Upload
poppy-andry-neww
View
1.401
Download
156
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH BIOFARMASETIKA
`` RUTE PEMBERIAN OBAT SECARA INHALASI ``
Dosen :
Dra. Idajani Hadinoto. MS., Apt
KELOMPOK V
Nama Kelompok :
1. Yonathan Mieky S NRP 2443008008
2. Roy Karyadi Ruslim NRP 24430080
3. Putu Ayu Irmalia S NRP 2443008043
4. Fandy Susanto NRP 2443008044
5. Edwin Yanuar Singgih NRP 24430080
6. Ni Luh Putu Suryani NRP 2443008057
7. Rizky Ermantoro Salim NRP 24430080
8. Ida Ayu Andri Parwitha NRP 2443008063
9. Riza Nopianti Waluyo NRP 2443008069
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Tentang Inhalasi
Saluran nafas merupakan satu-satunya organ tubuh yang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar dan lingkungan dalam tubuh. Jika senyawa yang terhirup kurang bersih atau
tidak bersih, maka senyawa akan tertahan dan bila senyawa tersebut toksik maka akan timbul
efek patogenik dan jika senyawa tersebut memasuki peredaran darah maka akan memberikan
efek sistemik. Seiring dengan meningkatnya pencemaran udara, para ahli kesehatan menyadari
perlunya suatu bentuk terapi spesifik melalui saluran nafas. Hal tersebut melahirkan suatu
generasi baru dalam pengobatan yang disebut dengan aerosol. Aerosol merupakan kabut yang
dibentuk oleh partikel-partikel padat atau cairan yang terdispersi dalam udara atau dalam gas,
dan partikel tersebut cukup halus hingga tetap tersuspensi dalam waktu singkat.
Keuntungan dari pemberian obat melalui saluran nafas:
1. Terhindarnya obat dari pengaruh cairan lambung yang kadang dapat
menyebabkan peruraian bahan aktif yang peka.
2. Obat yang khusus bekerja pada saluran nafas maka obat dapat bekerja langsung.
3. Senyawa tertentu yang diberikan lewat saluran nafas dapat memasuki system
peredaran darah dengan sangat cepat, sehingga kadang-kadang aerosol memberikan
kesetaraan yang sama dengan bila bahan diberikan secara intravena.
1.2 Tinjauan Tentang Anatomi dan Fisiologi Saluran Napas
1.2.1 Anatomi
Saluran napas dapat dibagi dalam dua daerah yang berbeda yaitu daerah
konduksi dan daerah pertukaran.
Keterangan:
BT = bronchiolus terminalis
BR1, BR2, BR3 = bronchioles respiratorius tingkat 1,2, dan 3
CA = kanal alveoli ( ductuli alveolaris)
SA = saccus alveolaris
1.2.1.1 Daerah Konduksi
Daerah konduksi merupakan saluran udara dari trakea sampai bronchioles terminalis, yang berperan pada transfer gas ke daerah pertukaran. Diameter bronkus akan menciut kea rah distal dan selanjutnya secara berturutan terbagi atas:
- bronkus besar yang bercabang dua yait segnentum extrapulmonari dan berdiameter lebih dari 1,5
- bronkus distribusi, berdiameter antara 1,5-0,5 cm
- bronkus interlobular, berdiameter antara 5 dan 1,5 mm, yang berakhir pada bronchus sub-lobulair di pusat lobuler
1.2.1.2 Daerah Pertukaran
Daerah pertukaran berhubungan dengan struktur acinus pulmonalis yang
sebagian atau seluruh strukturnya beraveoli. Daerah tersebut berupa kanal-kanal
(bronchioles respiratorius BBR1, BR2, BR#, dan kantong alveolar SA). Struktur
tersebut bertugas melaksanakan pertukaran udara antara alveolus dan pembuluh
darah.
1.2.2 Fisiologi
1.2.2.1 Daerah Konduksi
Hidung
Hidung menjamin proses pelembaban, penyaringan, dan
penghirupan udara. Lubang hidung berhubungan dengan nasopharynx
dan dibatasi oleh membrane mukosa. Pada jalan masuk epitelnya tebal,
berlapis-lapis dan mengandung kelenjar sebaceous dan bulu-bulu yang
keras. Pada pusat lubang terdapat epitel yang menyerupai kanal
bertumpuk, rambut getar (silia) dan sel-sel goblet.
Struktur yang berbeda ini sangat penting untuk pertahanan saluran
napas : bulu dan epitel rambut getar berfungsi menyaring partikel-
partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan
partikel-partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga
alveolus selalu berada dalam keadaan steril. Penolakan cemaran yang
dilakukan oleh gerakan hidung terjadi secara spontan dengan kecepatan
7mm/detik atau dengan cara bersin, pembuangan ingus, atau dengan
penelanan; dan hal tersebut dapat diperburuk oleh adanya kogesti
mukosa, misalnya akibat reaksi alergi.
Udara yang dihirup dipengaruhi oleh perpindahan panas dan uap
air pada hidung bagian superior yang menyempit dan peranannya
didukung oleh adanya pengaliran darah yang cukup. Sementara itu, pada
keadaan yang kurang menguntungkan, misalnya cuaca yang dingin atau
kering terjadi dehidrasi pada saluran napas.
Mulut
Mulut merupakan tempat persimpangan pharyngolaryx dan
merupakan jalur kedua yang digunakan untuk proses penghirupan.
Penghirupan melalui mulut mempunyai efek samping terutama bila udara
mengandung partikel, sebab di mulut tidak ada penyaringan partikel-
partikel baik secara tumbukan atau pengendapan.
Trakea
Trakea terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyaline, yang pada
permukaannya terdapat banyak sel kelenjar dan selanjutnya trakea
bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri.
Bronkus
Bronkus tertutup oleh lapisan epitel yang terdiri dari :
Lapisan mukosa
Silia (bulu getar)
Cairan berair yang membasahi silia
Sel silia yang dipisahkan oleh sel-sel goblet pada mukosa
Sel basal
Membrane
Keseluruhan bagian-bagian tersebut sangat berperan pada proses
pengeluaran (gambar 2)
Gambar 2 : Irisan membujur epitel bronchus
Ketebelan tiap bagian tersebut beragam tergantung pada letak, usia dan
keadaan individu.
Jadi perlu ditekankan fisiologi saluran napas pada gerakan silia dan
pengeluaran getah.
Silia
Silia epitel berperan penting dalam pertahanan saluran napas dan
silia tersebut mengeluarkan getah bronkus dan cairan alveolar, secara
keseluruhan sel epitel menyerupai tangga berjalan atau permadani
mukosilier yang berombak (gambar 2).
Gerakan silia terdiri atas gerakan aplastis yang diikuti dengan
gerakan tiba-tiba kembali ke posisi tegak lurus sel dan silia membelok
dipermukaan sel. Selanjutnya terjadi gerakan yang tiba-tiba kembali ke
posisi tegak lurus, hal tersbut merupakan denyutan silier yang efektif
sehingga memungkinkan terjadinya penggeseran lapisan superficial
mukosa yang kental.
Gerakan awal hanya merupakan gerakan relaksasi silia yaitu
kembali ke keadaan semula (gambar 3).
Gambar 3 : Mekanisme gerakan silier
Sifat-sifat yang elastic diperlukan untuk aktivitas silier. Perubahan
sifat visko-elastik akan mengubah sifat aliran, sehingga pengeringan atau
pelembaban yang tidak cukup akan menyebabkan kerja bulu getar
menjadi tidak efektif.
Adanya iritasi akibat menghisap tembakan, gas beracun dan karena
virus dapat mengganggu fungsi bulu getar. Pada penderita bronchitis
kronis terjadi degenerasi system silia.
