Upload
lamliem
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAMPAK PENERAPAN BAHAN AJAR IPA BERBASIS LEARNING CYCLE-3ETERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP
Parlan; Dasna, IW.; Sari, I.R.Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang
E-mail: parlan . f m i p a @ u m .ac . i d
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penerapan bahan ajar IPA berbasis model pembelajaran Learning Cycle-3E (exploration, explanation/concepts introduction, and elaboration/concepts application) terhaap hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa kelas VII SMP. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasy experimental design dengan post-test only control group design dan rancangan deskriptif. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kauman Tulungagung semester II tahun ajaran 2014/2015. Subyek penelitian terdiri dari dua kelas, yaitu satu kelas sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran ekspositori dan satu kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle-3E berbantuan bahan ajar berbasis Learning Cycle-3E. Hasil belajar kognitif diukur dengan tes, sedangkan hasil belajar afektif dan psikomotor diukur dengan lembar observasi. Data hasil belajar kognitif siswa dianalisis secara statistik menggunakan uji-t sedangkan hasilbelajar afektif dan psikomotor dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle-3E efektif meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor antara siswa yang dibelajarkan dengan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle 3E dan dengan model pembelajaran ekspositori. Hasil belajar siswayang dibelajarkan dengan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle 3E (𝑥 = 80,16)lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaranekspositori (𝑥 = 69,96).
Kata kunci: Learning Cycle 3E, bahan ajar IPA, hasil belajar.
ABSTRACT: This study aims to determine the impact of the implementation of Learning Cycle-3E model based science teaching materials on learning outcomes of cognitive, affective, and psychomotor seventh grade junior high school students. This research uses quasy research design with the post-test only control group and descriptive. The subjects of this study were students of seventh grade SMP Negeri1 Kauman Tulungagung on second semester of academic year 2014/2015. The study subjects consisted of two classes: one class as the control class that learnedwith expository and an experimental class that learned with a learning modelLearning Cycle-3E-aided teaching materials. Cognitive learning outcomes measured by the test, whereas affective and psychomotor learning outcomesmeasured by the observation sheet. Data cognitive learning outcomes of studentswere statistically analyzed using t-test, while affective and psychomotor learning outcomes analyzed descriptively. The results showed that the implementation of
2
Learning Cycle-3E model based science teaching materials was effectively improve learning outcomes of cognitive, affective, and psychomotor student’s.
Keywords: Learning Cycle-3E, learning material, students’ learning outcomes.
3
Mulai tahun 2013 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menerapkan Kurikulum 2013 pada sekolah dasar dan menengah. Elemen
penting dalam Kurikulum 2013 adalah digunakannya pendekatan saintifik untuk semua
matapelajaran. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran dinyatakan dalam 5 kegiatan yaitu
mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Melalui pendekatan
saintifik diharapkan terjadi proses pembelajaran yang bermakna (5M), karena siswa
melakukan langkah-langkah seperti para ilmuwan menemukan ilmu pengetahuan.
Salah satu kunci sukses keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 ada tersedianya
bahan ajar yang mendukung, yaitu bahan ajar yang membantu guru dan siswa melakukan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut telah
dikembangkan bahan ajar IPA SMP berbasis model pembelajaran Learning Cycle-3E (LC-
3E) yang dipadukan dengan pendekatan saintifik (5M) yang terdiri dari buku siswa dan buku
panduan guru. Dipilihnya model pembelajaran Learning Cycle karena sintak model
pembelajaran tersebut secara eksplisit tergambar pendekatan saintifik, yaitu eksplorasi,
eksplanasi, dan evaluasi. Para pneliti menemukan bahwa siswa akan memperoleh manfaat
jika ketiga tahapan tersebut ada dalam pembelajaran (Renner, Abraham, & Birnie 1988).
