekerasan pada klien

3. Simpulkan bersama klien

tanda-tanda jengkel/kesal yang

dialami klien

Untuk mengetahui hal

yang dialami dan dirasa

saat jengkel

Untuk mengetahui

tanda-tanda klien

jengkel/ kesal

Menarik kesimpulan

bersama klien supaya

klien mengetahui secara

32

Page 33: Lp Perilaku Kekerasan

garis besar tanda-tanda

marah/kesal

4. Klien dapat

mengidentifik

asi perilaku

kekerasan

yang biasa

dilakukan

4.1 Klien dapat

mengungkapkan

perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan

4.2 Klien dapat bermain

peran dengan perilaku

kekerasan yang biasa

dilakukan

4.3 Klien dapat

mengetahui cara yang

biasa dapat

menyesuaikan masalah

atau tidak

1. Anjurkan klien untuk

mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa

dilakukan klien

2. Bantu klien bermain peran

sesuai dengan perilaku

kekerasan yang biasa

dilakukan

3. Bicarakan dengan klien apakah

cara yang klien lakukan

masalahnya selesai?

Mengeksplorasi

perasaan klien terhadap

perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan

Untuk mengetahui

perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan dan

dengan bantuan perawat

bisa membedakan

perilaku kontrustif dan

destruktif

Dapat membantu klien

dapat menemukan cara

yang dapat

menyelesaikan masalah

5. Klien dapat

mengidentifik

asi akibat

Klien dapat menjelaskan

akibat dari cara yang

1. Bicarakan akibat / kerugian

dari cara yang dilakukan

Membantu klien untuk

menilai perilaku

kekerasan yang

33

Page 34: Lp Perilaku Kekerasan

perilaku

kekerasan

digunakan klien klien

2. Bersama klien

menyimpulkan cara yang

digunakan oleh klien

dilakunnya

Dengan mengetahui

akibat perilaku

kekerasan diharapkan

klien dapat merubah

perilaku destruktif yang

dilakukannya menjadi

perilaku yang

konstruktif

6. Klien dapat

mengindentifi

kasi cara

kontruktif

dalam

merespon

terhadap

kemarahan

6.1 Klien dapat melakukan

cara berespon terhadap

kemarahan secara

kontrustif

1. Tanyakan pada klien “apakah

ia ingin mempelajari cara

baru yang sehat ?”

2. Berikan pujian jika klien

mengetahui cara lain yang

sehat

3. Diskusikan dengan klien cara

lain yang sehat

a. Secara fisik : tarik nafas

dalam jika sedang

kesal/memukul bantal/kasur

Agar klien dapat

mempelajari cara yang

lain yang konstruktif

Dengan

mengidentifikasi cara

yang konstruktif dalam

merespon terhadap

kemarahan dapat

membantu klien

menemukan cara yang

baik untuk mengurangi

34

Page 35: Lp Perilaku Kekerasan

atau olah raga/ pekerjaan

yang memerlukan tenaga.

b. Secara verbal : katakana

bahwa anda sedang

kesal/tersinggung/jengkel

(saya kesal anda berkata

seperti itu ; saya marah

karena anda tidak memenuhi

keinginan saya)

c. Secara sosial : lakukan dalam

kelompok cara-cara marah

yang sehat ; latihan asentif.

Latihan manajemen perilaku

kekerasan

d. Secara spiritual : anjurkan

klien sembahyang, berdoa/

ibadah lain; meminta pada

Tuhan untuk diberi

kesabaran, mengadu pada

Tuhan kekerasan

kejengkelan sehingga

klien tidak stress lagi.

