Makalah Desensitization Systematic

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hhvg

Citation preview

PENDAHULUAN

Terapi tingkah laku atau yang disebut sebagai behavioral theraphy merupakan kumpulan berbagai ragam teknik dan metode dalam belajar yang tujuannya untuk memodifikasi tingkah laku agar dapat menjadi adaptif terhadap suatu situasi dalam lingkungan hidup. Penerapan sistem belajar yang berkaitan dengan pengubahan perilaku agar adaptif ini memberikan andil besar bagi bidang psikologi klinis maupun bidang pendidikan.

Dalam terapi tingkah laku, tidak terdapat konsep tunggal yang dianggap paling tepat untuk menjadi dasar patokan bagi para ilmuwan atau tiap orang untuk mempelajari tingkah laku manusia yang dapat diubah, diarahkan atau dimodifikasi sebagai penyesuaian terhadap lingkungan.

Awal perkembangan munculnya terapi tingkah laku adalah sejak akhir tahun 1950-an dan telah banyak bermunculan laporan-laporan ilmiah mengenai teknik-teknik prosedur penggunaan terapi tingkah laku pada awal tahun 1960-an. Terapi tingkah laku menjadi teknik yang memberikan pengaruh besar bagi pertumbuhan psikologi, sehingga banyak dimanifestasikan dalam sejumlah departemen psikiatri, program latihan kesehatan mental dan juga departemen psikologi yang melaksanakan pendidikan psikologi klinis dan konseling dalam metode-metode behavioral. Pengaruh terapi tingkah laku ini sangat berguna bagi pengaturan dalam lapangan pendidikan terutama pada anak-anak yang mengalami masalah-masalah dalam belajar dan juga terhadap orang-orang yang mengalami kesulitan dalam memberi respon secara psikomotorik terhadap situasi hidupnya.

Modifikasi tingkah laku dalam penerapan terapi tingkah laku ini dapat didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur. Dan terapi tingkah laku adalah teknik yang vital bagi perkembangan fungsi-fungsi psikodinamik. Perubahan tingkah laku yang diarahkan secara sistematis dapat dievaluasikan secara objektif sehingga dapat dengan jelas memberi spesifikasi dan pembaharuan prosedur-prosedur agar dapat digunakan sebagai teknik yang bekerja dengan baik. Karena terapi tingkah laku berandalkan dari hasil-hasil uji coba eksperimen tentang pernyataan-pernyataan teoritisnya, konsep-konsep utama terapi tingkah laku terus menerus diperkuat dan dikembangkan.

Dalam terapi tingkah laku terdapat beberapa jenis teknik yang dapat dilaksanakan atau diterapkan untuk mengendalikan tingkah laku yang tidak adaptif sehingga dapat diseimbangkan bahkan mengurangi tingkah laku yang merugikan bagi si klien itu sendiri atau terhadap lingkungan. Teknik-teknik tersebut adalah Desensitisasi Sistematik, Perkuatan Positif, Terapi Aversi, Latihan Asertif, Pengondisian Operan, Token Economy, Perkuatan Intermiten, Penghapusan, Percontohan (Modelling), Observational Learning, Pembentukan Respon. Tetapi secara khusus, disini akan dijelaskan bagaimana penerapan teknik Desensitisasi Sistematik dari penjelasan mengenai konsepnya, prosedur, dan bagaimana cara mengaplikasikan teknik tersebut dalam mengendalikan secara efektif tingkah laku yang tidak adaptif sehingga menjadi adaptif dan seimbang dalam keadaan perkembangan diri klien yang bermasalah. Permasalahan yang dialami klien bisa bermacam-macam tetapi disini akan diberikan contoh sederhana mengenai seorang klien yang mengalami fobia dan bagaimana teknik Desensitisasi Sistematik ini dapat memberi efek yang baik untuk mengurangi fobia terebut.Kasus I

Barb, seorang wanita muda, normal dan sehat, memiliki satu kekhasan: Dia takut pesawat. Pikirannya tentang masuk ke pesawat pun sudah cukup untuk membuatnya panic. Bahkan memanggil seorang agen tiket untuk membuat reservasi menyebabkan hatinya berdebar-debar liar.ketakutannya dalam penerbangan begitu kuat sehingga ia membatalkan reservasinya untuk mengunjungi seorang teman di kota lain, meskipun temannya menawarkan untuk membayar tiket.

Mengenai Barb, apakah ia terjebak dalam kondisi fobianya untuk selamanya? Tidak sama sekali. Barb memutuskan bahwa sudah saatnya untuk mengambil tindakan berani-tidak ada pembatalan perjalanan. Karena ia telah memiliki kesempatan untuk terbang menggunakan pesawat mengunjungi temannya, ia telah mengikuti program dalam mengatasi rasa takutnya terhadap ketinggian. Sekitar lebih dari dua minggu setelahnya, Barb melakukan penerbangan pertamanya, dan tampak menikmati penerbangan tersebut. Ia telah berhasil melakukan penerbangan berkali-kali dikemudian hari. Bagaimana ia dapat mengatasi rasa takutnya terhadap ketinggian? Caranya adalah menggunakan teknik Desensitisasi Sistematik. Maka dari itu dalam makalah ini akan dijabarkan secara spesifik bagaimana proses teknik ini bekerja. ISI

A. Konsep Utama Desensitisasi SistematikDesensitisasi sistematik berbasis dari proses melawan pengondisian (counterconditioning). Joseph Wolpe (1958), pengembang desensitisasi sistematik, memberikan hipotesis yang menjelaskan bahwa treatment dapat dilakukan pada penderita fobia adalah untuk mengidentifikasi respon-respon dalam beragam situasi yang biasanya menimbulkan kecemasan atau rasa takut. Tingkah laku antagoistik bagi rasa takut yang ditemukan Wolpe adalah proses relaksasi. (Martin dan Pear, 1996:337)

Desensitisasi ini paling umum diindikasikan mengatasi respon penghindaran persisten untuk kejadian dan situasi yang berbahaya. Sedangkan menurut Martin dan Pear (1996:335) desensitisasi diri sistematik adalah bentuk prosedur yang sama secara esensial seperti sistematik desensitisasi, kecuali bedanya adalah seorang klien sendiri yang melalui progres tahapan-tahapan variasi desensitisasi.Tahap-tahap yang terbentuk disini cocok untuk fobia sederhana bermasalah yang tidak terlalu intens atau melemah (untuk fobia parah atau jenis lain dari gangguan kecemasan, kami merekomendasikan untuk menggunakan bantuan profesional).