Pemaduan model pembelajaran Learning Cycle-3E dan pendekatan saintifik (5M)
sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA, yang memfokuskan pada kegiatan mengamati,
mengukur, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan, merencanakan percobaan secara adil,
mengendalikan variabel, memecahkan masalah, dan memperjelas pemahaman. IPA
mengandung arti mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,
menyempurnakan jawaban baik tentang gejala-gejala alam maupun karakteristik alam sekitar
melalui cara-cara sistematis (Depdiknas, 2002). Model pembelajaran Learning Cycle
memfasilitasi siswa untuk mengaitkan pengaman yang telah dimiliki dengan apa yang sedang
atau akan dipelajari. Pemahaman dapat diperoleh apabila siswa bisa mengaitkan ide-ide
barunya dengan pengalaman yang telah dimiliki dan menempatkan ide-ide baru tersebut
dalam kerangka berpikirnya (Bransford, Brown, & Cocking 2001).
Implementasi model pembelajaran Learning Cycle-3E dalam kegiatan belajar dapat
membantu siswa memahami konsep melalui tahap pengumpulan data (exploration),
penjelasan/pengenalan konsep (explanation/concept indtroduction), dan evaluasi/penerapan
konsep (evaluation/concept application) (Lorsbach, 2002). Aktivitas ilmiah yang terjadi pada
tahap eksplorasi adalah mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi; pada tahap
pengenalan konsep adalah menalar; dan pada tahap penerapan konsep adalah menerapkan
pemahamannya pada situasi baru dan mengkomunikasikannya kepada teman lain.
Proses mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memperoleh pengalaman baru yang bermakna berdasarkan pengalaman
4
belajar yang telah dimiliki sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman
yang laih baik dan retensi lebih lama diperoleh apabila konsep-konsep dikenalkan setelah
siswa memperoleh pengalaman (Renner, Abraham, & Birnie 1988). Informasi-informasi
yang diperoleh selanjutnya dimaknai dan dijelaskan pada tahap menalar (reasoning). Siswa
yang dibelajarkan dengan Learning Cycle ternyata memiliki kemampuan menalar yang lebih
baik pada tes penalaran (Gerber, Cavallo, & Marek, 2001). Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan model Learning Cycle membantu siswa menjadi lebih peka
terhadap ide- ide ilmiah, meningkatkan kemampuan bernalar ilmiah, dan meningkatkan
ketertarikan kepada pembelajaran sains (Beeth & Hewson, 1999).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan bahan ajar IPA
berbasis Learning Cycle-3E terhadap hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) siswa
SMP kelas VII.
METODE
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
penelitian eksperimental semu (Quasy Experimental Design) dengan model post-test only
control group design dan rancangan deskriptif. Subyek penelitian terdiri dari dua kelas yang
memiliki kemampampuan awal yang sama. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang
dibelajarkan menggunakan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle 3E dan satu kelas sebagai
kelas kontrol dibelajarkan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Rancangan
penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan Penelitian
Subjek Perlakuan PostestKelas kontrol X1 O1
Kelas eksperimen X2 O2
Keterangan:X1: Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu berupa model pembelajaran ekspositoriX2: Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu berupa pembelajaran menggu-
nakan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle-3EO1: Hasil belajar kelas kontrol setelah diberi perlakuan model pembelajaran ekspositoriO2: Hasil belajar kelas eksperimen setelah diberi pembelajaran menggunakan bahan ajar IPA
berbasis Learning Cycle 3E
Hasil belajar siswa diukur dengan tes. Instrumen pengukuran (tes) yang digunakan
memiliki reliabilitas 0,814 dan validitas isi 95%. Hasil belajar afektif dan psikomotor
diperoleh melalui hasil pengamatan selama pembelajaran menggunakan lembar oservasi.
Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis (1) analisis statistik untuk data hasil
belajar
5
kognitif siswa digunakan uji-t. (2) hasil belajar afektif dan psikomotor dianalisis secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data hasil belajar kognitif siswa pada kelas kontrol (dibelajarkan dengan
ekspositori) dan kelas eksperimen (dibelajarkan dengan model learning cycle menggunakan
bahan ajar berbasis learning cycle-3E) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Uraian K el as K ontrol Eksperim en
Jumlah siswa 30 31Rata-rata 69,96 80,16Standar deviasi 12,16 6,24Nilai tertinggi 90,00 90,00Nilai terendah 43,30 66,70
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa kelas
eksperimen (𝑥 = 80,16) lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (𝑥 = 69,96).