Dalam lubang hidung, aksi bulu getar akan menghasilkan gerakan
dari depan mundur ke belakang menuju pharynx pada trachea-bronchus,
perpindahan dari bronkus menuju pharynx terjadi secara spiral dan searah
jarum jam. Diperkirakan terjadi 600 denyutan per menitnya.
Proses perpindahan berlangsung dengan cepat, misalnya debu
memerlukan waktu 10-30 menit untuk pindah dari alveolus ke larynx.
Sementara itu, pembersihan dalam trakea dan saluran besar bronkus
memerlukan waktu 3-4 jam dan pada saluran napas yang lebih dalam
memerlukan waktu 30 jam. Gerakan silia tersebut sangat peka terhadap
suhu dan pH.
Gerakan lapisan silia juga menyebabkan pengeluaran secret
normal. Aliran udara pernapasan juga merupakan gerakan untuk
pengeluaran. Mekanisme ini terjadi tanpa disadari dan hal ini terlihat dari
adanya gerakan pada kerongkongan, pengeluaran udara napas yang akan
mendorong tumpukan mucus untuk dibawa serta ke persimpangan
aeropharynx atau tertelan.
Ekspektoran yang baik dapat merupakan penyegar dan ini
merupakan dasar laithan pengeluaran dahak pada program pelatihan
napas. Bila mekanisme tersebut tidak cukup, batuk merupakan salah satu
mekanisme pengeluaran benda asing.
Getah bronkus
Pada subyek sehat, studi tentang getah bronkus relalif tidak
memungkinkan. Pada keadaan normal, setiap lapisan mukosa
mengeluarkan 100 ml getah. Terdapat banyak factor (termasuk iritasi
karena pengambilan cuplikan pada endoskopi) yang dapat menyebabkan
timbulnya hipersekresi bronkus.
Setiap 100 g getah bronkus “normal” dari laryngectomi, terdiri atas
94,79% air dan 1,13% sisa abu. Kadar asam desoksiribonukleat (DNA)
0,028%, glusida 0,951%, protein 1,00% dan lipida 0,840%. Bagian
bukan air sekitar 5% akan meningkat jika terjadi peradangan.
Getah bronkus bersifat hiperosmotik, terdiri dari elektrolit yang
larut dalam air dengan konsentrasi yang dinyatakan dalam mm/g yaitu :
Na:211, Cl:157, K:16,6, Ca:2,45.
Jika ditambahkan 2 bagian air suling kedalam 1 bagian dahak segar
lalu dipusingkan maka akan terjadi pemisahan cairan dalam tiga fase,
seperti yang terlihat pada gambar 4 :
Fase paling atas berupa busa, banyak mengandung surfaktan lipida dan
lesitin-dipalmitat. Senyawa tersebut merupakan penurun tegangan
permukaan alveoli atau yang disebut juga surfaktan yang berada dalam
keadaan bebas dan hampir murni.
Fase air, hasil penelitian dengan elektroforesis membuktikan bahwa fase
tersebut mengandung banyak protein, komponen darah, hasil urai musin,
senyawa dari saliva (misalnya amilase), enzim-enzim (lisosom, protease,
enzim-enzim bakteri).
Fase berbentuk gel yang tidak larut dalam air dan merupakan struktur
berbentuk serabut (fibril) yang dapat diwarnai dengan toluidine biru.
Dengan mikroskop electron, White & Elmes membuktikan
adanya 3 sistem serabut di dalam dahak penderita asmatik yaitu
mukroprotein, mukopolisakarida (MPS), dan asam desoksiribonukleat
(DNA).
Susunan kimia dari fase fibril tersebut telah diteliti secara
degradasi progresif dan mukolisis. Hasil penelitian membuktikan bahwa
fase fibril terutama terdiri atas musin bronkus yang mengandung 60-70%
komponen mucus fibriler, bobot molekulnya sekitar 500.000 dan
mengandung 80% glusida. Molukel musin merupakan kerangka peptidik
dengan sejumlah rantai glukosamino-glukan.
Gambar 4. Tiga Lapisan Cairan Dahak
Aktivitas fungsional musin ditentukan oleh gugus glukan di
perifer. Terdapat 3 tipe glukan yaitu sulfat, sialoglukopeptida
( mengandung asam N-asetil-neuraminat), dan glukoprotida netral.
Perbandingan susunan ketiga gugus utama musin, sulfomusin,
sialomusin, dan fusomusin tergantung pada sifat jaringan fibril
khususnya kapasitas pembasahan, sifat reologi dan kesetimbangan ion
setempat.
Pada molekul mukoprotein terikat berbagai protein lain dan
glukoprotein yang memberikan aktivitas biologik spesifik yaitu
laktoferin, gammaglobulin, kaliorin, lisosom, dan surfaktan. Ikatan antara
protein dan musin terjasi secara kohesi dalam sistem fibril dan fungsi
yang sempurnadari lapisan silia.
Sumber getah bronkus adalah kelenjar bronkus yang terdapat pada
trakeadan bronkus besar. Disini terdapat sel mukus yang tegang dan
menggelembung serta sel serosa yang lebih kecil dan mengandung
bentukan Golgi yang berisi banyak granul getah (sel serosa). Pengeluaran
getah oleh kelenjar bronkus terjadi bila ada rangsangan vague akibat
reflek akson (antara epitel dan kelenjar sub-junction), dan sel goblet akan
mengeluarkan hetah bila terjadi iritasi langsung.
1.2.2.2 Daerah Pertukaran
Daerah pertukaran dimulai dari daerah transisi bronchiolus
terminalis, dilanjutkan dengan bronchiolus respiratorius dan kanal alveoli
(ductulu alveolaris pediculi) dan kantong alveolus (saccus alveolaris),
yang bersama-sama membentuk satu unit fungsional acinus (jamak
acini), kemudian membentuk suatu lobulus. Ductuli alveolaris,
panjangnya 2-3 mm memiliki suatu celah yang dibatasi oleh lubang
alveoli.
Alveoli pulmonalis yang berjumlah 300.106, merupakan kantong
kecil poliedrik berdiameter 0.1-0.3 mm, yang bermuara pada kanal
alveoli melalui suatu daerah insersi yang tebal atau bourrelet alveoler.
Volumenya sekitar 1.05 105 ml (60% dari olume udara
bronchopulmonaire total: 3150-4880 ml), dengan ruang batas udara-
jaringan 27.104 cm2 (permukaan total 70-95 m2).
Dinding alveoli yang memisahkan alveoli dari kapiler pembuluh
darah sering dipertimbangkan sebagai konsep membran alveoli, dengan
kata lain keseluruhan struktur mengandung morfologi untuk transfer
udara dalam saluran napas dan hemoglobin dalam peredaran darah
kapiler yang berdekatan dengan alveoli.
Penyerapan zat aktif pada saluran napas secara nyata bertumpu
pada perlintasannya melalui sawar yang tebalnya 0.2-10 mikrometer,
yang terdiri dari 3:
1. Sel penutup, (4-7 alveoli) yang terdiri atas 2 tipe:
- Sel-sel kecil atau pneumosit membranus ( sel tipe A atau sel I) yang
merupakan kelanjutan sitoplasma atau lapisan penutup permukaan
alveoli
- Sel-sel besar atau pneumosit granuler (sel B atau sel II) yang jumlahnya
sedikit, terletak diantara sel-sel kecil sitoplasma yang bersifat
fosfolipida alam dan merupakan pusat aktivitas enzimatik.
Diantara pneumosit yang berada bebas di dalam liang alveoli terdapat
makrofag alveoler yang mengandung banyak lisosom dan merupakan
fagosit terhadap bahan asing.