Tidak ada alasan yang objektif bagi orang untuk takut berjalan melalui supermarket, naik lift, makan di sebuah restoran, pergi menuju ke saln kecantikan, mengajukan pertanyaan di kelas, melihat sebuah mobil ambulans, atau untuk ratusan ketakutan kecil lainnya dan kelemahan yang serius dalam melumpuhkan individu-individu yang mengalami fobia. Sementara bentuk respon-respon penghindaran spesifik yang maladaptif secara tipikal ditempatkan untuk menjalankan metode desensitisasi, hal ini tidak dapat dihambat bahwa para terapis harus melanjutkan pengamatan khusus terhadap ketakutan dimensi primer (tidak sekunder) dalam melaksanakan pengobatan mereka. Misalnya, dalam mendiskusikan suatu fobia umum-ketakutan seseorang ketika duduk di sebuah kursi Barbershop dan akan menggunting rambutnya- Stevenson dan Hain (1967) menjelaskan banyak fundamental yang berbeda mengenai rasa takut, yang cenderung mendasari ketakutan sekunder terhadap Barbershop. Beberapa orang ditemukan memiliki rasa ketakutan terhadap benda-benda tajam (contoh: gunting dan pisau cukur), biasanya didasarkan kepada bentuk ketakutan yang disebabkan oleh rasa ketidakamanan dan pertikaian. Seseorang yang lain mengalami keadaannya bahwa ia timbul rasa takut mengenai kedekatannya dengan seorang tukang cukur pria yang kemungkinan akan merangsang kecemasan homoseksual. Pada orang lain, masalahnya adaah fungsi dari pemberontakan sosial, atau takut akan kurungan, atau takut akan suatu pengawasan publik. Beberapa kasus melaporkan terdapat pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan di sebuah kursi di ruang dokter gigi yang secara generalisasi memiliki kesamaan ciri-ciri dengan kursi di toko cukur rambut (Barbershop) dalam basis mengenai kesamaan aktifitas fisikal. Sedangkan dalam kasus-kasus terakhir, desensitisasi untuk jenis keluhan yang telah dipresentasikan sebelumnya ini mungkin akan menjadi bentuk yang diperlukan dan yang efektif dalam sebuah perawatan: bagaimanapun dalam keseluruhan mayoritas kasus-kasus lain, hipersensitifitas yang kurang terlihat jelas merupakan fokus yang sesuai dalam perhatian therapeutic. Hal ini dapat dibuktikan bagi kebanyakan kondisi-kondisi. Faktor-faktor interpersonal biasanya mendasari kebanyakan problema situasional, dan para pakar klinis bagian tingkah laku harus mampu memberi batasan penjagaan diri dalam menerima keluhan-keluhan yang ditaruh didepan mereka secara langsung.

Proses desensitisasi juga menyediakan tempat untuk mengurangi memori-memori atau ingatan-ingatan yang menyakitkan klien. Ketika dalam keadaan sangat relaks, pasien diberikan beberapa pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan kembali daftar kejadian-kejadian spesifik. Coba bayangkan atau pikirkan kembali saat ayahmu menemukan dirimu berada di tempat tidur bersama dengan pacarmu. Ingat kembali insiden itu ketika ibumu menghinamu di sebuah acara pesta. Dalam penambahan terhadap efek otonomik rasa malu, takut, dan ingatan-ingatan distres lain melalui relaksasi mendalam, hal ini juga dapat membantu untuk meminta pasien untuk memverbalisasi dan memintanya berusaha menyadari bahwa hal ini sebenarnya tidak terlalu penting,,,jadi apa masaahnya, lagipula siapa yang peduli, dan lalin-lain. Prosedur terakhir (relaksasi ditambah dengan pemastian rasional) dapat juga digunakan dalam mengatasi efek dari pemberian treatment yang tidak dilakukan dengan hati nurani. Disini, seorang pasien diminta untuk bermain dalam kumpulan seri mengenai kenyataan dan kesalahan-kesalahan yang diimajinasikan dimana pasien tersebut secara personal akan merasa bersalah, dan untuk menghapus hal tersebut, akan melalui proses relaksasi dan pikiran rasional. Hal ini sering membantu untuk membangun sebuah hirarki dan untuk melanjutkan dari yang kurang memberikan distress hingga yang lebih memberikan distress dalam daftar. (Lazarus, 1979:96-97)

Berdasarkan penjelasan Cameron (1968), desensitisasi yang sukses membutuhkan partikularisasi. Sebuah tanda general seperti Ibuku ternyata seorang pembohong tidak dapat diknedalikan dengan prosedur desensitisasi. Seorang terapis, dengan meminta beberapa particular, akan sering menemukan kejadian-kejadian yang pada akhirnya akan ditempatkan pada proses desensitisasi. Aku ingat pada satu hari ketika ibuku dengan jelas memberitahu ayahku bahwa aku telah merusak proyektor filmnya padahal ibu tahu benar bahwa yang sebenarnya telah merusak barang tersebut adalah adik laki-lakiku. Hal ini dapat dipastikan ketika dalam proses desensitisasi pasien terhadap ingatan-ingatan amarah-nya, lebih baik menghindari proses relaksasi dan prosedur pasif lainnya, tetapi lebih membawa pasien untuk memintanya menggambarkan dirinya sendiri seolah-olah sedang melawan orang yang membuatnya marah. Seperti yang telah dikatakan seorang pasien ketika sedang menggambarkan sebuah kejadian di masa lalu yang masih membuatnya marah, Aku ingin sekali memukul ibu di bagian hidungnya. Daripada melakukan proses relaksasi terhadap ingatan akan kejadian yang tidak menyenangkan, si pasien diperintahkan untuk membayangkan kejadian dan membayangkan dirinya menyerang ibunya. Dalam situasi dimana bentuk kemarahan hadir, penggunaan aktivitas otot diarahkan (misal, membanting keras telapak tangan dan lengan bawah ke tempat tidur yang kokoh dan kain yang tebal, kursi, atau bantal tebal empuk dalam hubungan langsung dengan pikiran atau bayangan masa lalu yang mengganggu pasien) seringkali sangat efektif. Dalam buku Behavior Modification edisi kedua (Martin dan Pear, 1983:407), desensitisasi sistematik juga dijelaskan sebagai bentuk prosedur dimana seorang klien secara bertahap melalui suatu hirarki situasi yang menciptakan bentuk kecemasan fiksional atau imajinasi belaka, diatur dari orang-orang yang menimbulkan rangsangan cemas sedikit hingga orang-orang yang menimbulkan rangsangan cemas paling banyak, sambil tetap mempertahankan keadaan benar-benar santai dalam rangka untuk melawan rasa cemas tersebut. Sedangkan desensitisasi diri sistematik secara esencial juga memiliki prosedur yang sama hanya bedanya adalah suatu bentuk modifikasi diri yang titik fokusnya dipusatkan pada ketakutan-ketakutan problematik. Oleh karena itu, dapat dijelaskan prosedur dalam teknik desensitisasi ini dengan mengasumsikan ada seseorang yang memiliki rasa takut tidak diharapkan sehingga ia ingin menghilangkan rasa takut tersebut (misal, takut akan ketinggian). Asumsi dasar tingkah laku adalah bahwa rasa takut dan cemas merupakan bentuk tingkah laku yang dipelajari dan bahwa dengan mengikuti prosedur-prosedur yang tepat seseorang dapat melupakan atau menghilangkan berbagai jenis tingkah laku yang maladaptif. Tahapan cara yang dapat diterapkan disini secara keseluruhan konsisten dengan bentuk rekomendasi yang diberikan banyak psikolog di area penelitian mengenai tingkah laku ini. Program sistematik desensitisasi diri dilaksanakan melalui fase-fase berikut ini :(a) Konstruksi Hirarki Rasa Takut (Constructing a Fear Hierarchy)(b) Latihan Relaksasi Otot (Learning Deep Muscle Relaxation)(c) Implementasi Program Desensitisasi Diri (Implementation of Self-desensitization Program)B. Konstruksi Hirarki Rasa Takut (Constructing a Fear Hierarchy)Utnuk mengkonstruksikan hirarki rasa takut, pertama-tama buat daftar dari sepuluh hingga tiga puluh jumlah situasi yang menghasilkan rasa kecemasan yang berkaitan dengan rasa takut anda atau seorang pasien yang tidak diharapkan. Kemudian, atur kumpulan situasi tersebut dalam urutan, dimulai dari situasi yang menyebabkan sedikit kecemasan hingga situasi yang menyebabkan paling banyak kecemasan. Untuk menyelesaikan tugas ini, ambil tumpukan indeks kartu 3x5 inci dan lanjutkan dengan aturan prosedur berikut ini :1. Ambil satu kartu dari tumpukan kartu indeks, dan tuliskan frase singkat atau pendek tentang situasi yang menimbulkan rasa cemas yang hanya membuat anda merasa sedikit khawatir pada bagian depan kartu tersebut. Sebagai contoh, apabila anda takut akan ketinggian, frasenya seperti ini, duduk di dalam rumah dan menelepon perusahaan penerbangan untuk memesan reservasi. Sekarang balikkan kartu indeks tersebut, dan pada bagian belakangnya tuliskan sejumlah stimuli yang dapat membanntu mengarahkan anda untuk secara realistis membayangkan diri anda sendiri sedang melakukan tindakan nyata yaitu menelepon. Petunjuk-petunjuknya mungkin termasuk beberapa hal seperti warna telepon anda dan bunyi dari suara seseorang, Pusat informasi reservasi penerbangan-apakah ada yang bisa saya bantu?. Ini adalah contoh kartu indeks :