Untuk
mengetahui apakah perbedaan tersebut signifikan dilakukan uji beda (t-test) yang didahului
dengan uji prasyarat analisis (uji normalitas dan homogenitas varians). Ringkasan hasil uji-t
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Uji-t Data Hasil Belajar Kognitif Siswa
Kelas t -t es t f or Equalit y of Me ans Kesimpulan
Sig. (2-tailed)Kontrol
0,000 Ada perbedaan hasil belajar
E k sp eri m en k o g n it i f s i swa
Tabel 3 menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar kognitif antara siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori dengan siswa yang dibelajarkan dengan
bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle-3E dan pada bahan kajian ‘materi dan
perubahannya’. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan
dengan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle-3E lebih baik dibandingkan kelas yang
dibelajarkan dengan model ekspositori.
Pada pembelajaran dengan model ekspositori dilakukan dengan lima tahapan (Sanjaya,
2011), yaitu; 1) persiapan, berupa orientasi dan penyampaian tujuan pembelajaran, 2)
penyajian/presentasi yaitu penyajian materi oleh guru diikuti denga tanya jawab, 3)
menghubungkan/korelasi, yaitu menghubungkan materi yang dipelajri dengan pengetahuan
siswa dan pemberian contoh, 4) menyimpulkan yaitu penyampaian kesimpulan terhadap
materi yang telah disampaikan guru atau menyimpulkan hasil kegiatan praktikum, dan 5)
penerapan, yaitu pemberian tugas atau tes yang relevan kepada siswa. Pembelajaran dengan
model ekspositori kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran, akibatnya proses belajar yang dialami siswa kurang bermakna.
Menurut Sanjaya (2011), ada beberapa penyebab model pembelajaran ekspositori
yang memiliki penyampaian secara direct instruction ini memiliki kelemahan, diantaranya:
(a) model pembelajaran ini efektif diterapkan hanya pada siswa yang memiliki kemampuan
mendengar dan menyimak dengan baik, (b) gaya komunikasi pada model ini lebih banyak
terjadi satu arah (one-way communication), sehingga mengakibatkan kesempatan untuk
mengontrol pemahaman siswa akan pemahaman materi pembelajaran terbatas. Beberapa
kelemahan tersebut yang kemudian menyebabkan hasil belajar kognitif siswa di kelas kontrol
memiliki selisih yang lebih rendah daripada nilai kemampuan awalnya.
Dalam bahan ajar IPA berbasis model pembelajaran learning cycle-3E, penyajian
materi di dalamnya mengacu pada langkah-langkah pembelajaran dalam model learning
cycle-
3E dan dipadukan dengan pendekatan saintifik seperti yang disarankan dalam Kurikulum
2013 (mengamati, menanya, mengobservasi, menalar, dan mengkomunikasikan). Perpaduan
model pembelajaran LC-3E denngan pendekatan saintifik memungkinkan siswa untuk belajar
secara bermakna. Siswa diberikan kesempatan untuk menggali pengetahuan dan memahami
konsep seperti layaknya seorang ilmuwan menemukan ilmu.
Model pembelajaran LC-3E terdiri dari 3 fase yaitu eksplorasi, eksplanasi, dan
elaborasi. Pada fase eksplorasi siswa dihadapkan pada sebuah fenomena atau obyek yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari untuk diamati dengan seksama sehingga
membangkitkan minat siswa untuk mempelejari materi yang terkait. Kegiatan ini diikuti
dengan menggali atau mengumpulkan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dan belum terjawab. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan mengamati,
menanya, dan mencoba/mengumpulkan data. Selanjutnya pada fase eksplanasi siswa
mengolah dan memaknai informasi/data yang telah diperoleh sehingga diperoleh makna atau
pemahaman tentang fenomena atau konsep-konsep. Pada kegiatan ini siswa terlibat dalam
kegiatan mengasosiasi atau menalar. Pada fase terakhir siswa diberikan kesempatan untuk
menerapkan pemahaman yang telah diperoleh dalam situasi baru (elaborasi) untuk menguji
pemahamannya. Siswa juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemahamannya
kepada teman lain melalui kegiatan presentasi dan diskusi (tanya jawab). Pada tahab ini siswa
terlibat dengan kegiatan mengkomunikasikan.