2. Anyaman kapiler sebagai kelanjutan dari iang alveoli dipenuhi oleh
sel-sel endotelial jointives.
3. Kerangka, terdiri dari bahan dasar dan berupa serabut kolagen atau
membran basal.
4. Penyelubung alveoler, merupakan lapisan film yang menyelubungi
alveoli dan sukar diamati, mempunyai ketebalan 10-50 nm,
mengandung surfaktan yang dihasilkan oleh sel B. Lapisan tersebut
berupa film yang bagian atasnyamengandung fosfolipida dan bagian
dalam terdiri dari mukopolisakarida dan protein dan keseluruhan
sistem merupakan struktur cair atau gel dan selal diremajakan oleh
basis.
Surfaktan tersebut terutama terdiri dari lesitin dipalmitat, kolesterol,
trigliserida, dan asam lemak bebas memiliki waktu paro 14 jam.
Sifat utama dari surfaktan adalah menurunkan tegangan permukaan,
sehingga paru dapat bergabung dengan sistem gelembung (alveoli) yang
ukurannya tidak sama, dan berhubungan dengan cabang-cabang bronkus.
Pada batas permukaan, surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan
antara bola udara dan cairan, dan selanjutnya cenderung terjadi
penurunan luas peermukaan dan volume gelembung. Tegangan
permukaan ini akan bertambah besar jika jari-jari gelembung bola
bertambah kecil dan hal ini memudahkan pengosongan udara dalam
gelembung yang paling kecil kedalam gelembung yang lebih besar.
Pada keadaan seimbang, tekanan udara dalam gelembung mengikuti
hukum LAPLACE
Gambar 5. Hukum Laplace
Surfaktan secara nyata menurunkan tagangan permukaan (40 mg
senyawa murni menurunkan tegangan 8 dyne/cm). Hal ini juga
dimaksudkan untuk mencegah pengosongan udara dari alveoli yang lebih
kecil ke dalam alveoli yang lebih besar. Selain itu juga untuk mencegah
perbedaan tegangan permukaan intraalveoler antara inspirasi dan
ekspirasi. Tanpa faktor ini, akan terjadi kolaps dan atelektasis.
Surfaktan juga berfungsi mengecilkan usaha muskular yang diperlukan
untuk memberikan udara segar ke paru dan menjaga pengisian udara.
Pada keadaan patologi, banyak ditemukan gangguan pada surfaktan
alveoler, tapi jarang dijumpai adanya perubahan kemampuan surfaktan
dikarenakan oleh ketidakmampuan fungsi atau tidak terbentuknya
surfaktan tersebut.
Keadaan patologi tersebut terutama adalah :
Penyakit membran hyalin pada bayi
Emboli paru
Asidosis paru
Oedema paru
Inhalasi cairan lambung (sindroma mandelson) atau gas toksik
Influensa
Penyumbatan arteri paru dari bronkus
Inhalasi detergent
Epitel alveoli secara terus-menerus menjaga integritas alveoli. Batas
interstitiumnya berupa membran basales endotel dan epitel yang
diantaranya terdapat senyawa untuk pertumbuhan. Meskipun terjadi
kerusakan struktur reguler, interstitium tetap memelihara kantong
alveoler dan kapiler pada bagian permukaan melalui pembentukan
kerangka fibril tiga dimensi melekat alveoli dan kapiler. Proses
penggantian gas dan penyerapan senyawa terjadi pada permukaan yang
interstitiumnya sangat halus (80nm) dengan lapisan surfaktan terdapat
interstitium yangh sangat tipis 15 nm.
1.3 Tinjauan Tentang Vaskularisasi dan Inervasi Paru
1.3.1 Vaskularisasi
Pada jalan masuk lobule, arteriol paru terbagi menjadi 2 sesuai dengan
percabangan bronkus. Percabangan tersebut semakin lama semakin menyatu
dengan jaringan kapiler pada permukaan dinding alveoli. Jaringan tersebut
terdiri dari 200-300 unit (dengan luas permukaan 60-80 m2, mengandung 100-
200 ml darah), berperan pada transpor senyawa untuk menerobos sawar sangat
besar pelarutannya yang sempurna. Waktu-lewat darah dalam jaringan ini hanya
beberapa detik dan peredaran balik terjadi di lobule perifer.
Vaskularisasi getah bening sering dengan arteriole intralobulairis, tetapi
tidak sampai ke dinding alveoli. Vaskularisasi terdiri dari 2 jaringan sub-pleural
dan intra parenkimatik, satelit arteri pulmonalis dan bronkus sampai ke kanal
alveoli.
1.3.2 Persarafan
Persarafan dalam paru meliputi:
- Serabut saraf simpatik dan parasimpatik menuju otot polos dari pembuluh
darah dan bronkusseperti kelenjar bronkus.
- Serabut saraf aferent, terutama peka pada permukaan selaput dada dan
bronkus.
1.4 Tinjauan Tentang Kelainan dan Kerusakan Saluran Napas
Banyak senyawa sintetis atau senyawa metabolit normal yang mempunyai aksi tertentu
pada paru (terutama senyawa amina).
Telah dibuktikan bahwa beberapa hal yang mempengaruhi pernapasan dapat
mengganggu anatomi dan fisiologi paru, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas
obat dalam sediaan aerosol. Obat-obat tersebut misalnya yang digunakan dalam pengobatan
mikroba, tuberkulosa, kanker, tumor, penyakit obstruktif, alergi, dan lain-lain.
1.5 Tinjauan Tentang Aerosol
Seperti yang tercantum dalam farmakope perancis edisi IX, aerosol merupakan dispersi
butiran cairan yang sangat halus di dalam udara dan berdiameter rata-rata 5µm. Terdapat pula
aerosol alami, misalnya awan atmosfer yang diameter pertikelnya 0,2-15µm
Aerosol larutan obat diperoleh dengan disperse mekanik menggunakan alat generator yang
terdiri dari elemen-elemen:
Sumber gas (kompresor atau gas mampat)
Generator pendispersi larutan dalam gas dan alat pencegah pembentukan pertikel
yang sangat voluminous;
Pemanas untuk memberikan keadaan isoterm pada partikel-partikel, karena
pelepasan gas dapat menyebabkan pendinginan sebagian.
Terdapat dua ejnis alat pendispersi sediaan yaitu: alat aerosol klinis (dalam
farmakope disebut aerosol obat), dan alat yang berisi gas pendorong atau pseudoaerosol
atau yang disebut juga bentuk sediaan farmasetik bertekanan. Walaupun kedua jenis alat
tersebut mempunyai elemen-elemen yang sejenis, namun dispersi yang dihasilkan
mempunyai sifat fisika-kimia dan efektivitas klinik yang berbeda.
Ditinjau dari sudut sistemnya, aerosol merupakan suatu sistem disperse yang terdiri
dari 2 fase, yaitu:
Fase pendispersi (fase penyebar), berupa campuran udara dan gas
Fase terdispersi (fase yang tersebar), umumnya berupa larutan dalam air dan
kadang-kadang berupa serbuk, walau tidak tercantum dalam Farmakope.
Seperti pada semua system disperse, sediaan aerosol harsu stabil, pertikel-partikel
tidak boleh membasahi dinding dan tidak boleh melarut secara tak beraturan dalam
cairan pendukungnya.
Stabilitas sediaan aerosol dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:
Muatan partikel : tiap partikel aerosol memiliki muatan listrik bertanda sama,
dengan demikian partikel-partikel tersebut akan saling tolak menolak.
