Makalah Dm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Dm

Citation preview

DIABETES MELITUS

Apa yang perlu anda tahu.....

BUKU PENDAMPING PEMBELAJARAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI

MAHASISWA JURUSAN FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES KUPANG

Oleh :

Wilhelmus Olin,SF.,M.Sc.,AptUNTUK KALANGAN SENDIRI2008

KATA PENGANTAR

Buku ini ditujukan untuk menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi mahasiswa,dosen ataupun tenaga kesehatan lain yang berminat untuk mempelajari atau mengenal lebih mendalam tentang penyakit Diabetes Melitus.

Buku ini dirancang untuk mengatasi keterbatasan sumber bacaan bagi mahasiswa farmasi kupang, disajikan secara simpel yang disertai dengan ringkasan materi serta contoh kasus sehingga memudahkan pemahaman akan penyakit dan cara pengatasannya.

Buku ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan buku ajar farmasi yang lebih substantif, tetapi untuk mendampingi buku-buku tersebut. Dengan menambah jumlah dan ragam informasi, diharapkan para farmasis akan mudah dan cepat memperoleh informasi dalam menyelesaikan tugas pelayanannya.

Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam mempersiapkan buku ini

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................ 1

DAFTAR ISI.......................................................................... 2

DEFENISI

............................................................. 3KLASIFIKASI DIABETES MELITUS.........................................3PATOFISIOLOGI.........................................................

5 5MANIFESTASI KLINIK............................................ 7DIAGNOSIS

....................................................... 7HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN........................... 11PENANGANAN...................................................... 11EVALUASI HASIL TERAPI ................................................ 20ALOGARITMA DAN PENANGANANNYA ........................... 21CONTOH KASUS ................................................................... 29DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 42RINGKASAN ...................................................................... 43DIABETES MELITUS

DEFINISIDiabetes melitus adalah suatu penyakit kronis dengan gangguan metabolisme yang ditandai terjadinya hiperglikemia (tingginya glukosa dalam darah) dan tidak normalnya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hal ini disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Komplikasi mikroaskular, makrovaskular, dan neuropatik sangat mungkin terjadi (Dipiro, et al., 2006).

Insulin merupakan hormon yang dibentuk oleh sel beta pankreas dan berperan penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa darah, asam lemak dan asam amino dalam darah yang mendorong penyimpanan nutrien-nutrien tersebut (Muchid, et al., 2007).Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif dan cenderung akan mengalami peningkatan sebagai dampak adanya pergeseran perilaku pola konsumsi gizi makanan. Penyakit ini bersifat menahun atau kronis, dalam keadaan tak terkendali ditandai oleh gejala poliuria, polidipsia dan polifagia (Gustaviani,2007).

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS

American Diabetes Association mempublikasikan klasifikasi diabetes melitus yang saat ini digunakan secara luas di sebagian besar negara di dunia termasuk di Indonesia. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan etiologi diabetes melitus yaitu diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus gestasional, dan diabetes melitus bentuk khusus (Gustaviani, 2007).

A. Diabetes Melitus Tipe-1

Diabetes melitus tipe-1 disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) karena penderita senantiasa membutuhkan insulin. Diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi pada anak-anak atau pada awal kedewasaan yaitu sekitar usia 10-13 tahun dan hampir 10% dari seluruh penderita diabetes mengalami diabetes melitus tipe-1. Pengobatan satu-satunya terhadap diabetes tipe-1 adalah pemberian insulin seumur hidup. Penderita diabetes tipe-1 sangat rentan terhadap komplikasi akut yang berbahaya dari penyakit ini, yakni dua komplikasi yang erat hubungannya dengan perubahan kadar gula darah, yaitu hiperglikemia dan hipoglikemia (Gustaviani, 2007).