Fase-fase dalam model pembelajaran Learning Cycle 3E yang dipadukan dengan
tahapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik secara berurutan membantu siswa dalam
Jumlah Presentase Jumlah PresentaseSangat kurang 0 0% 0 0%
Kurang 0 0% 0 0%Cukup 0 0% 1 3,22%Baik 30 100% 25 80,65%
Sangat Baik 0 0% 5 16,13%
mengkonstruk pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran lebih bermakna dan bertahan
lama, karena setiap tahap pada model pembelajaran ini berurutan dan saling berkaitan.
Hasil belajar afektif siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan padaTabel 4.
Tabel 4 Data Distribusi Siswa Berdasarkan Kriteria Ranah Afektif
KriteriaKelas Kontrol Kelas Eksperimen
Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase nilai afektif siswa kelas eksperimen
terdistribusi dalam tiga kroteria yaitu cukup, baik dan sangat baik, sedangkan pada kelas
kontrol hanya pada satu kriteria yaitu baik. Distribusi nilai tiap aspek afektif siswa dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data Distribusi Nilai Tiap Aspek Afektif Siswa
No Aspek Kelas Kontrol Kelas Eksperimen1. Ketelitian 67,50 72,582. Kejujuran dan bertanggung jawab 91,11 90,323. Kedisiplinan 91,66 93,284. Keaktifan dalam mengemukakan pendapat 59,17 70,165. Frekuensi bertanya 35,84 45,97
Rata-rata 69,06 74,30
Tabel 5 menunjukkan bahwa ada tiga aspek nilai afektif pada kelas kontrol yang
berbeda dengan kelas eksperimen, yaitu aspek ketelitian, keaktifan dalam mengemukakan
pendapat, dan frekuensi bertanya. Nilai afektif pada ketiga aspek tersebut kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Sementara dua aspek yang lain yaitu kejujuran dan
kedisiplinan hamper sama antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Rata-rata sebaran nilai
afektif menunjukkan bahwa nilai rata- rata afektif siswa kelas eksperimen adalah 74,30,
sedangkan nilai rata-rata pada kelas kontrol adalah 69,06. Distribusi nilai afektif tiap aspek
dan rata-rata nilai afektif kelas kontrol dan eksperimen disajikan pada Gambar 1 dan Gambar
2.
69.06 74.3
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Cukup
Baik
Sangat baik
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 1 Distribusi Siswa Berdasarkan Kriteria Ranah Afektif pada Kelas Kontrol danEksperimen
100
50
0Kelas kontrol Kelas eksperimen
Kelas Kontrol Kelas eksperimem
Gambar 2 Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol dan Eksperimen
Tabel 5 dan Gambar 2 secara umum menunjukkan bahwa hasil belajar afektif siswa
kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 3E
berbantuan bahan ajar lebih baik dibandingkan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan model
ekspositori. Faktor yang menyebabkan hasil belajar afektif siswa kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan kelas kontrol dapat dijelaskan dari lima aspek yang diamati pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Kelima aspek tersebut meliputi ketelitian, jujur dan
bertanggungjawab, kedisiplinan, keaktifan dalam mengemukakan pendapat atau ide, serta
frekuensi dalam bertanya. Perbandingan nilai tiap aspek afektif siswa merujuk pada Tabel 5
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa keempat aspek afektif siswa kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol dan satu aspek afektif siswa kelas eksperimen lebih rendah
daripada kelas kontrol. Penjelasan mengenai kelima aspek tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai rata-rata pada aspek ketelitian kelas eksperimen lebih tinggi (72,6) daripada
kelas kontrol (67,5). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model learning cycle
3E berbantuan bahan ajar lebih dapat mengembangakan sikap pada aspek kedisiplinan. Pada
pembelajaran dengan model learning cycle membiasakan siswa untuk mengikuti langkah-
langkah seperti mengumpulkan informasi, menganalisis, dan mengambil kesimpulan.