Kehalusan pertikel : aerosol harus berbentuk kabut halus yang kering dan
memiliki gerak brown;
Penyebaran ukuran partikel
Perbandingan bobot jenis gas/cairan
Terdapat dua tipe aeraosol yaitu:
Aerosol sejati atau aerosol monodispersi, teridiri dari partikel-partikel yang
sangat halus, berdiameter sekitar 1µm, dengan penyebaran ukuran partikel yang
merata. Karena adanya gerak brown maka aerosol jenis monodispersi sanagt
homogen. Jumlah zat aktif yang terkandung dalam aerosol tersebut sanagt kecil
untuk dapat memberikan efek sistemik setelah penyerapan melalui paru, tetapi
karena penyebaran dan penembusan partikel segera terjadi maka efek pada organ
yang bersangkutan segera terjadi.
Aerosol polidispersi, terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran yang lebih besar
dan beragam. Aerosol tipe ini lebih kurang stabil karena partikelnya berat dank
arena fenomena koalesen antara partikel-partikel kecil dengan yang besar.
Penembusan dan penahanan pertikel ini hanya terjadi pada saluran napas bagian
atas, dan dalam hal ini jumlah pembawa zat aktif sangat berpengaruh, dan setelah
terjadi penyerapan setempat maka obat dapat memberikan efek sistemik.
Aerosol sejati dilengkapi dengan alat penyemprot klinis, sedangkan aerosol polidispersi
dikemas dalam wadah gelas dengan bahan pendorong gas.
1.6 Tinjauan Tentang Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Aerosol
1.6.1 Perjalanan Aerosol DalamTubuh
Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol akan menempuh jalur tertentu yang
berbeda dengan jalur perjalanan zat aktif yang diberikan dengan cara lainnya dan jalur
tersebut tergantung pada cara pemberian aerosol (partikel yang dihirup). Zat aktif akan
bergerak menuju tempat aksi (bersama dengan aliran udara yang dihirup), dan ebraksi
selama ada kontak (kadang sangat terbatas) dan dengan dosis yang umumnya sangat
kecil.
Oleh sebab itulah penelitian sediaan aerosol terdiri atas 2 jenis yaitu penelitian
pertama berkaitan dengan perjalanan partikel-partikel dari alat generator sampat tempat
fiksasi di dalam saluran napas (dengan kemungkinan kembali ke lingkungan luar), dan
penelitian kedua meneliti transfer zat aktif yang terkandung dalam partikel aerosol sejak
dari tempat depo sampai dikeluarkan dari tubuh.
Keseluruhan proses tersebut dirangkum dalam diagram berikut ini yang dkutip
dari Gormann. Kolom pertama menunjukkan jalur utama yang dilewati partikel setelah
penghirupan. Tetapan K1 sampai K5 menyatakn kecepatan dan jumlah partikel yang
melewati permukaan atau kompartemen paru. Tetapan K7 sampai K9 lebih
mencerminkan jalur perpindahan zat aktif yang terlarut daripada perpindahan partikel itu
sendiri. Tetapan K6 menyatakan jumlah partikel tersuspensi yang tidak tinggal dalam
alveoli dan dikeluarkan melalui hembusan udara ekspirasi. Amplitude nilai ini tercermin
pada tetapan bolak-balik K5,K4,K3. Sedangkan jumlah partikel yang tertahan di saluran
napas dinyatakan dalam tetapan depo K5p, K4p, dan K3p.
Perjalanan aerosol yang panjang tersebut dapat disingkat menjadi :
1. Transit atau penghirupan
2. Penangkapan atau depo
3. Penahanan atau pembersihan
4. Penyerapan
1.6.1.1 Penghirupan atau Perpindahan
Aerosol memulai perjalanan dari alat generator sampai titik fiksasinya di
epitel pernapasan. Tetesan Aerosol mula-mula mencapai cavum bucallis,
kemudian menuju trakea, bronkus, bronkiolus, kanal alveoli dan akhirnya ke
aveoli paru. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel adalah ukuran
partikel, pernapasan dan meuju pengaliran udara, jenis aliran, kelembaban suhu
dan tekanan.
1.6.1.1.1 Ukuran Partikel
Skema pada gambar 6 menunjukan jalur penembusan partukel pada
berbagai tahap yang berbeda di percabangan saluran napas berdasarkan
ukuran partikel. Partikel-partikel yang ukurannyalebih kecil dari 1,2 m
tidak mengalami hambatan di dalam saluran bronkus, dan yang berdiameter
kurang dari 0,2 m dapat mencapai daerah aveoli
Partikel-partikel yang memiliki koefisien di fusi rendah dan yang
keterendapan gravitasnnya rendah akan mengikuti perjalanan udara
pensuspensinya. Partikel semacam ini tergantung pada volume udara yang
beredar tetapi tidak pada setiap inspirasi dan udara residu di dalam paru.
Partikel yang mempunyai koefisien difusi rendah mampu menembus paru
sampai daerah volume edar yang mengalir dan volume kamulasi aliran
udaranya sama.
Dalam satu inspirasi tunggal, aveoli yang terletak setelah daerah
tersebut(dimana volume udara yang mengalir dan volume kumulasi
udaranya sama) tidak menerima satu partikel pun, selain itu volume udara
yang di hirup dan di hembuskan selama 1 daur penapasan tidaklah sama.
Altshuler dkk membuktikan bahwa sekitar 25% volume udara yang di hirup
di pindahkan ke udara intrapulmoner dalam satu daur pernapasan dan udara
intrapulnomer dalam jumlah yang sama di pindahkan ke volume edar.
Untuk mencapai tempat tujuan. Pada akhir satu daur pernapasan sederhana,
udara intrapulnomoner akan terisi lagi oleh sejumlah partikel-partikel yang
susah masuk selama inspirasi sebelumnya. Pada inspirasi berikutnya,
partikel memasuki bagian paru yang lebih dalam dan selama respirasi stabil,
partukel tersebut akan menembus sampai aveoli yang paling jauh dan di
timbun secara di fusi. Di dalam paru, partikel=partikel tersebut tidak
sepenuhnya mengikuti aliran gas dan sejumlah senyawa berkurang karena
terjasinya penimbunan di permukaan paru dan jarang ada konsentrasi yang
sama di seriap permukaan unit paru terminal.
1.6.1.1.2 Cara Pernapasan dan Laju Pengaliran Udara
Pernapsan normal terjadi antara 12-15 daur per menit dan volume
udara inspirasi dan ekpirasi adalah sekitar 500 ml (22,33) dengan laju
pengaliran 22-25 liter/ menit. Peningkatan laju inspirasi dapat membawa
serta partikel-partikel berukuran besar ke dalam aveoli pulnomer yang
secara normal telah di hentikan dalam saluran napas bagian atas dan hal itu
terjadi akibat perubahan tubulansi arus dan gerak partikel. Sebaliknya
perlambatan ritme napas akan memperbesar waktu tinggal partikel dan
akibatnya terjadi peningkatan retensi aerosol .
1.6.1.1.3 Aliran Gas
Aliran gas yang melalui saluran pernapasan mungkin berbentuk laminar
atau tubule. Aliran laminar dari suatu cairan dalam tabung berdiameter
kecil dapat di nyatakan dengan persamaan hokum POISEUILLE yaitu :
Pada persamaan ini, t merupakan waktu (detik) yang di perlukan
sejumlah volume V (ml) dengan kekentalan cairan (Pada Po) untuk
mengalir melalui tabung yang panjangnnya 1(cm), jari-jari r(cm) dan
dengan tekanan P (dyne cm-2).
Jika ukuran tabung di anggap tetap maka laju pengaliran cairan akan
berbanding lurus dengan kekentalan. Pada keadaan aliran laminar. Semua
cairan bergerak seperti gerakan piston dalam silinder. Dengan laju
pengaliran yang sedang, partikel-partikel aerosol dalam aliran laminar di
kendalikan dengan mengatur laju pengaliran dan mengrangi pengendapan
partikel.