Reinforcement positif

dapat memotivasi klien

dalam meningkatkan

harga dirinya

Berdiskusi dengan klien

untuk memilih cara yang

lain sesuai dengan

kemampuan klien

35

Page 36: Lp Perilaku Kekerasan

/kejengkelan

7. Klien dapat

mendemonstra

sikan cara

mengontrol

perilaku

kekerasan

7.1 Klien dapat

mendemonstrasikan

cara mengontrol

perilaku kekerasan

- Fisik : tarik napas

dalam, olah raga,

menyiram tanaman

- Verbal :

mengatakan secara

langsung dengan

tidak menyakiti

- Spiritual :

sembahyang,

berdoa atau ibadah

lainnya

1. Bantu klien memilih cara

yang paling tepat untuk klien

2. Bantu klien mengidentifikasi

manfaat cara dipilih

3. Bantu keluarga klien untuk

menstimulasi cara tersebut

( roll play)

4. Berreinforcement positif atau

keberhasilan klien

menstimulasi cara tersebut

5. Anjurkan klien untuk

menggunakan cara yang telah

dipelajari saat jengkel/marah

Memberi simulasi

kepada klien untuk

menilai respon petrilaku

kekerasan secara tepat.

Membantu klien dalam

membuat keputusan

terhadap cara yang telah

dipilihnya dengan

melihat manfaatnya.

Agar klien mengetahui

cara marah yang

kontrustif

Pujian dapat

meningkatkan motifasi

harga diri klien

Agar klien dapat

melaksanakan cara yang

telah dipilihnya jika ia

sedang kesal

36

Page 37: Lp Perilaku Kekerasan

8. Klien

mendapat

dukungan

keluarga

dalam

mengontrol

perilaku

kekerasan

8.1 Keluarga klien dapat :

- menyebutkan cara

merawat klien

yang berperilaku

kekerasan

- mengungkapkan

rasa puas dalam

merawat klien

1. identifikasi kemampuan

keluarga merawat klien dari

sika apa yang telah dilakukan

keluarga terhadap klien

selama ini

2. jelaskan peran serta keluarga

dalam merawat klien

3. jelaskan cara-cara merawat

klien

- terkai dengan cara

mengontrol perilaku

marah secara kontruktif

- sikap tenang, bicara

tenang dan jelas

- membantu klien mengenal

penyebab ia marah

4. bantu keluarga

mendemontrasikan cara

merawat klien

5. bantu keluarga

mengungkapkan perasaannya

kemampuan keluarga

dalam mengidentifikasi

akan memungkinkan

keluarga untuk

melakukan penilaian

terhadap perilaku

kekerasan

meningkatkan

pengetahuan keluarga

tentang cara merawat

klien sehingga keluarga

terlibat dalam perawatan

klien

agar klien dapat

merawat klien dengan

perilaku kekerasan

agar keluarga

mengetahui cara

merawat klien melalui

demonstrasi yang dilihat

37

Page 38: Lp Perilaku Kekerasan

setelah melakukan

demontrasi

mengeksplorasi perasaan

keluarga setelah

melakukan demonstrasi

9. klien dapat

menggunakan

obat-obatan

yang diminum

dan

kegunaannya

(jenis, waktu,

dosis dan

efek)

9.1 klien dapat

menyebutkan obat-

obatan yang diminum

serta kegunaannya

(jenis, waktu dan efek)

9.2 klien dapat meminum

obat sesuai program

pengobatan

1. jelaskan jenis-jenis obat yang

diminum klien pada keluarga

2. diskusikan manfaat minum

obat dan kerugian berhenti

minum obat tanpa seizing

dikter

3. jelaskan prisip benar minum

obat (baca nama yang tertera,

pada botol obat, dosis obat,

waktu dan cra minum)

4. ajarkan klien minta obat dan

minum tepat waktu

5. anjurkan klien melaporkan

pada perawat atau dokter jika

merasakan efek yang tidak

menyenangkan

6. beri pujian, jika klien minum

Klien dan keluarga dapat

mengetahui nama-nama

obat yang diminum oleh

klien

Klien dan keluarga dapat

mengetahui kegunaan

obat yang dikonsumsi

klien

Klien dan keluarga

mengetahui prinsip

benar agartidak terjadi

kesalahan dalam

mengonsumsi obat

Klien dapat memiliki

kesadaran pentingnya

minum obat dan

bersedia minum obat

38

Page 39: Lp Perilaku Kekerasan

obat dengan benar. dengan kesadaran

sendiri

Mengetahui efek

samping sedini mungkin

sehingga tindakan dapat

dilakukan sesegera

mungkin untuk

menghindari komplikasi

Reinforcement positif

dapat memotifasi

keluarga dan lien serta

dapat meningkatkan

harga diri.

