33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguasaan dan penggunaan IPTEK merupakan kunci penting dalam kehidupan abad ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami dan menguasai IPTEK dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal tersebut dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan sains (IPA) sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Pada peningkatan ini, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi (IPTEK). Namun, pembelajaran IPA masa sekarang ini kurang dikaitkan dengan isu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan kehadiran produk-produk teknologi di masyarakat, serta akibat yang ditimbulkannya. Pengajaran IPA di sekolah semata-mata hanya berorientasi pada tuntutan kurikulum yang telah dituangkan di dalam buku teks. Pembelajaran di kelas pun masih didominasi oleh ceramah dari guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru hanya menjelaskan sebatas produk dan sedikit proses. Seorang guru tidaklah mudah menciptakan kondisi yang kondusif bagi semua siswa. Ada siswa yang proaktif, ada siswa yang tidak 1

Makalah Belajar dan pembelajaran

  • Upload
    restu

  • View
    244

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah belajar dan pembelajaran yang menjelaskan tentang model sains teknologi dan masyarakat beserta materi yang seharusnya diajarkan pada model yang berkaitan

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penguasaan dan penggunaan IPTEK merupakan kunci penting dalam kehidupan abad ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami dan menguasai IPTEK dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal tersebut dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan sains (IPA) sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Pada peningkatan ini, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi (IPTEK). Namun, pembelajaran IPA masa sekarang ini kurang dikaitkan dengan isu sosial dan teknologi yang ada di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan kehadiran produk-produk teknologi di masyarakat, serta akibat yang ditimbulkannya. Pengajaran IPA di sekolah semata-mata hanya berorientasi pada tuntutan kurikulum yang telah dituangkan di dalam buku teks. Pembelajaran di kelas pun masih didominasi oleh ceramah dari guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru hanya menjelaskan sebatas produk dan sedikit proses. Seorang guru tidaklah mudah menciptakan kondisi yang kondusif bagi semua siswa. Ada siswa yang proaktif, ada siswa yang tidak banyak bicara (pendiam) tetapi memiliki kemampuan akademik di atas temannya, dan terdapat pula siswa yang banyak bicara tetapi memiliki kemampuan rendah. Bahkan, ada siswa dengan kemampuan akademik menengah ke bawah merasa tertekan dengan materi IPA yang penuh dengan teori, konsep, rumus-rumus, dan praktikum yang rumit bahkan sulit di pahami. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan kurang bermaknanya pelajaran IPA ini, sehingga menyebabkan aktivitas belajar siswa menjadi rendah dan pembelajaran cenderung pasif. Padahal, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendekatan pengajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran seharusnya siswa diposisi kan sebagai pusat perhatian atau dengan kata lain siswa yang aktif.Selain itu, menurut Sardiman aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode ceramah lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi peserta didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan peserta didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan siswa dirugikan. Akibatnya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar biologi sehingga hasil belajar yang diperoleh belum memuaskan dan terbilang masih rendah. (Sardiman, 2003: 95) Kadar keaktifan dalam belajar secara efektif menurut Tabrani Rusyan, (1994: 128-129) dapat dinyatakan dalam bentuk:

1. Hasil belajar peserta didik pada umumnya hanya sampai tingkat penggunaan. Siswa biasanya belajar dengan menghafal saja, apabila telah hafal siswa merasa cukup.2. Padahal dalam belajar, hasil belajar tidak hanya dinyatakan dalam penguasaan saja tetapi juga perlu adanya penggunaan dan penilaian. 3. Sumber belajar yang digunakan umumnya terbatas pada guru dan satu dua buku bacaan. Hal ini perlu dipertanyakan apakah siswa mencatat penjelasan dari guru dengan efektif dan apakah satu dua buku itu dikuasainya dengan baik. Jika tidak, aktivitas belajar siswa kurang optimal karena miskinnya sumber belajar. 4. Guru dalam belajar kurang merangsang aktivitas belajar siswa secara optimal. Sebagai contoh pada umumnya guru mengajar dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Jarang sekali diadakan diskusi dan diberikan tugas-tugas yang memadai. Hal inipun tidak jarang kurang ditunjang oleh penugasan dan keterampilan guru dalam menggunakan metode-metode tersebut. Rosseau menyatakan bahwa dalam belajar segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis (Rosseau dalam Sardiman A.M, 2000:96). Jika kegiatan belajar mengajar bagi siswa diorientasikan pada keterlibatan intelektual, emosional, fisik dan mental maka Paul B. Diedrich menggolongkan aktivitas belajar siswa sebagai berikut:

1. Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya .2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi dan sebagainya.

3. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato dan sebagainya.

4. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin dan sebagainya.

5. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola dan sebagainya.

6. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang dan sebagainya. 7. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, mengana lisis, melihat hubungan, mengambil keputusan dan sebagainya.

8. Emosional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup dan sebagainya (Paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M, 2000: 101).

Berdasarkan pengertian aktivitas belajar di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan belajar yang harus dilaksanakan dengan giat, rajin, selalu berusaha dengan sungguh-sungguh melibatkan fisik maupun mental secara optimal yang meliputi Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities, Drawing activities, Motor activities, Mental activities, Emosional activities supaya mendapat prestasi yang gemilang. Aktivitas belajar seperti di atas dapat dialami seorang siswa di sekolah maupun pada waktu belajar di rumah. Bentuk aktivitas belajar yang lain adalah diskusi di antara teman, mengerjakan pe kerjaan rumah yang diberikan oleh guru, dan lain sebagainya dimana semua aktivitas itu bertujuan untuk memberikan peran aktif kepada siswa dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, besar harapannya seorang siswa yang benar-benar aktif akan memperoleh hasil belajar yang baik.Dalam upaya meningkatkan penguasaan materi siswa terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA serta meningkatkan literasi sains dan teknologi siswa, mestinya penyajian materi ajar IPA di sekolah selalu dikaitkan dan disepadankan dengan isu sosial dan teknologi yang ada dimasyarakat. Dalam hal ini, pendekatan yang sesuai dengan perkembangan IPTEK adalah pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM), karena pendekatan ini memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Tujuan utama pendekatan STM ini adalah menghasilkan siswa yang cukup mempunyai bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat (Iskandar, 1996 : 1). Melalui pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dapat dikembangkan 6 ranah sains yaitu ranah konsep, proses, aktivitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan (Anna Poedjiadi, 2005: 131-132)

Hasil penelitian Myers dan Varrella menyatakan bahwa pembelajaran sains dengan pendekatan STM sangat efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep, dan siswa lebih mampu menerapkan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. (Myers dan Varrella dalam Iskandar, 1994: 5)1.2 Rumusan Masalah

Apa itu model pembelajaran sains teknologi masyarakat ? Bagaimana karakteristik model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat?

Apa perbedaan model model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat dengan pendekatan lainnya

Apa keunggulan dari model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat?

Bagaimana implementasi model sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran?

Bagaimana manfaat atau penerapan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran STM?

1.3 Tujuan

Mengetahui model pembelajaran sains teknologi masyarakat Mengetahui karakteristik model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat Mengetahui perbedaan model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat dengan pendekatan lainnya Mengetahui keunggulan dari model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat Mengetahui implementasi model sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran Mengetahui manfaat atau penerapan pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran STMBAB II

PEMBAHASAN2.1 Pengertian Model Pembelajaran Sains Teknologi dan MasyarakatSains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan istilah yang diterjemahkan dari bahasa Inggris science technology society, yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman dalam bukunya Teaching and Learning about Science and Society. Pembelajaran science technology society berarti menggunakan teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat (Anna Poedjiadi, 2007: 99). Beberapa pengertian STM menurut para ahli :a. Menurut Rusmansyah & Yudha Irhasyuarna

STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan prosedur pelaksanaan, pencarian informasi, dan dalam evaluasi. Tujuan utama pendekatan STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah dalam masyarakat.

b. Penn State

STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini.