Jika cairan di beri gaya yang cukup ntuk melewati saluran yang penuh
dengan kelokan dan rintangan, makka aliran laminar akan berubah menjadi
aliran tubulensi, cairan akan berputar dan arah gerakan malekuler akan
selalu berubah. Dalam silinder terpisah, aliran cairan meruapakan fungsi
dari bilangan Reynolds. Seperti pada persamaan berikut ini :
d adalah diameter tabung (cm), v laju pengaliran (cm/detik)
bobot jenis (g/cm-3) dan kekentalan (cm2/ detik).
Jika harga bilangan reylond lebih dari 200, maka aliran bersifat
turbulen. Mead menyatakan bahwa bilangan reylond selama respirasi
tenang (v=0,33 l/detik) ternyata lebih rendh dari 2000 pada sebagian besar
permukaan saluran. Selama pernapasan sedang atau dengan kekuatan
(v=3,3 l/detik), bilangan reylonds lebih dari 2000 dalam lubang hidung,
pharlynx, glottis, trakea dan sebagian besar bronkus, tapi tidak dalam
bronkiolus untuk melewati daerah ini, aliran udara harus bersifat turbulen
dan pada kondisi ini bobot jenis sediaan lebih berpengaruh di bandingkan
kekentalannya. Suatu turbulensi yang kuat akan memperlambat pengaliran
gas baik dibagian dalam meupun bagian luar paru, dengan demikian terjadi
penimbunan partikel yang lebih dini di dalam saluran pernapasa bagian
atas. Tubulensi dalam saluran napas (dapat berisi mucus, eksudat, tumor
bahan asing), pada bagian penutup glottis dapat terjadi suatu kombinasi
aliran laminar dan turbulen. Sebaliknya di mungkinkan meningkatkan
penembusan aerosol untuk mengurangi keadaan turbulansi yaitu dengan
melakukan irama pernapasan yang perlahan..
1.6.1.1.4 Kelembapan
Udara di bagian paru yang lebih dalam umumnya mengandung
air sejumlah 44 g/m3 . Udara atau aerosol dalam paru memiliki derajat
kelembaban yang setara dengan kejenuhan pada suhu tubuh. Udara
ekspirasi normal pada suhu 32oC mempunyai kejenuhan air (34g/m3).
Aerosol mengandung kurNg dari 44 g/m3 air dan sejumlah unu akan
bertambah saat penghirupan dan akan menguap sesampainya di mukosa
hingga tercapainnya keseimbangan. Alat aerosol pada umumnnya,
kecuali nebulizer ultrazon (31,32), akan membawa partikel-partikel yang
kadar airnya kurang dari 30 g/m3, Partikel selanjutnya akan menyerap air
dalam jumlah yang di pengaruhi oleh suhu, kelembaban relatif dan sifat
senyawa. Sejumlah persamaan di buat untuk menerangkan pertumbuhan
partikel sebagai fungsi dari kelembaban dan dari persamaan tersebut
terlihat bahwa peningkatan partikel secara maksimal terjadi pada senywa
dengan bobot molekul dan bobot jenis yang kecil.
Partikel-partikel yang berdiameter lebih kecil dari 0,2μm dapat
melintasi trakea lebih cepat sebanding partikel-partikel berdiameter 0,5-
0,8 μm. Prostendorfer mengamati pengaruh perubahan ukuran partikel
aerosol pada 10-22oC dan dengan suatu kelembaban relatif pada suhu 40-
100%. Hasil penelitian membuktikan bahwa aerosol dengan partikel
yang tidak larut (SiO2 misalnya) tidak di pengaruhi oleh kelembaban,
sedangakan aerosol denga partikel yang sedikit larut (latex atau asap
rokok) diameternya dapat membesar menjadi 1,35-1,55 kali dan aerosol
yang larut (NaCl) diameternya membesar 3-7 kali.
1.6.1.1.5 Suhu
Dalam suatu system yang dapat mengalami perubahan suhu, maka
partikel akan bergerak dari bagian yang lebih panas ke bagian yang
dingin. Gerakan tersebut berbanding lurus dengan perubahan suhu
dan diameter partikel; bila system memiliki amplitudo yang lemah,
maka dalam waktu singkat partikel tidak dapat terhirup karena suhu
paru lebih panas dibandingkan suhu aerosol.
Penting karena aerosol yang dihirup pada suhu lebih rendah
dibandingkan suhu tubuh maka terlebih dahulu partikel harus
dipanaskan dan dilembabkan oleh tubuh, dengan akibat makin
besarnya ukuran partikel. Sebaliknya, jika suhu aerosol dihirup pada
suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu tubuh, maka partikel akan
didinginkan dulu dan air yang terkandung akan terkondensasi pada
permukaan epitel.
1.6.1.1.6 Tekanan
Aliran turbulen atau laminer dari suatu cairan yang melewati
saluran nafas tergantung pada tekanan pada setiap bagian saluran
yang dilewati aerosol. Tekanan total pada permukaan trakea sama
dengan tekanan atmosfer. Selama inspirasi tekanan pernapasan
maksimal dalam paru turun menjadi 60-100mmHg dibawah tekanan
atmosfer hingga menyebabkan masuknya aliran udara atau aerosol
atau aerosol.
Penggunaan tekanan buatan, baik positif maupun negatif dapat
memperbesar perbedaan tekanan tersebut yang berakibat pada aliran
dan penembusan partikel aerosol. Pemakaian tekanan positif pada
bagian alat aerosol dapat memperbesar perbedaan tekanan inspirasi
hingga 4-22mmHg. Pada pengamatan yang lebih teliti yaitu saat
pernapasan yang dalam akan terlihat dilatasi bronkus dengan
penembusan udara atau aerosol ke tempat yang secara normal
terhalang atau berkontraksi.
Dengan tujuan yang sama, dimungkinkan menghindari efek
tekanan intrapulmoner dengan memanfaatkan sifat vibrasi suara.
Difusi gas atau partikel-partikel yang sangat halus (lebih kecil dari
3µm) dipercepat oleh vibrasi ultrasonik yang menyusup dalam
lintasan, seperti yang ditempatkan pada alat aerosol tertentu (aerosol
ultrasonik).
Sediaan aerosol dibuat sedemikian agar saat dihirup tidak
menyebabkan perubahan tekanan pada permukaan paru (*).
Sementara itu, terlihat pula adanya efek setempat tertentu jika gas
dihirup sebelum penguapan total dosis yang diberikan.
Seperti yang telah diteliti, banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perjalanan partikel, namun yang lebih penting adalah
ukuran partikel. Ukuran partikel dapat dievaluasi dengan berbagai
metode yang teliti.
(*)50µl campuran gas zat aktif film, jika menguap hanya membentuk
5-10 ml uap tambahan dalam 500 ml volume pernapasan.
1.6.1.2 Penahanan atau Depo
Pada tahap kedua dimana terjadi penahanan atau depo, partikel aerosol
ditahan oleh epitel broncho-alveoli. Hanya sebagian partikel yang
diteruskan sedangkan bagian lainnya ditolak.
Sekali partikel tertahan, maka zat aktif yang terlarut akan memberikan
efek. Tahap ini merupakan hal yang paling penting ditinjau dari sudut
penggunaan praktis aerosol obat, dan terdapat banyak mekanisme cara
penahanan.
