Upload
siti-yulianti
View
90
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah MPPI
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kubis (Brassica oleracea Var) merupakan salah satu tanaman
sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia . Kubis mengandung
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia yaitu vitamin (A,
beberapa B, C, dan E). Kandungan Vitamin C cukup tinggi untuk mencegah
skorbut (sariawan akut). Mineral yang banyak dikandung adalah kalium, kalsium,
fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung sejumlah senyawa yang
merangsang pembentukan glutation, zat yang diperlukan untuk menonaktifkan zat
beracun dalam tubuh manusia.
Menurut informasi buletin pangan, 2013. Jumlah penduduk tahun 2013
berkisar 248.652 jiwa, sedangkan pada tahun 2014 berkisar antara 252.435 jiwa.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat,
maka kebutuhan pangan masyarakat semakin meningkat. Pada edisi volume 4
no.4 tahun 2013 disajikan informasi perkembangan konsumsi rumah tangga per
kapita pertahun, ketersediaan konsumsi per kapita per tahun dan prediksi 2 tahun
ke depan tahun 2013 dan 2014 serta konsumsi di negara-negara di dunia untuk
komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat. Komoditas yang dianalisis antara
lain ubi jalar, mangga, kubis/kol, wortel dan susu sapi. Model terpilih dalam
melakukan prediksi data konsumsi per kapita adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita perminggu
beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas
Uraian Ubi jalar Mangga Kubis/Kol Wortel Susu Murni
Model terpilih
TrendEksponensia
TrendKurva S
Trend kuadratik
Trend Liniar
Trend Liniar
MAPE 15,5728 52,3751 7,15806 8,755 15,8287MAD 0,0106 0,0098 0,00233 0,072 0,0005
2
MSD 0,0002 0,0003 0,00001 0,009 0,0000
Keterangan : MAPE : Mean Absolute Percentage Error
MAD : Mean Absolute Deviation
MSD : Mean Square Deviation
Selain data prediksi konsumsi perkapita terdapat pula data produksi tanaman
kubis di Indonesia, yaitu ;
Tabel 2. Produksi Tanaman Kubis
Tahun
Keterangan
Luas panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
2011 65 323 1 363 741 20.88
2012 64 277 1 450 046 22.56
2013 65 248 1 480 625 22.69
Sumber : www.bps.go.id, 2014
Produksi tanaman kubis di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan,
hal tersebut terjadi karena meningkat pula kebutuhan manusia akan tanaman
sayuran salahsatunya tanaman kubis. Dalam budidaya tanaman kubis tentu perlu
adanya pemeliharaan tanaman yaitu diantaranya pemupukan, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit.
Produksi tanaman kubis seringkali mengalami kerugian akibat serangan
hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis yaitu
diantaranya ; Ulat tritip/ulat daun (Plutella xylostella), Ulat krop/jantung kubis
(Crocidoomia binotalis), Ulat grayak ( Spodoptera litura ), Ulat Tanah (Agrotis
ipsilon), Akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor), Bercak daun alternaria
(Alternaria brassicae) Sacc, Penyakit busuk hitam, Penyakit busuk basah,
Penyakit tepung berbulu, peyakit rebah kecambah. Penyakit penting pada tanaman
kubis adalah akar gada (Club root) yang disebabkan oleh mikroba
Sumber : http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id, 2013
1
3
Plasmodiophora brassicae Wor. Dengan gejala serangan Gejala serangan P.
brassicae tampak jelas pada keadaan cuaca panas atau siang hari yang terik. Daun
berwarna hijau biru dan layu seperti kekurangan air, pada malam hari atau pagi
hari akan segar kembali, pertumbuhan tanaman yang terserang penyakit akar gada
menjadi terhambat hingga kerdil dan tanaman kubis tidak membenttuk krop yang
akhirnya mati. Kalau tanaman dicabut akarnya tampak membengkak seperti
berumbi. Kerugian tahunan yang diakibatkan oleh penyakit akar gada ini di
seluruh dunia dapat mencapai 10-15% (Anonim,2009). Sementara itu di
Indonesia, insidensi serangan yang diakibatkan oleh patogen ini pada tanaman
caisin di Cipanas, Jawa Barat mencapai 19.83-89.91% (Djatnika 1989),
sedangkan pada tanaman kubis sekitar 88.60% (Anonim, 2013; Widodo dan
Suheri 1995). Apabila suatu lahan telah terinfeksi oleh penyakit ini, maka dalam
waktu kurang lebih 30 tahun penyakit ini bertahan dalam bentuk spora, walaupun
tidak ditanami kubis-kubisan (Cruciferae) selama kurun waktu tersebut.
Kerugian akibat serangan akar gada terjadi pula di Desa Pakuhaji
Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Menurut hasil wawancara
dengan petani, 19 Desember 2014. Desa Pakuhaji merupakan salah satu desa
penghasil tanaman sayuran diantaranya sawi, kubis, brokoli, tomat, kacang
edamame, dan kacang merah. Tetapi sering kali petani mengalami kerugian akibat
adanya serangan hama dan penyakit tanaman yang menyerang sayuran, salah satu
penyakit yang menyebabkan kerugian besar yang dialami petani Desa Pakuhaji
adalah penyakit akat gada yang kerugi annya mencapai + 90% dengan luas lahan
yang terserang 2000 tumbak (28000 m2) dan semua tanaman tidak bisa dipanen.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini diketahui
menurut hasil penelitian Ni Made yunita dan Ni Wayan Suniti, 2012 yang
memanfaatkan berbagai ekstrak tanaman untuk dijadikan fungisida nabati, dengan
hasil ekstrak perlakuan berpengaruh nyata terhadap persentase serangan patogen.
Serangan terendah diakibatkan oleh pengaruh ekstrak gamal, nimba, dan sirih
yaitu sebesar 10% dan secara signifikan ketiga pengaruh ekstrak tersebut lebih
rendah dibandingkan kontrol (55%).
Pengendalian penyakit tanaman selain menggunakan pestisida juga dapat
dilakukan dengan memperkuat jaringan tanaman dengan teknik pemupukan,
4
sebagaimana dikemukakan Abdulrachman dan Yulianto (2001), mengatakan
bahwa pemberian pupuk NPK pada tanaman padi dapat menurunkan intensitas
penyakit bercak daun cokelat dari 57,81% menjadi 32, 05 % dan penya-kit bercak
bergaris dari 8,55% men-jadi 2,48%. Suryadi (1995) juga melaporkan bahwa
pemberian pupuk K pada tanaman padi juga dapat menurunkan intensitas penyakit
hawar daun 20 -30% dibanding tanpa pemberian pupuk K. Pemberian pupuk
kandang juga mampu menekan intensitas serangan penyakit busuk batang panili
yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum dari 88% menjadi 52% dan
lebih baik dari penggunaan pestisida nabati produk cengkeh (Hasnahet al. 1997
dalam Burhanuddin dan Nurmansyah, 2012).
Penggunaan pestisida sintetik untuk mengendalikan penyakit dinilai kurang
efektif mengingat banyak sekali dampak negatif yang disebabkan oleh pestisida
sintetik. Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus
menerus akan menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan
terakumulasi pada produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan
pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada
manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatan (Yodenca, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka untuk menekan pengembangan penyakit
akar gada pada tanaman kubis di Desa Pakuhaji, perlu dicoba dengan cara
pemberian pupuk untuk memperkuat jaringan tanaman dan diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan mikroba Plasmodiophora
brassicae Wor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
kompos pupuk kandang dan limbah baglog jamur tiram putih serta kombinasinya
terhadap intensitas serangan penyakit akar gada.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Perlakuan pemupukan manakah yang berpengaruh positif terhadap
pengendalian penyakit akar gada pada tanaman kubis?
2. Berapakah perolehan intensitas serangan yang mampu menekan serangan
penyakit akar gada yang dihasilkan oleh pemupukan yang berpengaruh positif
terhadap penyakit akar gada pada tanaman kubis?
5
1.3. Tujuan
1. Mengimplementasikan hasil teori yang didapatkan oleh mahasiswa di
lapangan.
2. Mengetahui pengaruh pemupukan terhadap intensitas serangan penyakit akar
gada pada tanaman kubis.
1.4. Kegunaan Penulisan
Teori yang menjadi landasan dasar mahasiwa dalam belajar dapat
diaplikasikan langsung melalui kegiatan penelitian di lapangan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dan masyarakat petani
terutama masyarakat Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung
Barat. Dengan memberikan informasi tentang pengaruh pemupukan yang berasal
dari bahan organik pupuk kandang dan limbah baglog jamur tiram putih terhadap
serangan penyakit akar gada pada tanaman kubis, selain itu pupuk yang
berpengaruh positif dalam pengendalian penyakit ini dapat diketahui berapa
intensitas serangan yang mampu menekan serangan penyakit akar gada pada
tanaman kubis.
1.5. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan mansyarakat akan sayuran semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk. Kubis merupakan salah satu tanaman sayuran
yang banyak diperlukan terutama sebagai pelengkap masakan, untuk itu perlu
adanya peningkatan produksi tanaman kubis. Produksi tanaman kubis dapat
mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena adanya serangan hama penyakit
yang menyebabkan kerugian baik secara kualitas maupun kuantitas. Penyakit
utama yang menyebabkan kerugian pada tanaman kubis salah satunya adalah
penyakit akar gada yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae Wor.
Penanaman caisin sebagai tanaman rotasi 38 hari sebelum tanam kubis
disertai eradikasi dengan perendaman lahan selama 14 hari memberikan hasil
terbaik dalam menurunkan Luas Bawah Kurva Perkembangan Penyakit (LBKPP)
dan keparahan penyakit akar gada dengan nilai efektivitas pengendalian paling
tinggi, yaitu 57,78%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut paling
6
efektif dalam disinfestasi propagul patogen akar gada pada tanah. Keefektivan
tersebut juga ditunjukkan dengan hasil kubis per hektar yang tertinggi dengan
nilai peningkatan hasil 29,67% dibandingkan tanpa pengendalian dan berat krop
pertanaman rata-rata yang tertinggi yaitu 1,18 kg. Ini merupakan hasil penelitian
dari Hadiwiyono,S dan Endang S, 2011 tentang “Efektivitas caisin sebagai
tanaman perangkap patogen untuk pengendalian penyakit akar gada pada kubis”.
Penelitian Ni Made dan Ni Wayan 2012 melakukan pengamatan dilakukan
mulai satu minggu setelah tanam dan variabel yang diamati adalah: jumlah puru
akar, persentase serangan penyakit, berat kering tanaman dan akar, tinggi tanaman
dan jumlah daun tanaman pada minggu ke delapan setelah tanam. Dengan hasil
pengamatan menunjukan Ekstrak gamal paling efektif menekan penyakit akar
gada dan mampu meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Ekstrak gamal
menghasilkan jumlah puru terendah, persentase serangan terendah (0,50 buah),
berat kering tajuk tertinggi (56,21 g), berat kering akar terendah gamal (5,56 g) ,
tanaman tertinggi gamal (34,65 cm), dan jumlah daun terbanyak gamal (22,20
helai).
Menurut penelitian dari Indri Yuniart. dkk, 2012. Beliau melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Kubis Bunga Pada Tanah Gambut” dengan rancangan penelitian
menggunakan metode eksprimen lapangan dengan pola Rancangan Acak Lengkap
( RAL ) yang terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 ulangan dan setiap perlakuan
terdiri dari 3 sampel tanaman sehingga terdapat 72 sampel tanaman. Perlakuan
tersebut masing-masing sebagai berikut : p0 = Tanpa pupuk kandang, p1 = 75
g/polybag pupuk kandang sapi setara dengan 10 ton/ha, p2 = 112,5 g/polybag
pupuk kandang sapisetara dengan 15 ton/ha, p3 = 150 g/polybag pupuk kandang
sapi setara dengan 20 ton/ha, p4 = 187,5 g/polybag pupuk kandang sapi setara
dengan 25 ton/ha, p5 = 225 g/polybag pupuk kandang sapi setara dengan 30
ton/ha.Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi jumlah daun (helai),
berat basah tanaman (g), volume akar, berat bagian atas (g), berat bunga (g),
keliling bunga (g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk
kandang kotoran sapi berpengaruh nyata terhadap berat basah tanaman dengan
rerata 2048,16 g, berat bagian atas dengan rerata 1939,73 g, berat bunga dengan
7
rerata 507,64 g, dan keliling bunga 112,72 g. Namun perlakuan ini tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan volume akar.
Berdasarkan literatur diatas maka penyusun akan melaksanakan penelitian
dengan menggunakan metode eksperimen lapangan dengan pola Rancangan Acak
mpok (RAK) yang terdiri dari 10 perlakuan dan tiga ulangan dengan keterangan
sebagai berikut:
P0 = Kontrol tanpa mengunakan pupuk kandang dan limbah beglog jamur
P1 = Pupuk kandang sapi 100%
P2 = Pupuk kandang ayam 100%
P3 = Limbah jamur tiram putih 100%
P4 = Pupuk kandang sapi 40% + limbah jamur tiram putih 60%
P5 = Pupuk kandang sapi 60% + limbah jamur tiram putih 40%
P6 = Pupuk kandang ayam 40% + limbah jamur tiram putih 60%
P7 = Pupuk kandang ayam 60% + limbah jamur tiram putih 40%
P8 = Pupuk kandang ayam 40% + pupuk kandang sapi 60%
P9 = Pupuk kandang ayam 60% + pupuk kandang sapi 40%
Dengan parameter yang diamati diantaranya yaitu Jumlah puru akar,
Persentase serangan penyakit, tinggi tanaman diamati pada minggu ke delapan,
jumlah daun tanaman pada minggu ke delapan setelah tanam.
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil hipotesis
sebagai berikut;
1. Pemupukan yang berpengaruh nyata terhadap serangan penyakit akar gada
Plasmodiophora brassicae Wor pada tanaman kubis adalah pupuk kompos P4
(Perlakuan 40% pupuk kandang sapi dan 60% limbah beglog jamur tiram
putih)
2. Pemberian kompos P4 (pupuk kandang 40% dan limbah baglog jamur tiram
putih 60%) mampu menekan intensitas serangan penyakit akar gada mencapai
persentase 50%, dan dapat menghasilkan tanaman yang baik.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai penguatan sebuah penelitian maka perlu adanya landasan teori yang
mendukung penelitian tersebut. Dibabawah ini terdapat beberapa penjelasan
tentang tanaman kubis, pupuk organik kompos, dan kompos dari limbah baglog
jamur tiram putih yang menjadi bahan untuk melaksanakan penelitian.
2.1. Sejarah Tanaman Kubis
Kol atau kubis merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae berupa
tumbuhan berbatang lunak yang dikenal sejak jaman purbakala (2500-2000 SM)
dan merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan masyarakat Yunani Kuno.
Mulanya kol merupakan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh liar
disepanjang pantai laut Tengah, di karang-karang pantai Inggris, Denmark dan
pantai Barat Prancis sebelah Utara. Kol mulai ditanam di kebun-kebun Eropa kira-
kira abad ke 9 dan dibawa ke Amerika oleh emigran Eropa serta ke Indonesia
abad ke 16 atau 17. Pada awalnya kol ditanam untuk diambil bijinya.
Kubis, kol, kobis, atau kobis bulat adalah nama yang diberikan untuk
tumbuhan sayuran daun yang populer. Tumbuhan dengan nama ilmiah Brassica
oleracea L. Kelompok Capitata ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun
ini tersusun sangat rapat membentuk bulatan atau bulatan pipih, yang disebut
krop, kop atau kepala (capitata berarti "berkepala"). Kubis berasal dari Eropa
Selatan dan Eropa Barat dan walaupun tidak ada bukti tertulis atau peninggalan
arkeologi yang kuat, dianggap sebagai hasil pemuliaan terhadap kubis liar B.
oleracea var. sylvestris. Nama "kubis" diambil dari bahasa Perancis, chou cabus
9
(harafiah berarti "kubis kepala"), yang diperkenalkan oleh sebagian orang Eropa
yang tinggal.
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kubis
Tanaman kubis merupakan tanaman yang termasuk famili Brassicaceae
(suku sawi-sawian) berkenaan dengan hal tersebut maka perlu adanya pemahaman
klasifikasi dari tanaman kubis tersebut seperti yang siuraikan oleh anonim, 2015
yaitu:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea var. capitata L.
2.1.2. Syarat Pertumbuhan
A. Iklim
1. Pengaruh angin dirasakan pada evaporasi lahan dan evapotranspirasi tanaman.
Laju angin yang tinggi dalam waktu lama (kontinyu) mengakibatkan
keseimbangan kandungan air antara tanah dan udara terganggu, tanah kering
dan keras, penguraian bahan-bahan organik terhambat, unsur hara berkurang
dan menimbulkan racun akibat tidak ada oksidasi gas-gas beracun di dalam
tanah.
8
10
2. Disebutkan jumlah curah hujan 80% dari jumlah normal (30 cm) memberikan
hasil rata-rata 12% dibawah rata-rata normal.
3. Stadia pembibitan memerlukan intensitas cahaya lemah sehingga memerlukan
naungan untuk mencegah cahaya matahari langsung yang membahayakan
pertumbuhan bibit. Sedangkan pada stadia pertumbuhan diperlukan intensitas
cahaya yang kuat, sehingga tidak membutuhkan naungan.
4. Tanaman kubis dapat hidup pada suhu udara 10-240C dengan suhu optimum
170C. Untuk waktu singkat, kebanyakan varietas kubis tahan dingin (minus 6-
10 derajatC), tetapi untuk waktu lama, kubis akan rusak kecuali kubis berdaun
kecil (<3> 9), merupakan racun bagi akar-akar tanaman.
5. Kandungan air tanah yang baik adalah pada kandungan air tersedia, yaitu pF
antara 2,5-4. Dengan demikian lahan tanaman kol memerlukan pengairan yang
cukup baik (irigasi maupun drainase).
B. Ketinggian Tempat
Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada ketinggian 200-2000 m dpl.
Untuk varietas dataran tinggi, dapat tumbuh baik pada ketinggian 1000-2000 m
dpl.
2.1.3. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kubis
A. Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat.
b. Benih harus bebas hama dan penyakit.
c. Benih harus murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain
serta bersih dari kotoran.
d. Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat.
e. Mempunyai daya kecambah 80%.
f. Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.
2. Penyiapan Benih
11
Penyiapan benih dimaksudkan untuk mempercepat perkecambahan benih
dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Cara-cara
penyiapan adalah sebagai berikut:
a. Sterilisasi benih, dengan merendam benih dalam larutan fungisida dengan
dosis yang dianjurkan atau dengan merendam benih dalam air panas 55
derajat C selama 15-30 menit.
b. Penyeleksian benih, dengan merendam biji dalam air, dimana benih yang
baik akan tenggelam.
c. Rendam benih selama ± 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar
benih cepat berkecambah.
Kebutuhan benih per hektar tergantung varietas dan jarak tanam, umumnya
dibutuhkan 300 gram/ha. Benih harus disemai dan dibumbun sebelum
dipindahtanam ke lapangan. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau
langsung di bumbung (koker). Bumbung dapat dibuat dari daun pisang, kertas
makanan berplastik atau polybag kecil.
3. Teknik Penyemaian Benih
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi persemaian antara
lain: Tanah tidak mengandung hama dan penyakit atau faktor-faktor lain yang
merugikan; lokasi mendapat penyinaran cahaya matahari cukup; dan dekat dengan
sumber air bersih. Penyemaian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Penyemaian di bedengan
Sebelum bedengan dibuat, lahan diolah sedalam 30 cm lalu dibuat
bedengan selebar 110-120 cm memanjang dari arah utara ke selatan. Tambahkan
ayakan pupuk kandang halus dan campurkan dengan tanah dengan perbandingan
1:2 atau 1:1. Bedengan dinaungi dengan naungan plastik, jerami atau daun-daunan
setinggi 1,25-1,50 m di sisi timur dan 0,8-1,0 m di sisi Barat. Penyemaian dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu disebar merata di atas bedengan atau disebar di
dalam barisan sedalam 0,2-1,0 cm. Cara pertama memerlukan benih yang lebih
sedikit daripada cara kedua. Sekitar 2 minggu setelah semai, bibit dipindahkan ke
dalam bumbung. Bumbung dapat dibuat dari daun pisang atau kertas berplastik
dengan ukuran diameter 4-5 cm dan tinggi 5 cm atau berupa polibag 7x10 cm
yang memiliki dua lubang kecil di kedua sisi bagian bawahnya. Bumbung diisi
12
media campuran ayakan pupuk kandang matang dan tanah halus dengan
perbandingan 1:2 atau 1:1. Keuntungannya adalah hemat waktu, permukaan petak
semaian sempit dan jumlah benih persatuan luas banyak. Sedangkan
kelemahannya adalah penggunaan benih banyak, penyiangan gulma sukar,
memerlukan tenaga kerja terampil terutama saat pemindahan bibit ke lahan.
b. Penyemaian di bumbung (koker atau polybag)
Dengan cara ini, satu per satu benih dimasukkan ke dalam bumbung yang
dibuat dengan cara seperti di atas. Bumbung dapat terbuat dari daun pisang atau
daun kelapa dengan ukuran diameter dan tinggi 5 cm atau dengan polybag kecil
yang berukuran 7-8 cm x 10 cm. Media penyemaian adalah campuran tanah halus
dengan pupuk kandang (2:1) sebanyak 90%. Sebaiknya media semai disterilkan
dahulu dengan mengkukus media semai pada suhu udara 55-100 derajat C selama
30-60 menit atau dengan menyiramkan larutan formalin 4%, ditutup lembar
plastik (24 jam), lalu diangin-anginkan. Cara lain dengan mencampurkan media
semai dengan zat fumigan Basamid-G (40-60 gram/m2) sedalam 10-15 cm,
disiram air sampai basah dan ditutup dengan lembaran plastik (5 hari), lalu plastik
dibuka, dan lahan diangin-anginkan (10-15 hari).
c. Kombinasi cara a) dan b).
Pertama benih disebar di petak persemain, setelah berumur 4-5 hari (berdaun 3-
4 helai), dipindahkan ke dalam bumbung.
d. Penanaman langsung.
Yaitu dengan menanam benih langsung ke lahan. Kelebihannya adalah waktu,
biaya dan tenaga lebih hemat, tetapi kelemahannya adalah perawatan yang lebih
intensif. Lahan persemaian dapat diganti dengan kotak persemaian dan dilakukan
dengan cara sebagai berikut;
Buat medium terdiri dari tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1).
Buat kotak persemaian kayu (50-60 cm x 30-40 cm x 15-20 cm) dan lubangi
dasar kotak untuk drainase.
Masukkan medium kedalam kotak dengan tebalan 10-15 cm.
B. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
1. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung cuaca.
13
2. Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul 10.00 dan sore
mulai pukul 15.00. Diluar waktu diatas, cahaya matahari terlalu panas dan
kurang menguntungkan bagi bibit.
3. Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap mengganggu
pertumbuhan bibit, dilakukan dengan mencabuti rumput-rumput/gulma lainnya
yang tumbuh disela-sela tanaman pokok.
4. Dilakukan pemupukan larutan urea dengan konsentrasi 0,5 gram/liter dan
penyemprotan pestisida ½ dosis jika diperlukan.
5. Hama yang menyerang biji yang belum tumbuh dan tanaman muda adalah
semut, siput, bekicot, ulat tritip, ulat pucuk, molusca dan cendawan.
Sedangkan, penyakit adalah penyakit layu. Pencegahan dan pemberantasan
digunakan Insektisida dan fungisida seperti Furadan 3 G, Antrocol, Dithane,
Hostathion dan lain-lain.
C. Pemindahan Bibit
Pemindahan dilakukan bila bibit telah mempunyai perakaran yang kuat.
Bibit dari benih/biji siap ditanam setelah berumur 6 minggu atau telah berdaun 5-
6 helai, sedangkan bibit dari stek dapat dipindahkan setelah berumur 28 hari.
Pemindahan bibit dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Sistem cabut, bibit dicabut dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Bila
disemai pada polybag, pengambilan bibit dilakukan dengan cara membalikkan
polybag dengan batang bibit dijepit antara telunjuk dan jari tengah, kemudian
polybag ditepuk-tepuk perlahan hingga bibit keluar. Bila bibit disemai pada
bumbung daun pisang atau daun kelapa, bibit dapat ditanam bersama
bumbungnya.
2. Sistem putaran, caranya tanah disiram dan bibit dengan diambil beserta
tanahnya 2,5-3 cm dari batang dengan kedalaman 5 cm.
D. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan
Lahan sebaiknya bukan lahan bekas ditanami tanaman famili Cruciferae
lainnya. Dilakukan pengukuran pH dan analisa tanah tentang kandungan bahan
14
organiknya untuk mengetahui kecocokan lahan ditanami kol/kubis. Tanah
digemburkan dan dibalik dengan dicangkul atau dibajak sedalam 40-50 cm,
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan diberi pupuk dasar. Setelah itu, dibiarkan
terkena sinar matahari selama 1-2 minggu untuk memberi kesempatan oksidasi
gas-gas beracun dan membunuh sumber-sumber patogen.
2. Pembuatan Bedengan
Bedengan dibuat dengan arah Timur-Barat, lebar 80-100 cm, tinggi 35 cm dan
panjang tergantung keadaan lahan. Lebar parit antar bedengan ± 40 cm (parit
pembuangan air PPA 60 cm) dengan kedalaman 30 cm (PPA 60 cm).
3. Pengapuran
Fungsi untuk menaikkan pH tanah dan mencegah kekurangan unsur hara
makro maupun mikro. Dosis pengapuran bergantung kisaran angka pH-nya,
umumnya antara 1-2 ton kapur per hektar. Jenis kapur yag digunakan antara lain:
Captan (calcit) dan Dolomit.
4. Pemupukan
Bedengan siap tanam diberi pupuk dasar yang banyak mengandung unsur
Nitrogen dan Kalium, yaitu Za, Urea, TSP dan KCl masing-masing 250 kg, serta
Borax atau Borate 10-20 kg/ha. Pemberian pupuk kandang dilakukan sebanyak
0,5 kg per tanaman.
E. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanam
Penentuan pola tanam tanaman sangat bergantung kesuburan tanah dan varietas
tanaman dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Pola penanaman ada dua yaitu larikan
dan teratur seperti pola bujur sangkar; pola segi tiga sama sisi; pola segi empat
dan pola barisan (barisan tunggal dan barisan ganda). Pola segi tiga sama sisi dan
bujur sangkar tergolong baik karena didapatkan jumlah tanaman lebih banyak.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam sedalam cangkul atau dengan
ukuran garis tengan 20-25 cm sedalam 10-15 cm.
15
3. Cara Penanaman
Waktu tanam yang baik yaitu pada pagi hari antara pukul 06.00-10.00 atau sore
hari antara pukul 15.00-17.00, karena pengaruh sinar matahari dan temperatur
tidak terlalu tinggi.
Pilih bibit yang segar dan sehat (tidak terserang penyakit ataupun hama).
Bila bibit disemai pada bumbung daun pisang atau, ditanam bersama dengan
bumbungnya, bila disemai pada polybag plastik maka dikeluarkan terlebih
dahulu dengan cara membalikkan polybag dengan batang bibit dijepit antara
telunjuk dan jari tengah, kemudian polybag ditepuk-tepuk secara perlahan
hingga bibit keluar dari polybag.
Bila disemai dalam bedengan diambil dengan solet (sistem putaran), caranya
menggambil bibit beserta tanahnya sekitar 2,5-3 cm dari batang sedalam 5 cm.
Bibit segera ditanam pada lubang dengan memberi tanah halus sedikit-demi
sedikit dan tekan tanah perlahan agar benih berdiri tegak.
Siram bibit dengan air sampai basah benar.
F. Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan dilakukan saat pemindahan bibit ke lahan, yaitu saat bibit berumur
6 minggu atau telah berdaun 5-6 helai (semaian biji) atau berumur 28 hari
(semaian stek). Bila bibit disemai pada bumbung maka penjarangan tidak
dilakukan. Sedangkan penyulaman hampir tidak dilakukan karena umur tanaman
yang pendek (2-3 bulan).
2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan bersama dengan penggemburan tanah sebelum
pemupukan atau bila terdapat tumbuhan lain yang mengganggu pertumbuhan
tanaman. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam karena
dapat merusak sistem perakaran tanaman, bahkan pada akhir penanaman
sebaiknya tidak dilakukan.
3. Pembubunan
16
Pembumbunan dilakukan bersama penyiangan dengan mengangkat tanah yang
ada pada saluran antar bedengan ke arah bedengan berfungsi untuk menjaga
kedalaman parit dan ketinggian bedeng dan meningkatkan kegemburan tanah.
4. Perempelan
Perempelan cabang/tunas-tunas samping dilakukan seawal mungkin untuk
menjaga tanaman induk agar pertumbuhan sesuai harapan, sehingga zat makanan
terkonsentrasi pada pembentukan bunga seoptimal mungkin.
5. Pemupukan
Pemupukan susulan I dilakukan dengan urea 1 gram per tanaman melingkari
tanaman dengan jarak 3 cm disaat tanaman kelihatan hidup untuk mendorong
pertumbuhan. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 10-14 hari dengan dosis 3-
5 gram, dengan jarak 7-8 cm. Pemupukan ketiga dilakukan pada umur 3-4 minggu
dengan dosis 5 gram pada jarak 7-8 cm. Bila pertumbuhan belum optimal dapat
dilakukan pemupukan lagi pada umur 8 minggu.
6. Pengairan dan Penyiraman
Waktu pemberian air sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada musim
kemarau, pengairan perlu dilakukan 1-2 hari sekali, terutama pada fase awal
pertumbuhan dan pembentukan bunga.
7. Waktu Penyemprotan Pestisida
Untuk pencegahan, penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang
tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk
penanggulangan, penyemprotan dilakukan sedini mungkin dengan dosis tepat,
agar hama dapat segera ditanggulangi.
2.1.4. Hama dan Penyakit
2.1.4.1. Hama
1. Ulat Plutella (Plutella xylostella L.)
Gejala serangan:
a. biasanya menyerang pada musim kemarau;
b. daun berlubang-lubang terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang
menerawang dan tinggal urat-urat daunnya saja;
17
c. umumnya menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang merusak tanaman
yang sedang membentuk bunga.
Pengendalian:
a. Mekanis: mengumpulkan ulat-ulat dan telurnya, kemudian dihancurkan.
b. Kultur teknik: pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman yang bukan
famili Cruciferae; pola tumpang sari brocolli dengan tomat, bawang daun,
dan jagung; dengan tanaman perangkap (trap crop) seperti Rape/Brassica
campestris ssp. Oleifera Metg.
c. Hayati/biologi: menggunakan musuh alami, yaitu parasitoid (Cotesia
plutella Kurdj, Diadegma semiclausum, Diadegma eucerophaga) ataupun
predatornya.
d. Sex pheromone : adalah "Ugratas Ungu" dari Taiwan. Bentuk sex
pheromone ini seperti benang nilon berwarna ungu sepanjang ± 8 cm. Cara
penggunaan : Ugratas ungu dimasukkan botol bekas agua, kemudian
dipasang dilahan perkebunan pada posisi lebih tinggi dari tanaman. Daya
tahan ugratas terpasang ±3 minggu, dan tiap hektar kebun memerlukan 5-
10 buah perangkap.
e. Kimiawi: menyemprotkan insektisida selektif berbahan aktif Baccilus
thuringiensis seperti Dipel WP, Bactospeine WP, Florbac FC atau
Thuricide HP pada konsentrasi 0,1-0,2%, Agrimec 18 FC, pada
konsentrasi 1-2 cc/liter.
2. Ulat croci (Crocidolomia binotalis Zeller)
Ulat croci disebut hileud bocok (sunda).
Ciri-ciri: siklus hidup 22-32 hari, tergantung suhu udara; ulat berwarna hijau,
pada punggung terdapat garis hijau muda dan perut kuning, panjang ulat 18 mm,
berkepompong di dalam tanah dan telur diletakkan dibawah daun secara
berkelompok berbentuk pipih menyerupai genteng rumah; menyerang tanaman
yang sedang membentuk bunga. Pengendalian: sama dengan ulat Prutella,
parasitoid yang paling cocok adalah Inareolata sp.
3. Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn)
Ulat tanah disebut ulat taneuh, hileud orok (Sunda) atau uler lettung (Jawa).
18
Ciri: siklus hidup 6-8 minggu; kupu-kupu ataupun ulatnya aktif pada senja dan
malam hari, pada siang hari bersembunyi di bawah daun (kupu-kupu) dan
permukaan tanah (ulat).
Gejala serangan:
Memotong titik tumbuh atau pangkal batang tanaman, sehingga tanaman muda
rebah dan pada siang hari tampak layu.
Pengendalian:
a. Mekanis: mencabut ulat-ulat tanah dan membunuhnya;
b. kultur teknis: pembersihan kebun dari rerumputan atau sisa-sisa tanaman yang
dijadikan tempat bertelur hama tanah;
c. kimiawi: dengan umpan beracun dan semprotan insektisida.Campuran dari
125-250 gram Dipertex 95 SL, 10 kg dedak, 0,5-1,0 kg gula merah dan 10 liter
air untuk tanaman seluas 0,25-0,5 hektar. Umpan tersebut disebarkan
disekeliling tanaman pada senja dan malam hari. dapat juga disemprotkan
insektisida Dursban 20 EC 1 cc/liter air. Waktu penyemprotan sehabis tanam
dan dapat diulang 1-2 kali seminggu.
4. Kutu daun (Aphis brassicae)
Hidup berkelompok dibawah daun atau massa bunga (curd), berwarna hijau
diliputi semacam tepung berlilin. Gejala: menyerang tanaman dengan menghisap
cairan selnya, sehingga menyebabkan daun menguning dan massa bunga
berbintik-bintik tampak kotor. Menyerang hebat dimusim kemarau. Pengendalian:
menyemprotkan insektisida orthene 75 SP atau Hostathion 40 EC 1-2 cc/liter air.
5. Ulat daun
Misalnya ulat jengkal (Trichoplusiana sp., Chrysodeixis chalcites Esp.,
Chrysodeixis orichalcea L.) dan ulat grayuk (Spodoptera sp. S. litura),
Gejala:
Daun rusak, berlubang-lubang atau kadang kala tinggal urat-urat daunnya saja.
Pengendalian:
a. Mengatur pola tanam;
b. Menjaga kebersihan kebun;
c. Penyemprotan insektisida seperti orthene 75 sp 1 cc/liter air, hostathion 1-2
cc/liter air, curacron 500 ec atau decis 2,5 ec;
19
d. khusus untuk ulat grayak dapat digunakan sex pheromena (ugratas merah);
e. Bila terjadi serangan spodoptera exiqua dapat digunakan ugratas biru.
6. Bangsa siput
Bangsa siput yang biasa menyerang antara lain: Achtina fulica Fer., yaitu
siput yang mempunyai cangkang atau rumah, dikenal dengan bekicot; Vaginula
bleekeri Keferst, yaitu siput yang tidak bercangkang, warna keabu-abuan;
Parmarion pupilaris Humb, yaitu siput yang tidak bercangkang berwarna coklat
kekuningan.
Gejala: Menyerang daun terutama saat baru ditanam dikebun. Pengendalian:
dengan menyemprotkan racun Helisida atau dengan dikumpulkan lalu
dihancurkan dengan garam atau untuk makanan ternak.
7. Cengkerik dan gangsir (Gryllus mitratus dan Brachytrypes portentosus).
Gejala:
Menyerang daun muda (memotong) pada malam hari; terdapat banyak lubang di
dalam tanah. Pengendalian: dengan insektisida atau menangkap dengan
menyirami lubang dengan air agar hama keluar.
8. Orong-orong.
Hidup dalam tanah terutama yang lembab dan basah. Bagian yang diserang adalah
sistem perakaran tanaman. Gejala: pertumbuhan terhambat dan daun menguning.
Pengendalian: pemberian insektisida ke liang.
2.1.4.2. Penyakit
1. Busuk hitam (Xanthomonas campestris Dows.)
Penyebab:
bakteri, dan merupakan patogen tular benih (seed borne), dan dapat dengan mudah
menular ketanah atau ke tanaman sehat lainnya.
Gejala:
Tanaman semai rebah (damping off), karena infeksi awal terjadi pada kotiledon,
kemudian menjalar keseluruh tanaman secara sistematik; Bercak coklat kehitam-
hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga maupun massa bunga yang diserang;
Gejala khas daun kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf "V", lalu mengering.
20
Batang atau massa bunga yang terserang menjadi busuk berwarna hitam atau
coklat, sehingga kurang layak dipanen.
Pengendalian:
Memberikan perlakuan pada benih seperti telah dijelaskan pada poin pembibitan
sub poin penyiapan benih; Pembersihan kebun dari tanaman inang alternatif;
Rotasi tanaman selama ± 3 tahun dengan tanaman tidak sefamili.
2. Busuk lunak (Erwinia carotovora Holland.)
Penyebab:
Bakteri yang mengakibatkan busuk lunak pada tanaman sewaktu masih di kebun
hingga pasca panen dan dalam penyimpanan.
Gejala:
Luka pada pangkal bunga yang hampir siap panen; Luka akar tanaman scara
mekanis, serangga atau organisme lain; luka saat panen; penanganan atau
pengepakan yang kurang baik.
Pengendalian: Pra panen: membersihkan sisa-sisa tanaman pada lahan yang akan
ditanami; menghindari kerusakan tanaman oleh serangga pengerek atau sewaktu
pemeliharaan tanaman; menghindari bertanam kubis-kubisan pada musim hujan di
daerah basis penyakit busuk lunak.
3. Akar bengkak atau akar pekuk (Plasmodiophora brassicae Wor.)
Penyebab:
Cendawan Plasmodiophora brassicae.
Gejala:
a. pada siang hari atau cuaca panas, tanaman tampak, tetapi pada malam atau
pagi hari daun tampak segar kembali;
b. pertumbuhan terlambat, tanaman kerdil dan tidak mampu membentuk
bunga bahkan dapat mati;
c. akar bengkak dan terjadi bercak-bercak hitam.
Pengendalian:
a. memberi perlakuan pada benih seperti poin penyiapan benih;
b. menyemai benih di tempat yang bebas wabah penyakit;
c. melakukan sterilisasi media semai ataupun tanah kebun dengan Besamid-
G 40-60 gram/m2 untuk arel pembibitan atau 60 gram/m2untuk kebun;
21
d. melakukan pengapuran untuk menaikkan pH;
e. mencabut tanaman yang terserang penyakit;
f. pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis yang tidak sefamili
4. Bercak hitam (Alternaria sp.)
Penyebab: cendawan Alternaria brassica dan Alternaria brassicicola.
Gejala:
a. bercak-bercak berwarna coklat muda atau tua bergaris konsentris pada
daun;
b. menyerang akar, pangkal batang, batang maupun bagian lain.
Pengendalian:
a. menanam benih yang sehat;
b. perlakuan benih seperti pada poin penyiapan benih.
5. Busuk lunak berair
Penyebab:
cendawan Sclerotinia scelerotiorumI, menyerang batang dan daun terutama pada
luka-luka tanaman akibat kerusakan mekanis dan dapat menyebar melalui biji dan
spora.
Gejala:
a. pertumbuhan terhambat, membusuk lalu mati;
b. bila menyerang batang, maka daun akan menguning, layu dan rontok;
c. bila menyerang daun, maka daun akan membusuk dan berlendir; (gejala
lain terdapat rumbai-rumbai cendawan yang berwarna putih dan lama-
kelamaan menjadi hitam.
Pengendalian:
a. gunakan biji sehat dan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sejenis.
b. pemberantasan dengan insektisida.
6. Semai roboh (dumping off)
Penyebab: cendawan Rhizitonia sp. dan Phytium sp.
Gejala:
a. Bercak-bercak kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil;
22
b. Pangkal batang busuk sehingga menyebabkan batang rebah dan mudah
putus;
c. Menyerang tanaman di semaian, tetapi dapat pula menyerang tanaman di
lahan. Pengendalian: perlakuan benih sebelum ditanam, sterilisasi media
semaian dan rotasi tanaman dengan jenis selain kubis-kubisan.
7. Penyakit Fisiologis
Penyebab: Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) disebut penyakit fisiologis.
Kekurangan Nitrogen: bunga kecil-kecil seperti kancing atau disebut "Botoning".
Kelebihan Nitrogen warna bunga kelabu dan berukuran kecil. Kekurangan Kalium
massa bunga tidak kompak (kurang padat) dan ukurannya mengecil. Kelebihan
Kalium tumbuh kerdil dan bunganya kecil. Pengendalian: dengan pemupukan
yang berimbang.
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis tentunya banyak sesuai
dengan landasan teori yang dijelaskan diatas. Tetapi dalam skripsi ini pembahasan
utamanya adalah tentang penyakit akar gada dibawah ini penjelasannya:
2.2. Akar Gada
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman
kubis-kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae Wor.
Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia
khususnya di Eropa dan Amerika Utara. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah
dataran rendah dan dataran tinggi. Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan
misalnya kubis, sawi putih, dan brussels sprout sangat rentan terkena akar gada.
23
Gambar 1. Lahan yang terkena serangan penyakit akar gadaSumber : T.A. Zitter . http: //vegetable mdonline. ppath. cornell. edu/
PhotoPages /Crucifers/ Clubroot/CruciferClubFS2.htm
2.2.1. Penyebab Penyakit
Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan
tumbuh pada tanah yang terinfeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi
tanah ini tetap menjadi saprofit pada tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok
lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut (Agrios, 2005).
Plasmodiophora brassicae Wor yang menyerang kubis ini termasuk dalam
kelas plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium
tumbuh menjadi zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan,
patogen ini membentuk zoozpora yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora
tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi akar inang dan tumbuh menjadi
plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah menjadi beberapa
multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar akan bertambah
besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap
zoosporangium terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan
melalui pori-pori pada dinding sel tanaman inang.
Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot
diploid yang dapat menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini
terdiri dari nucleus yang dikaryotik. Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi
24
(karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium menjadi spora rehat
yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya.
2.2.2. Gejala Penyakit
Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae
Wor adalah pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti
gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang
telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman
menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit.
Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan
penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat
pada rumput-rumputan.
Gambar 2. Akar tanaman kubis yang terserang penyakit akar gadaSumber : Materi Kuliah Penyakit II pada tanaman sayur-sayuran
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari
tanaman yang sudah terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat
dengan menguningnya daun. Layu pada siang hari dan akan segar kembali pada
malam hari. Tanaman akan kelihatan kerdil, tanaman muda yang terserang akan
dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat bertahan hidup namun tidak
dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.
25
2.2.3. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun
dengan drastis pada pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8.
Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,7-7,5 dan tidak akan berkecambah pada
pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin terjadinya infeksi untuk
semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi perkembangan P.
brassicae adalah 17,8-250 C dengan temperature minium 12,2-27,2 0 C.
Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan
dan penetrasi pathogen ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika
kelembaban tanah di atas 45 % dan kelembaban di atas 50 % akan menyebabkan
penyakit bertambah cepat. Kelembaban tanah di bawah 4 % dapat menyebabkan
terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat disebakan dengan
meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat berpengaruh pula terhadap
perkembangan penyakit. Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan
pathogen akan menurun, sebaliknya intensitas cahaya yang rendah dapat
menyebabkan berkembangnya patogen dengan cepat sehingga penyakit akibat
serangan patogen juga semakin besar.
2.2.4. Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai
berikut. Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi
jaringan akar muda secara langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang
luka yang terletak di bawah tanah. Setelah itu, plasmodium menyebar ke sel
kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium terserang, plasmodium
kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini kemudian
berkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur
menyebar. Jumlah sel kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini
dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel
yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus bagi patogen untuk
menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang awalnya tidak
terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh
26
plasmodium sebagai sumber makanannya. Infeksi oleh plasmodium tidak hanya
menyebabkan terjadinya pertumbuhan abnormal pada tanaman tetapi juga dapat
menyebabkan terhambatnya absorbsi dan translokasi air dan nutrisi dari dan
menuju akar.
Hal ini menyebabkan tanaman kerdil san layu secara perlahan-lahan.
Lebih lanjut lagi, pertumbuhan yang cepat dan sel yag membesar dapat
menyebabkan tidak terbentuknya jaringan gabus dan dapat menyebabkan
kemudahan bagi mikroorganisme lain untuk menginfeksi tanaman.
Gambar 3. Siklus perkembangan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor
Sumber : R loria, http:// vegeta blemd online. ppath. cornell. edu/P hotoPage s/Crucifers / Clubroot/CruciferClubFS2.htm
2.2.5. Strategi Pengendalian
27
Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga
mendorong untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini.
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan bibit yang bebas hama dan
penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini karena
sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini.
Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk
mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250 EC
pada lubang tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi
perkembangan penyakit. Tanaman yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi
karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap lokasi (Arismansyah, 2010).
Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan tanah pembibitan
dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan hasil
panen (Cicu, 2002).
2.3. Pupuk Organik
Menurut informasi wikipedia, 2015. Pupuk organik adalah pupuk yang
tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan,
dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan
untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.Pupuk organik
mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan
organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami,
brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah
industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).
2.3.1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang
kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa
dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam..
Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air
kencing (urin) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro.
Pupuk kandang padat banyak mengandung unsur hara makro, seperti fosfor,
nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di
28
antaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan
molibdenum. Kandungan nitrogen dalam urin hewan ternak tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat.
Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
secara perlahan oleh mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan panas,
contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.
2. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk
yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam.
Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro
dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan -
bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk
kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa
optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri bersuhu
dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika
belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan.
Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman,
bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah
dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara dapat berkurang.
Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling baik dilakukan setelah
tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini
akan cepat diserap oleh tanaman.
2.3.2. Pupuk hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman atau berupa
sisa panen. Bahan tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau
setelah dikomposkan. Sumber pupuk hijau dapat berupa sisa-sisa tanaman (sisa
panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau,
seperti kacang-kacangan dan tanaman paku air (Azolla). Jenis tanaman yang
dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini
mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan
29
jenis tanaman lainnya. Tanaman legume juga relatif mudah terdekomposisi
sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat. Pupuk hijau bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara di dalam tanah, sehingga
terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, yang selanjutnya
berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap
erosi. Pupuk hijau digunakan dalam: Penggunaan tanaman pagar, yaitu dengan
mengembangkan sistem pertanaman lorong, di mana tanaman pupuk hijau
ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama. Penggunaan
tanaman penutup tanah, yaitu dengan mengembangkan tanaman yang ditanam
sendiri, pada saat tanah tidak ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam
bersamaan dengan tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.
2.3.3. Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi.
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam
padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut
kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya
kotoran ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air
yang sering digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air,
eceng gondok, dan Azolla.
Beberapa kegunaan kompos adalah:
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.
Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan
menurunnya temperatur kompos (di bawah 400 c).
30
Limbah jamur tiram putih (Pleurotus florida) merupakan salah satu contoh
dari pupuk organik dari limbah organik yang bisa dimanfaatkan sebagai kompos.
Limbah baglog jamur tiram dapat dijadikan pupuk kompos hanya dengan
menambahkan EM4 dan bahan organik lain, maka sudah bisa dimanfaatkan
sebagai pupuk yang baik untuk tanaman.
2.3.4. Humus
Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun
pelapukan daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk (mengalami
dekomposisi) yang akhirnya mengubah humus menjadi (bunga tanah), dan
kemudian menjadi tanah. Bahan baku untuk humus adalah dari daun ataupun
ranting pohon yang berjatuhan, limbah pertanian dan peternakan, industri
makanan, agroindustri, kulit kayu, serbuk gergaji (abu kayu), kepingan kayu,
endapan kotoran, sampah rumah tangga, dan limbah-limbah padat
perkotaan.Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik
bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan
dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu, humus dapat
meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk
anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikkan aerasi tanah, dan
menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik
toksik. Kandungan utama dari kompos adalah humus. Humus merupakan penentu
akhir dari kualitas kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan
penggunaan kompos.
2.3.5. Pupuk organik buatan
Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang diproduksi di pabrik
dengan menggunakan peralatan yang modern. Beberapa manfaat pupuk organik
buatan, yaitu:
1. Meningkatkan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
2. Meningkatkan produktivitas tanaman.
3. Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.
4. Menggemburkan dan menyuburkan tanah.
31
Pada umumnya, pupuk organik buatan digunakan dengan cara
menyebarkannya di sekeliling tanaman, sehingga terjadi peningkatan kandungan
unsur hara secara efektif dan efisien bagi tanaman yang diberi pupuk organik
tersebut.
2.3.6. Manfaat Pupuk Organik
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan,
terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah,
yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon
organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan
pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat
beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat
beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan
tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan
sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang
ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh
mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan
sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan
aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman,
juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahan dasar pupuk organik
yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung bahan berbahaya. Penggunaan
pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos
berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan asam-asam organik yang
dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan
berbahaya ini akan terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk. Untuk itu
diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya
dan beracun (B3). Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer
32
menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini
memengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan
organik dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami atau sekam lebih
besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan
organik yang terdekomposisi seperti kompos.
2.3.7. Limbah Baglog Jamur Tiram Putih
Menurut informasi dari perusahaan Syahid Musroom Indonesia yang
diposkan oleh Aris Priyanto, 2013. Menjelaskan bahwa semakin berkembangnya
usaha budidaya jamur tiram, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total
limbah yang dihasilkan budidaya jamur tiram tergantung dari besar usaha dan tipe
usaha. Limbah yang terdiri dari serbuk kayu dan bahan lain merupakan limbah
budidaya jamur tiram yang banyak dihasilkan, sebagian besar berupa baglog
habis panen dan sisanya baglog-baglog yang gagal. Limbah tersebut umumnya
menghasilkan pencemaran berupa kantong plastik tahan panas, kapas, karet
gelang, kertas, cincin plastik (anorganik) dan serbuk kayu (Organik). Selain itu
akibat adanya pembuangaan limbah menimbulkan pencemaran Biotik yang
berupa Mikroorganisme; bakteri ,jamur liar dan mikrofauna seperti serangga.
Limbah tersebut dikhawatirkan menjadi sarang hama dan penyakit yang sewaktu-
waktu menyerang Jamur budidaya, tanaman pertanian, ternak dan manusia.
Gangguan lain dari limbah adalah terganggunya pemandangan atau estetika
lingkungan. Setiap pengusaha jamur harus mulai sadar untuk mengelola limbah
budidaya jamurnya masing-masing sebab bisa mengganggu kesehatan lingkungan
dan mengganggu ketentraman orang lain yang tinggal diksekitar lokasi budidaya
jamur
Dampak limbah baglog jamur tiram selain berdampak pada lingkungan ,
berdampak pula bagi budidaya jamur itu sendiri. Jamur liar yang Seringkali
tumbuh di gundukan limbah baglog berperan sebagai sumber kontaminan
menyebabkan kegagalan budidaya jamur tiram. Jamur-jamur tersebut
menghasilkan milyaran spora, Jika terbawa angin atau melalui pakaian dan
anggota tubuh pekerja, siap menyeber keseluruh penjuru ruang termasuk kedalam
ruang inokulas jamur. Satu Baglog gagal inkubasi pada hakekatnya adalah tempat
33
tinggal bagi jutaan mikroba kontaminan (penyebab kontaminasi), diantaranya
adalah bakteri penyakit, misellium dan spora jamur liar. Ada beberapa cara
perpindahan mikroba penyebab kontaminasi dari pembuangan baglog jamur ke
area budidaya
Melalui pakaian dan anggota tubuh manusia. Para pekerja yang bekerja
ditempat penampungan limbah ikut andil dalam penyebaran mikroba penyebab
kontaminasi, sadar atau tanpa disadari anggota tubuh dan pakaian yang tercemar
mikroba menjadi kendaraan yang epektif bagi penyebaran kontaminan ke
kumbung jamur melalui perantara hewan kecil Tempat penampungan limbah
baglog merupakan habitat tempat tumbuh kembangnya berbagai hewan-hewan
kecil seperti serangga, siput, cacing rambut, kecoa, tikus dll. hewan-hewan ini
disamping menjadi hama perusak jamur juga menjadi agen pembawa bibit
penyakit jamur.
Melalui hembusan Angin. Sedikit saja hembusan Angin mampu
menerbangkan spora jamur yang berukuran mikron ke udara dalam jumlah jutaan
bahkan milyaran sehingga membentuk awan spora yang tidak kelihatan oleh
mata. Tanpa disadari udara menghantarkan spora jamur ke baglog-baglog yang
hendak kita tanami bibit. Akibatnya bukan jamur tiram yang tumbuh, baglog
berubah warna yang ada, hitam, hijau , kuning dll. Hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya kegagalan itulah kenapa waktu menanam jamur tidak
boleh di ruang terbuka , tetapi harus diruang tertutup terhindar dari angin dan lalu
lalang orang.
2.3.8. Pemanfaatan Limbah Baglog Jamur Tiram Putih Sebagai Kompos
Limbah budidaya jamur tiram dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan, salah satunya dapat diolah menjadi pupuk organik bagi tanaman. Hal
ini dikarenakan limbah budidaya jamur tiram sebetulnya masih mengandung
nutrisi atau zat padat potensial yang dibutuhkan untuk bahan Nutrisi tanaman,
khususnya pada pembuatan pupuk organik (Kompos) jamur tiram. Pupuk organik
(kompos) digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara sehingga mencukupi
kebutuhan nutrient (Makanan) yang akan dikonsumsi oleh tanaman. Hal ini
dilihat dari nutrient (zat makanan) yang terkandung pada limbah seperti Selulosa,
34
hemiselulosa, lignin, protein, lemak, vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan
zat-zat yang lain. Apalagi setelah ditambah bahan lain sebagai pengaya. Selain itu,
limbah juga bisa dimanfaatkan sebagai energi dan media berbagai tujuan. Tujuan
pengomposan adalah untuk pengolahan limbah baglog menjadi pupuk kompos
jamur tiram (Aris Priyanto, 2013).
Gambar 4. Limbah Baglog Jamur Tiram PutihSumber : carasendiri.blogspot.com,
2.3.9. Cara Membuat Kompos dari Limbah Baglog Jamur Tiram Putih
35
Pembuatan kompos dari bahan limbah baglog jamur banyak pendapat dan
tatacara yang berbeda, tetapi berkenaan dengan hal tersebut penyusun mengutip
cara pembuatan kompos limbah baglog jamur tiram putih dari Risqialam, 2012.
A. Bahan-Bahan :
Limbah Baglog 250 kg
Kotoran ternak ayam, sapi 250 kg
EM4 1 ltr
Gula merah/gula pasir ½ kg
Air secukupnya
B. Alat yang digunakan :
Cangkul
Ember
Gayung
Gedek
Plastik
Mesin penghancur
C. Cara membuatnya :
Limbah baglog yang sudah disiapkan dihaluskan terlebih dahulu, setelah itu
dicampur dengan kotoran ternak ayam dan sapi.
Campurkan EM4 + gula kedalam air sesuai ukuran bahan, lalu semprotkan
dengan pompa gendong/gembor secara merata (sambil diaduk)
Simpan ditempat yang tidak terkena air lapisi dengan gedek atau plastik dan
ditutup rapat dengan plastik. Bahan difermentasi selama 4-7 hari, setiap hari
diperiksa suhunya jangan sampai melebihi 500C, jika suhunya tinggi bahan
diaduk sampai suhunya turun kembali.
Setelah 4-7 hari difermentasi, pupuk kompos sudah siap digunakan.
36
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada :
Waktu : 1 Februari – 10 Mei 2015
Tempat : Kampung Cempaka Rt 01/ Rw 12 Desa Pakuhaji
Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan beberapa alat dan bahan
diantaranya :
Alat :
1. Alat Tulis
2. Cangkul
3. Ember
4. Gayung
37
5. Gedek
6. Plastik
Bahan :
1. Benih Kubis
2. Pupuk kandang sapi
3. Pupuk kandang ayam
4. Limbah Jamur tiram putih
5. EM4 1 ltr
6. Gula merah/gula pasir
7. Air secukupnya
3.3. Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak
Kelompok) dengan Perlakuan 10 dan 3 ulangan. Dengan perlakuan tersebut
meliputi:
P0 = Kontrol tanpa mengunakan pupuk kandang dan limbah beglog jamur
P1 = Pupuk kandang sapi 100%
P2 = Pupuk kandang ayam 100%
P3 = Limbah jamur tiram putih 100%
P4 = Pupuk kandang sapi 40% + limbah jamur tiram putih 60%
P5 = Pupuk kandang sapi 60% + limbah jamur tiram putih 40%
P6 = Pupuk kandang ayam 40% + limbah jamur tiram putih 60%
P7 = Pupuk kandang ayam 60% + limbah jamur tiram putih 40%
P8 = Pupuk kandang ayam 40% + pupuk kandang sapi 60%
P9 = Pupuk kandang ayam 60% + pupuk kandang sapi 40%
Bahan dari penelitian ini digunakan sebagai kompos maksud dari % diatas
adalah banyaknya bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos.
Model linier untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) menurut Warsa dan
Cucu S. Achyar. (1982) adalah sebagai berikut :
38
Xij = U + ti +rj + eij
Keterangan :
r1 : Ulangan
Xij : Pengamatan perlakuan ke- i dalam kelompok ke- j
U : Rata-rata umum
ti : Pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2,….j)
rj : Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2,….r)
eij : Pengaruh factor randomterhadap perlakuan ke-I pada kelompok ke-j
berdasarkan dari model linier diatas maka daftar analisis untuk rancangan
sebagai berikut :
Table 3. Daftar Analisis Ragam
Sumber Ragam (SR)
Derajat Bebeas (DB)
Jumlah Kwdrat (JK)
Kwadrat Tengah (KT)
Fisher hitung (Fh)
Ulangan r -1 ∑ x2 i-FK T G
Perlakuan t-1 ∑ x2 i-FKR p G
Galat (r-1)(t-1) JKT- JK U- JKP
G
Total (R x t) -1 ∑ x2 iJ-FKRt
3.4. Prosedur Pelaksanaan
1. Persemaian
39
Sebelum dilakukan penanaman ditempat yang permanen (tetap), biji kubis
harus di semaikan terlebih dahulu. Biji ditaburkan, disebar merata atau diatur
dalam barisan. Jarak antara barisan 10 cm.
Setelah 12 hari biji-biji tadi disemai, maka benih mulai disapih. Adapun jarak
benih sapihan ialah 10x10 cm. Setelah bibit berumur kurang lebih 6 minggu
atau berdaun 5-6 helai, maka bibit sudah waktunya dipindah tanamkan.
Kecuali kubis tunas, tanaman ini langsung ditanam dengan stek tunas, jadi
tidak perlu penyemaian, langsung ditanam dengan jarak 70-90 cm antar barisan
dan 90 cm antar tanaman.
2. Pengolahan tanah
Tanah yang telah tersedia di olah menggunakan cangkul, setelah tanah
dicangkul atau dibajak, biarlah tanah tersebut mendapat sinar matahari selama
7-10 hari.
Kemudian barulah tanah tadi dicangkul yang kedua kalinya, serta diratakan dan
sekaligus dibuat bentuk bedengan-bedengan. Ukuran bedengan 120x300 cm
lalu pembuatan saluran drainase.
3. Penanaman
Penentuan Pola Tanam
Penentuan pola tanam tanaman sangat bergantung kesuburan tanah dan varietas
tanaman dengan jarak tanam 50 x 50 cm.
Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam sedalam cangkul atau dengan
ukuran garis tengan 20-25 cm sedalam 10-15 cm.
Cara Penanaman
Penanaman tanaman kubis dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00-10.00
dengan alasan karena pengaruh sinar matahari dan temperatur tidak terlalu
tinggi. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang baik tidak terserang hama
dan penyakit
Bibit ditanam pada lubang dengan memberi tanah halus sedikit-demi sedikit
dan tekan tanah perlahan agar benih berdiri tegak.
4. Pemeliharaan Tanaman
40
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bersama dengan penggemburan tanah sebelum
pemupukan atau bila terdapat tumbuhan lain yang mengganggu pertumbuhan
tanaman. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam karena
dapat merusak sistem perakaran tanaman, bahkan pada akhir penanaman
sebaiknya tidak dilakukan.
Pembubunan
Pembumbunan dilakukan bersama penyiangan dengan mengangkat tanah yang
ada pada saluran antar bedengan ke arah bedengan berfungsi untuk menjaga
kedalaman parit dan ketinggian bedeng dan meningkatkan kegemburan tanah.
Pemupukan
a. Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos limbah
jamur tiram dan pupuk kandang dengan beberapa perlakuan yang berbeda
sesuai dengan rencana.
b. Pemupukan susulan I dilakukan dengan urea 1gram per tanaman melingkari
tanaman dengan jarak 3 cm disaat tanaman kelihatan hidup untuk
mendorong pertumbuhan. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 10-14
hari dengan dosis 3-5 gram, dengan jarak 7-8 cm. Pemupukan ketiga
dilakukan pada umur 3-4 minggu dengan dosis 5 gram pada jarak 7-8 cm.
Bila pertumbuhan belum optimal dapat dilakukan pemupukan lagi pada
umur 8 minggu.
5. Pengairan dan Penyiraman
Waktu pemberian air sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada musim
kemarau, pengairan perlu dilakukan 1-2 hari sekali, terutama pada fase awal
pertumbuhan dan pembentukan bunga.
6. Pengendalian hama dan penyakit
Untuk pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis, kultur
teknik, hayati/biologi, kimiawi. Pengendalian hama menggunakan pestisida
kimiawi apabila serangan hama telah mencapai ambang ekonomi.
penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman atau secara rutin
1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk penanggulangan, penyemprotan
41
dilakukan sedini mungkin dengan dosis tepat, agar hama dapat segera
ditanggulangi.
a. Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai satu minggu setelah tanam dan variabel yang
diamati adalah:
1. Jumlah puru akar, Puru akar merupakan pembengkakan akar akibat
pembelahan dan pembesaran sel sebagai respon sel terhadap infeksi patogen.
2. Persentase serangan penyakit, dengan menunjukan intensitas serangan jamur
Plasmodiophora brassicae yang dihitung menggunakan rumus non sistemik.
Dalam menghitung intensitas serangan penyakit akar gada menggunakan
rumus Non Sistemik ( Tidak Menyeluruh).
I = x 100 %
Keterangan :
I = Intensitas serangan ( % )
n = Jumlah tanaman yang memiliki kategori skala kerusakan yang sama
v = Nilai skala kerusakan dari tiap kategori serangan
Z = Nilai skala kerusakan tertinggi
N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman yang diamati
3. Tinggi tanaman diamati pada minggu ke delapan
4. Jumlah daun tanaman pada minggu ke delapan setelah tanam.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman dan Yulianto, 2001. Dalam Pengaruh pemupukan terhadap intensitas serangan Penyakit budok dan pertumbuhan tanaman Nilam. http:// Balittro. Litbang. Pertanian. Go.Id/Ind/ Images/ Publikasi/ Bul.Vol.23.No.1/ Pengaruh%20 pemupukan%20 terhadap%20intensitas%20serangan%20budok.Pdf . 14 Januari 2015
Anonim, 2009. dalam Penurunan Intensitas Akar Gada Dan Peningkatan Hasil Kubis Dengan Penanaman Caisin Sebagai Tanaman Perangkap Patogen. http:// hamdayanty 08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
Anonim, 2010. carasendiri.blogspot.com, 22 Januari 2015
Anonim, 2013. Buletin Pangan Indonesia. http:// pusdatin. setjen. pertanian. go.id. Buletin Pangan. 07 Desember 2014
Anonim, 2013. dalam Penurunan Intensitas Akar Gada Dan Peningkatan Hasil Kubis Dengan Penanaman Caisin Sebagai Tanaman Perangkap
43
Patogen. http:// hamdayanty 08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
Anonim, 2014. Kompos. http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_kandang (Pupuk kandang). 16 Januari 2015
Anonim, 2015. Klasifikasi Tanaman Kubis http: // www. plantamor. com/ index. php?plant=223. 14 Januari 2015
Arismansyah, 2010. dalam Penyakit-penyakit Penting Pada Tanaman Kubis. http://hamdayanty08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
Aris Priyanto, 2013. Mengolah Limbah Baglog Menjadi Pupuk Organik Padat ( Pupuk Kompos ) Untuk Jamur Tiram file:///C:/ Users/axioo /Downloads/ BIBIT%20 JAMUR%2 0TIRAM% 20 KONSULTASI %20DAN%20BERBAGI%20PENGALAMAN%20%20MENGOLAH%20LIMBAH%20BAGLOG%20MENJADI%20PUPUK%20ORGANIK%20PADAT%20%28%20PUPUK%20KOMPOS%20%29%20UNTUK%20JAMUR%20TIRAM.htm. 14 Januari 2015
Burhanudin dan Nurmansyah, 2012. Pengaruh pemupukan terhadap intensitas serangan Penyakit budok dan pertumbuhan tanaman Nilam. http:// Balittro. Litbang. Pertanian. Go.Id/Ind/ Images/ Publikasi/ Bul.Vol.3.No.1/ Pengaruh%20 pemupukan%20 terhadap% 20intensitas% 20serangan%20 budok.Pdf . 14 Januari 2015
Cecep risnandar, 2015. Pupuk Kandang. http://alamtani.com/pupuk-kandang.html. 13 Januari 2015
Cicu, 2002. dalam Penyakit-penyakit Penting Pada Tanaman Kubis. http://hamdayanty08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
Djatnika, 1989. dalam Penurunan Intensitas Akar Gada Dan Peningkatan Hasil Kubis Dengan Penanaman Caisin Sebagai Tanaman Perangkap Patogen. http:// hamdayanty 08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
Firman H, Untung S, dan Ari D.W. 2015. Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram Putih (Pleurotus Florida) Sebagai Tambahan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). http:// download. Portalgaruda .org/ article. php? article= 114368&val=5242. 10 Januari 2014
Hasnahet al. 1997. dalam Pengaruh pemupukan terhadap intensitas serangan Penyakit budok dan pertumbuhan tanaman Nilam. http:// Balittro. Litbang. Pertanian. Go.Id/Ind/ Images/ Publikasi/ Bul.Vol.3.No.1/ Pengaruh%20 pemupukan%20 terhadap% 20intensitas% 20serangan%20 budok.Pdf . 14 Januari 2015
36
41
44
Indri Yuniart. dkk, 2012. Pengaruh pupuk kandang sapi terhadap Pertumbuhan dan hasil kubis bunga Pada tanah gambut. https:// ml. scribd. com/ doc/ 139989890/jurnal-pembangunan-pedesaan. 7 Februari 2015
Nevatari, 2013. Manfaat Pemupukan Terhadap tanaman. http://hidup-pertanian.blogspot.com/2013/11/manfaat-pemupukan-terhadap-tanaman.html. 13 Januari 2015
Ni Made Y dan Ni Made S, 2012. Pengendalian Penyakit Akar Gada yang Disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor. pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea L. var. capitata L.) dengan Beberapa Ekstrak Tanaman. 25 November 2014
Runia Yudenca A, 2008. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Keracunan pestisida organofosfat, Karbamat dan kejadian anemia pada Petani hortikultura di desa tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”. 5 Desember 2014
R loria, 2010. http:// vegeta blemd online. ppath. cornell. edu/P hotoPage s/Crucifers / Clubroot/CruciferClubFS2.htm. 22 Januari 2015
Suryadi, 1995. dalam Pengaruh pemupukan terhadap intensitas serangan Penyakit budok dan pertumbuhan tanaman Nilam. http:// Balittro. Litbang. Pertanian. Go.Id/Ind/ Images/ Publikasi/ Bul.Vol.3.No.1/ Pengaruh%20 pemupukan%20 terhadap% 20intensitas% 20serangan%20 budok.Pdf . 14 Januari 2015
T.A. Zitter . 2010. http: //vegetable mdonline. ppath. cornell. edu/ PhotoPages /Crucifers/ Clubroot/CruciferClubFS2.htm. 22 Januari 2015
Widodo dan Suheri 1995. dalam Penurunan Intensitas Akar Gada Dan Peningkatan Hasil Kubis Dengan Penanaman Caisin Sebagai Tanaman Perangkap Patogen. http:// hamdayanty 08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kubis/. 14 Januari 2014
http://dkp3cirebonkota.yolasite.com/resources/Panduan%20Budidaya%20Tan.%20Sayuran.pdf