Upload
gerald-lagi-ngantuk
View
215
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fesdf
Citation preview
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sistem muskuloskeletal kita dapat dibayangkan sebagai suatu aparatus yang sangat
terintegrasi yang terdiri dari tulang-tulang untuk menyokong tubuh; ersendian yang
memungkinkan mobilitas sambil tetap mempertahankan kapasitas stabilitasnya; serta
aparatus neuromuskuleruntuk menggerakkan sistem penyokong kalau diperlukan.
Dewasa ini banyak sekali penyakit rheumatologi yang disebabkan oleh faktor seperti
ketidakstabilan metabolisme zat tertentu dalam tubuh, misalnya penyakit Gout.
Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan kadar asam urat dalam tubuh, sehingga
berdampak penumpukan kristal urat di sendi ibu jari kaki yang menyebabkan tibulnya
tophi yang kemerahan dan rasa nyeri.1
1.2 Tujuan
Diharapkan dengan makalah ini, kita dapat lebih mengetahui lebih dalam lagi tentang
cara pemeriksaan, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifesatasi, komplikasi,
penatalaksanaan, prognosis dari penyakit Gout, serta pencegahannya, sehingga
masing-masing dari kita dapat menghindari terjangkitnya penyakit ini.
2
Bab II
Isi
2.1 Pemeriksaan
2.1.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara mendis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi/data medis organobiologis,
psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah
membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal.2
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:3
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Khusus untuk pasien dengan keluhan musculoskeletal, anamnesis juga
meliputi beberapa hal seperti:3
1. Riwayat penyakit pasien : yang deskriptif & kronologis, factor yang
memperberat penyakit & hasil pengobatan.
2. Umur dan jenis kelamin.
3. Nyeri sendi : lokasi nyeri & punctum maksimum, penekanan radiks syaraf,
waktu nyeri, nyeri mekanis, nyeri inflamasi.
4. Kaku sendi : rasa seperti diikat, lama, beratnya.
5. Bengkak sendi : perubahan warna, bentuk & posisi struktur ekstremitas.
6. Deformitas : posisi yang salah, dislokasi/sublokasi.
7. Disabilitas : bila suatu jaringan tidak berfungsi secara adekuat.
8. Handicap : bila disabilitas mengganggu aktivitas sehari-hari.
9. Gejala sistemik : panas, turun BB, lelah, lesu, kacau mental, tidak enak badan.
10. Gangguan tidur & depresi : nyeri kronik, gangguan aktivitas seksual.
3
2.1.2 Pemeriksaan Fisik3
Pemeriksaan fisik sebenarnya mulai dilakukan saat melihat pasien dengan
mengobservasi tampilan, postur, dan cara berjalan. Pemeriksaan terdiri dari
pemeriksaan keadaan umum dan local. Pemeriksaan local (dimulai dari sisi yang
sehat) terdiri dari :
Inspeksi
- Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit abnormal.
- Shape/bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok.
- Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan deformitas.
Palpasi
- Kulit : hangat/dingin, lembab/kering, sensoris normal/abnormal.
- Jaringan lunak : benjolan pulsasi
- Tulang dan sendi :bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi.
- Nyeri tekan : selalu penting dan seringkali diagnostic terlokalisir.
Gerak
- Aktif : meminta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa kekuatannya.
- Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis.
- Abnormal : stabilitas gerak sendi.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
2.1.3.1 Pemeriksaan Radiologi
Jenis-jenis pencitraan yang penting dalam bidang reumatologi ialah foto polos,
tomografi, computerized tomography (CT-scan), magnetic resonance imaging (MRI),
ultrasound, radionuclide imaging, artrografi, pengukuran densitas tulang dan
angiografi.4
Foto polos.
Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar pemeriksaan
pencitraan penyakit-penyakit reumatik walaupun mungkin setelah itu akan dilakukan
pemeriksaaan MRI. Biayanya murah dan resolusi spatial tinggi, sehingga detil
trabekula dan erosi kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Resolusi kontrasnya
memang tidak sebaik CT scan atau MRI.5
4
Computer Tomografi
Resolusi spatial CT scan lebih baik daripada MRI, tetapi lebih buruk daripada
foto konvensional. CT scan dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak lebih baik
daripada foto konvensional, walaupun tidak sebaik MRI. CT tesebar luas dan banyak
dokter dapat membaca hasil fotonya. Mielografi CT dan CT-scan dengan bahan
kontras intravena merupakan teknik tomografi lain yang digunakan untuk
mengevaluasi penyakit intervertebralis dan kelainan vertebra lain.5
MRI
MRI membawa keuntungan besar bagi pencitraan muskuloskeletal karena
kesanggupannya memperlihatkan struktur jaringan lunak. Struktur jaringan lunak
sendi seperti meniskus dan ligamen krusitatum lutut dapat diperlihatkan dengan jelas.
Jaringan sinovium juga dapat dilihat, terutama dengan menggunakan bahan kontras
paramagnetik intravena seperti gadolinium. MRI sensitif terhadap adanya infeksi
tulang karena perubahan sinyal sum-sum tulang.5
Pada penyakit gout, maka perubahan sinar X tidak terlihat sampai penyakit ini
tampil sewaktu-waktu. Perubahan yang paling khas terlihat pada tangan dan kaki.
Secara klasik terdapat daerah erosi kecil pada tulang dari tepi sendi karena
penumpukan dari sodium biurat, dan hal ini mempunyai penampakan “berlubang”
pada sinar X. Penumpukan dapat juga
tampak pada jaringan lunak, dan ini dapat
mengapur. Garam urat pada sinar X tampak
translucent. Maka deposit urat pada sendi
tampak sebagai area yang jernih, kecuali
muncul kalsifikasi sekunder. Kalsifikasi
sekunder ini sering muincul pada kasus-
kasus yang berat. Deposit tophi pada tulang
dapat menimbulkan gambaran yang mirip
dengan rheumatoid arthritis. Pada
prakteknya, kebingungan jarang muncul,
karena perubahan secara radiologi tidak muncul sebelum adanya tanda-tanda klinis
dari tophi. Oleh karena itu, diagnosis dari penyakit gout tidak pernah dimulai dengan
pemeriksaan radiologi.6
5
2.1.3.2 Pemeriksaan Laboratorium7
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting pada penyakit gout adalah kadar urat pada
plasma dan urin, dan pemeriksaan cairan sendi untuk melihat kristal.
1. Kadar urat pada plasma dan urin. Pemeriksaan kadar urat pada plasma darah
dengan teknik modern cukup akurat. Akan tetapi, hal ini harus dipastikan bahwa
hasilnya tidak dipengaruhi oleh factor-faktor lain seperti obat-obatan (salisilat,
thiazide diuretic, pyrazinamide, dll) atau kekurangan asupan keton. Kadar urat
normal adalah 6mg/100ml untuk laki-laki dan 5 mg/ 100 ml untuk wanita pre-
menopause.
2. Kadar urat pada urin. Biasanya dilakukan dengan pengumpulan urin 24 jam.
Bersamaan dengan perkiraan kreatinin memungkinkan penghitungan ratio
urat/kreatinin. Batas normal untuk total urat pada urin 24 jam dengan diet rendah
purin adalah 600 mg. Angka di atas ini menunjukkan overproduksi, sedang angka
normal yang disertai peningkatan kadar urat dalam darah menunjukkan
‘underexcretion’. Secara umum, kadar urat dalam plasma menunjukkan kadar
total urat tubuh, sedangkan kadar urat di urin menunjukkan kadar purin.