1.6.1.2.1 Cara Penahanan
Mekanisme yang mengatur penahanan atau depo partikel pada berbagai daerah konduksi dan daerah pertukaran terdiri dari 3 (tiga) cara yaitu: 1. Tumbukan karena kelembaman 2. Pengendapan karena gaya tarik bumi 3. Difusi (gerakan brown)
1. Tumbukan karena kelembaman Tumbukan karena kelembaman terjadi pada partikel-partikel yang bergerak, berdiameter 0,5-50 µm dan peka pada perubahan arah dan kecepatan aliran. Dikotomi (percabangan dua) yang berturutan dari saluran napas menyebabkan terjadinya perubahan mendadak arah aliran udara yang dihirup. Karena kelembamannya partikel-partikel cenderung mengikuti arah lintasan semula dan selanjutnya membentur dinding saluran napas. Tumbukan terutama terjadi di permukaan hidung, pharynx dan segmen trakeo-bronkus yang banyak percabangannya. Kemungkinan terjadi depo akibat tumbukan dinyatakan oleh persamaan berikut:
I = Ut . U . sin θ .............................................................(persamaan 1)
g R
U = laju pengaliran udara Ut = laju partikel θ = sudut bengkokan bronkus R = jari-jari bronkus g = gaya tarik bumi
Persamaan ini pada hakekatnya menunjukkan kemungkinan terjadinya tumbukan oleh kelembaman yang semakin meningkat dengan bertambahnya diameter partikel, laju
pengaliran udara, sudut lekukan dan penurunan jari-jari bronkus; tumbukan tidak terjadi di alveoli yang laju pengaliran gas adalah nol.
2. Pengendapan karena gaya tarik bumiDepo yang terjadi karena pengendapan akibat gaya tarik bumi
terjadi pada bagian akhir dari bronkus (dimana laju pengaliran gas tinggal beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter tiap detik). Keadaan ini sangat berarti bila debit antara inspirasi dan ekspirasi menjadi nol. Hal tersebut juga berpengaruh pada saluran atas dan alveoli untuk partikel berdiameter antara 0,1 dan 50 µm. Proses penahanan bekerja dibawah rangsangan yang merupakan fungsi dari laju perpindahan partikel, lamanya melewati saluran dan inklinasi sudut saluran. Laju pengendapan partikel dapat dihitung menurut persamaan berikut ini:
Ut=σ . g . d 2 ……(persamaan 2)
18η
g = gaya tarik bumi d = diameter partikel σ = bobot jenis udara η = kekentalan udara
Jadi, pengendapan partikel berbanding terbalik dengan laju pengaliran udara dan berbanding lurus dengan bobot partikel.
3 Difusi (gerak brown)
Gerak brown dapat mempengaruhi aerosol. Gerak brown tersebut
timbul akibat tumbukan molekul gas dengan partikel yang
tersusupensi diudara. Gerkan ini akan mendorong patikel melintasi
aliran gas dan hal itu memeperbesar deponya.
Fenomena ini khususnya terjadi di bronchiolus terminalis dan
alveoli terhafdap partikel yang berukuran submikron (0,002-0,5).
Laju penahanan atau depo karena difusi yang disebabkan gerak
brown umumnya sebanding dengan jumlar partikel yang tersuspensi
dalm udara, luar permukaan, muatan ion, perubahan suhu, dan waktu
istirahat antar gerakan-gerakan pernapasan.
Efektivitas difusi berbanding terbalik dengan ukuran partikel dan
volume ruang penghirupan : partikel-partikel dengan ukuran 0,6
mikro meter atau lebih kecil, tidak mengendap dalam saluran yang
lebih besar dari kantong alveoli (saccus alveolares) dan saluran
alveoli (ductuli alveolares), tapi saat ia mencapai daerah ini, depo
dapat terjadi secar tiba-tiba dan dipercepat.
Laju penahanan partikel karena difusi mengikuti persamaan :
∆ = RT C 1/2
N 2π η d
∆= Laju perpindahan partikel
R= tetapan gas murni
T= suhu mutlak
N= bilangan avogadro
C= faktor pembetulan cuningham
= kekentalan udara
d= diameter partikel
1.6.1.2.2 Faktor – faktor yang Memengaruhi Proses Penahanan Partikel
Berbagai cara penahanan partikel dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu:
A. Anatomi dan fisiologi saluran nafas
Ditinjau dari sudut anatomi, penahanan partikel tersebut
berkaitan dengan ukuran saluran napas yang secara bertahap
semakin mengecil; frekwensi pembagian, jumlah dan
besarnya sudut percabangan yang dapat mempengaruhi depo.
Keadaan anatomi sangat penting dalam pemahaman tentang
depo partikel. Jadi luas permukaan total dari saluran udara
meningkat secara bermakna mulai dari saluran udara
meningkat secara bermakna mulai dari trakea sampai
bronchiolus terminalis hingga mencapai perbandingan 1:60.
Secara skematik hal tersebut digambarkan seperti corong
dengan puncak trakea (luas permukaan 2 cm persegi) dan
bronchiolus terminalis sebagai dasarnya (luas permukaan
100-120 cm persegi)
Geometrik ini menerangkan bahwa hambatan pada aliran
udara dan laju pengaliran berkurang sedikit demi sedikit saat
mendekati daerah difusi. Kecepatan aliran udara yang besar
dalam saluran konduksi yang besar menyebabkan terjadinya
depo partikel secara tumbukan kelembaman. Pada permukaan
hidung, larynx, trakea, dan bronkus besar, laju pengaliran
akan sangat berkurang atau nol dalam saluran yang kecil
sehingga tidak menyebabkan terjadinyadepo kecuali depo
yang disebabkan oleh adanya daya tarik bumi atau difusi;
depo pada daerah tersebut dipermudah oleh ukuran saluran
udara yang kecil.
Seperti diketahui saluran napas pada berbagai jenis hewan
berbeda tapi pada individu sejenis terdapat keragaman dalam
ukuran saluran terutama volume paru, usia dan proses
patologi. Dalam hal trakir, perlu dicatat adanya pengaruh
penyempitan saluran, perubahan sistem aliran yang laminer
menjadi turbulen, depo maksimum karena kelembaman pada
keadaan penyempitan (stenosis), dan selain itu juga
menyebabkan penyebaran kembali gas yang dihirup menuju
daerah yang sehat, yang lebih segar. Hal ini dapat merugikan
apabila aerosol mengandung bahan toksis seperti cemaran.
Ditinjau dari sudut fiologik, perubahan irama pernafasan,
kapasitas vital, volume aliran, datau adanya aliran bronkus
merupakan parameter yang juga berpengaruh pada
pembentukan depo. Peningkatan volume aliran 450-1350 ml
pada laju yang tetap 300 ml/detik akan memperbesar depo
pada berbagai permukaan saluran napas pada partikel yang
berdiameer ntara 0,2 dan 20 mikrometer. Jika peningkatan
volume ini disertai dengan peningkatan irama pernapasan
maka depo akan semakin kecil karena waktu transit
dipersingkat.
Pentingnya waktu istirahat pada peningkatan depo dalam
saluran nafas bagian bawah terlihat nyata secara klinik.
Pemberian bebearap bentuk sediaan farmasetik di saat
pernafasan tenang akan menunjukan efektivitas yang lebih
baik. Selain itu, pernafasan perlahan akan meningkatkan
secara nyata waktu istirahat pada saluran nafas bagian bawah.
b. Faktor fisiko-kimia partikel
Ukuran partikel
Ukuran partikel merupakan faktor yang sangat penting.
Pada aerosol monodispersi, partikel dengan ukuran 1-5mikro meter
dapat menembus dan mengendap dalam alveoli (dengan ruang
maksimum untuk partikel kurang dari 3 mikrometer) partikel yang
lebih kecil dari 1 mikrometer tidak akan mengendap dan keluar
saat ekspirasi.