Dari beberapa kajian teori diatas bahwa pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan yang tidak memisahkan antara ilmu pengetahuan, teknologi yang digunakan dan penerapan keduanya dalam masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain, terutama dalam proses pembelajaran IPA.Pada awalnya, STM merupakan salah satu pendekatan sebelum akhirnya menjadi model setelah melalui proses yang lama melalui hasil-hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi. Dari analisis terhadap penelitian tersebut tampak adanya pola-pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Suatu hal yang tidak boleh diabaikan adalah adanya pemantapan konsep yang menuntut kejelian guru, untuk mencegah terjadi miskonsepsi. Dengan demikian pendekatan STM layak disebut sebagai model pembelajaran (Poedjiadi, 2005). Model pembelajaran STM memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan sains dengan pembelajaran ini tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga Fatkhurrohman/ Unnes Journal of Biology Education2 (2) (2013) 135 menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat untuk memecahkan isu-isu di dalamnya. Adapun ciri-ciri pendekatan sains teknologi dan masyarakat apabila diterapkan ke dalam sebuah pembelajaran, maka kita akan dapat melihat hal-hal berikut: Masalah yang diangkat sebagai bahan pembelajaran bersifat setempat, nyata (real life situation), penting (bermakna) dan berdampak pada siswa. Saat kegiatan pembelajaran dipergunakan sumber daya setempat (dapat berupa narasumber (orang), benda-benda, lingkungan fisik (biotik dan abiotik) atau lingkungan sosial (masyarakat / society) dalam upaya untuk memperoleh informasi-informasi agar bisa dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang telah diangkat sebagai bahan pembelajaran. Pendekatan sains teknologi dan masyarakat (STM) menuntuk semua siswa untuk ikut serta terlibat secara aktif untuk memperoleh informasi-informasi untuk memecahkan masalah yang diangkat dalam kegiatan pembelajaran yang bersumber dari situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya penerapan science technology and society approah (pendekatan sains teknologi dan masyarakat) ini membutuhkan alokasi yang lebih banyak dibanding pendekatan tradisional. Untuk itu seringkali dibutuhkan perpanjangan waktu belajar siswa saat di sekolah maupun di luar jam belajar sekolah (di rumah). Agar masalah yang diangkat dalam pembelajaran mempunyai makna yang mendalam bagi siswa maka masalah difokuskan pada dampak-dampak sains dan teknologi bagi siswa itu sendiri. Materi pembelajaran yang dibelajarkan kepada siswa saat menerapkan pendekatan STM (sains teknologi dan masyarakat) ini meliputi produk-produk (fenomena alam, gejala alam, konsep, prinsip, fakta, teori dan hukum-hukum dalam sains) dan proses-proses sains (metode ilmiah pemecahan masalah sains). Pembelajaran yang juga menekankan materi pembelajaran berupa proses sains (tidak sekedar produk) akhirnya akan memberikan siswa keterampilan sains yang mantap yang nantinya dapat mereka gunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan sains dan teknologi dalam hubungannya dengan masyarakat. Penerapan pendekatan STM memberikan kesempatan kepada siswa untuk mulai memiliki kesadaran diri akan kemungkinan karier yang akan mereka miliki di masa mendatang yang tentu saja berkaitan dengan sains dan teknologi serta masyarakat.

Saat guru menggunakan penerapan sains teknologi dan masyarakat dalam sebuah pembelajaran dan mengangkat isu-isu atau masalah dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari, maka siswa mendapatkan sebuah kesempatan untuk berperan sebagai seorang warga masyarakat (warga negara) di mana mereka akan belajar memecahkan maslah-masalah tersebut. Pada sebuah pembelajaran dengan penerapan sains teknologi dan masyarakat, siswa-siswa saat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan belajar mencermati apa dan bagaimana dampak sains dan teknologi di masa depan.

Adalah ciri khas lain pembelajaran STM, yaitu adanya kebebasan atau otonomi dalam proses belajar, sehingga mereka benar-benar membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya tentang sains, teknologi, dan masyarakat.2.2 Karakteristik Pendekatan Sains Teknologi dan masyarakatMenurut Srini M. Iskandar, pendekatan STM ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah oleh murid di dalam masyarakat yang memilki dampak negatif. 2. Mempergunakan masalah yang ada di masyarakat yang ditemukan murid yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam sebagai wahana untuk menyampaikan pokok bahasan. 3. Menggunakan sumber daya yang ada di dalam masyarakat baik materi maupun manusia sebagai narasumber untuk informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari.