B. Diabetes Melitus Tipe-2

Diabetes melitus tipe-2 disebut juga non-insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang umumnya penderita diabetes tipe ini ini tidak memerlukan pengobatan dengan insulin untuk mempertahankan hidupnya karena defisiensi insulin yang terjadi hanya bersifat relatif dimana sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin. Pada umumnya pengobatan dilakukan dengan pemberian obat yang dapat memicu sekresi insulin dan sensitivitas insulin (Gustaviani, 2007).Perbedaan diabetes melitus tipe-1 dan tipe-2, ditunjukan pada Tabel 2.1 berikut ini.Tabel 2.1 Karakteristik diabetes melitus tipe-1 dan tipe-2 (Muchid, 2006)Ciri-ciriDiabetes melitus Tipe-1Diabetes melitus Tipe-2

UmurBiasanya terjadi pada umur yang masih mudaBiasanya terjadi pada umur > 40 tahun (tetapi tidak selalu)

Kecepatan terjadiOnset akutOnset lambat

Keadaan klinis saat diagnosisBeratRingan

Insulin yang dihasilkanTidak adaCukup tinggi, normal

Faktor keturunan10% ada riwayat diabetes pada keluarga30% ada riwayat diabetes pada keluarga

Berat badanBiasanya kurusGemuk atau tidak gemuk

PengobatanInsulin, diet, olahragaDiet, olahraga, hipoglikemi oral, insulin

C. Diabetes Melitus Gestasional.

Diabetes melitus gestasional adalah keadaan intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan. Prevalensi diabetes melitus gestasional menurut kriteria American Diabetes Association berkisar antara 2-3%. Penderita diabetes ketika hamil hanya mengalami gejala yang ringan dan tidak membahayakan bagi ibu, tapi dapat menimbulkan masalah pada bayinya, terutama bentuk hipoglikemia dan sindrom masalah pernafasan (Muchid, 2006) .

D. Diabetes Melitus Bentuk Khusus

Diabetes melitus bentuk khusus meliputi :

1) Defek genetik fungsi sel , antara lain :

a) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)

b) DNA mitokondria

2) Defek genetik kerja insulin

3) Penyakit eksokrin pankreas

4) Endokrinopati :

a) Akromegali

b) Sindrom Cushingc) Hipertiroidisme

5) Obat atau zat kimia

6) Infeksi:

a) Cytomegalovirus

b) Rubella congenital

7) Imunologi : Antibodi antiinsulin

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus

(Gustaviani, 2007)PATOFISIOLOGIDiabetes Melitus Tipe-1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)Hampir 10% dari seluruh penderita diabetes mengalami diabetes melitus tipe-1. Diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi pada anak-anak atau pada awal kedewasaan yaitu sekitar usia 10-13 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi dari sel beta pankreas yang mengarah kepada keadaan defisiensi insulin absolut yaitu sel beta pankreas tidak mampu memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Kerusakan sel beta pankreas disebabkan oleh autoimun. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas makrofag dan limfosit T terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri. Reaksi autoimun dari sel beta pankreas mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai diabetes melitus tipe-1 (Dipiro, et al., 2006; Price & Wilson, 2006).Diabetes Melitus Tipe-2 atau NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)Hampir 90% dari seluruh penderita diabetes mengalami diabetes melitus tipe-2. Diabetes melitus tipe ini biasanya ditandai resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Pada penderita diabetes melitus tipe-2, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup (normal) di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Awal patofisiologis diabetes melitus tipe-2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel tubuh gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin, pada penderita diabetes melitus tipe-2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin, namun tidak terjadi kerusakan sel beta pankreas secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada diabetes melitus tipe-1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe-2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Umumnya penderita diabetes tipe ini berusia 40 tahun ke atas. Namun dari diagnosa akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak pun sudah banyak yang menderita diabetes melitus tipe-2 ini. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya diabetes melitus tipe-2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Dipiro, et al., 2006); Katzung, 2002; Price&Wilson, 2006).

Penyebab diabetes lainnya (1%-2% dari seluruh kasus diabetes) yaitu gangguan endokrin (contoh : acromegaly, Cushing's syndrome), gestational diabetes mellitus (GDM), penyakit pankreas eksokrin (contoh : pankreatitis), dan efek samping obat ( contoh : glucocorticoids, pentamidine, niacin, and interferon) (Dipiro, et al., 2006).MANIFESTASI KLINIK

Diabetetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganannya baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Muchid, et al., 2007).DIAGNOSIS

Diagnosis diabetes melitus, pada umumnya akan ditindak lanjuti setelah melihat gejala khas yang berupa poliuria, polidipsia, polifagi, lemas dan berat badan yang turun secara drastis. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada pasien wanita dan adanya peningkatan kadar glukosa darah yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Shahab, 2007). Kriteria yang digunakan untuk melakukan diagnosis pada penderita diabetes adalah (Tjokroprawiro, 1991):

1. Secara jelas terjadi peningkatan konsentrasi glukosa darah, lebih dari 140 mg/dL yang disertsi gejala klasik diabetes mellitus.