1. Lubang hidung
2. Pharynix dan larynix
3. Bronkus dan bronkiolus
4. Alveoli
5. Partikel yang tidak mengendap
Depo karena kelembaman terjadi maksimal pada partikel dengan
ukuran tertentu (kemungkinannya 38 % untuk partikel dengan
ukuran 7 mikrometer, 20% untuk yang berukurn 5 mikrometer,
10% untuk berukuran 3 mikrometer dan 1% untuk yang berukuran
1 mikrometer.
Pengendapan berbanding lurus dengan kuadrat diameter partikel
dan bobot jenisnya. Pentingnya hubungan ini mendorong para
peneliti untuk menentukan diameter nyata partikel aerosol,
diameter aerodinamik efektif, kecepatan jatuh dari partikel sesuai
dengan yang diharapkan.
Difusi atau erak brown relatif tidak bermakna pada partikel yang
berdiameter lebih dari 1 mikrometer, tapi sangat penting untuk
partikel yang berdiameter antara 0,002 dan 0,1 mikrometer,
dimana tidak terjadi depo karena pengendapan. Depo karena difusi
akan meningkatkan seiring dengan pengecilan ukuran saluran
napas, karenanya jarak tempuh partikel kepermukaan menurun
secara nyata pada permukaan bronkus dan alveoli.
Simpangan kurva, menyatakan kebolehjadian depo karena
pengendapan atau karena difusi menurut ukuran, membentuk suatu
daerah kebolehjadian minimal partkel berdiameter sekitar 0,5
mikrometer, yaitu ukuran saluran bagian dalam dimana laju
partikel yang melintasi karena gerak brown adalah sama laju
pengendapan
.
Muatan partikel
Partikel bermuatan dengan mobilitas yang tinggi dan
menimbulkan muatan yang lemah pada partikel – partikel kecil
(0,1µm atau lebih kecil) atau muatan yang besar pada pada
partikel yang besar (1µm atau lebih).
Partikel – partikel yang kecil yang tidak bermuatan jarang
mengendap di permukaan hidung dan pharynx, namun bila
partikel tersebut bermuatan, akan menyebabkan terjadinya depo
pada lubang hidung dan hidung.
Depo yang disebabkan oleh penolakan muatan listrik dari
partikel berdiameter 0,7µm akan lebih kuat di alveoli
dibandingkan saluran nafas bagian atas, termasuk partikel
aerosol yang bermuatan sangat lemah. Pada keadaan dimana
koagulasi partikel aerosol meningkat terjadinya depo, maka
mungkin partikelnya bersifat bipolar, dan hal ini dapat
menyebabkan aerosol lebih efektif.
Bobot jenis partikel
Kedalaman penembusan dan depo partikel aerosol dalam
saluran berbanding terbalik dengan irama pernapasan, ukuran
partikel, dan bobot jenis partikel.
Stabilitas sediaan aerosol berkaitan erat dengan pengaruh bobot
jenis terhadap laju pengendapan. Suatu partikel dengan
diameter 0,5µm dan bobot jenis 10 g cm-3, memiliki laju
pengendapan yang sama dengan laju pengendapan partikel
berdiameter 2µm dan bobot jenis 1g/cm.
Aerosol untuk pengobatan umumnya memiliki bobot jenis 2 – 3
g cm-3. Senyawa dengan bobot jenis antara 1 dan 10 g cm-3
memiliki kurva depo yang sama jika ukuran partikelnya
dinyatakan dalam unit kesetaraan bobot jenis
Bobot jenis gas pendorong
Sediaan farmasi yang berbentuk semprot pada gas pendorongnya
mempunyai bobot jenis yang tinggi. Semakin tinggi bobot
jenisnya maka semakin nyata pengaruh pembawa gas terhadap
partikel yang tersuspensi, dan hal ini dapat mengakibatkan
penetrasi yang jauh ke dalam saluran. Partikel – partikel ini
kemudian menjadi pusat kondensasi kelembapan sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya depo.
Untuk menentukan jumlah total partikel yang di depo pada setiap
daur pernapasan, penyebarannya dalam percabangan brokus
termasuk keragaman diameter dan parameter ventilasi, maka di
usulkan sejumlah teori perhitungan. Bila diketahui ukuran
geometri percabangan bronkus, maka dengan
mempertimbangkan debit pernapasan dari mulut, konsentrasi
awal aerosol, mekanisme dan depo aerosol pada dinding organ,
selanjutnya dapat dihitung dengan cepat konsentrasi aerosol pada
percabangan depo setempat dan akhirnya dengan persamaan
spatio-temporelle dapat dihitung jumlah aerosol yang di depo.
1.6.1.3 Penahanan dan Pembersihan
Aktivitas partikel aerosol ditentukan oleh laju pelarutan dan difusi
melintasi selaput mukosa, oleh perubahan laju perjalanan dan peniadaanya dari
lapisan mukosa tersebut. Penangkapan partikel ke dalam mukus diikuti dengan
perjalanan menuju saluran napas bagian atas kecuali saluran dan kantong alveoli
dan alveoli. Hal ini disebabkan dalam kantong alveoli dan alveoli terdapat film
surfaktan yang berfungsi untuk membawa partikel – partikel menuju daerah
dimana akan bercampur dengan mucus.
Lamanya pembersihan sekitar 100 jam untuk partikel yang dibersihkan
oleh selaput mukosilia, 30-40% dikeluarkan pada 24 jam pertama. Mekanisme
pembersihan tergantung pada sistem aerosol. Yaitu pada aerosol yang larut dalam
air atau cairan biologis dan aerosol yang tidak larut dalam cairan biologis.
Dalam mekanisme yang pertama, cara pembersihan terjadi dengan
penyerapan oleh mukosa saluran napas. Dalam mekanisme yang kedua cara
pembersihan dinyatakan sebagai fungsi tempat fiksasi : pada saluran napas
bagian atas, pembersihan terjadi lebih awal dan cepat ( kurang dari 2 hari ), dan
ditampung pada mukosilier. Untuk aerosol yang tidal larut maka partikel
tersimpan dalam saluran napas bagian bawah, pembersihan terjadi lebih lambat
dan diperpanjang oleh pengaruh penahanan partikel dalam waktu yang berbeda –
beda sesuai dengan daerahnya.
Telah dijelaskan pula bahwa gerakan silia dipengaruhi oleh penyakit atau
keadaan yang kurang menguntungkan ( lingkungan tidak setara dengan
konsentrasi 0,9-2% NaCl, pH di luar rentang 6,2-7,2 ,suhu di luar rentang 28 –
35oC ) dan akibatnya pembersihan diperlambat
1.6.1.4 Penyerapan
Pada tahap penyerapan, sebagian bahan yang dihirup dalam bentuk
aerosol akan terikat dalam saluran napas dan selanjutnya diserap oleh mukosa
saluran. Penyerapan dapat terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang
– kadang `selektif untuk beberapa zat aktif tertentu.
1.6.1.4.1 Penyerapan di Hidung
Luas permukaan penyerapan di hidung adalah 80cm2. merupakan
bagian yang paling sedikit menyerap dari seluruh permukaan saluran
napas. Aerosol yang diberikan melalui hidung sebagian ditahan oleh bulu –
bulu hidung dan mukosa permukaan. Pembersihan pada bagian tersebut
terjadi dengan pencucian mukosa dan penelanan, semua proses terjadi
dengan sangat cepat. Jika zat aktif dapat diserap maka ia harus terlarut dan
terdifusi dengan cepat melintasi selaput mukosa.
Sulfur anhidrida dan amoniak sangat cepat diserap di bagian hidung,
sedangkan histamina, nikotina,efedrina,epinefrina diserap sangat perlahan
pada bagian mukosa atas dan sangat cepat pada bagian mukosa yang luka.