4. Meningkatkan pengajaran IPA melampaui jam pelajaran dalam kelas, ruang kelas, dan gedung sekolah.

5. Meningkatkan kesadaran murid akan dampak ilmu pengetahuan alam dan teknologi.

6. Memperluas wawasan murid mengenai ilmu pengetahuan alam lebih dari sesuatu yang dikuasi untuk lulus ujian. 7. Mengikutsertakan murid untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. 8. Memperkenalkan peranan ilmu pengetahuan alam di dalam suatu institusi dari dalam masyarakat. 9. Menggunakan sumber daya yang ada di dalam masyarakat baik materi maupun manusia sebagai nara sumber untuk informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari. 10. Meningkatkan pengajaran IPA melampaui jam pelajaran dalam kelas, ruang kelas, dan gedung sekolah. 11. Meningkatkan kesadaran murid akan dampak ilmu pengetahuan alam dan teknologi. 12. Memperluas wawasan murid mengenai ilmu pengetahuan alam lebih dari sesuatu yang dikuasi untuk lulus ujian. 13. Mengikutsertakan murid untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. 14. Memperkenalkan peranan ilmu pengetahuan alam di dalam suatu institusi dari dalam masyarakat. 15. Memfokuskan pada karir yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam. 16. Meningkatkan kesadaran murid akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam memecahkan masalah yang timbul di dalam masyarakat terutama masalah-masalah yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. 17. Ilmu pengetahuan alam merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi murid. 18. Ilmu pengetahuan alam yang mengacu pada masa depan (Srini M. Iskandar dalam Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 99). Tiga landasan penting dari pendekatan STM, yaitu: adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat, proses belajar mengajar, pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa si pelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah aktivitas, dan ranah hubungan dan aplikasi (Hadiat dalam Rusmansyah & Irhasyuarna, 2003: 100).2.3 Perbedaan Model Pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat dengan Pendekatan LainnyaPada analisis deskriptif tentang minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA menunjukkan:

1. Rata-rata minat pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM lebih besar dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung, dan

2. Rata-rata prestasi belajar pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM lebih besar dari pada siswa yang diajar dengan model Pembelajaran langsung. Dengan kata lain, minat dan prestasi belajar pada pelajaran IPA yang diajar dengan model pembelajaran STM lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Maka hipotesis yang menyatakan tidak terdapat perbedaan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung dinyatakan nol. Dengan kata lain, bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan siswa yang diajar dengan model Pembelajaran langsung. Secara empiris dalam penelitian ini telah terbukti bahwa: Pertama, minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan yang diajar dengan model pembelajaran langsung berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran STM dalam implementasinya di kelas diawali dengan penyampaian isu-isu sains dan teknologi yang sering dialami oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wartawan (2005) pada penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran PSE (Pendekatan Starter Eksperimen) terhadap Minat dan Prestasi Belajar Siswa pada Pelajaran Sains di Sekolah Dasar, mengungkapkan bahwa minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran sains yang diajar dengan model pembelajaran PSE lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan model Langsung. Pada kegiatan pembelajaran IPA dengan model STM peran guru adalah sebagai pemimpin, pembimbing, dan fasilitator. Dalam pembelajaran IPA dengan STM yang paling utama adalah memberikan kondisi yang seluas-luasnya kepada siswa untuk memperoleh pengalaman bagaimana mengkontruksi pengetahuan sendiri. Sehingga dalam pembelajaran ini siswa menjadi pusat proses kegiatan belajar mengajar, baik secara individu maupun kelompok terlibat langsung untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Melalui implementasi model STM memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuan yaitu melakukan pengamatan dan menginformasikan hasil pengamatannya. Oleh karena itu melalui implementasi model pembelajaran STM minat siswa pada pelajaran IPA dapat ditumbuhkembangkan dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan. Kedua, minat siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran STM mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang telah ditetapkan, keterlibatan siswa mendapat proporsi yang jelas. Misalnya siswa menyimak isu-isu sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat, melakukan pengamatan, melaporkan dan mempresentasikan hasil pengamatan, dan lain-lain. Melalui keterlibatan siswa langsung dalam pembelajaran, siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumya dan melatih keterampilan meraka bekerja ilmiah. Di samping keterlibatan langsung sebagai pelaku, dengan STM siswa juga difasilitasi belajar secara individu maupun kelompok. Melalui kegiatan-kegiatan belajar di atas, perkembangan kecerdasan dan emosional siswa difasilitasi secara utuh baik secara individu maupun secara kelompok. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Tri Agustiana (2009) pada penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Berbasis Projek (Project Based Cooperative) terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPA Sekolah Dasar, yang menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif berbasis projek mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap minat dan hasil belajar IPA.Ketiga, prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran STM dan yang diajar dengan model Pembelajaran langsung berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan karena keseluruhan rangkaian kegiatan pembelajaran IPA denga STM, sebagian besar proses pembelajaran dilaksanakan sendiri oleh siswa baik secara individual maupun kelompok. Kondisi ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berbuat. Pembelajaran IPA akan menjadi lebih bermakna karena apa yang dipelajari dari awal sampai akhir menyentuh bidang kehidupan sehari-hari, karena pembelajaran IPA tidak semata-mata berorientasi pada buku teks tetapi lebih menyenyuh kebutuhan dan pengalamannya sehari-hari selama berinteraksi dengan dunia sekitar. Pembelajaran IPA dengan model STM mempertimbangkan pengetahuan awal siswa, dan siswa memulai pembelajaran berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terjadi selama siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya secara individual membangun pengetahuannya berupa konsep-konsep IPA yang menjadi tujuan pembelajaran untuk ditemukan. Pembelajaran IPA dengan model STM tidak memandang siswa belajar membawa kepala kosong dari rumah, malainkan lebih menekankan bahwa siswa telah memiliki konsep alternatif terhadap kejadian-kejadian alam yang berkaitan dengan konsep yang mereka pelajari. Konsep alternatif inilah yang melalui proses asimilasi dan akomodasi diarahkan untuk diubah menjadi konsep ilmiah. Akibatnya siswa akan memiliki pengalaman dan menguasai metode ilmiah, yaitu prosedur-prosedur pemenuan yang bermanfaat bagi dirinya dan berkemampuan untuk menggene-ralisasiknnya ke dalam situasi baru. Oleh karena itu pengetahuan yang diperoleh adalah berkat pengalaman dengan prosedur penemuan, maka hasil belajar akan terpendam lama dalam ingatan siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwita (2012) pada penelitian yang berjudul Pengaruh Model STM dan CTL terhadap Pemahaman Konsep Fisika dan Keterampilan Berpikir Kritis menemukan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep Fisika dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang mengikuti pembelajaran model STM, CTL dan konvensional. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumantoro (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) dan siswa yang belajar dengan model Pembelajaran langsung.2.4 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat

Beberapa kelebihan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) antara lain:Siswa dapat melihat hubungan (nilai) tentang apa-apa yang mereka pelajari di bangku sekolah dengan kehidupan nyata sehari-hari (real life situation)1. Siswa dapat melihat relevansi teknologi yang digunakan saat ini dengan konsep-konsep dan prinsip sains yang sedang mereka pelajari.

2. Siswa menjadi lebih kreatif, hal ini akan terlihat dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan karena besarnya rasa ingin tahu mereka. Mereka juga menjadi lebih mudah dan terampil mengidentifikasi penyebab atau dampak penggunaan suatu teknologi.

3. Siswa dapat melihat bahwa sains adalah alat yang dapat digunakan atau mampu memecahkan masalah-masalah.

4. Siswa akan menyadari bahwa proses-proses sains penting untuk dipelajari karena mereka merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai dalam tujuan memecahkan suatu masalah.

5. Siswa akan mempunyai retensi yang kuat terhadap pembelajaran yang dilangsungkan karena berlandaskan konstruktivisme dan kontekstualSedangkan kekurangan dari pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) yaitu

1. Guru memiliki hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ketidakpastian tentang evaluasi dan frustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru.2. Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Penanaman konsep lebih banyak dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki tingkat retensi yang lebih lama.3. Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam kelas banyak, guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam proses pembelajaran.4. Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan. 5. Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM. Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case). Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran STM. Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah, 2007).6. Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal. Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. 7. Kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga terkait diperlukan pada saat siswa merencanakan untuk mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi rumah sakit daerah, observasi pada pabrik produk bahan makanan dan sebagainya. Selain itu, komunikasi dengan orang tua perlu diintensifkan. Orang tua perlu diberi pemahaman sehingga seluruh aktivitas anak yang menyita waktu dapat dimaklumi atau mendapat support dari orang tua8. Siswa belum terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam pembelajaran. 2.5 Implementasi model Sains Teknlogi dan Masyarakat Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat (Prayekti, 2002: 777). Dalam hal ini, Hidayat dan Poedjiadi berpendapat sama, bahwa belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih dekat, dan lebih punya arti dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri (Hidayat dan Poedjiadi dalam Prayekti, 2002: 777). Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki ciri yang paling utama, yang dilakukan dengan memunculkan isu sosial di awal pembelajaran dan guru sebelumnya sudah memiliki isu yang sesuai dengan konsep yang akan diajarkan. Pembelajaran IPA bukan hanya mentransfer apa saja yang disebutkan dalam buku teks, tetapi IPA diperoleh melalui penelitian dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang disebut metode ilmiah (Prayekti, 2002: 777). Selanjutnya, Poedjiadi menyatakan bahwa pendekatan STM menitikberatkan pada penyelesaian masalah dan proses berpikir yang melibatkan transfer jarak jauh. Artinya, menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah pada situasi di luar sekolah yang ada di masyarakat, misalnya pesawat sederhana, merupakan alat bantu yang dapat memudahkan manusia dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari di masyarakat (Poedjiadi dalam Prayekti, 2002: 777). 1. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan isu/masalah aktual yang ada di masyarakat. 2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkontruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi. 3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang telah dikemukakan di awal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa.