3. Pemeriksaan cairan synovial untuk melihat kristal. Cara yang paling akurat untuk
mendiagnosa gout adalah dengan mengindentifikasi kristal urat pada sendi yang
terkena. Untuk memeriksa adanya kristal dalam cairan sendi perlu memakai cairan
tanpa dibubuhi antikoagulans apapun dan cairan sendi itu tidak boleh menyusun
bekuan. Apabila terbentuk bekuan, bekuan tersebut akan menjerat kristal dan sel-
sel darah. Satu sampai 2 tetes dari cairan sendi ditaruh di atas kaca objek dan
segera ditutup dengan kaca penutup. Periksalah dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya. Apabila pemeriksaan langsung tidak dapat dilaksanakan, specimen
tersebut harus dimasukkan
dalam keadaan steril poada
suhu 4 C. Dengan
mikroskop biasa atau lebih
baik dengan mikroskop
polarisasi terhadap adanya kristal-kristal urat yang bentuknya panjang serupa
jarum dan dapat ditemukan bebas dalam cairan atau di dalam leukosit. Mikroskop
polarisasi menggambarkan kristal urat mempunyai sifat berkias ganda (double
refractile). Pada fase akut, beberapa kristal dapat ditemukan pada cairan synovial,
dan kebanyakan berada dalam leukosit.
6
2.2 Diagnosis
2.2.1 Working Diagnosis
Berdasarkan kasus A yang saya dapat, saya menyimpulkan kalau pasien tersebut
menderita penyakit Arthritis Pirai (Gout). Diagnosis arthritis pirai didasarkan pada
kriteria American Rheumatism Association (ARA) :
A. Terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus merupakan diagnosis
spesifik untuk Gout. Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga
test diagnostik ini kurang sensitif.8
B. Bila ditemukan 6 dari 12 kriteria tersebut dibawah ini ;
1. Inflamasi maksimum pada hari pertama
2. Serangan arthritis akut lebih dari satu kali
3. Arthritis nonartikular
4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal
6. Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Adanya tofus
9. Hiperurisemia
10. Pada foto sinar X tampak pembengkakan sendi asimetris
11. Pada foto sinar X tampak kista subkortikal tanpa erosi
12. Kultur bakteri cairan sendi negatif8
Pada pemeriksaan laboratorium, pada penderita Gout didapatkan kadar asam urat
yang tinggi dalam darah (>6 mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pria 8 mg%
dan pada wanita 7 mg%. Kadang-kadang didapatkan leukositas ringan dan LED
meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga sering tinggi (500 mg%/liter per
24 jam). Di samping itu, pemeriksaan cairan tofi juga digunakan untuk menegakkan
diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti susu dan kental sekali
sehingga sulit diaspirasi. Diagnosis juga dapat ditegakkan bila pada pemeriksaan
mikroskopik didapatkan gambaran kristal asam urat berbentuk seperti lidi.9
Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama arthritis gout akut adalah non spesifik.
Perubahan radiologis hanya terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya gejala. Pada foto
polos didapatkan efusi dan pembengkakan sendi; erosi; inflamasi asimetris; serta
adanya tophi yang merupakan natrium urat yang terdeposit dalam tulang. 1
7
2.2.2 Differential Diagnosis
RHEUMATOID ARTHRITIS
Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan
terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan
persendian. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit inflamasi kronik
yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformasi sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan
kematian dini. Gejala klinis Rheumatoid Arthritis adalah poliarthritis yang
mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya. Kerusakan ini
terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat
simetris. Prevalensi Rheumatoid Arthritis 3 kali lebih banyak diderita wanita aripada
pria. Kriteria American Rheumatism Association yang direvisi tahun 1987 untuk
Rheumatoid Arthritis adalah bila pasien sekurang-kurangnya memenuhi 4 kriteria
sebagai berikut: kaku pagi hari; arthritis pada 3 daerah persendian / lebih; arthritis
pada persendian tangan; arthritis simetris; adanya nodul rheumatoid; factor
rheumatoid serum positif; dan ditemukan gambaran erosi pada pemeriksaan
radiology.10
OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif atau arthritis hipertrofi yang
berkaitam dengan kerusakan kartilago sendi. Paling sering mengenai beberapa tulang
penyangga tubuh seperti: vertebra, panggul, lutut, pergelangan kaki. Pasien
Osteoarthritis biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada
pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat
dirasakan terus-menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Penyakit ini
bersifat kronik-progresif dan prevalensinya banyak diderita oleh orang usia tua.