bagian depan kartu indeks

bagian belakang kartu indeks

Gambar 1.1 A simple index card for a fear-producing situation.2

2. Ambil kartu indeks lagi yang baru, dan tuliskan sebuah situasi yang menimbulkan rasa ketakutan yang lebih lagi dari sebelumnya. Lagi, di bagian belakang kartu indeks, tuliskan petunjuk-petunjuk verbal yang akan membantu anda secara jelas untuk membayangkan mengalami situasi yang dituliskan. Lanjutkan prosedur ini sampai semua jenis situasi yang menimbulkan variasi tingkat rasa takut tertera pada setiap kartu indeks yang diurutkan sehingga setiap situasi menimbulkan rasa cemas meningkat di tiap tahapan tumpukan kartu indeks tersebut. Sekarang anda memiliki hirarki rasa takut. Ini adalah contoh hirarki rasa takut bagi seorang individu yang merasa takut terhadap ketinggian atau penerbangan.Tabel 1.1 Example of a Fear-of-Flying Hierarchy*

*This hierarchy was prepared by a client who initiated a self-desensitization project after reading a preliminary draft of this chapter. (Her case is described in more detail by Roscoe, Martin, and Pear, 1980)3. Langkah anda selanjutnya adalah untuk memvalidasikan hirarki rasa takut anda dengan menjamin bahwa tumpukan kartu indeks anda telah diatur sedemikian rupa dalam urutan yang teratur (kartu indeks harus dimulai dari situasi dengan kecemasan kecil hingga sampai pada kecemasan yang besar), dan dalam setiap tahapan tingkat kecemasan dalam setiap situasi yang dituliskan pada tiap kartu indeks harus berurutan (dengan tidak ada loncatan pada tingkat kecemasan dari satu item ke item yang berikutnya). Langkah ini dapat dilaksanakan sebagai berikut :(a) Nilai setiap item pada hirarki rasa takut anda dalam skala 0 hingga 100, dimana nilai 100 artinya situasi yang menimbulkan kapasitas kecemasan maksimum (panic ekstrim dan teror yang absolut) yang ditemukan di lingkungan alami. Sedangkan nilai 0 berarti situasi sebaliknya dimana tidak menimbulkan emosi yang signifikan pada kehidupan nyata. Nilai ini dirujuk sebagai jumlah unit subjektif ketidaknyamanan (suds/ subjective units of discomforts) yang ditimbulkan oleh situasi yang terjadi. (b) Periksa apakah urutan awal item-item anda pada hirarki dan peniliaian jumlah unit subjektif (suds) berada pada keadaan yang konsisten (setiap item dalam hirarki harus memiliki tingkat suds lebih tinggi daripada item diatasnya). Apabila tidak konsisten, ulang kembali proses hirarki dan penilaian suds hingga mencapai kekonsistenan pada urutan tiap item.

(c) Gunakan penilaian suds untuk memastikan bahwa jarak antar item dalam hirarki kecil secukupnya dan kira-kira sama (jarak antar tem harus berada tidak lebih dari 5-10 suds). Konstruksikan tem-item baru dan masukkan tem-item tersebut diantara tem mana saja yang lebih besar nilainya secara terpisah dari nilai 10. (d) Berikan urutan nomor sesuai dengan urutan kartu, dimulai dari kartu yang menimbulkan kecemasan kecil dengan diberi, number 1. (e) Jika anda tidak dapat membuat penilaian suds tanpa ketidakkonsistenan yang jelas pada tiap tingkat tem dan dalam hirarki anda, hentikan upaya anda dalam desensitisasi diri sendiri dan langsung cari bantuan profesional ke psikolog atau pakar klinisi yang khusus menangani desensitisasi (semenjak kecemasan-kecemasan yang lebih kompleks dapat muncul seketika disaat yang tidak terduga dan akan sulit ditangani oleh non-professional).

Apabila suatu kecemasan yang besar telah terjadi ketika anda atau seorang pasien sedang mengkonstruksikan hirarkinya sendiri atau mengembangkan penilaian jumlah unit subjektifnya sendiri, anda dapat mengadopsi satu atau dua strategi: antara membatalkan atau mengakhiri program desensitisasi diri yang sedang berlangsung atau melanjutkan program tetapi mengeliminasi lima situasi yang menimbulkan kecemasan. setelah menyelesaikan program desensitisasi diri tanpa lima situasi penyebab kecemasan tersebut, anda harus dapat mampu untuk mengembangkan sebuah program khususnya bagi lima situasi itu, semenjak lima situasi itu akan menyebabkan sedikit kecemasan karena anda telah mampu beradaptasi dan mengatasi kecemasan diri sendiri dari tem-item atau situasi-situasi penyebab kecemasan sebelumnya.

C. Latihan Relaksasi Otot (Learning Deep Muscle Relaxation)

Setelah mengkonstruksi hirarki rasa takut, selanjutnya minta pasien untuk merelaksasikan semua jaringan ototnya secara komplit dan perhatikan apakah pasien sudah mulai relaks/tenang atau belum. Lakukan ini pada pasien secara bergantian menegangkan dan menenangkan otot-ototnya dan meminta pasien untuk memperhatikan aktifitas dan sensasi internal yang dirasakan pada saat itu. Instruksi yang diterapkan untuk mencapai keadaan otot relaks ada pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.2 Instructions to be Recorded on Tape and Played to Achieve Deep Muscle Relaxation*

Tabel 1.2.1 Instructions to be Recorded on Tape and Played to Achieve Deep Muscle Relaxation*

*Each (p) represents a pause for five seconds. (The numerals should not be read aloud.)**Persons who wear contact lenses might want to remove them before doing this exercise.

Akan menjadi sangat efektif apabila instruksi yang telah tertulis pada table sebelumnya dapat direkam dengan intonasi suara yang tidak terlalu keras, justru dengan menggunakan intonasi suara yang lembut dan menenangkan dapat menghasilkan instruksi relaksasi yang efektif. Ketika sedang merekam instruksi relaksasi ini, perlu diingat setiap munculnya tanda (p) berarti harus ada pause dalam waktu lima detik.

Apabila prosedur rekaman instruksi relaksasi ini telah dilakukan. Seorang pasien diminta untuk menemukan posisi nyaman, tenang, dengan penerangan cahaya sekitar yang tidak begitu terang (agak redup atau gelap sesuai keadaan nyaman orang/pasien tersebut), ciptakan suasana privasi yang tentram dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali stimuli pengrusak atau penghambat; sofa, tempat tidur, kursi berbaring yang empuk dan nyaman; dan sediakan waktu selama dua puluh hingga tiga puluh menit agar tidak diganggu. Berbaring atau duduk di sofa, tempat tidur, kursi, yang tidak menyebabkan kegunaan otot berlebihan. Kemudian nyalakan tape recorder dan ikuti instruksi yang telah tersedia.