100
80
60
40
20
0 Kelas kontrol
Kelas eksperimen
Gambar 3 Perbandingan Nilai Tiap Aspek Afektif Siswa
Nilai aspek kejujuran dan tanggung jawab pada siswa kelas eksperimen hampir sama
(90,3) dengan kelas kontrol (91,1). Hal ini menunjukkan bahwa nilai afeksif pada aspek
kejujuran dan tanggung jawab pada kedua kelas tidak berbeda jauh. Kedua model
pembelajaran sama-sama memberikan kesempatan untuk mengembangkan sikap jujur dan
bertanggung jawab. Aspek tersebut terutama dibentuk selama kegiatan praktikum.
Nilai aspek tanggung jawab pada siswa kelas kontrol (91,7) hamper sama dengan
kelas eksperimen (93,3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedisiplinan individu yang
dibangun dalam kelompok pada kelas eksperimen sedikit lebih baik dibandingkan kelas
kontrol.
Nilai afektif pada aspek keaktifan dalam mengemukakan pendapat pada siswa kelas
kontrol (59,2) lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen (70,2). Hal ini dikarenakan pada
kelas kontrol siswa kurang aktif dalam melaksanakan diskusi kelas dan komunikasi banyak
terjadi hanya satu arah dari guru, sehingga siswa di masing-masing kelompok kurang aktif
dalam mengemukakan pendapat. Berbeda pada kelas eksperimen, masing- masing kelompok
memiliki kesadaran untuk mengetahui hasil praktikum dari kelompok lain sehingga lebih
aktif dalam mengemukakan pendapat apabila ada hal yang berbeda saat penyampaian hasil
praktikum.
Nilai aspek bertanya pada siswa kelas kontrol pada (35,8) lebih rendah dibandingkan
kelas eksperimen (45,8). Hal ini dikarenakan pada kelas kontrol sedikit sekali siswa yang
bertanya saat diskusi kelas. Komunikasi banyak terjadi satu arah dari guru, mengakibatkan
siswa pasif dan lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan guru. Pada kelas
eksperimen, sedikit juga siswa yang bertanya tetapi lebih banyak bila dibandingkan yang
terjadi di kelas kontrol. Persentase aspek bertanya ke dua kelas yang di bawah 50% ini
74.29 79.05
dimungkinkan karena pada kelas eksperimen buku siswa yang menjadi panduan masing-
masing siswa telah diberikan materi dan pengetahuan yang jelas dan lengkap sehingga siswa
cukup paham dengan membaca buku tersebut setelah melakukan praktikum sesuai petunjuk
dalam buku, sementara di kelas kontrol pengetahuan yang dimiliki dimungkinkan kurang
sehingga pemahaman akan materi yang dibelajarkan kurang. Hal ini mengakibatkan siswa
bingung ingin menanyakan apa pada guru saat diskusi berlangsung.
Hasil penelitian Fatma & Ramazan (2009) menunjukkan bahwa model pembelajaran
learning cycle dapat meningkatkan sikap positif terhadap pelajaran IPA (sains).
Hasil belajar psikomotorik siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 5 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa
Rata-Rata HasilBelajar Psikomotorik
K el a s E k s per i m e n K el a s Ko nt ro l 79,05 74,29
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa kelas
eksperimen lebih tinggi daripada hasil belajar psikomotorik kelas kontrol. Nilai psikomotorik
siswa diperoleh dengan cara melakukan penilaian kinerja siswa saat kegiatan praktikum
berlangsung oleh observer dengan mengisi lembar penilaian psikomotorik. Skor yang
diberikan didasarkan pada rubrik yang tertera pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Pada penelitian ini setiap pertemuan dilakukan kegiatan praktikum pada kelas eksperimen,
sementara kegiatan praktikum di kelas kontrol dilakukan pada pertemuan kedua dan ketiga.