Secara klinis ditandai dengan nyeri sendi, hambatan gerakan sendi, kaku sendi setelah
imobilitas, krepitasi pada sendi yang sakit, perbesaran salah satu sendi, serta
perubahan gaya berjalan. Osteoarthritis ini seringkali berhubungan dengan
trauma/mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stess oleh beban tubuh , dan
penyakit sendi lainnya.11
ARTHRITIS BAKTERIALIS
Arthritis septic akut yang disebabkan infeksi non mycobacterial merupakan masalah
yang serius. Beberapa rute bakteri untuk mencapai sendi antara lain secara hematogen
8
maupun akibat penyebaran dari jaringan sekitar sendi. Pasien dengan arthritis
bakterialis ditandai dengan nyeri sendi, pembengkakan sendi akut terutama mengenai
sendi lutut, kaku, gangguan fungsi, dan pada umumnya pasien akan mengalami
demam, tapi jarang disertai menggigil.12
2.3 Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada
perempuan jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout
di Amerika Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi gout
bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalanei di antara pria African
American lebih tinggi dibandingkan dnegan kelompok pria caucasian.
Di Indoensia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai. Pada
tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah
melaporkan 15 pasien artritis pirai dengan kecacatan dari suatu daerah di Jawa
Tengah. Penelitian lain mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat, rata-rata sudah
menidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak
pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study lama di Massachusetts mendapatkan
lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100 mL pernah
mendapat serangan artritis gout akut.1
2.4 Etiologi
Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan
kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya , penyakit
ini termasuk dalam golongan kelainan metabolic. Kelainan ini berhbungan dengan
gangguan kinetic asam urat yaitu hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini
terjadi karena:
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan;
- gout primer metabolic, sisebabkan sintesis langsung yang bertambah.
- gout sekunder metabolic, disebabkan pembentukan asam urat berlebihan
olehkarena penyakit lain seperti leukemia, terutama bila diobati dengan
sitostatika, psoriasis, polisitemia vera, dan mielofibrosis.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal;
9
- gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal
ginjal yang sehat, penyebabnya tidak diketahui.
- gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, mialnya pada
glomerulonefritis kronik.1
2.5 Patofisiologi
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal
monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi keliling kristal oleh terdiri utama dari sel
mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi disekitar tofus.
Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofi. Kristal dalam tofi berbentuk
jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan
protein plasma. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung kristal
monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang
diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal didalam
lekosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis.13
2.6 Patogenesis
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah
pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopaise
karena esterogen meningkatkan eksresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause,
kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati.
Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada
laki – laki adalah 5,1 +- 1,0 mg/dl, dan pada perempuan adalah 4,0+- 1,0 mg/dl. Nilai
– nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini
pasien tidak menunjukkan gejala – gejala selain peningkatan asam urat serum. Hanya
20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout
akut.
Tahapan kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki
dan sendi metatarsofalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan
tanda–tanda peradangan local. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah
10
leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat – obatan, alcohol, atau
stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan
segera.sendi – sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari tangan lutut, mata kaki,
pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan,
tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.
Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian
peristiwa sebagai berikut. Mula – mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan
cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi –
sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum
jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma local atau rupture
tofi ( timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi
asam urat local. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik,
sehingga terjadi pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan
asam urat akan memicu serangan gout. Kristal – Kristal asam urat memicu respons
fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan Kristal – Kristal asam urat dan
memicu mekanisme peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi
lokasi dan banyaknya timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas
dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan Kristal serum.