Setelah melakukan pelatihan metode relaksasi dalam beberapa kondisi dan situasi yang beragam, cobalah untuk menemukan cara agar mampu mempercepat proses relaksasi otot dan mencapai keadaan relaks mendalam yang sama dalam waktu yang relative lebih pendek dari waktu sebelumnya. Pada akhirnya, individu harus mampu meloncat proses relaksasi langsung pada tahapan ke-20 dan mencapai keadaan diri yang secara komplit relaks hanya dalam estimasi waktu beberapa menit saja. Direkomendasikan secara bertahap untuk mengeliminasi tiap tahap metode relaksasi sesuai pada pola-pola sebagai berikut :

1. Latihan menggunakan 20 tahap relaksasi yang sesuai pada Tabel 1.1 dalam waktu kira-kira tiga rangkaian kegiatan kurang lebih selama dua hari.

2. Buat rekaman instruksi baru yang terdiri dari tahap 1, 8, 15 dan 20. Gunakan rekaman instruksi baru tersebut dalam waktu kira-kira tiga rangkaian kegiatan kurang lebih seama dua hari.

3. Buat rekaman baru yang terdiri dari tahap 1 dan 20. Guanakan rekaman instruksi baru ini dalam waktu kira-kira dua rangkaian kegiatan kurang lebih selama satu hari

Setelah menyelesaikan program relaksasi otot ini, yang akan mengambil waktu kira-kira selama seminggu, individu harus sudah mampu membuat dirinya sendiri secara total dalam keadaan relaks selama kurang lebih beberapa menit. Ketika individu dapat mencapai keadaan relaks dengan mudah, ia siap untuk memulai fase berikutnya dalam program desensitisasi. Individu belum diperbolehkan untuk menerapkan proses relaksasi ketika berada di situasi nyata yang menimbulkan kecemasan hingga akhirnya individu telah menyelesaikan latihan relaksasi otot. Meskipun demikian, sudah sebaiknya untuk menunggu hingga program desensitisasi berproses lancar sebelum menciptakan kontak yang tidak diperlukan dengan stimuli penyebab kecemasan yang nyata.D. Implementasi Program Desensitisasi Diri (Implementation Self-desensitization Program)

Setelah mampu membuat konstruksi terhadap hirarki rasa takut dan mampu untuk menciptakan keadaan relaksasi otot secara komplit dalam hitungan menit, individu siap untuk memulai program desensitisasi (Martin dan Pear, 1983:414-415). Program ini dilaksanakan sesuai dengan tahapn prosedur sebagai berikut :

1. Carilah tempat privasi yang tenang dan bebas dari gangguan (lebih baik, ditempat yang sama dengan tempat individu mengadakan sesi pelatihan relaksasi).2. Tempatkan tumpukan kartu indeks yang berisi tem-item rasa takut di daerah yang gampang diraih tangan. Kartu-kartu indeks harus dalam urutan yang tersusun secara teratur, dengan kartu indeks yang berisi tem/situasi penyebab kecemasan kecil berada di posisi paling atas dan kartu indeks tem/situasi penyebab kecemasan paing besar ditempatkan berada diurutan paling bawah.

3. Ambil beberapa menit dan cobalah untuk relaks secara komplit, sesuai seperti apa yang telah individu lakukan saat dalam pelatihan relaksasi otot.4. Ketika individu telah berada dalam kondisi benar-benar relaks, ambil kartu paling atas dan lihat frase yang mengkarakteristikkan situasi yang meinumbukan sedikit kecemasan secara normal. Sekarang balikkan kartu dan lihat petunjuk-petunjuk yang dapat membantu individu dalam memvisualisasikan situasi yang pertama secara jelas. Setelah melihat petunjuk-petunjuk tersebut, tutup mata dan coba untuk membayangkan kembali apa yang sudah dilihat sebelumnya pada petunjuk-petunjuk, bayangkan seakan-akan imajinasi individu merupakan suatu situasi kejadian yang nyata. Setelah kira-kira sepuluh detik, taruh kartu indeks yang sudah diambil ke tempat yang berbeda dari kumpulan kartu indeks awal dan cobalah untuk relaks secara total. Coba relaks dalam waktu kira-kira tiga puluh detik, dan selama waktu relaksasi ini lupakan semua bayanga mengenai situasi kejadian yang sebelumnya telah dibayangkan. Pikiran pusatkan hanya pada kinerja otot dan rasakan betapa relaks badan ketika sedang mengambil nafas secara dalam-dalam.

5. Sekarang ambil lagi kartu yang sama, dan kemudian tutup mata dan imajinasikan situasi sebelumnya selama kurang lebih sepuluh detik. Taruh kartu indeks ke tempat yang berbeda, dan relaks sepenuhnya untuk tiga puluh detik tambahan. Selama waktu ini, jangan pikirkan tentang kejadian yang baru saja telah dibayangkan ketika sedang dalam keadaan relaks. Seteah tiga puluh detik selesai, gunakan kapasitas kecemasan yang telah dirasakan selagi membyangkan situasi tersebut untuk kedua kalinya. Apabila individu mampu membayangkan situasi kejadian mencemaskan tersebut dengan perkiraan lima atau lebih kurang jumlah unit subjektif, maka individu tersebut sudah siap untuk la njut ke kartu indeks 2. Apabila individu merasakan lebih dari lima jumlah unit subjektif terhadap kecemasan, individu tersebut harus mengulang prosedur tahapan pada kartu indeks 1 sampai individu mampu mengatasi suds menjadi kurang dari lima. Sedangkan jika individu merasakan kurang dari lima suds terhadap kecemasan, maka individu harus relaks sekitar dua menit dan melanjutkan prosedur program ke kartu kedua.6. Jika individu sulit untuk membyangkan situasi kejadian yang mencemaskan, atau dalam merelaksasi diri ketika sedang membayangkan situasi kejadian, atau individu merasakan lebih dari 10 suds terhadap kecemasan, dengan cepat sebaiknya individu diberhentikan dari membayangkan situasi kejadian penyebab kecemasan tersebut dan langsung melaksanakan proses relaksasi otot sekitar satu atau dua menit. Kemudian ulang kembali kartu indeks selama tiga atau lima detik dibadingkan sepuluh detik.7. Jika tahap 6 tidak berfungsi atau berpengaruh, balik ke tem sebelumnya dan bayangkan tem/situasi itu selama dua puluh detik dalam dua presentasi sukses terhadap tem tersebut. Kemudian, coba lagi tem yang menyebabkan kesulitan.

8. Jika masih mengalami kesulitan dengan tem yang particular tersebut, cobalah untuk mengkonstruksikan tiga tem baru dengan tahapan yang lebih kecil diantara ketiganya untuk mengkoreksi kesulitan yang dialami dengan tem particular tersebut. Lanjutkan melalui tem-item yang baru dengan tepat sesuai dengan apa yang telah dijelaskan.

9. Secara umum, individu harus mampu untuk melanjutkan prosedur melalui satu hingga empat tem per sesi, jika diperlukan. Di sisi lain, jika individu tidak dapat merasakan kecemasan, individu tidak boleh ragu untuk melalui empat bahkan lebih tem per sesi.

10. Tiap sesi harus dimulai dengan tem yang telah diselesaikan secara sukses dalam sesi sebelumnya.

11. Kumpulan sesi harus berangsung lebih lama dari perkiraan waktu dua puluh menit. Kumpulan sesi kemungkinan diarahkan secara teratur daam dua kali sehari dan tidak kurang dari dua kali per minggu secara teratur.