4. Tahap pemantapan konsep, guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa. 5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil (Hidayati, Mujinem dan Anwar Senen, 2008: 6-34).

Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep. Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum. Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.

Untuk mengimplementasikan pendekatan STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan.

1. Fase InvitasiPada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

2. Eksplorasi Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut.Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplikasi konsep dalam kehidupan.

3. Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.

4. Fase Mengambil Tindakan Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:1. Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari.2. Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari

3. Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.4. Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.5. Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah

6. Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan dengan menggunakan lima domain, yaitu:a. Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.b. Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep atau penyelidikan.c. Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.d. Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara personal.e. Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.

Siswa yang mengalami pembelajaran IPA dengan pendekatan STM akan tampak berbeda dari siswa yang mengalami pengajaran IPA secara tradisional. Pada pengajaran dengan pendekatan STM, siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat mereka gunakan, menjadi lebih ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini, memandang guru sebagai fasilitator, dan lebih banyak bertanya, terampil dalam mengajukan sebab akibat dari hasil pengamatan dan penuh dengan ide murni (Eddy Hidayat dalam Prayekti, 2002: 778). Hal ini semua, akan meningkatkan Aktivitas Siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA di kelas. 2.6 Manfaat dari Model Pembelajaran Saains Teknologi Masyarakat Manfaat dari Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut:1. Kegiatan belajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga bermakna sebab siswa dihadapkan pada situasi dan kaadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.2. Bahan yang dipelajari lebih faktual dan akurat.3. Kegiatan belajar siswa menjadi konprenhensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara.4. Sumber belajar menjadi lebih kaya.5. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek kehidupan yang ada di lingkungannya (Lestari, 2004).

Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji lebih jauh pengaruh MPSTM terhadap penguasaan materi dan keterampilan pemecahan masalah siswa. Penelitian ini yang digunakan adalah kuasai eksperimen. MPSTM diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar karena materi yang dibahas dengan model STM berkaitan dengan hal-hal nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat meminimalis pandangan siswa bahwa pelajaran IPA sulit untuk dipahami. Hasil belajar dengan menggunakan model STM memanfaatkan sumber belajar diluar diperoleh dari rata-rata nilai laporan, nilai presentasi, dan nilai tes. Kegiatan pembelajaran dengan model STM memanfaatkan sumber belajar diluar ruangan mengarahkan siswa untuk mengoptimalkan kemampuan belajar dan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam belajar. Misalnya kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama siswa diminta oleh guru untuk mengamati komponen-komponen yang ada di lingkungan secara berkelompok, menjawab pertanyaan pada LKS, selanjutnya pada pertemuan kedua siswa mempresentasikan di depan kelas kemudian siswa mendengarkan penjelasan guru.

Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat mengoptimalkan kemampuan belajarnya dan memperoleh pengetahuan melalui pengamatan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sumintono (2003), bahwa titik penekanan dari pola pembelajaran STM adalah mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian siswa. Sesuai dengan fungsi sumber belajar menurut Sitepu (2008), menyatakan sumber belajar dapat berfungsi untuk memungkinkan belajar secara kontekstual, karena mengurangi jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung. Contohnya pada materi ekosistem, yang memanfaatkan lokasi yang dekat dengan sekolah dan memiliki berbagai komponen penyusun ekosistem membuat sumber belajar ini sangat membantu siswa untuk memahami materi ekosistem tersebut, sebelumnya para siswa hanya menggunakan metode hafalan tanpa melihat langsung dalam mempelajari ekosistem. Berdasarkan contoh tersebut kemungkinan sebagian besar siswa dapat menjawab soal dengan benar pada jenis soal yang memiliki indicator mengidentifikasi komponen ekosistem.Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran di sekolah mempunyai potensi dalam memberikan pengalaman langsung di lapangan kepada siswa dan memberikan kesempatan belajar di luar kelas yang mempunyai ruang lebih terbuka. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbie (2003) bahwa pendidikan melalui pembelajaran outdoor termasuk didalamnya adalah pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata melihat objek. Berkaitan dengan pembelajaran yang didesain melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam rangka peningkatan keterampilan proses, dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala. Kendala tersebut yang utama adalah keterbatasan waktu atau jam pelajaran.