Tahap ketiga setelah serangan gout akut, adalah tahap interkritis. Tidak
terdapat gejala – gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan
sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan
kronik akibat Kristal – Kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga
pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut arthritis gout dapat
terjadi dalam tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas
relative asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional munkin berkaitan
dengan kadar asam urat serum. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat – tempat
yang sering dihinggapi tofi. Secara klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan
nodul rematik. Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi
yang tepat.
11
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah
buruk. Kristal – Kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitium medulla, papilla,
dan pyramid,sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat
juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran
kecil, bulat, dab tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.13
Gambar 1. Pada pasien dengan gout ini, tofi yang kecil dapat dilihat pada heliks telinga, berbentuk khas, tampak keputih-putihan akibat endapat asam urat. Telinga orang normal dapat memeiliki nodul-nodul kecil tulang rawan yang bisa dikelirukan sebagai tofi. Suatu tofus secara khas tampak sebagai nodula putih diskret bila ditekan dengan jari pemeriksa. Sebaliknya, nodul tulang rawan akan hilang dan bersatu dengan bagian lain telinga. Dengan preoses traniluminasi dapat terlhiat suatu pusat yang opak dalam tofus, tetapi nodul tulang rawan tidak memperlihatkan tanda seperti itu.
2.6.1 Aktivasi Komplemen
Kristal urat dapat mengaktifkansistem komplemen melalui jalur klasik dan
jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran
immunoglobulin. Pada kadar MSU meninggi, aktivasi sistemn komplemen melalui
jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1q melalui jalur kalsik
menyebabkan aktivasi kolkrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman faktor
yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi, ikatan partikel dengan C3 aktif (C3a)
merupakan proses opsonisasi, preoses opsonisasi partikel mempunyai peranan penting
agar partikel terebut mudah dikenal, yang kemudian difagositosis dan dihancurkan
oleh n eutrofil, monosit atau makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan
peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran
sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan komponen
akhir proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion channel yang bersifat
sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui
jalur aktivasi “komplemen cascade”, kristal urat menyebabkan proses peradangan
melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.13
12
2.6.2 Aspek Selular Artritis Gout
Pada artritis gout, berbagi sel dapat berperan dalam proses peradangan, antara
lain sel makrofag, neutrofil sel sinovial dan sel tadang lainnya. Makrofag pada
sinovium merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan
berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-6, dan GM-CSF (Granulocyte-
Macrophage Colony Stimulating Factor). Mediator ini menyebabkan kerusakan
jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang
dengan berbagai cara sehingga menimbulkan respons fungsional sel dan gene
expression. Respons fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi,
aktivasi NADPH oksidase gene expression sel radang melalui jalur signal transsuction
pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen
berekspresi dengan mengeluarkan berbagi sitokin dan mediator kimiawi lain. Signal
transduction pathway melalui 2 cara yaitu dengan mengadakan ikatan dengan reseptor
(cross link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan non spesifik pada
membran sel.
Ikatan dengan respestor pada sel membran akan ertambah kuat apabila kristal
urat berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan dengan imunglobulin (Fc
dan IgG) atau dengan komplemen (C1q dan C3b). Kristal urat mengadakan ikatan
cross link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion mollecule (Integrin),
non tyrosin kinase, resptor FC, komplemen, dan sitokin. Aktivasi reseptor melalui
tirosin kinase dan second messenger akan mengaktifkan transcription factor.
Transkripsi gen sel radang ini akan mengeluarkan berbagai mediator kimiawi antara
lain IL-1. Telah dibuktikan neutrofil yang diinduksi oleh kristal urat menyebabkan
peningkatan mikrokristal fosfolipase D yang penting dalam jalur transduksi signal.
Pengeluaran berbagai mediator akan menimbulkan reaksi radang lokal maupun
sistemik dan menimbulkan kerusakan jaringan.13
2.7 Manifestasi Klinik
2.7.1 Arthritis Gout Akut
Radang sendi pada stadium ini sangatlah akut dan timbul dalam waktu yang singkat.
Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat
dan tidak dapat berjalan. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma
local, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi.13
13
2.7.2 Stadium Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Secara klinik tidak ditemukan tanda radang akut, tapi pada aspirasi
sendi terdapat kristal kristaloid.Hal ini menunjukkan proses peradangan masih
berlanjut walaupun tanpa keluhan.13
2.7.3 Stadium Arthritis Gout Menahun
Stadium ini umumnya pasien mengobati sendiri sehingga dalam waktu yang lama
tidak berobatke dokter. Arthritis gout menahun biasanya disertai dengan tofi yang
banyak dan terdapat poliartikuler.Tofi ini sering pecah dan sulit disembuhkan dengan
obat. Pada tofi besar dapat dilakukan tindakan eksterpasi.Pada stadium ini biasanya
disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.13
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa14
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi,
pengaturan diet, istorahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini
agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.
Pengobatan artritis gout bertujuan mengilangkan keluhan nyeri sendi dan
peradangan obat – obat. Ada 2 kelompok obat penyakit pirai, yaitu obat yang
menghentikan proses inflamasi akut, misalnya : kolkisin, fenilbutazon,
oksifentabutazon dan indometasin ; dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat
misalnya : alopurinol, probenezid, dan sulfinpirazon.
KOLKISIN
Kolkisin adalah suatu anti inflamasi yang unik yang terutama diindikasikan
pada pennyakit pirai. Obat ini merupakan alkaloid Colchium autumnale, sejenis bunga
leli. Sifat anti radang kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa artritis
lainnya sedang sebagai anti radang umum kolkisisn tidak efektif. Kolkisin tidak
memiliki efek analgesik.
Absorpsi melalui saluran cerna baik. Obat ini di distribusi secara luas dalam
jaringan tubuh. Kadar tinggi didapat di ginjal, hati, limfa dan saluran cerna; tetapi
tidak terdapat di otot rangka, jantung dan otak. Pemberian harus dimulai secepatnya
pada awal serangan dan di teruskan sampai gejala hilang atau timbul efek samping
yang mengganggu. Kolkisin juga berguna unutukprofilaktik serangan penyakit pirai
14
atau mengurangi beratnya serangan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artritis
gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5 – 0,6 mg/hari dengan dosis maksimal 6 mg. Yang
paling sering dijumpai adalah muntah, mual dan diare, dapat sangat mengganggu
terutama pada dosis maksimal.
INDOMETASIN
1) Pemberian oral
Dosis initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya serangan
akut. Dosis dikurangi 25 mg tiap 8 jam sesudah serangan akut menghilang. Efek
samping yang paling sering adalah gastric intolerance dan eksaserbasi ulkus
peptikum.
2) Pemakaian melalui rektal
Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria mengandung
100 mg indometasin. Cara ini dapat dipakai pada serangan gout akut yang sedang
maupun yang berat, biasanya pada penderita yang tidak dapat diberikan secara oral.
Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif
atau merupakan kontraindikasi. Indikasi pemberian adalah pada artritis gout akut yang
mengenai banyak sendi atau poliartikular.
ALOPURINOL
Alopurinol berguna unutk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar
asam urat. Pengobatan jangka panjang mengurai frekuensi serangan, pembentukan
tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Obat ini berkerja dengan
menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan
selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik alopurinol
menghambat sintesis purin yang merupakan prekusor xantin. Efek samping yang
sering terjadi ialah reaksi kulit. Dosis untuk pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-600
untuk pirai yang lebih berat. Untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal
dosis cukup 100-200 mg sehari.
PROBENESID
Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi.dan penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut.
Efek samping probenesid yang paling sering ialah gangguan saluran cerna,
nyeri kepala dan reaksi alergi. Salisilat mengurangi efek probenesid. Dosis probenesid
2 kali 250 mg/hari selama satu minggu diikuti dengan 2 kali 500 mg/hari.