Sangatlah penting untuk tetap memperhatikan perkembangan kondisi pasien atau klien. Dengan demikian, pada akhir tiap sesi, terapis harus menuliskan ulang hasil rekaman berupa nama dan nomor tem-item particular yang diimajinasikan dengan baik oleh pasien atau klien, jumlah ekspresi pada tiap tem yang dibayangkan dengan baik, tingkat penilaian suds yang diselesaikan dalam sesi, dan tanggal atau waktu sesi pada sebuah lembar kertas laporan. Direkomendasikan juga untuk membuat grafik data yang jelas, untuk mengindikasikan penilaian suds terhadap tem-item ketika baru memulai menyusun hirarki rasa takut dan buat hasil dari penilaian suds (jumlah unit subjektif pada kecemasan), yang secara ideal kurang dari lima. Sebagai tambahan, jika dalam kehidupan nyata individu mengalami situasi actual yang direpresentasikan sepenuhnya pada tem yang telah sukses dilaksanakan, maka coba terapkan penilaian suds individu tersebut di kejadian nyata dan badingkan dengan peneliaian ketika membayangka situasi penyebab kecemasan itu. Hal ini memberikan beberapa indikasi sukses mengenai generalisasi dalam menerapkan desensitisasi pada lingkungan yang nyata. E. Kondisi yang Perlu Diperhatikan Sebagai Kepastian Menggunakan Tenaga Ahli atau

Profesional dalam Melaksanakan Program Desensitisasi

Watson dan Tharp (1972:189) memberikan masukan bahwa tenaga professional perlu diutamakan apabila mengalami kondisi-kondisi sebagai ketikut ini :

1. Rasa cemas yang tidak menyenangkan pada saat membuat hirarki.

2. Hirarki yang terlalu berlebihan, diindikasikan melalui kontradiksi atau paradoksikal pada penilaian jumlah unit subjektif terhadap item kecemasan.

3. Ketidakmampuan untuk menciptakan bayangan visual yang jelas.

4. Ketidakmampuan untuk mengontrol awal mula dan akhir bayangan kejadian.

5. Ketidakmampuan daalam melakukan desensitisasi yang lancar untuk memenuhi tujuan pada tingkatan hirarki yang sudah disusun.Wenrich, General dan Dawley (1976) juga telah mengasumsikan bahwa beberapa problema potencial dalam desensitisasi sistematik. Namun, sesuai dengan apa yang telah diindikasikan oleh Wenrich dkk, terdapat bukti dalam mendukung penerapan desensitisasi diri sistematik, bahwa individu dapat melakukan prosedur desensitisasi sendiri sehingga membantu dirinya untuk mengatasi bentuk kecemasan atau ketakutan pribadinya tanpa bantuan professional apabila prosedur instruksi dilaksanakan secara teratur dan bertahap.F. Tahap-tahap Pada Proses Desensitisasi

Selama pertemuan wawancara atau diskusi klinis, para pasien dengan tepat menyebutkan rasa ketakutan atau hipersensitivitas mereka secara spesifik. Sebagai contoh : Saya merasa sangat tidak nyaman ketika sedang makan malam di sebuah restoran bersama dengan suami beserta para rekan bisnisnya, Ayah mertua saya tua dan hampir but semakin hari. Saya menghindar mengunjungi dia karena saya memiliki isu dengan kebutaan, Saya sangat gugup setiap kali saya harus menyajikan laporan formal di tempat kerja, dll.1. Tahap pertama, kapanpun spesifik hipersensitifitas muncul, tentukan apakah hal tersebut berupa spesifik hipersensitifitas yang mendasar atau sekunder. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat pada faktor-faktor yang menentukan rasa takut atau cemas, sama seperti pada konsekuensi-konsekuensinya. Contoh pola terapi berikut ini dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai prosesnya.Patient: I feel extremely ill at ease when dining in a restaurant with my husbands

business associates.

Therapist: How long have you felt this way?

Patient: Oh. Let me see. (Pause) I think ever since Herb went into the marketing division. That was about a year ago.Therapist: Before that time did you suffer from a similar uneasy feeling in restaurants?

Patient

: No. I still love eating out. I mean, when Herb and I go out with friends Im fine, Its just his business dinners which get to me.

Therapist: Can you tell me what it is about these business dinners which upset you? For instance, are they formal, and are you on the spot as a sort of reluctant hostess(nyonya yang enggan) having to entertain people who

do not really mean anything to you?

Patient

: I guess so.

Therapist: Dont let me put words into your mouth. Think carefully. Picture yourself

in the situation right now. Imagine that you are at a restaurant with your

husband and his colleagues, and tell me what associates and feelings you

have.

Patient

: (Close her eyes) It makes me angry and I dont see why I have to be

subjected to it.

Therapist: What does your husband say?

Patient

: Oh. Herb says it brings in more business.

Therapist: How often do these business dinners arise?

Patient

: About once a month.

Therapist: How do they come about?

Patient

: How do you mean?

Therapist: I mean how does Herb let you know about them?

Patient: Oh, he comes home and says, Honey, is it all right if we take the Ryan

and two other couples to the Red Goblet a week from Friday? And I

usually say, Why bother to ask?

Therapist: So a verbal battle ensues and by the time the dinner date is reached, you and Herb have been at each others throats for shout two weeks until a thoroughly tense atmosphere prevails (berlaku).Patient

: Well I resent it.Therapist: Why ?

Patient

: What do you mean ?

Therapist: You know what I mean. What is really behind all this resentment (rasa

Dendam/kebencian/ketidaksukaan) ?

Patient

: I simply dont like dining with the Ryans and the Millers and the rest of

those money grabbers.

Therapist: Wait, lets go back. You said that you have only felt this way since Herb

went into the marketing field last year.

Patient

: Well let me explain. He used to work for my dad, and when he died about two years ago, Herb took over the business.

Therapist: Let me guess. Was your father in charge of the marketing setup before he died?

Patient

: What has that got to with it?

Therapist: (Remains silent)

Patient

: Oh for heavens sake! You think I resent Herb because hes taken over my dads position.

Therapist: Well?

Patient

::Well it never struck me that way before.Selama proses wawancara berlangsung, yang menjadi penyebab semakin jelas terlihat bahwa kita tidak berurusan dengan suatu perasaan sensitif terhadap acara makan di sebuah restoran dengan suami beserta para rekan bisnisnya secara spesifik, tapi lebih kepada bentuk perasaan tidak suka yang mendasar mengenai perasaan pasien terhadap suaminya, yang kurang menjadi seorang pria daripada sang ayah dan telah diuntungkan melalui hasil awal kerja dan kematian dini sang ayah mertua. Pasien merasakan hipersensitifitas terhadap segala hal yang berkaitan dengan ayahnya yang sudah meninggal, dan desensitisasi diarahkan pada dimensi ayah yang sudah meninggal dunia. Semua tingkah laku irasional pasien (misalnya, pengharapan terhadap suami agar dapat berpenghasilan sama seperti mendiang ayah) juga ditangani. Untuk langsung melaksanakan proses desensitisasi pada pasien ke situasi di restoran kemungkinan akan memakan waktu sangat lama dan tidak produktif.Disini juga terdapat sebuah ilustrasi verbatim lagi yang menggambarkan jalannya proses interpersonal dan situasional yang butuh dijabarkan secara jelas pada psikoterapi komprehensif. Pasien ini berusia tiga puluh tahun yang bekerja sebagai insinyur listrik.

Patient

: I suffer from claustrophobia.Therapist: Can you elaborate (uraikan) ?

Patient

: Well, I become anxious and feel I cant breathe. At times it gets so bad that I have to run outside and gulp or gasp in loads of fresh air. Its terrible.Therapist: I would like to know two specific things at this stage. First, at what time and in what situations do you feel this way, and secondly, when did this all start? Lets begin with the second question. When did this all start

bothering you?

