Upload
dewi-widyaningsih
View
68
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
Oleh:
DEWI WIDYANINGSIH
22020113210053
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXII
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, 2013
PNEUMONIA
1. PENGERTIAN
Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang melibatkan alveoli yang
dapat disebabkan oleh mikrooragnisme, bakteri, maupun jamur (Anonim,
2010). Pada usia dewasa bakteri merupakan penyebab yang paling banyak
menimbulkan pneumonia (Hadjiliadis, 2013). Pneumonia merupakan
inflamasi yang terjadi pada paru-paru yang menyebabkan penggabungan
alveolus. Pneumonia merupakan obstruksi pertukaran gas pada level alveolus,
yang disebabkan oleh causative agent (Foster, 2012).
VAP (Haskell, 2008)
Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial yang
umum terjadi, terjadi pada 9% sampai 27% pasien dengan ventilator mekanik.
VAP dihubungkan dengan morbiditas yang signifikan termasuk,
meningkatnya lama penggunaan ventilator, peningkatan perawatan di ICU dan
LOS rumah sakit, dan meningkatkan biaya, Tingkat mortalitas pada VAP
mencapai 20% hingga 40%.
VAP adalah pneumonia yang muncul dalam kurun waktu >48 jam setelah
pemasangan ventilator mekanik. Patogen yang menyebabkan VAP dibedakan
menjadi dua yaitu virulens dan antimicrobial resistence, tergantung dari
lamanya penggunaan ventilator mekanik dan faktor resiko lain seperti riwayat
paparan antibiotic.
Faktor resiko VAP
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia > 60 tahun
2) COPD
3) ARDS
4) Trauma kepala
5) Reintuinbasi
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor resiko VAP yang dapat dimodifikasi adalah intervensi,
treatmen dan perilaku di ICU dapat berpengaruh secara positif maupun
negatif terhadap insiden VAP. Contohnya adalah pengaturan posisi,
propilaksi luka tekan, dan pemberian nutrisi enteral.
2. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY KASUS
Paru-paru dapat terpapar pathogen melalui aspirasi, inhalasi droplet,
atau pathogen dalam darah. Aspirasi merupakan penyebab paling umum dan
mungkin terjadi pada individu yang terjangkit infeksi orofaringeal seperti
streptococcus pneumonia. Pneumonia juga dapat terjadi pada individu yang
mengalami penurunan gag reflex, penurunan kesadaran, atau gastroesofagial
refluks yang berlebihan. Material yang teraspirasi dapat menimbulkan
penumpukan bakteri anaerob pada saluran pernapasan bawah (Foster, 2012).
Inhalasi droplet merupakan penyebab kedua yang paling sering
menyebabkan terjadinya pneumonia, didapatkan dari paparan droplet yang
berbentuk aerosol dengan ukuran 0,5- 1 mikron. Mekanisme infeksi melalui
droplet ini terbatas pada organism tertentu seperti, Mycobacteria tuberculosis,
Legionella pneumonia, Yersinia pestis, Bacillus anthracis dan infeksi virus
(Foster,2012).
Patogen yang terkandung dalam darah juga dapat memicu timbulnya
pneumonia, meskipun jarang terjadi. Peneumonia melalui petogen yang
terkandung dalam darah, biasanya disebabkan oleh staphylococcal sepsi atau
endocarditis sebelah kanan, dan gram negative bakteremia khususnya pada
pasien dengan penurunan imun (Foster, 2012).
Paparan, pathogen menyebabkan respon imun yang menyebabkan
protein-rich fluid berpindah ke alveoli dari struktur kapiler. Proses tersebut
berlanjut dengan produksi postulant oleh mikroorganisme yang menyebabkan
penurunan area permukaan alveolar. Hal tersebut menyebabkan gangguan
difusi pertukaran oksigen dan karbondioksida yang menyebabkan peningkatan
PCO2 dan penurunan level PO2 . Selama proses penyakit, konsolidasi dapat
terlihat. Konsolidasi biasanya terjadi pada lobar fashion, disamping itu dapat
pula terjadi konsolidasi multipel yang biasa disebut bronchial pneumonia.
(Foster, 2012)
Hospital Associated Pneumonia (HAP) terjadi karena adanya
kolonisasi mikroorganisme yang menyerang saluran nafas bawah. Sumber
infeksi dari HAP bisa berasal dari petugas kesehatan, alat-alas kesehatan dan
lingkungan.Beberapa faktor yang berhubungan dengan tejadinya kolonisasi
antara lain, keparahan penyakit, pembedahan, paparan antibiotik, pengobatan
lain dan paparan terhadap alat bantu pernpasan invasif (American Thoracic
Society,2005).