15
SULFINPIRAZON
Sulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada
penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorbsi tubular asam urat. Kurang
efektif menurunkan kadar asam urat dibandingkan dengan alopurinol dan tidak
berguna untuk mengatasi serangan pirai akut, malah dapat meningkatkan frekuensi
serangan pada awal terapi. Dosis sulfinpirazon 2 kali 100-200 mg/hari, ditingkatkan
sampai 400-800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal.
Petunjuk untuk memilih obat penyakit pirai :
a. Untuk mengatasi nyeri akut termasuk proses inflamasi yang akut, sebaiknya
diberikan kolkisin atau obat AINS yang memiliki daya anti-inflamasi yang kuat
dan bekerja cepat
b. Untuk mengontrol kadar asam urat pilihan ada antara obat urikosurik atau obat
yang menghambat produksi asam urat (urikostatik)
c. Pada pasien tipe over-producer yakni dimana ekskresi asam uratnya mencapai
>600 mg/hari sebainya diberikan obat tipe urikostatik (alopurinol). Pada pasien
tipe dimana ekskresi asam urat < 600 mg/hari pilihan jatuh pada pilihan obat
urikosurik (probenesid dan sulfinpirazon)
2.8.2 Non medikamentosa13
Berikut ini contoh-contoh tindakan yang dapat berkontribusi dalam menurunkan
kadar asam urat:
• Penurunan berat badan (bagi yang obes)
• Menghindari makanan (misalnya yang mengandung purin tinggi) dan minuman
tertentu yang dapat menjadi pencetus gout
• Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol)
• Meningkatkan asupan cairan
• Terapi es pada tempat yang sakit
• Alat bantu untuk berjalan
Modifikasi gaya hidup
Banyak pasien gout mempunyai berat badan berlebih.. Diet dan cara lain untuk
menurunkan insulin dalam serum dapat menurunkan kadar urat dalam serum, sebab
16
insulin tinggi akan mengurangi ekskresi asam uratAlkohol meningkatkan produksi
urat dan menurunkan ekskresi urat dan dapat mengganggu ketaatan pasien.
Pengaturan diet
Selain jeroan, makanan kaya protein dan lemak merupakan sumber purin. Orang yang
kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan bagi yang telah
menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa
memperburuk keadaan. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang
banyak mengandung purin tinggi. Penggolongan makanan berdasarkan kandungan
purin:
• Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram
makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis,
kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta
makanan dalam kaleng.
• Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram
makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-
kerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur,
daun singkong, daun pepaya, kangkung.
• Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram
makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.
2.9 Prognosis
Dari segi prognosis, pirai dapat dianggap sebagai suatu simtom, bukan merupakan
suatu penyakit tersendiri. Dengan kata lain prognosis penyakit pirai merupakan
prognosis penyakit yang menyertainya. Jarang arthritis pirainya sendiri menyebabkan
kematian.1
2.10 Pencegahan
Pencegahan timbulnya fase akut adalah:
1. Profilaksis serangan rekuren
a. Colchicine : dosis rendah 2x0,5 mg/hari, dapat diberikan pada penderita
hiperurisemia atau pun penderita dengan kadar asam urat normal. Colchicine
dapat diberikan selama 12 bulan sesudah serangan akut yang terakhir. 9
17
b. Indometasin : Dosis profilaksis tidak banyak berbeda dengan dosis yang dipakai
pada saat serangan akut . Pemberian dihentikan apabila kadar asam urat sudah
normal. 9
2. Koreksi penyebab hiperurisemia
a. Akibat Obat : obat yang menaikkan kadar asam urat darah adalah diuretik
golongan tiazid. Sebaliknya pada penderita hiperurisemia dengan hipertensi tidak
dianjurkan memakai tiazid. Obat-obat lain yang ada hubungan dengan kenaikkan
asam urat darah adalah asetosal dosis rendah dan fenilbutason 9
b. Volume urin rendah : Ekskresi asam urat berkurang bila jumlah urin kurang dari 1
ml/menit. 9
c. Kegemukkan : kegemukan berhubungan erat dengan kenaikkan produksi asam
urat dan menurunnya ekskresi urat melalui ginjal . Kelainan ini dapat dikoreksi
dengan menurunkan berat badan. 9
d. Pemakaian alkohol : minum alkohol setiap hari akan menaikkan kadar asam urat .
Hal ini disebabkan alkohol mengurangi ekskresi asam urat melalui ginjal. Juga
dalam alkohol banyak mengandung purin. 9
e. Dietetic : Banyak jenis daging mengandung nukleoprotein yang akan mengalami
degradasi menjadi asam urat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk mengurangi asupan
daging. Jenis makanan yang banyak mengandung purin (150-1000 mg / 100 g)
adalah jantung domba, ikan haring, telor ikan, sardines , ikan-ikan kecil dan
jeroan.9
Pengaturan susunan makanan untuk GOUT:
1. Orang dengan BMI 20-25 . pengaruh lingkungan dan faktor sosial sangat penting/
mempengaruhi terjadinya gout. Hal itu diperlihatkan dari tingginya asam urat
dalam darah pada orang yang kelebihan berat badan dibandingkan orang yang
berat badan nya normal. 15
2. Menghindari Puasa. Untuk menurunkan berat badan harus bertahap. Asam urat
dalam plasma akan meningkat selama kelaparan dan peningkatannya bisa dilihat
setelah 24jam puasa. Nilai peningkatan ini dikarenakan ketoacid ketosis yang
mengakibatkan penurunan excresi asam urat di ginjal. 15
3. Memastikan pemasukkan cairan yang adekuat . intake cairan seharusnya 1-2 liter
tercukupi. 15
4. Dietary purin . (sudah dibahas diatas)15
18
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Arthritis pirai (gout) merupakan suatu penyakit heterogen sebagai akibar dari deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi arthritis gout akut,
akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tophi), batu ginjal. Gangguan
metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurikemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6.0 ml/dl.
Daftar pustaka
1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media aescupularis, 2009. h 542-4.
2. Isbagyo H, setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisik musculoskeletal.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.11149-52..
3. Isbagyo H, setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisik musculoskeletal.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.11149-52..
4. Currey HLF. Gout. In: Mason M, Currey HLF, editors. An intoduction to clinical
Rheumatology. Second Edition. Pitman Medical, 2006.h.174-6.
5. Sutton D. Buku ajar radiologi untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-5. Jakarta:
Hipokrates, 1995.h.168-9.
6. Albar Z. Pemeriksaan pencitraan dalam bidang reumatologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006.h.1169-70.
7. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta:Dian Rakyat, 2006.h.156.
8. Stefanus Tehupeiory,E. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-4. Jakarta :
FKUI, 2006.h.1209-10.
9. Kainama,HWS. Penulisan ilmiah tentang penyakit pirai (Gout) . Jakarta :
Dept.Anatomi FK UKRIDA,1993.h.18-9.
19
10.Daud R. Artritis reumatoid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2006.h.1184-7.
11.Soeroso J, Isbagio H, Handono H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1205-8.
12. Setiyohadi B, Tambunan AS. Infeksi tulang dan sendi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2006.h.1262-3.
13. Tehupeiory ES. Arthritis Pirai. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2006.h.1218-20.
14. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik analgesik antiinflamasi nonsteroid dan
obat gangguan sendi lainnya. Dalam: sulistia gan gunawan, editor. Farmakologi
dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Departermen farmakologi dan terapeutik fakultas
kedokteran – universitas indonesia; 2008.h.242-4.
15. Baker,HM. Nutrition and dietetics for health care. London, newyork : churchill
livingstone, 2006.h.306.
20