Patient

: lets see. Im thirty-two now. (mumbles). I first noticed it when I was about twenty-nine.

Therapist: So it has been going on for approximately three years?

Patient

: Yes, I would say so.

Therapist : What were you like in this regard, say 31/2 or 4 years ago? I mean, did you have any similar problems?

Patient

: Hell, no! I used to take the subway to and from work I was quite okat

Therapist: So what happened three years ago?

Patient

: I just noticed myself getting jittery (gelisah) and sort of worked up, you know, sort of scared and tight (semacam ketakutan dan merasa tidak tenang). I first

noticed it going up in the elevator at the office. In fact at first I just thought it

was unusually hot and crowded in the elevator so I walked up the stairs. But

after that even the office seemed to be too small and oppressive (sesak). I would start sweating and have to go out into the hall-way. The board room has no windows and I used to try and avoid that place. But I had to attend board meetings. Boy! Do I dread (takut) these meetings. I take so many tranquilzers

(obat penenang) that I almost pass out. I cant concentrate in there and even though I always seat near the door, just in case I have to rush out (buru-buru keluar). I go through hell. My first doctor said it was all respressed hostility (perasaam hostilitas yang ditekan secara tidak disadari).

Therapist: What did you make of that?Patient

: I didnt know what to make of it.

Therapist: Neither do I. Now lets get back to what happened three years ago. I dont mean only in reference to your claustrophobia. I mean what events in general can you trace back more or less to this time?

Patient

: You mean just anything?

Therapist: Uh huh.

Patient

: Gee! Well, lets see. (Pauses) Umm (Sighs) Three years. Yes, well, lets see.

Ive been married almost three years. But why should there be a connection?

Therapist: It could be. But you seem to be getting bery defensive.

Patient

: I just dont see the connection.

Therapist: Well, should we look for a possible tie-up?

Patient

: Was that meant to be a pun?

Therapist: Not intentionally.

Patient

: Look, I wouldnt want to get a divorce. I mean even if there is some sort of correlations. I wouldnt want a divorce.

Therapist: Who said anything about divorce?

Patient

: Well..you know.Therapist: Hey, listen. Even if we did establish some sort of trapped or confined feelings in your marriage, why couldnt we work on improving your marriage and giving

you freedom of movement within the marriage instead of aiming to break it up?

Patient

: Yeah. Okay. That makes sense. Well, we got married because we had to. Does that mean anything? You see we were planning on getting married but not quite

so soon.

Therapist: So it seems that we can more or less time the onset of the claustrophobia to your wifes or your girlfriends, as she was then, pregnancy. How did you react to her announcement?

Patient

: Ill tell you. I thought if we had very vigorous intercourse it would maybe bring on her period. It didnt work, of course, but I had a hell of a peculiar reaction (reaksi aneh). I felt as though I had a kind of, quote-unquote, intent to kill. Christ! I can tie up the claustrophobia with the baby in some kind of Freudian way. For example, later on when we had intercourse (hubungan seksual) and my wife was maybe four months pregnant I would think of the baby suffocating (menderita) and choking (tercekik) to death on my semen. Maybe I wished the baby dead and developed guilt.But I dont see why this should persist even now when my little boy is two years old and I love him, you know, I mean I wouldnt want I mean Im glad we have him. My other doctor said that I still have unconscious death wishes toward my wife and son.Therapist: Well, in those terms thats a dead-end street. But lets see what can be maintaining your claustrophobia. How does your wife react to it?

Patient

: Shes very understanding.

Therapist: Maybe too understanding?

Patient

: What do you mean?

Therapist: Maybe she fusses over you and encourages it?Patient

: I dont see it that way.Therapist: NeverthelessAnyway, let me ask you another question. Do you ever have

intercourse with your wife on top?

Patient

: Strange you should ask that. You kniw it used to be my favourite position before

we got married. But now I cant stand it. It really makes me feel on edge.

Therapist: what exactly do you feel?

Patient

: Ha! I guess you can say like Im trapped, weighed down, cant breathe, etc. what makes you ask that?

Therapist: Its not too farfetched to assume that the claustrophobia is tied up with guilt in the general area of marriage and sex and children. You know, you come across

in a very submissive manner. I get the feeling that although you love your wife, she is, and always was, dominant. We can certainly work on your claustrophobia per se, but I think we should also train you to be more assertive. I also think that there are some negative things going on between you and your wife and I would like to see both of you together in order to try and improve the relationship.

Walaupun fobia ruang tertutup (claustrophobia) yang diderita pasien ini tampaknya adalah salah satu bagian dari konstelasi interpersonal dan situasional dari banyak peristiwa umum, adalah salah apabila mengasumsikan bahwa semua perhatian yang bersifat terapeutik harus difokuskan dalam beberapa variabel ini. para terapis tingkah laku sangat sering melakukan tindakan keliru pada arah yang salah dengan hanya berpatokan pada gejala dasar saja sementara konteks dasar interpersonalnya diabaikan. Psikoterapi komprehensif dapat melakukan tindakan pengoreksian terhadap semua respon tidak adaptif, atau sebanyak yang tampak layak pada waktu pengobatan.

Hal ini harus ditekankan bahwa sebelum melakukan program desensitisasi, diwajibkan untuk melakukan diferensiasi antara dimensi kecemasan dasar (basic anxiety dimensions) dan dimensi kecemasan sekunder (second-order anxiety dimensions), dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang biasanya mendasari ketakutan situasional. Pusat dari ketergangguan butuh diidentifikasi secara teliti. Bahkan pada jenis-jenis fobia klasikal, penyebab-penyebab ketakutan yang masih superficial atau dangkal kemungkinan dapat menyesatkan jalan proses desensitisasi ini. Setidaknya, seorang terapis harus dapat melihat lebih dalam mengenai faktor-faktor interpersonal dan keuntungan dari dimensi kecemasan sekunder yang dapat mempertahankan bentuk masalah sambil menambah penangan dengan menyediakan teknik perkuatan positif. 2. Tahap Dua. Terdapat kepastian bahwa kecemasan berada di bawah pengawasan fundamental yang agak perifer, langkah berikutnya adalah untuk menentukan apakah masalah yang spesifik dapat diberikan tingkatan berdasarkan pada derajat kecemasan yang meningkat. Beberapa orang memberikan respon dengan cara all-or-none terhadap ketakutan atau kecemasan mereka.

Sebagai contoh misalnya, dua orang murid meminta bentuk terapi untuk fobia terhadap public speaking. Dimana satu orang murid melaporkan bahwa dirinya semakin merasa tidak nyaman apabila dilihat dari besar atau kecilnya jumlah para penonton, jumlah orang-orang tidak dikneal, subjek tema yang ada dalam diskusi, keberadaan member fakulti,dan seterusnya, murid yang kedua mengatakan, Didekatkan dengan keberadaan empat ataupun lima orang saat bersamaan, tidak menghiraukan jabatan atau status mereka, tanpa peduli spsksh saya sadar atau tidak mengenai apa yang sedang saya bicarakan saat ini, saya tetap menjadi pecah berkeping-keping, jatuh berantakan, dan tidak dapat diperbaiki lagi. (Dalam kasus-kasus seperti ini, teknik flooding/pembanjiran atau prosedur implosive terkadang terbukti membantu, ,meskipun kelayakan dalam memeriksa masalah tersebut adalah dalam rangka untuk lebih membangun alasan-alasan mendasar karena sangat parah maka reaksi tidak dapat dilebih-lebihkan.)