KESIMPULANDari pembahasan diatas dapat disimpulkan Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat pada hakekatnya dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri dalam kehidupan siswa sehari-hari sebagai anggota masyarakat. Implementasi pendekatan STM, dapat dilakukan melalui empat fase yaitu invitasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan. Problematika dalam penerapan pendekatan dapat berupa concerns over conkekhawatiran konten, discomfort with grouping, ketidaknyamanan dengan pengelompokan, uncertainties about evaluation, ketidakpastian tentang evaluasi, frustrations about student population, andfrustrasi tentang populasi siswa, dan confusion over the teachers role, kebingungan peran guru, waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi dengan stakeholder. Manfaat dari Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut kegiatan belajaran menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga bermakna sebab siswa dihadapkan pada situasi dan kaadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.

DAFTAR PUSTAKA Poedjiadi, A. 2005. Sains teknologi masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual mmmmmmmBermuatan Nilai. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Prayekti. 2002. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Pendekatan Sains nnnnnnnnnTeknologiMasyarakat tentang Konsep Pesawat Sederhana dalam mmmmminPembelajaran IPA dimmmmmKelas 5 Sekolah Dasar. 039, 773-783. NnnnnnnniJakarta: Badan Penelitian dan Kebudayan, Departemen Pendidikan mmmmmi Nasional. Rusyan, Tabrani. 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT mmmmmm Remaja Rosdakarya Srini M, Iskandar. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: C.V Maulana Rusmansyah & Irhasyuryana. 2003. Implementasi Pendekatan Sains Teknologi mmmmmmmmmmMasyarakat (STM) dalam Pembelajaran Kimia di SMU Negeri mmmmmmmmmmKota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 040, 95 Penn State. 2008. Macam-macam Pendekatan. http://idahariyanti.student. mmmmmmmfkip.uns.ac.id/files/2009/.../SBM-TGL-7.docx Sitepu BP. 2008. Pengembangan Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Penabur 11 mmmmmm(7):79-92.

Hamari. 2009. Pendekatan SETS (Science, Environment, Technologi, and Society) mmmm dalam Pembelajaran Sistem Periodik dan Struktur Atom kelas X SMA X mmmm SMA. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 34(6), 1-12. Tersedia pada mmmm http://www.depdiknas.go.id. (Diunduh tanggal 28 Novembe2014)

Anonim. 2011. Pemanfaatan waduk malahayu sebagai sumber belajar Materi mmmmmekosistem dengan model sains teknologi Masyarakat. Tersedia pada mmmmmhttp://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujeb. (Diunduh tanggal 28 mmmmmNovembe2014)

Annisa. 2009. Pengaruh model pembelajaran sains teknologi Masyarakat (stm) mmmmmterhadap penguasaan materi dan Keterampilan pemecahan masalah siswa mmmmmpada mata Pelajaran ipa di mts. Negeri pata. Tersedia pada http://e-Journal mmmmmProgram Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi mmmmmPendidikan Sains (Volume 3 Tahun 2013) (Diunduh tanggal 28 mmmmmNovembe2014) P Rintayati, SP Putro - Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO), 2012 - mmmmmmmjurnal.fkip.uns.ac.id ( diunduh 28 Novembe2014) R Sujanem - Singaraja: Jurnal Pendidikan dan Pengajara halib - Jurnal Pendidikan mmmmmmmDepdiknas, 2002 Implementasi Pendekatan STM dalam Pembelajaran mmmmmmmIPA sebagai Upaya Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi Siswa mmmmmmmKelas IV SD No 6 Banjar Jawa 2005 - pasca.undiksha.ac.id (Diunduh mmmmmmmtanggal 28 Novembe2014) S Wuryastuti - Jurnal Pendidikan Dasar nomor, 2008 Inovasi Pembelajaran IPA di mmmmmmmSekolah Dasar - 103.23.244.11(diunduh 28 Novembe2014)

Uswatun Khasanah. 2007. Pengaruh Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) mmmmmmmmmmmdan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. mmmmmmmmmmmSurakarta: UNS 1