HAP terjadi karena adanya mikroorganisme pathogen yang masuk
kedalam saluran pernapasan bawah, yang diikuti dengan kolonisasi yang
dapat menyebabkan meningkatnya reaksi mekanikal host (ciliated epithelium
dan mukus), reaksi humoral (antibodi), dan reaksi seluler (plimorfonuklear
leukosit, makrofag dan limfosit) sebagai pertahanan terhadap infeksi. Aspirasi
pathogen orofaringeal atau adanya bakteri pada sekitar cuff endotracheal tube,
merupakan jalan masuk utama bagi bakteri kedalam trakea. (American
Thoracic Society,2005)
Gangguan pola nafas
Inhalasi droplet Aspirasi ETT dan ventilator
Tirah baring lama
Kolonisasi Bakteri/ virus
Proses imun
Bakteremia
Ekstravasasi cairan dari kapiler ke alveoli
Gangguan pertukaran gas
Penurunan permukaaan alveolar
Ciliated epithelium, mucus, makrofag
Penumpukan sputum
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Sputum kental dan berbau
Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Hipertermia Resiko ketidakseimbangan volume cairan Inflamasi paru Nyeri
Hipoksia jaringan otak
Sakit kepala, syncope
Intoleransi aktivitas
PATHWAY
3. MANIFESTASI KLINIS (Foster, 2012)
a. Batuk dapat kering maupun produktif
b. Demam
c. Menggigil
d. Dyspnea
e. Fatigue
f. Nyeri dada plueritik
g. Tachypnea
h. Sianosis
i. Perkusi dullness pada area konsolidasi
j. ronchi, wheezing, atau egophony, mungkin terdengar saat auskultasi
Gejala lain yang mungkin muncul adalah (Haskell,2008)
a. Konfusi, umumnya pada lansia
b. Berkeringat kulit lembab
c. Sakit kepala
d. Kehilangan nafsu maka, tingkat energy yang rendah
e. Nyeri dada seperti di tusuk-tusuk yang bertambah parah saat menarik
nafas dalam atau batuk
f. White nail syndrome atau leukonychia
4. FAKTOR RESIKO (Hadjiliadis, 2013)
a. Intubasi/ reintubasi
b. COPD
c. usia > 60 tahun
d. Aspirasi
e. penurunan GCS < 15
f. blockade neuromuskular
g. cedera tulang belakang, trauma kepala
h. nutrisi enteral
i. Immunosuppressive disease
j. ARDS
k. pasien dialysis kronik
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Foster, 2012)
a. Leukosit count
b. Basic metabolic profile
c. Kultur darah rutin
d. Kultur sputum
e. X-ray
f. CT- Scan
g. Bronchoscopy
6. KOMPLIKASI (Best 2010)
a. Rupture pada pleura -> empyema atau broncho-pleural fistula
b. Rupture pericardium perikarditis
c. Septisaemia
d. Erosi pembuluh darah hemoptysis
e. Fibrosis
f. Syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone (SIADH)
g. Lung necrosis
h. Pneumatocoele
i. Atelectasis / Lobar collapse
j. Lung abscess
7. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway : penyumbatan airway oleh sputum, apakah terpasang airway
definif atau tidak
b. Breathing: suara nafas dapat ronchii, wheezing, crackles, tachypnea,
dyspnea, retraksi otot bantu pernapasan
c. Circulation :tekanan darah biasanya normal, denyut nadi perifer melemah,
tanda sianosis, kaji adanya tanda syok
d. Disability : kaji adanya penurunan GCS,
e. Exposure : biasanya terjadi demam dan menggigil
8. PENGKAJIAN SEKUNDER (Muttaqin, 2008)
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: fatigue, kelemahan, dan insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat gagal jantung
Tanda : takikardia nadi cepat dan lemah
c. Integritas ego
Gejala : banyaknya stressor, masalah financial
d. Nutrisi dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan adanya riwayat DM
Tanda : ditensi abdomen, hipearktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
kulit buruk dan malnutrisi
e. Neurosensorik
Gejala : sakit kepala bagian frontal
Tanda :perubahan mental(bingung,somnolen)
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala :sakit kepala, nyeri dada pleuritik lebih parah saat batuk, mialgia
dan artalgia
Tanda : melindungi area yang sakit
g. Pernapasan
Gejala : COPD, riwayat perokok, takipnea, dispnea, pernapasan dangkal,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : batuk produktif
Perkusi : pekak diatas area konsolidasi
h. Keamanan
Gejala: riwayat gangguan sistem imun, penggunaan steroid atau
kemoterapi, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (NANDA,
2012)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas
c. Resiko kekurangan volume cairan
d. Hipertermi
e. Intoleransi Aktivitas
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
10. INTERVENSI KEPERAWATAN (Muttaqin, 2008)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
1) Tujuan: setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 2x 24
jam bersihan jalan nafas terkontrol
2) Kriteria hasil :
a) Klien mampu melakukan batuk efektif
b) Sputum berkurang
c) Frekuensi nafas dalam rentang normal (16-24x/ menit)
d) Bunyi nafas vesikuler
3) Intervensi
a) Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman
dan penggunaan otot bantu pernafasan)
b) Kaji kemampuan klien mengeluarkan sekresi
c) Berikan posisi semi fowler dan latih klien untuk melakukan batuk
efektif
d) Lakukan suction pada klien dengan penurunan kesadaran
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator
b. Gangguan pertukaran gas
1) Tujuan : setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3x 24
jam gangguan pertukaran gas teratasi
2) Kriteria hasil:
a) Dispnea menghilan atau menurun
b) Klien tidak menunjukkan adanya distress pernapasan
c) AGD dalam rentang normal
3) Intervensi
a) Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan,
ekspansi dada dan kelemahan
b) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran
c) Kaji tanda sianosis
d) Tingkatkan tirah baring, batasi aktifitas
e) Anjurkan klien untuk menggunakan pernafasan bibir selama
ekspirasi
f) Kolaborasi pemeriksaan AGD
g) Berikan O2 sesuai kebutuhan
c. Hipertermi
1) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3x24 jam
hipertermi dapat teratasi
2) Kriteria Hasil
Suhu tubuh berada pada rentang normal 36,5-37,5oC
3) Intervensi
a) Monitor tanda-tanda vital setiap 3 jam
b) Berikan cairan ekstra
c) Berikan kompres hangat
d) Kolaborasi pemberian antipiretik
e) Modifikasi lingkungan
d. Intoleransi aktifitas
1) Tujuan:
Setelah dilakukan implementasi keperawatan selama 3x 24 jam klien
dapat beraktifitas sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil : Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas
3) Intervensi
a) Monitor frekuensi nadi dan nafas sebelum dan sesudah aktifitas
b) Bantu klien untuk melakukan aktifitas sesuai kebutuhan
c) Beri klien waktu untuk beristirahat
d) Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan
pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi
e. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
1) Tujuan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam ketidak
seimbangan nutrisi dapat di minimalkan
2) Kriteria Hasil
a) Intake makanan seimbang
b) Intake makanan meningkat
c) Tidak ada penurunan berat badan lebih lanjut
3) Intervensi
a) Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali
makan. Timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total,
albumin dan osmolalitas.
b) Memberikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau
busuk. Pertahankan kesegaran ruangan
c) Dukung klien untuk mengkonsumsi makanan tiggi kalori, tinggi
protein.
d) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah
dikunyah jika ada sesak nafas berat
f. Resiko kekurangan volume cairan
1) Tujuan
2) Kriteria Hasil
a) Klien mampu mendemontrasikan perbaikan status cairan dan
elektrolit.
b) Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 –
1,025, natrium serum dalam batas normal, membran lembab,
turgor kulit baik,tidak ada penurunan berat badan, dan tidak
mengeluh kehausan.
3) Intervensi :
a) Pantau Intake dan output cairan setiap 8 jam, timbang BB tiap hari,
hasil pemeriksaan analisis urin dan elektrolit serum, kondisi kulit
dan membrane mukosa tiap hari.
b) Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.
c) Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis
pemeliharaan, selain itu berikan pola tindakan-tindakan
pencegahan
d) Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali.
Dukung klien untuk minum cairan yang bening dan mengandung
kalorii
e) Laporkan pada dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan
menetap atau bertambah berat
11. KEPUSTAKAAN
American Thoracic Society. 2005. Guidelines for the management of adults
with hospital-acquired, ventilator-associated, and healthcare-associated
pneumonia. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine Vol 171 (2005).
Anonim. 2010. Pneumonia. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.thoracic.org/education/breathing-in-america/resources/cha
pter-15-pneumonia.pdf
Best et., al. (2010). Pneumonia. Starship Children’s Health Clinical
Guideline.
Foster Janet G. & Suzanne. Prevost. (2012). Advanced practice nursing of
adult in acute care. Philadelphia: F.A Davis Company.
Hadjiliadis, Denis. 2013. Pneumonia-adults (community acquired). Diakses
pada tanggal 1 Desember 2013 dari
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000145.htm
Haskell, Mary et., al. (2008). Ventilator associated pneumonia in the SICU.
Department of Surgery, Department of Anesthesia & Critical Care,
University of Pennsylvania Medical Center. Diakses pada tanggal 1
Desember 2013 dari
(
http://www.uphs.upenn.edu/surgery/Education/trauma/SCCS/protocols
/Ventilator.pdf)
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Jakarta: Salemba medika.
NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definition and
classification. Jakarta: EGC