Tingkatan rasa takut dan konstruksi pada hirarki-hirarki tidak perlu menjadi proses yang membosankan dan memakan waktu yang Wolpe (1958,1969) anut, da n yang Lazarus (1964) gunakan untuk advokasi. Desensitisasi pada tempat kuburan biasanya tampak seperti hal-hal ini sebagai berikut : mengemudikan mobil melintasi daerah pemakaman dari kejauhan hingga mendekat dan semakin dakat dengan daerah pemakaman; melihat proses penguburan mayat dari kejauhan hingga semakin mendekat; melihat sebuah mobil jenazah dari kejauhan hingga semakin mendekat, dan lain-lain, hingga seorang pasien dapat melakukan proses desensitisasi, yakni membuka peti jenazah dan bahkan mengobservasi peti mati tersebut ditendahkan ke dalam tanah dan dikuburkan dengan tumpukan tanah.

Marquis dan Morgan (1969) telah membuat buku panduan unutk proses desensitisasi sistematik yang memiliki daftar dengan jumlah lima belas contoh bentuk hirarki kecemasan, yakni kecemasan akan berkemudi, ketinggian, kritikan dan penolakan, variasi dokter dan dokter gigi, menjadi pusat perhatian, kematian, rasa malu dihadapan perempuan, pengurungan diri, dan kecemburuan.

3. Tahap Tiga. Tahap berikutnya adalah memutuskan peredam kecemasan yang paling tepat untuk setiap pasien tertentu. Secara keseluruhan, tingkat pemaparan kehidupan nyata (graded real-life exposure) dan prosedur pemodelan tampaknya mencapai hasil yang lebih baik daripada pemaparan pada imajinasi belaka saja terhadap aitem-aitem pada hirarki (Bandura, 1968; Sherman, 1969) . akibatnya, ketika layak, digunakan dalam desensitisasi in vivo dan mencoba untuk mengikuti dan member suplementasi pada prosedur imaginarional dengan tingkat pemaparan kehidupan nyata pada kejadian-kejadian yang ditakutkan. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat klinis, bersamaan dengan trial and error, akan menentukan apakah teknik relaksasi, atau aktivtias langsung pada bentuk otot, atau gambaran emotif, atau prosedur-prosedur implosive, atau penggunaan pola pikir rasional dapat terbukti paling bermanfaat dan dapat membantu menangani kasus-kasus yang terjadi sesuai dengan waktu kejadian. Pada seorang pasien dengan raeaksi kecemburuan yang tinggi, masing-masing respon inhibisi kecemasan digunakan dalam menyelesaikan tiap aitem-aitem dalam hirarki. Urutan tipikal dilanjutkan seperti pada wawancara berikut ini :Therapist: Lets see how far we can get today with two additional hierarchy items. The first one is the scene where your wife is being slightly more attentive to another man than you think she ought to be.

Patient

: It burns me up just thinking of it.

Therapist: Well lets cool it by starting with relaxation. Just settle back comfortably in the chair, push it right back, close your eyes. Feel the tension letting up. Concentrate on the heavy, calm feelings that grow and spread with relaxation. Breathe in and breathe out, gently and evenly. Carry on like that for a while. Quite and relaxed. Enjot the good feelings that accompany muscular relaxation. Let yourself relax all over, deeper and deeper. Imagine the tranquilizing chemicals of relaxation geing released into your whole body, bathing every nerve ending so that you feel serene and calm. Carry on relaxing like that for a while. (Pause of about one minute) Well, how do you feel now)?

Patient

: I wouldnt say that Im completely relaxed, but I feel pretty calm.

Therapist: Well, lets intensify the calm and relaxed feelings with emotive imagery, last week you told me that the picture of a log fire on a winters evening gives you a

specially good and tranquil feeling. Now as you keep on relaxing, I would like you to close your eyes again and imagine that you are sitting in front of a glowing log fire. Picture it as clearly as you can. Watch the flames dancing, notice the interesting shadows. Enjoy it to the full. (Pause of about one minute)

How do you feel?Patient

: It gives me a great feeling. Really great.

Therapist: Good, keep up the relaxation and the imagery so that you become even more serene. Relax in front of the crackling log fire while it is moving outside. (Pause of about two minutes) Now, still feeling really relaxed and calm, picture your wife at a party being slightly more attentive to another man than you think she ought to be. (Pause of about fifteen seconds) How was that?

Patient

: I didnt really have enough time to think about it very clearly. Can you give me a longer time with the scene?

Therapist: Sure. First, go back to the relaxation and the imagery; see the log fire again. Relax deeper and deeper. (Pause of about thirty seconds) Now back to the party, Picture it vividly, take your time. See your wife paying attention to this other

man. (Pause of about forty seconds( How did it go?

Patient

: Pretty good. It still bothers me though. It doesnt scare me as much as it makes me angry. I see one particular guy who fancies my wife and I want to smash him.

Therapist: Here, take this foam rubber cushion. Lets use some muscular activity.think of the guy and your wife, and when the image is clear in your mind, hammer dow with both fist onto the cushion. Go ahead.

Patient

: (Shuts his eyes and then punds the cushion)

Therapist: Harder! Give it all youve got. Smack it!

Patient

: (Rather breathless after pounding the cushion for about one or two minutes) Wow! That feels better.

Therapist: Good. Now relax aain and go back to your log fire (Pause of about two minutes) Now back tp the party and your wife paying attention to this other guy. (Pause of about one minute) What went on that time?

Patient

: I thought to myself, Maybe shes been meeting him on the sly and having intercourse with him. I know its ridiculous. But

Therapist: Lets take that scene and blow it up, sort of implode it. Close your eyes and go along with this fantasy. They have been having intercourse regularly, and your wife tells him how much more she prefers him to you. In fact, she tells him that you are a lousy lover.Patient

: Wait. I dont think shed ever consider me a lousy lover. She may find someone else better, perhaps even much better, but she wouldnt call me lousy.

Therapist: Okay, shes telling this guy how much better he is than you, and how much she loves him, and she plans to leave you for him. In fact, she announces this in front of the entire gathering, and she and her lover walk out arm in arm. The other people snicker and sneer at you. You become the laughingstock of the party. The laughter echoes in your ears. They point fingers in your face and laugh right at you.

Patient

:: (Screaming) I want to kill them!

Therapist: Who? Your wife? Her lover? The people at the party?

Patient

: (Very emotionally) Everyone !

Therapist: Go ahead. Take an axe and chop into everyone. Make the blood flow as you stab and chop and kick and kill. (These implosive methods can be accompanied by

directed muscular activity in which the patient poundsa foam rubber cushion or another thickly padded object while imagining the highly affective scenes.) How do you feel?

Patient

: I would rather imagine myself using my bare hands and teeth to tear them apart and bite them to death.

Therapist: Well, imagine yourself doing that. Bite them. Feel your teeth sinking in. (One might then instruct the patient to carry out a gruesome sequence of events with

various aggressive acts described by Hogan (1968) covering the range of oral, anal, and genital assaults.) Now look around at all the carnage. Blood and pieces of flesh are everywhere. You are a mess of human tissue which clings to your teeth and fingernails. Police sirens in the distance come nearer and nearer.(I find it useful to end implosive sessions which involve the destruction of people or propertywith an awareness of consequences, such as being arrested

and charged with mass murder, standing trial, and so forth. The effect is like

waking up from a nightmare to discover, with great relief, that it was only a

dream.) Now imagine yourself back at the party. You havent murdered anyone,

everything is as it was, and your wife is paying attention to another man/ (Pause

of about one minute) Well, how do you feel?Patient:: Im too exhausted to feel anything.

Therapist: Well, then just relax and lets try some rational thinking. You have been telling

yourself that it would be a catasthrope if your wife left you for another man, that

you couldnt stand being rejected by her, and that if this awful thing ever

happened to you, it would be worth your while to commit mass murder and face

the consequences. Now I ask you rationally, is anybody worth this kind of trouble?