Skor yang diperoleh siswa dihitung rata-ratanya berdasarkan nilai kelompok dan
persentasenya merujuk pada Tabel 5 dapat dilihat pada Gambar 5.6
100
50
0Kelas kontrol Kelas Eksperimen
Kelas kontrol kelas eksperimen
Gambar 4 Perbandingan Nilai Psikomotorik Siswa Kelas Kontrol dan Eksperimen
Gambar 4 menunjukkan bahwa persentase rata-rata nilai psikomotorik siswa yang
dibelajarkan bahan ajar IPA berbasis Learning Cycle 3E lebih tinggi daripada rata-rata nilai
psikomotorik siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori. Hal tersebut
terjadi karena kelas eksperimen telah mendapatkan bimbingan dari guru sesuai dengan
petunjuk yang ada pada buku siswa dengan tahapan-tahapan yang sistematis, sehingga siswa
lebih mudah mengkonstruk pemahaman awalnya sendiri dan menemukan pengetahuan
berdasarkan arahan kegiatan yang ada dalam buku siswa. Berbeda pada kelas kontrol, siswa
hanya diberikan apersepsi awal dan penjelasan satu arah dari guru ke siswa, sehingga hanya
siswa yang memiliki kemampuan menyimak dan mendengarkan dengan baik yang dapat
menerima apa yang disampaikan guru. Sementara siswa yang suka berbicara sendiri dengan
temannya dan kurang menyimak akan kurang paham dengan yang dijelaskan oleh guru. Hal
ini yang menjadi salah satu penyebab siswa mengalami kesulitan dalam melakukan
praktikum yang mengakibatkan nilai psikomotorik siswa tersebut rendah.
PENUTUP
Kesimpulan
Penerapan bahan ajar (buku siswa dan buku guru) dalam pembelajaran di kelas
menunjukkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan bahan ajar berbasis LC-
3E memiliki hasil belajar kognitif, afektif, psikomotor yang lebih baik daripada siswa yang
dibelajarkan dengan model ekspositori. Dengan demkian dapat disimpulkan bahwa
penerapan model learning cycle-3E berbantuan bahan ajar dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif,
afekf, dan psikomotor siswa.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lain untuk mengetahui dampak implementasi bahan ajar
terhadap peningkatan kemampuan kemampuan siswa dalam hal ketrampilan proses sains dan
kemampuan literasi sains.
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, G. V., & Krathwohl, D. R. 1956. Three Domais- Cognitive, Affective, and Psychomotor. Dalam David Mc. (Ed.), Taxonomy of Educational Objectives (hlm.7). Canada: United State of America.
Blank, L. M. 1999. A Metacognitive Learning Cycle: A Better Warranty for StudentUnderstanding, (Online), ( h tt p : / / www . r e s e a r ch g a t e .n e t ), diakses 21 April 2015.
Bransford, J., A. Brown, and R. Cocking. 2001. How people learn: Brain, mind, experience, and school. Washington, DC: National Academy Press.
Bransford, J., A. Brown, and R. Cocking. 2001. How people learn: Brain, mind, experience, and school. Washington, DC: National Academy Press.
Bybee, R.W. et al, 1989. The 5E Learning Cycle Model. Inquiry Approach, 65: 1-2.
Depdikbud. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentangPerubahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang StandarNasional Pendikan. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah (Draf). Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Fatma, S.O. & Ramazan, T. 2009. The Effectiveness of the Learning Cycle Approach on Learners’Attitude toward Science in S eventh Grade Science Classes of Elementary School. Elementary Education Online, 8(1), 103-118.
Gerber, B.L., A.M.L. Cavallo, and E.A. Marek. 2001. Relationship among informal learning environments, teaching procedures, and scientific reasoning abilities. International Journal of Science Education 23(5): 535–549.
Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A Tool for Planning Science Instruction,(Online), ( h t t p : // w eb .s j sd. k 12. m o.us ), diakses 21 April 2015.
Rubba, P. A. 1992. The Learning Cycle as a Model for the Design of Science TeacherPreservice and Inservice Education. Journal of Science Teacher Education, (Online)3 (4): 97-101, (htt p: // www.nati onalf or um.com) , diakses 15 Februari 2015.
Renner, J.W., M.R. Abraham, and H.H. Birnie. 1988. The necessity of each phase of the learning cycle in teaching high school physics. Journal of Research in Science Teaching 25(1): 39–58.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana