42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akalasia merupakan gangguan primer pada motilitas esophagus. Akalasia adalah gangguan motorik ditandai dengan relaksasi progresif lengkap dari sfingter esofagus bagian bawah (LES), dan progresif, akhirnya lengkap, hilangnya peristaltik dalam esophagus. Makanan yang telah ditelan memiliki kesulitan masuk ke dalam perut dan kerongkongan atas, LES menjadi membesar. Salah satu dari beberapa makanan dapat masuk di kerongkongan dan perlahan ke dalam perut dari waktu ke waktu. Ada bahaya aspirasi isi esofagus ke paru-paru ketika seseorang berbaring. Klien biasanya menyajikan dengan progresif (berbulan-bulah bahkan tahun) disfagia, biasanya mengekspresikan perasaan bahwa "ada sesuatu yang terjebak di tenggorokan". Etiologi akalasia tidak diketahui secara jelas namun ada beberapa factor yang berperan adalah disfungsi neuromuscular, gangguan emosi dan trauma psikis, autoimun, dan penyakit infeksi. Akalasia ditandai dengan motilitas gangguan yang lebih rendah dua pertiga dari kerongkongan. LES gagal untuk bersantai biasanya dengan menelan. Fungsi yang tidak memadai terjadi karena impuls saraf tidak dapat melewati kerongkongan atau reseptor simpatik absen dari LES. Mungkin ada degenerasi sel-sel ganglion atau gangguan impuls dari pleksus Auerbach. Propulsi gangguan dan hasil LES mengerut di akumulasi makanan dan cairan dalam esofagus bagian bawah. Ketika tekanan hidrostatik melebihi kekuatan perlawanan dari LES, isi masuk ke perut. Refluks esofagitis 1

MAKALAH-akalasia (2)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

akalasia

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAkalasia merupakan gangguan primer pada motilitas esophagus. Akalasia

adalah gangguan motorik ditandai dengan relaksasi progresif lengkap dari sfingter esofagus bagian bawah (LES), dan progresif, akhirnya lengkap, hilangnya peristaltik dalam esophagus. Makanan yang telah ditelan memiliki kesulitan masuk ke dalam perut dan kerongkongan atas, LES menjadi membesar. Salah satu dari beberapa makanan dapat masuk di kerongkongan dan perlahan ke dalam perut dari waktu ke waktu. Ada bahaya aspirasi isi esofagus ke paru-paru ketika seseorang berbaring. Klien biasanya menyajikan dengan progresif (berbulan-bulah bahkan tahun) disfagia, biasanya mengekspresikan perasaan bahwa "ada sesuatu yang terjebak di tenggorokan".

Etiologi akalasia tidak diketahui secara jelas namun ada beberapa factor yang berperan adalah disfungsi neuromuscular, gangguan emosi dan trauma psikis, autoimun, dan penyakit infeksi. Akalasia ditandai dengan motilitas gangguan yang lebih rendah dua pertiga dari kerongkongan. LES gagal untuk bersantai biasanya dengan menelan. Fungsi yang tidak memadai terjadi karena impuls saraf tidak dapat melewati kerongkongan atau reseptor simpatik absen dari LES. Mungkin ada degenerasi sel-sel ganglion atau gangguan impuls dari pleksus Auerbach. Propulsi gangguan dan hasil LES mengerut di akumulasi makanan dan cairan dalam esofagus bagian bawah. Ketika tekanan hidrostatik melebihi kekuatan perlawanan dari LES, isi masuk ke perut. Refluks esofagitis dengan ulserasi dihasilkan. Aspirasi muntahan isi esofagus dapat mengakibatkan atelektasis dan masalah paru-paru lainnya.

Akalasia sering terjadi pada individu berusia 20-an dan 30-an dan muncul sama sering pada pria dan wanita. Sekitar 2 orang per 200.000 per tahun akan didiagnosis dengan akalasia. Klien sering diperlakukan untuk penyakit gastroesophageal reflux (GERD) sebelum diagnosis akalasia dibuat.

Manifestasi awal akalasia adalah disfagia. Sulit untuk makanan dan cairan melewati LES. Pada tahap awal dari akalasia, klien mungkin mengalami nyeri substernal karena kejang esofagus atau mungkin tidak dapat bersendawa. Klien dapat memuntahkan makanan yang tidak tercerna, makan banyak jam sebelumnya serta sejumlah besar lendir yang telah dirangsang oleh iritasi esofagus. Infeksi saluran pernapasan atas, gangguan emosi, makan berlebihan, obesitas, dan kehamilan dapat memperburuk masalah. Tes diagnostik yang digunakan untuk menentukan adanya akalasia termasuk pemeriksaan radiologic, esofagoskopi, manometri.

1

1.2 Rumusan Masalah1) Apa definisi aklasia?2) Bagaimana etiologi aklasia?3) Bagaimana patofisiologi aklasia?4) Bagaimana manifestasi klinis aklasia?5) Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan aklasia?6) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan aklasia?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan Umum

1) Untuk memenuhi tugas asuhan keperawatan akalasia mata kuliah Keperawatan Pencernaan I.

2) Memberikan informasi kepada pembaca tentang akalasia dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akalasia.

1.3.2 Tujuan Khusus1) Mengetahui dan memahami definisi akalasia.2) Mengetahui dan memahami etiologi akalasia.3) Mengetahui dan memahami patofisiologi akalasia4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis akalasia.5) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien dengan

ganguan akalasia.6) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan akalasia.1.4 Manfaat

1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien aklasia.

2) Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien dengan gangguan aklasia.

3) Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi  mahasiswa  tentang asuhan keperawatan pada klien dengan  gangguan aklasia.

4) Sebagai referensi tambahan dalam proses pembeajaran mata kuliah sistem pencernaan.

5) Memberikan informasi tentang penyakit aklasia, penyebab, manifestasi klinis, serta cara perawatan dan pengobatanya.

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus

Esophagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25cm dan berdiameter 2cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esophagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebarata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta.

Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu muntah.

Dinding esophagus terdiri dari empat lapisan : mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar). 1. Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang

berlanjut ke faring di ujung atas. Mukosa esophagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.

2. Lapisan submukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mucus. Mucus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.

3

3. Lapisan muskularis atau lapisan otot Lapisan luar yang tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esophagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian diantaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos.

4. Lapisan luar atau tunika serosa Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, lapisan luar (tunika serosa) esophagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Persarafan utama esophagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan

parasimpatis dari system saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esophagus. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsic di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltic esophagus normal. Jala-jala saraf intrinsic kedua (pleksus Meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esophagus.

Distribusi darah ke esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.

Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esophagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra.

Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan.2.1.1 Menelan

Menelan dilakukan setelah mengunyah, dan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Gerakan membentuk makanan menjadi sebuah bolus dengan bantuan lidah dan pipi, dan melalui bagian belakang mulut masuk ke dalam faring.

Setelah makanan masuk faring, palatum lunak naik untuk menutup nares posterior, glottis menutup oleh kontraksi otot-ototnya, dan otot konstriktor faring menangkap makanan dan mendorongnya masuk esophagus. Pada saat ini pernapasan berhenti, kalau tidak maka akan

4

tersedak. Orang tidak dapat menelan dan bernapas pada saat yang sama. Gerakan menelan pada bagian ini merupakan gerakan reflex.

Makanan berjalan dalam esophagus karena kerja peristaltis, lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi. Maka gelombang peristaltik menghantarkan bola makanan ke lambung.

Tahap kedua dan ketiga pada gerakan menelan terjadi tidak atas kemauan sendiri, sedangkan tahap pertama meskipun berjalan atas kemauan sendiri, tapi sebagian besar berjalan otomatis.

2.2 Definisi Akalasia

Pada tahun 1672, Sir Thomas Willis mendeskripsikan Akalasia, kemudian pada 1881 Von Mikulicz mendeskripsikan penyakit seperti spasme jantung dan memberikan gejala gangguan pada mekanisme menelan. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan penyakit ini muncul akibat kelemahan pada sfingter bawah esofagus (LES) yang kemudian menjadi kegagalan dalam melakukan relaksasi (Sawyer, 2006).

Akalasia adalah suatu gangguan motorik primer esofagus yang ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian bawah yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Kelainan ini menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan lambung (Fisichella, 2009).

2.3 Etiologi dan Patofisiologi AklasiaPara ahli menganggap penyakit ini merupakan disfungsi neuromuscular

dengan lesi primer mungkin terletak di dinding esophagus, nervus vagus, atau batang otak (Saunderlin, 1993). Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor gangguan autoimun dan penyakit infeksi mempunyai peran penting dalam

5

terbentuknya aklasia (Fisichella, 2009). Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal esophagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esophagus, penyinaran, serta toksin atau obat tertentu (Goyal, 2000).

Ketidakadekuatan relaksasi LES terjadi akibat impuls saraf tidak bisa mencapai esophagus atau tidak ada regulasi dari reseptor simpatis LES (Black, 1997). Penyempitan dan relaksasi LES diregulasi oleh neurotransmitter asetilkolin sebagai eksitasi (peningkat) dan nitric oksida, vasoaktif peptide intestinal sebagai inhibisi (penghambat).

Klien dengan aklasia mengalami kekurangan nonadregernik, nonkolinergik, dan sel-sel penghambat ganglionik disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter peningkat dan penghambat. Kondisi ini akhirnya menghasilkan peningkatan tekanan nonrelaksasi dari sfingter esophageal (De Giorgio, 1999).

Kegagalan relaksasi esophagus ini akan meningkatkan risiko stasis makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esophagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah 2/3 bagian bawah esophagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna. Akibatnya esophagus bagian bawah mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esophagus.

2.4 Manifestasi Klinis AklasiaAkalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Biasanya gejala yang ditemukan adalah:1. Disfagia

Merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.a. Disfagia Oral atau faringeal

1) Batuk atau tersedak saat menelan2) Kesulitasn pada saat mulai menelan3) Makanan lengket di kerongkongan 4) Sialorrhea 5) Penurunan berat badan6) Perubahan pola makan

6

7) Pneumonia berulang8) Perubahan suara (wet voice) 9) Regurgitasi Nasal

b. Disfagia Esophageal:1) Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada2) Regurgitasi Oral atau faringeal3) Perubahan pola makan4) Pneumonia rekuren

2. RegurgitasKlien mengalami regurgitasi atau aliran kembali. Hal ini berhubungan

dengan posisi klien (seperti saat berbaring) dan sering terjadi pada malam hari karena adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.

3. Penurunan berat badanHal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya odinofagia

(nyeri menelan). Namun, jika penyakit ini sudah berlangsung lama akan terjadi kenaikan berat badan karena pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan sfingter esofagus bagian bawah (SEB).

4. Nyeri dadaGejala ini dialami sekitar 30% kasus tetapi tidak begitu dirasakan oleh

klien. Sifat nyeri dengan lokasi susternal dan biasanya dirasakan apabila meminum air dingin. Hal ini merupakan akibat komplikasi retensi makanan dalam bentuk batuk dan pneumonia aspirasi.

2.5 Penatalaksanaan pada AklasiaSifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik

esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).

1. Terapi Non Bedaha. Terapi Medikasi

Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah.

7

Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.

b. Injeksi Botulinum ToksinSuatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan

untuk menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction.

Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.

Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar 5%.

Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan miotomi Helle.

8

c. Obat-Obat Oral Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral,

pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilation), operasi untuk memotong sphincter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox) kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan didalam sphincter esophagus bagian bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esophagus kedalam lambung.

Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-channel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan achalasia, terutama pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.

2. Terapi BedahSuatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah

suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.

Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi).

3. Perawatan Medis Aklasia1) Pemeriksaan Radiologik

Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan

9

gambaran air fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.

Pada pemeriksaan dengan barium kontras terlihat gambaran penyempitan dan stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi esofagus bagian proksimal. Pada akalasia berat akan terlihat dilatasi esofagus , sering berkelok-kelok dan memanjang dengan ujung distal yang meruncing disertai permukaan yang halus memberikan gambaran paruh burung (bird’s beak appearrance). Bagian esofagus yang berdilatasi tampak hipertropi dengan dinding yang menipis dan pada stadium lanjut menunjukkan tanda elongasi.

Pada pemeriksaan dengan fluoroskopi terlihat tidak adanya kontraksi korpus esofagus. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah skintigrafi dengan memberikan makanan yang mengandung radioisotop dan akan memperlihatkan dilatasi esofagus tanpa kontraksi. Di samping itu, terdapat pemanjangan waktu pemindahan makanan ke dalam lambung akibat gangguan pengosongan esofagus.

2) Pemeriksaan EsofagoskopiEsofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk

semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.

Pada kebanyakan pasien, dengan pemeriksaan esofagoskopi ditemukan gambaran mukosa normal, kadang-kadang didapatkan hiperemia ringan difus di bagian distal esofagus. Juga didapatkan gambaran bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus akibat retensi makanan. Dengan pemeriksaan ini dapat disingkirkan kelainan karena striktur atau keganasan. Endoskopi pada akalasia selain untuk

10

diagnosis juga dapat membantu terapi,sebagai alat pemasangan kawat penunjuk arah sebelum tindakan dilatasi pneumatik.

3) Pemeriksaan ManometrikGunanya untuk mengetahui fungsi motorik esofagus dengan

melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motorik secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan

Kriteria Manometrik:a) Keadaan normal:

1) Tekanan SEB 10-26 mmHg dengan relaksasi normal.2) Amplitudo peristaltik esofagus distal 50-110 mmHg.3) Tidak dijumpai kontraksi spontan, repetitif, atau simultan.4) Gelombang tunggal.5) 5 waktu gelombang peristaltik esofagus distal rata-rata 30

detik.b) Pada akalasia:

1) Tekanan SEB meningkat >26 mmHg atau >30 mmHg.2) Relaksasi SEB tidak sempurna.3) Aperistaltik korpus esophagus.4) Tekanan intraesofagus meningkat (>lambung).

11

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Akalasia3.1.1 Kasus

Ny. R berusia 35 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit pada saat menelan makanan ataupun minuman dan dadanya seperti terbakar saat sedang menelan makanan. Selain itu Ny. R mengatakan bahwa dirinya sering bersendawa pada malam hari sebelum tidur dan mudah lelah saat beraktivitas. Nafsu makan Ny.R menurun sehingga berat badannya turun dari 60 kg menjadi 50 kg.

3.1.2 Pengkajian3.1.2.1 Identitas Pasien

1) Nama : Ny. R2) Usia : 35 tahun3) Jenis kelamin : perempuan4) Pekerjaan : karyawan swasta5) Alamat : Surabaya

3.1.2.2 Riwayat Kesehatan Pasien1) Keluhan utama : sakit saat menelan makanan dan

minuman serta nyeri dada seperti terbakar.

2) Riwayat penyakit sekarang : mengalami susah menelan makanan dan minuman dan sering bersendawa saat malam hari.

3) Riwayat penyakit dahulu : -4) Riwayat penyakit keluarga : -

3.1.2.3 Pemeriksaan Fisik1) B1 (breathing) : RR (24x/menit), nyeri dada.2) B2 (blood) : nadi (90x/menit), tekanan darah (120/80).3) B3 (brain) : -4) B4 (bladder) : -5) B5 (bowel) : nafsu makan turun, nyeri saat menelan.6) B6 (bone) : pasien lemah, turgor kulit jelek.

12

Data EtiologiMasalah

KeperawatanDS :

- Sulit untuk menelan makanan atau cairan (disfagia)

- Mengeluh nyeri meliputi pirosis (nyeri ulu hati) dan odinofagia (merupakan sensasi nyeri ketat atau rasa terbakar) pada saat menelan

- Mengeluh sering bersendawa pada malam hari saat akan memulai tidur

- Merasa cepat lelah atau lemah

DO :- Pemeriksaan

radiologis :Dilatasi esofagus dan kegagalan relaksasi sfingter bawah esofagus.

- Pengkajian endoskopi :Pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian bawah proksimal dari daerah penyempitan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan

13

Kelemahan dan kegagalan pada sfingter bawah esofagus untuk

melakukan relaksasi

Sulit menelan

Akalasia

Makanan tertahan di

Esofagus

Absorpsi nutrientberkurang

Nutrisi kurang dari

kebutuhan

- Mukosa esofagus berwarna pucat, edema, dan esofagitis akibat retensi makanan

3.1.3 Diagnosa Keperawatan1. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat2. Risiko injuri b.d pascaprosedur pneumatic dilatation, bedah Heller’s

dilatation, gastrotomi3. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pascaoperasi5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana pembedahan6. Gangguan gambaran diri b.d adanya selang oada abdomen pasca-

gastrotomi7. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi, perubahan gaya

hidup, rencana pembedahan pneumatic dilatation, bedah Heller’s dilatation, gastrostomy

3.1.4 Intervensi dan Rasional

1. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat

Tujuan : Pada periode praoperasi dan setelah 7x24 jam pascaoperasi intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.Kriteria hasil :

- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang,

pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit- Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg

Intervensi RasionalIntervensi prabedah :

Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan saksama.

Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.

Pantau intake dan output,

Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung

Manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan

14

anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).

Kolaborasi pemberian penyekat saluran calcium channel blockers dan nitrat.

Kolaborasi pemberian injeksi agen penghambat neuromuskular (Neuromuscular Blocker Agents) jenis Botulinum toxin A.

Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

Menurunkan tekanan esophagus dan memperbaiki menelan

Peningkatan kemampuan menelan

Intervensi pasca-bedah dilatasi pneumatik :

Batasi intake oral selama 24 jam setelah intervensi.

Mengontrol jumlah dan jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar

Intervensi pasca-bedah Heller’s dilatation :

Batasi intake oral selama 24-48 jam setelah pembedahan. Bila tidak ada gejala kebocoran, diet diberikan sesuai tingkat toleransi.

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan komposisi diet.

Mengontrol jumlah dan jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar

Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat toleransi individu

Intervensi pasca-bedah gastrotomi : Beri cairan via selang, segera

setelah pembedahan.

Lakukan aspirasi lambung.

Beri makanan halus dan makanan cair secara bertahap dan dicampur dengan air.

Atur posisi duduk dan lakukan optimalisasi gravitasi pada saat memberikan makanan cair.

Cairan mengandung nutrisi pertama kali diberikan segera setelah pembedahan dan biasanya mengandung air hangat dan glukosa 10%.

Memberikan volume total yg diinginkan sehingga dilatasi lambung dapat diatasi.

Kerja organ pencernaan tidak terlalu berat

Meningkatkan efektivitas asupan nutrisi dan meningkatkan penerimaan dari lambung.

15

Timbang berat badan tiap hari dan catat kenaikannya.

Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

2. Risiko injuri b.d. pasca-prosedur dilatasi pneumatik, bedah Heller’s dilatation, gastrostomi

Tujuan :Dalam waktu 3x24 jam pasca-intervensi prosedur dilatasi pneumatik, bedah Heller’s dilatation, dan gastrostomi, pasien tidak mengalami injuri.Kriteria hasil :

- TTV dalam batas normal- Kondisi kepatenan selang nutrisi optimal- Tidak terjadi perforasi, infeksi pada insisi gastrostomi, apabila

didapatkan dapat diatasi dengan berkolaborasi dengan tim medisIntervensi Rasional

Intervensi pasca-intervensi dilatasi penumatik: Monitor kondisi fungsi

gastrointestinal. Laporkan pada ahli gastroenterologi

apabila didapatkan ada gejala perforasi.

Pantau adanya perubahan TTV, nyeri tekan abdomen, dan hipertermi.Mencegah kondisi sepsis yang membahayakan

Intervensi pasca-bedah Heller’s dilatation: Monitor adanya tanda-tanda refluks

esofageal dan laporkan pada tim medis

Pantau adanya nyeri tekan pada abdomen dan nyeri pada dada

Intervensi pasca-operasi gastrotomi : Kaji kondisi selang gastrotomi dan

laporkan pada ahli bedah apabila ditemukan tanda-tanda infeksi pada sekitar area insersi

Fiksasi selang pada dinding abdomen dengan plester

Libatkan keluarga dalam memonitor

Adanya respons peradangan lokal akan menganggu kondisi selang dan memerlukan intervensi dari ahli bedah

Selang dapat dipertahankan dengan plester tipis yang diputar melingkari selang dan kemudian dengan kuat dilekatkan pada

16

kondisi sekitar gastrotomi

Kaji adanya perdarahan gastrointestinal

abdomenPasien dan anggota keluarga harus dianjurkan untuk berpartisipasi dalam inspeksi dan aktivitas hygiene ini. Bila masalah kulit terjadi, perawat akan konsultasi dengan ahli terapi enterostomalTanda-tanda vital pasien dipantau dengan cermat dan semua drainase dari sisi operatif, muntah, dan feses diobservasi terhadap adanya perdarahan.

3. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahanTujuan :Dalam waktu 1x24 jam respons pascaoperasi dan tingkat nyeri berkurang atau teradaptasiKriteria hasil :

- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.- Pasien mampu melakukan manajemen nyeri nonfarmakologik apabila

sensasi nyeri muncul.- TTV dalam batas normal.- Skala nyeri (0-1).- Ekspresi pasien relaks dan mampu melakukan mobilitas ringan dengan

nyeri yang terkontrol.Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

Lakukan manajemen nyeri keperawatan : Istirahatkan pasien pada saat nyeri

muncul

Monitor kondisi kepatenan selang gastrotomi, adanya komplikasi bedah seperti refluks esofageal, perforasi, dan infeksi luka gastrotomi.

Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal

Adanya gangguan pada kepatenan dari selang dan

17

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat latihan batuk efektif atau ajarkan menggunakan bantal apabila pasien akan batuk.

Manajemen lingkungan: lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan istirahatkan pasien.

Lakukan manajemen sentuhan.

komplikasi pascaoperasi akan memberikan stimulus nyeri yang perlu perawat perhatikan.

Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal

Menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan dari intraabdomen sekunder dari batuk akan menurunkan stimulus nyeri dan pasien mendapat dukungan, serta kepercayaan diri untuk melakukan pernapasan diafragma karena pada kondisi klinik sebagian besar pasien pascaoperasi takut

Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung

Pengetahuan yang akan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian :

AnalgesikAnalgesik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

4. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan

18

Tujuan :Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi; terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.Kriteria hasil :

- Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.

Intervensi RasionalKaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah ada order khusus tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

Lakukan perawatan luka : Lakukan perawatan luka steril

pada hari ke-3 operasi dan diulang setiap 2 hari sekali

Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar

Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan cara alkohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.

Tutup luka dan penampang eksternal dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa

Menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.

Mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.

Menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.

Kaji kondisi selang gastrotomi dan laporkan pada ahli bedah apabila ditemukan tanda-tanda infeksi pada sekitar area insersi

Adanya respons peradangan lokal akan menggganggu kondisi selang dan memerlukan intervensi dari ahli bedah.

Kolaborasi penggunaan antibiotik Mengkaji adanya reaksi dan

19

riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai advis dokter.

5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasiTujuan : Dalam waktu 1x24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.Kriteria hasil :

- Pasien mampu megungkapkan perasaannya kepada perawat- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya

dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah

standar; pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baikIntervensi Rasional

Monitor respons fisik, seperti : kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.

Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.

Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.

Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.

Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.

6. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d adanya selang pada abdomen pascagastrotomi

Tujuan :Dalam waktu 1x24 jam terjadi peningkatan gambaran diri. Pasien dapat mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri.Kriteria hasil :

- Pasien merasa harga dirinya naik, menggunakan koping yang adaptif dan menyadari dapat mengontrol perasaannya.

- Menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti

20

dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan orang lain.

- Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran yang telah terjadi.

- Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup- Berpartisipasi dalam tim sebagai upaya melaksanakan rehabilitasi

Intervensi RasionalBina hubungan saling percaya dan keterbukaan.

Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat-pasien.

Kaji perasaan pasien saat ini. Membantu perawat dalam mengidentifikasi tingkat perasaan dari pasien.

Eksplorasi respons koping adaptif dan maladaptif terhadap masalahnya.

Respons koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.

Buat perencanaan yang realistik. Pasien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik

Bantu pasien untuk melakukan tindakan yang penting untuk mengubah respons maladaptif dan mempertahankan respons koping yang adaptif

Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

Hadirkan individu yang pernah atau sedang mendapat intervensi gastrotomi.

Berbicara dengan orang yang telah mengalami gastrotomi dapat membantu pasien untuk menerima perubahan yang dialami.

Diskusikan secara perlahan kondisi gastrotomi pada saat pemberian makanan

Diskusi yang tenang mengenai tujuan dan rutinitas pemberian makan melalui gastrotomi dapat membantu mempertahankan gastrotomi sebagai sesuatu yang wajar.

Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah

Pasien dapat mengalami depresi cepat setelah menerima informasi menderita kanker mulut dan menyangkal. Penerimaan perubahan tidak dapat dipaksakan

21

dan proses kehilangan membutuhkan waktu untuk membaik.

Beri dukungan psikologis Bentuk dukungan psikologis dapat mempererat hubungan perawat dan pasien dengan permasalahan yang sedang dihadapinya.

7. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi informasi, perubahan gaya hidup, rencana pembedahan pneumatic dilatation, bedah Heller’s dilatation, gastrotomi

Tujuan :Dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.Kriteria hasil :

- Pasien dan keluarga mengetahui teknik perubahan pola hidup dan dampak dari perubahan pola hidup terhadap adanya gastrotomi dan pernyataan sukjektif merasa termotivasi untuk melaksanakan anjuran yang diberikan.

- Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.- Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan dan

secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan atau prosedur praoperasi yang telah dijelaskan.

- Pasien beserta keluarga mengungkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan preoperatif

- Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional

- Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatifIntervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perubahan pola hidup atau prosedur intervensi medis

Apabila pasien mendapat keputusan pembedahan atas kondisi penyakitnya, maka persiapan prabedah sama seperti persiapan pembedahan abdomen lainnya. Peran perawat mengklarifikasi bahwa informasi dimengerti dan dilaksanakan pada pasien.

Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi

Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan

22

informasi untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan

Intervensi pemenuhan praoperasi : Diskusikan jadwal pembedahan

Beritahu persiapan pembedahan, meliputi :

Persiapan kulit are operasi

Pasien dan keluarga harus diberi waktu dimulainya pembedahan.

Pencukuran area operasi dilakukan apabila protokol lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur, pasien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak memajan bagian yang tidak perlu.

Beritahu persiapan pembedahan meliputi : Persiapan istirahat dan tidur Istirahat merupakan hal yang

penting untuk penyembuhan normal.

Persiapan administrasi dan informed consent

Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent

Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah dikunjungi

Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya bisa berkunjung setelah pembedahan.

Intervensi prosedur perawatan rumah : Kaji tingkat pengetahuan pasien

tentang prosedur perawatan rumah pascaintervensi gastrotomi.

Jelaskan tujuan dari perawatan rumah

Mengkaji tingkat pengetahuan pasien, minat dalam pembelajaran tentang pemberian makan per selang, serta kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi.

Untuk memudahkan perawatan diri, pasien dijelaskan tentang perawatan pasca-rumah sakit dan

23

Demonstrasikan cara memeriksa residu pada selang gastrotomi

Ajarkan cara memasukkan makanan cair pada spuit dengan memaksimalkan efek gravitasi

disorong untuk membuat rutinitas senormal mungkin.

Menunjukkan pada pasien cara memeriksa isi lambung residu sebelum pemberian makan, menentukan patensi selang dengan memberikan air pada suhu ruangan sebelum dan setelah pemberian makan.

Agar jalannya makanan menuju saluran pencernaan lebih mudah.

Ajarkan teknik penurunan risiko aspirasi. Pengaturan posisi kepala tempat tidur lebih tinggi selama sedikitnya setengah jam setelah pemberian makan sehingga memudahkan pencernaan dan menurunkan risiko aspirasi.

3.1.5 EvaluasiEvaluasi yang diharapkan setelah diberikan intervensi keperawatan

adalah sebagai berikut:1. Intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien

tidak mengalami penurunan berat badan.2. Terjadi penurunan respons nyeri.3. Terjadi penurunan risiko injuri.4. Infeksi tidak terjadi selama asuhan keperawatan dilakukan.5. Peningkatan gambaran diri.6. Kecemasan pasien berkurang.7. Terpenuhinya informasi prabedah dan prosedur perawatan rumah.

24

BAB IV

PENUTUP

4.1 KesimpulanAkalasia merupakan suatu gangguan motorik primer esofagus yang

ditandai oleh kegagalan sfingter esofagus bagian bawah yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus. Akalasia sering terjadi pada individu berusia 20-an dan 30-an dan muncul sama sering pada pria dan wanita. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan akalasia adalah disfungsi neuromuscular, gangguan emosi dan trauma psikis,autoimun, dan penyakit infeksi.

Penderita akalasia dapat dibantu dengan beberapa terapi pengobatan agar penyakitnya tidak bertambah parah seperti: memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller). Namun Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kembali.

Perawatan pada klien dengan gangguan akalasia dapat dilakukan dengan melakukan beberapa tes diagnostic. Pemeriksaan dengan barium kontras, akan terlihat gambaran penyempitan dan stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi esofagus bagian proksimal. Pada akalasia berat akan terlihat dilatasi esophagus, bagian esofagus yang berdilatasi tampak hipertropi dengan dinding yang menipis dan pada stadium lanjut menunjukkan tanda elongasi. Pemeriksaan Esofagoskopi untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi makanan. Pemeriksaan manometrik untuk mengetahui fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esophagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motorik secara- kuantitatif dan kualitatif.

4.2 SaranProses pemberian makanan pada pasien post gangguan menelan ini perlu kesabaran. Karenan itu kerja sama dengan anggota keluarga terdekat untuk memersiapkan perawatan lanjut dirumah. Pemilihan makanan juga harus disesuaikan dengan kemampuan menelan pasien. Oleh karena itu

25

kerjasama dengan ahli gizi sangat penting untuk pemilihan dan penyediaan makanan yang sesuai dengan perkembangan pasien. Frekuensi pemberian makanan pada pasien pun berbeda dengan orang normal. Karena kemampuan pasien belum optimal, asupan makanan pun belun adekuat. Untuk itu frekuensi pemberian makanan dibuta sesering mungkin dengan porsi disesuaikan dengan kemampuan pasien.

26

DAFTAR PUSTAKA

Artur C, Hall, John E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta. EGCBlack Joyce M., Hawks Jane Hokanson. 2009. Medical Surgical Nursing Clinic

Management for Positive Outcomes. United State of America: ElsevierBailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surgery Otolaringology.

Vol.1.2.1998;56:781-8014.Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan

Keperawatan :Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (terjemahan). Edisi 3. Jakarta, EGC.

Isselbacher, Kurt J. 1995. Horrison: Prinsip-PrinsipIlmu Penyakit Dalam, Vol. 1, Ed. 13. Jakarta: EGC.

Juniati Sri Herawati. 2013. Ilmu Kesehatan THT-KL Esofagus Edisi 2. Surabaya: AUP

J., Finley R. 2002. Achalasia: Thoracoscopic and Laparoscopic Myotomi. In: Pearson F.G. MD, Cooper J.D. MD,

Kaiyo, Takubo. 2009. Pathology of the Esophagus: An Atlas and Textbook. Tokyo : Springer Science & Business Media.

Marks, Jay W., Lee, Dennis. 2010. Achalasia. http://www.medicinenet.com. Accessed on: 5 th August 2015

Muttaqin, Arif. Dkk. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

27

WOC Akalasia

28

Disfagia neuromuskular dengan lesi primer mungkin terletak di

dinding esofagus, nervus vagus, atau batang otak

Impuls saraf tidak bisa mencapai esofagus atau tidak ada regulasi dari reseptor simpatis LES

Gangguan autoimun dan penyakit infeksi

Kelemahan dan kegagalan pada sfingter bawah esofagus (LES)

untuk melakukan relaksasi

Gangguan emosi, trauma psikis,

karsinoma lambung

Akalasia Esofagus

Status makanan meningkatDilatasi esofagus

Intervensi Pneumatic dilatation, Heller’s

dilatation, Gastrotomi

Prosedur bedah

Port de enttree luka

pascaprosedur bedah

Risiko infeksi

Risiko injuri

Prosedur praoperasi

DisfagiaHeartburn (pirosis dan

odinofagia)

Intake nutrisi tidak adekuat

Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan

Peregangan saraf lokal

Respons psikologis

NyeriKecemasanPemenuhan informasi

Peningkatan regurgitasi

Adanya selang pada abdomen

Gangguan gambaran diri