DAFTAR PUSTAKACorey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika

Aditama.Martin, Garry and Joseph Pear.1983. Behavior Modification : What It Is and How to Do It. 2th

Edition. New Jersey : Prentice Hall.Martin, Garry and Joseph Pear.1996. Behavior Modification : What It Is and How to Do It. 5th

Edition. New Jersey : Prentice Hall.Lazarus, Arnold A., Ph.D..1979. Behavior Therapy & Beyond. USA : McGraw-Hill Inc.

Talking to the travel agent, making reservations.

Phoning the travel agent dial number, call answered.

Giving particulars of destination, dates of trip.

Writing down flight numbers and times.

Marking calendar with dates, flight times, and flight numbers.

The plane has landed and stopped at the terminal. I get off the plane and enter the terminal, where I am met by friends.

A trip has been planeed, and I have examined the possible methods of travel and decided out loud to travel by plane.

I have called the travel agent and told him of my plans. He gives me the times and flight numbers.

It is ten days before the trip, and I receive the tickets in the mail. I note the return address, open the envelope, and check the tickets for the correct dates, times, and flight numbers.

It is the day before the trip, and I pack my suitcase, close it, and lock it.

It is the day of the flight, I am leaving home. I lock the house, put the bags in the car, and make sure that I have the tickets and money.

I am driving to the airport for my flight. I am aware of every plane I see. As I get close to the airport, I see several planes-some taking off, some landing, and some just sitting on the ground by the terminal.

I am entering the terminal. I am carrying my bags and tickets.

I proceed to the airline desk, wait in line, and have the agent check my tickets and then weigh and check my bags.

I am in the lounge with many other people, some with bags also waiting for flights. I hear the announcements over the intercom and listen for my flight number to be called.

I hear my flight number announced, and I proceed to the security checkpoint with my hand luggage.

I approach the airline desk beyond the security checkpoint, and the agent asks me to choose a seat from the map of the plane.

I walk down the ramp leading to the plane and enter the door of the plane.

I am now inside the plane. I look at the interior of the plane and walk down the aisle, looking for my seat number. I then move in from the aisle and sit down in my assigned seat.

The plane is in flight, and I decide to leave my seat and walk to the washroom at the back of the plane.

I notice the seat-belt signs light up, so I fasten my seat belt and I notice the sound of the motors starting.

Everyone is seated with their seat belts fastened, and the plane slowly moves away from the terminal.

I notice the seat-belt signs are again lighted, and the pilot announces that we are preparing to land.

I am looking out the window and suddenly the plane enters clouds and I cannot see out the window.

20. The plane has stopped at the end of the runway and is sitting, waiting for instruction to take off.

21. The plane is descending to the runway for a landing. I feel the speed and see the ground getting closer.

22. The plane has taken off from the airport and banks as it changes direction. I am aware of the tilt.

23. The plane starts down the runway, and the motors get louder as the plane increases speed and suddenly lifts off.

Listen closely to these instructions. They will help you to increase your ability to relax. Each time I pause, continue doing what you were doing before the pause. Now, close your eyes and take three deep breaths. (p) (p)

Make a tight fist with your left hand. Squeeze it tightly. Note how it feels. (p) Now relax. (p)

Once again, squeeze your left hand tightly and study the tension that you feel. (p) And once again, just relax and think OF THE TENSION DISAPPEARING FROM YOUR FINGERS. (P) (P)

Make a tight fist with your right hand. Squeeze it as tightly as you can and note the tension in your fingers and your hand, and your forearm. (p) Now relax. (p)

Once again, squeeze your right fist tightly. (p) And again, just relax. (p) (p)

Make a tight fist with your left hand and bend your arm to make your left biceps hard. Hold it tense. (p) Now relax totally. Feel the warmth escape down your biceps, through your forearm, and out of your fingers. (p) (p)

Now make a tight fist with the other hand and raise your hand to make your right biceps hard. Hold it tightly, and feel the tension. (p) Now relax. Concentrate on the feelings flowing through your arm. (p) (p)

Now, squeeze both fists at once and bend both arms to make them totally tense throughout. Hold it, and think about the tension you feel. (p) Now relax, and feel the total warmth and relaxation flowing through your muscles. All the tension is flowing out of your fingertips. (p) (p)

Now, wrinkle your forehead and squint your eyes very tight and hard. ** Squeeze them tight and hard. Feel the tension across your forehead and through your eyes. Now relax,. Note the sensations running through your eyes. Just relax. (p) (p)

Okay, squuze your jaws tight together and raise your chin to make your neck muscles hard. Hold it, bite down hard, tense your neck, and squuze your ips really tight. (p) Now relax. (p) (p)

Now, all together, wrinkle up your forehead and squuze your eyes tight, bite down hard with your jaws, raise your chin and tighten up your neck, and make your lips tight. Hold them all and feel the tension throughout your forehead, and eyes, and jaw, and neck, and ips. Hold it. Now relax. Just totally relax and enjoy the tingling sensations. (p) (p) (p)

Now, squeeze both your shoulders forward as hard as you can until you fee your muscles pulling tightly right across your back, especially in the area between your shoulder blades. Squeeze them. Hold them tight. Now relax. (p) (p)

Now squeeze your shoulders forward again and, at the same time, suck your stomach in as far as you can, tense your stomach muscles. Feel the tension throughout your stomach. Hold it. (p) Now relax. (p)(p)

Once more, squeeze your shoulder bades forward again, suck in your stomach as far as you can, tense your stomach muscles, and feel the tension throughout your upper body. Now relax. (p) (p)

Now, we are going to review all of the muscle systems that we have covered so far. First, take three deep breaths. (p) (p) Ready? Tighten up both fists and bend both of your arms to squeeze your biceps tight. Wrinkle your forehead and squeeze your eyes tight. Bite down hard with your jaws, raise your chin, and hold your ips tight. Squeeze your shoulders forward and suck in your stomach and push your stomach muscles against it. Hold them all. Feel the tremendous tension throughout. Now relax. Take a deep breath. Just feel the tension disappearing. Think about the total relaxation throughout all of your muscles-in your arms, in your head, in your shoulders, in yourstomach. Just relax. (p) (p)

Now, lets go to your legs. Bring your left heel in tight toward your chair, push it down hard, and raise your toes so that your calf and your thigh are extremely tense. Squeeze your toes up and push your heel down hard. (p) Now relax. (p) (p)

One more time, bring your left heel in tight toward your chair, push it down hard, and raise your toes so that your calf and your thigh are extremely tense. Push down on the heel and raise your toes. Now relax. (p) (p)

Now, bring your right heel in tight toward your chair and push it down and raise your toes so that your calf and your thigh are extremely tense. Push your heel down, squeeze your toes up, and squeeze your leg in tigh. (p) Now relax. (p) (p)

Now, lets do both legs together. Squeeze your heels in tight toward your chair, push down on your heels, and raise your toes as high and as tight as you can. Hold it. (p) Now relax. (p) (p)

Now, take three deep breaths. (p) Now, tense all the muscles as they are named, exactly as you have practiced: left fist and biceps, right fist and biceps, forehead, eyes, jaw, neck, lips, shoulders, stomach, left leg, right leg. Hold it. (p) Now relax. (p) (p) Breathe in total relaxing, and while you are breathing in deeply and then tensing and then relaxing, notice how relaxed all of your muscles feel. Now tense (p) and relax (p). Now, breathe normally and enjoy the cokmpletely tension-free state of your body and muscles. (p) (p) (p) (p) (p) (p) (p) Now turn the tape off.

24