39

Page 40: Lp Perilaku Kekerasan

Contoh Rencana Keperawatan Prilaku Kekerasan

Dalam bentuk Strategi Pelaksanaan

No. Klien Keluarga

SP1P SP1K

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Mengidentifikasi penyebab prilaku

kekerasan.

Mengidentifikasi tanda dan gejala prilaku

kekerasan.

Mengidentifikasi prilaku kekerasan yang

di lakukan.

Mengidentifikasi akibat perilaku

kekrasan.

Menyebutkan cara mengontrol prilaku

kekerasan.

Membantu klien mempraktekan latihan

cara mengontrol prilaku kekerasan secara

fisik 1 : latihan nafas dalam.

Menganjurkan klien memasukkan ke

dalam kegiatan harian.

Mendiskusikan masalah yang

diharapkan keluarga dalam

merawat klien .

Menjelaskan pengertian prilaku

kekerasan, tanda dan gejala prilaku

kekerasan, serta proses terjadinya

prilaku kekerasan.

SP2P SP2K

1.

2.

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

klien.

Melatih klien mengontrol prilaku

kekerasan dengan cara fisik 2: pukul

Melatih keluarga mempraktikan

cara merawat klien dengan prilaku

kekerasan.

Melatih keluarga melakukan cara

merawat langsung kepada klien

41

Page 41: Lp Perilaku Kekerasan

3.

kasur dan bantal .

Menganjurkan klien memasukan ke

dalam kegiatan harian

prilaku kekerasan.

SP3P SP3K

1.

2.

3.

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

klien

Melatih klien mengontrol prilaku

kekerasan dengan cara sosial/ verbal

Menganjurkan klien memasukan ke

dalam kegiatan harian.

Membantu keluarga membuat

jadwal aktifitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning).

Menjelasakan follow up klien

setelak pulang.

SP4P SP4K

1.

2.

3.

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

klien.

Melatih klien mengontrol prilaku

kekerasan dengan cara spiritual.

Menganjurkan klien memasukan ke

dalam kegiatan harian.

SP5P SP5K

1.

2.

3.

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

klien.

Melatih klien mengontrol prilaku

kekerasan dengan minum obat.

Menganjurkan klien memasukan

42

Page 42: Lp Perilaku Kekerasan

kedalam kegiatan harian.

(Mukhripah dan Iskandar, 2012)

43

Page 43: Lp Perilaku Kekerasan

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Keliat (2005), Implementasi keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan

masalah utama yang aktual adan mengancam integritas klien beserta

lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan

keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini

(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien

merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi menurut Keliat (2005) adalah proses yang berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat

dibagi menjadi 2 jenis yaitu : evaluasi proses atau formatif) dan evaluasi hasil

atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan

tujuan yang telah ditentukan. Hasil yang diharapkan pada asuhan

keperawatan klien dengan perilaku kekerasan adalah :

1. Klien membina hubungan saling percaya.

2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.

3. Klien dapat mengidentifikasikan tanda dan gejala perilaku kekerasan.

4. Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

5. Klien dapat mengidentifikasikan akibat perilaku kekerasan.

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku

kekerasan.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku

kekerasan.

8. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku

kekerasan.

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk untuk

mencegah perilaku kekerasan.

44

Page 44: Lp Perilaku Kekerasan

10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku

kekerasan.

11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan

perilaku kekerasan

45

Page 45: Lp Perilaku Kekerasan

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT

Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:

Nuha Medika

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:

Salemba Medika)

46