Bahan – bahan lain yang juga diserap di bagian hidung adalah.: Sebuk post
hipofisa, tetrakosaktida, bahan organik pada asap rokok, antigen difteri
murni.
1.6.1.4.2 Penyerapan di Mulut
Luas permukaan penyerapan pada bagian dalam dari mulut dan
pharynx adalah sekitar 75cm2. Sebagian partikel aerosol yang tertinggal di
dalam mulut dapat tertelan , atau diserap melalui bukal setelah terlarut
dalam saliva. Mulut yang mempunyai mukosa berciri lipoid, penyerapan
zat aktif terjadi dengan difusi dalam bentuk tak terionkan. Misalnya :
nitrogliserin,testosteron, desoksi-kortikosteron,isoproterenol,alkaloid
dapat diserap dengan baik. Sebaliknya barbiturat, protein bermolekul
besar dan heparin sedikit sekali diserap.
1.6.1.4.3 Penyerapan di Trakea
Baik air maupun larutan garam (saline) tidak diserap pada daerah
trakea, demikian pula beberapa bahan larut lemak seperti barbital,
tiopental, striknin,kurare.
Efek pemberian aerosol suksinilkolin ternyata secara bermakna
lebih lambat tetapi lebih lamadibandingkan penyuntikan intravena;
pemberian aerosol larutan methoxamin 1-2 ml dengan kadar 20 mg/ml
menghasilkan efek yang sama dibandingkan dengan pemberian 1mg
melalui intravena. Pemberian penisilina dengan penetesan pada trakea
menghasilkan kadar dalam darah pada daerah terapetik dua kali lebih
lama dibandingkan pemberian intramuskular dan juga tampak efek depo.
Pembiusan setempat seperti tetrakaina diserap dengan cepat di trakea dan
sedikit diserap di daerah esofagus dan lambung.
1.6.1.4.4 Penyerapan di Bronkus
Pada permukaan bronkus banyak terdapat otot polos yang sangat
peka terhadap beberapa senyawa iritan, sehingga dapat menyebabkan
aktivitas lokal bronkodilator. Saat pemberian senyawa vasodilator,
bronkus akan mengalami dilatasi sehingga efek sistemik dapat dihindari.
Hal ini dapat diterangkan bahwa sistem bronkus-paru memiliki 2 tipe
reseptor andrenergik yaitu reseptor α yang terdapat dalam pembuluh darah
bronkus dan reseptor β yang terdapat dalam otot bronkus. Kedua reseptor
ini dapat di aktifkan langsung oleh parasimpatomimetik dan secara tidak
langsung oleh pelepasan katekolamin. Kedua rangsangan tersebut terjadi
setiap ada hambatan saluran udara, dengan rangsangan reseptor α akan
terjadi vasokonstriksi dan dekongesti mukosa bronkus, sedangkan
rangsangan β menyebabkan relaksasi otot polos saluran udara. Obat
bronkodilator terutama bekerja terhadap reseptor β, kecuali epinefrina dan
efedrina yang merangsang kedua reseptor tersebut, atau fenilefrina yang
hanya bekerja pada reseptor α.
1.6.1.4.5 Penyerapan di Alveolar
Alveoli merupakan suatu tempat penyerapan yang sangat istimewa karena
permukaanya yang luas dan letaknya yang sangat dekat denga jaringan
yang penuh kapiler. Sementara itu tidak mungkin untuk menentukan
koefisien permeabilitas zat aktif karena luas permukaan total dari saluran
nafas tidak diketahui secara pasti, jumlah total aliran alveoli dan nilai
kedua parameter tersebut selalu berubah – ubah yergantung subyek.
Mekanisme perlintasan melalui dinding alveoli tidak dapat ditentukan
dengan pasti. Kini yang telah diketahui dengan baik adalah hal-hal sebagi
berikut.
1. gas bius dan gas pernapasan melintasi sawr alveoli dengan sangat cepat.
2. air juga dapat melintasi dinding alveoli dengan sangat cepat dan dalam
jumlah besar, larutan fisiologi NaCl diserap sangat perlahan
3. membran alveoli agak permeable terhadap sebagian besar senyawa
yang terlarut. Ion – ion dan molekul kecil yang larut diserap lebih lambat
dibandingkan air. Urea dan kalium diserap lebih baik dibandingkan
natrium
4. Amida dan alkilamina dengan bobot molekul yang besar lewat lebih
cepat dibandingkan dengan senyawa yang bobot molekulnya kecil.
5.tipe dan laju penyerapan protein kurang diketahui, walau demikian
diketahui bahwa albumin,globulin diserap dengan baik, sedangkan vaksin
para-influenzatipe 2 ternyata lebih efektif jika diberikan dalam bentuk
aerosol dari pada pemberian dalam bentuk sub-kutan.
6.Aerosol antibiotika juga digunakan untuk tujuan efek sistemik atau efek
setempat.kanamisina sedikit diserap pada daerah alveoli, sehingga
efeknya sangat terbatas.
7. pelintasan zat aktif yang terkandung dalam partikel aerosol terjadi
dengan beberapa cara berbeda tergantung pada keadaan tetesan bahan
yang terlarut, partikel terlarut atau tak terlarut.
1.6.1.4.6 Penyerapan di Saluran Cerna
Partikel yang berhenti di permukaan hidung atau mulut cenderung
menembus kedalam saluran cerna setelah penelanan pertama atau yang
kedua pada tahap epurasi paru.
Penyerapan terutama penting untuk aerosol tanpa air. Senyawa tertentu
(isoproterenol atau kromoglikat akan dimetabolisme dan ditiadakan dengan
cara yang sama. Hal ini memperlihatkan pentingnya penelanan partikel.
Sebaliknya penyerapan isoproterenol melalui trakea lebig bermakna
dibanding penyerapan melalui saluran cerna. Sulit untuk meramalkan
jumlah total yang diserap melalui saluran cerna setelah pemakaian aerosol,
dan sulit meniadakan kemungkinan adanya penyerapan saluran cerna.
Tergantung pada tempat penyerapan, diameter partikel aerosol yang sangat
berperan pada proses penyerapan.
Dautrebande, membuktikan bahwa aerosol murni dengan partikel yang
sangat halus dapat mengangkut bahan obat 30 – 40 kali lebih banyak
daripada aerosol polidispersi dan hanya dan hanya sejumlah kecil yang
dapat menimbulkan efek sistemik setelah perlintasan melewati paru.
Sebaliknya efek pengobatan pada permukaan yang ditimbulkan oleh
aerosol murni adalah 5 kali lebih kecil dibandingkan aerosol larutan
dengan volume 10x lebih besar.
Aerosol monodispersi dengan prtikel berukuran mikrometer
memberikan aksi pada permukaan paru yang lebih dalam; aerosol
polidispersi dapat menyebabkan efek sistemik dan efek setempat. Hal ini
telah dibuktikan oleh Deutrebande.
Subyek yang menghirup aerosol murni lalu aerosol polidispersi yang
masing – masing mengandung simpatomimetik secara bergantian dalam
jumlah pernapasan yang sama, maka cukup dengan beberapa hirupan
aerosol murni dapat menyebabkan bronkodilatasi dan segera mencapai efek
maksimum tanpai disertai perrubahan tekanan arteri atau irama jantung.
Sebaliknya volume yang sama dengan aerosol polidisperse memberikan
suatu manifestasi kardiovaskuler yang nyata dengan intensitas, sebanding
dengan volume yang dihirup, dengan jumlah bahan yang diserap oleh
mukosa saluran napas. Sehingga dapat disimpulkan, dengan aerosol murni
dimungkinkan untuk mempelajari paru hewan atau manusia secara in situ
seperti pada organ terpisah.