2. Peningkatan konsentrasi glukosa darah puasa.

3. Peningkatan konsentrasi glukosa darah, lebih dari 200 mg/dL 2 jam setelah pemberian 75 gr glukosa secara oral.

Diagnosis pada penderita diabetes mellitus harus dilakukan secara dini karena gejala diabetes mellitus sangat bervariasi dan sebagian besar penderita tidak menyadari komplikasi yang terjadi. Penegakan diagnosis biasanya berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita serta hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Untuk diagnosis diabetes mellitus pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaa glukosa dengan cara enzimatik dengan menggunakan bahan darah vena dan pemeriksaan tambahan lainnya. Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk penderita diabetes mellitus adalah :

1. Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan urin yang biasa digunakan adalah tes reduksi urin. Tes tersebut digunakan untuk menentukan glukosa dalam urin. Pemeriksaan kadar gula dalam urin sering kurang spesifik dan tidak tepat untuk diagnosis diabetes mellitus (Tjokroprawiro, 1991).2. Pemeriksaan Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasaPemeriksaan glukosa sewaktu dan glukosa puasa dapat dipakai sebagai uji penapisan pada diagnosis diabetes melitus. Pemeriksaan ini penting untuk diagnosis diabetes melitus akut.

Tabel Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai PatokanPenyaring

dan Diagnosis Diabetes melitus (mg/dl) (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 2006)

NormalBelum pasti Diabetes MelitusDiabetes Melitus

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)Plasma vena< 110110-199> 200

Darah kapiler< 9090-199> 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)Plasma vena< 110110-125> 126

Darah kapiler< 9090-199> 200

3. Pemeriksaan atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)Apabila hasil pemeriksaan glukosa darah dalam batas peralihan, maka harus dilakukan TTGO. TTGO digunakan untuk mendiagnosis penderita yang diduga menderita toleransi glukosa terganggu maupun diabetes melitus gestasional. Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral adalah :

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (Karbohidrat cukup)

b. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

c. Puasa semalam selama 10-12 jam, paling sedikit 8 jam mulai malam hari

sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak- anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

e. Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa

f. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Muchid, et al., 2006).

Pada pasien dengan pemeriksaan glukosa darah puasa antara 110 125 mg/dL kemudian hasil glukosa darah jam ke-2 TTGO:

> 200 mg/dL= DM

antara 140 199 mg/dL= Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

< 140 mg/dL

= Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).

Pada pasien dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu antara 110 199 mg/dL, kemudian hasil glukosa darah jam ke-2 TTGO:

> 200 mg/dL= DM

antara 140 199 mg/dL= TGT

< 140 mg/dL

= normalTabel Diagnosis Kadar Glukosa Darah untuk Tes Toleransi Glukosa OralNormalTGT/GDPTDM

Konsentrasi glukosa darah sewaktu (mg/dL) vena kapiler< 110< 90110 199 90 199> 200> 200

Konsentrasi glukosa darah puasa (mg/dL) vena kapiler< 110< 90110 125 90 109> 126> 110

4. Pemeriksaan Kadar HbAIc

Hemoglobin AIc atau HbAIc merupakan suatu modifikasi pasca sintesis molekul hemoglobin yang diproduksi bersama molekul glukosa pada ujung ikatan N pada rantai dari hemoglobin A. Pemeriksaan kadar HbAIc dapat digunakan sebagai kontrol hiperglikemia dan kadar gula darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Kadar normal HbAIc kurang dari 4-6% atau sekitar 5,5% dari Hb total, Sedangkan pada penderita diabetes pada umumnya lebih tinggi sekitar 7-10% (Tjokroprawiro, 1991).5.Pemeriksaan Insulin dan C-Peptida

C-peptide merupakan produk sampingan proses pembentukan insulin pada sel beta pankreas. Pemeriksaan C-Peptide lebih dapat diandalkan dan merupakan indikasi dari produksi insulin oleh sel beta, karena mempunyai waktu paruh yang lebih lama dibandingkan insulin (2-5 kali lebih lama), Konsentrasi C-peptide plasma menunjukkan sekresi insulin pankreas yang lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan kadar insulin itu sendiri. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk melihat derajat keparahan defisiensi insulin yang merupakan faktor penyebab diabetes melitus (Wijaya, 1997).HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN

Hasil terapi yang diinginkan dari Diabetes melitus (Dipiro, et al., 2006) :

meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes, menghilangkan keluhan dan tanda Diabetes melitus serta mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit, mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati dengan tujuan akhir turunnya morbiditas dan mortalitas dini Diabetes melitus (pengendalian hiperglikemia, tekanan darah, berat badan dan lipid) PENANGANAN

1. Terapi non farmakologi :

Pengaturan pola makan/diet : rencana diet pada diabetes mellitus di maksud untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan sangat bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat badan, sebagai contoh, pada pasien obesitas, dapat ditentukan diet dengan kalori yang di batasi hingga berat badan pasien turun hingga kekisaran optimal untuk pasien tersebut. Sebaliknya, pada pasien muda dengan diabetes tipe 1, berat badannya dapat menurun selama keadaan dekompensasi. Pasien harus menerima kalori yang cukup untuk mengembalikan berat badan mereka ke keadaan semula dan untuk pertumbuhan. Untuk mencegah hiperglikemia, umumnya karbohidrat yang diperbolehkan untuk di konsumsi sebanyak 50% dari jumlah kalori yang di izinkan per hari, sedangkan jumlah lemak yang di konsumsi sebesar 30% dari total kalori ya ng diperboehkan untuk konsumsi per harinya.

Pada diet DM ada tiga hal yang harus diperhatikan, yang lebih dikenal dengan sebutan

3 J, yaitu:

J1- Jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh

J2- Jadwal makan yang teratur

J3- Jenis makanan yang disantap

Penentuan Jumlah Kalori

Kurus : kalori sehari

= berat badan x 40-60

Normal : kalori sehari

= berat badan x 30

Gemuk : kalori sehari

= berat badan x 20

Obesitas ; kalori makan = berat badan x 10/15 Jadwal Makan

Penderita diabetes untuk makan lebih sering dengan porsi secukupnya. Makan utama tiga kali dan diselingi makan ringan sebanyak tiga kali juga. Selang waktu makan, baik antara makan utama dan makan ringan kira-kira 3 jam, yaitu pada pukul 07.00 pagi, pukul 13.00 siang dan pukul 19.00 petang adalah jadwal makan utama, sedangkan pukul 10.00 pagi, 16.00 sore, dan 22.00 malam di isi dengan makan ringan

Jenis Makanan

Bahan makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging berlemak jeroan, kuning telur, sebaiknya dibatasi. Begitu juga dengan makanan lain yang kaya karbohidrat atau lemak jenuh seperti ham, sosis, cake, coklat, abon, dendeng, goring-gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap dan jingga seperti bayam, buncis, wortel boleh dikonsumsi dalam jumlah banyak (kecuali pasien dengan gangguan penyakit lain). Buah-buahan segar seperti semangka, apel, pir, pisang, papaya, belimbing, dan lain-lain dapat juga dikonsumsi asalkan kadar kemanisannya tidak terlalu tinggi. Sebaiknya dibatasi secukupnya saja buah-buahan seperti mangga, durian, nangka, sawo, leci, srikaya, anggur dan nenas.

Beraktivitas atau berolah raga : dengan latihan fisik dapat mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan sehingga hipoglikemia dapat di hindarkan, namun pasien yang mendapatkan suntikan insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini dan peningkatan glukosa selama latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia. Olahraga untuk terapi DM dibagi dua, yaitu olahraga primer dan sekunder. Olahraga primer ialah 1,5-2 jam setelah makan pagi, sedangkan olahraga sekunder ialah olahraga pagi atau sore sebelum mandi. Program olahraga itu harus dilakukan secara kontinyu yang diselingi istirahat pendek 90 detik. Frekuensi olahraga sebanyak 3-5 kali seminggu, dan lamanya olahraga adalah 40 menit sehari. Macam olahraga bisa jalan cepat, jogging, dan lari. Lima menit setelah latihan selesai, denyut nadi hendaknya kurang dari 200/menit dan 10 menit setelah latihan denyut nadi harus kurang dari 100/menit. Banyak berdoa

Melakukan kegiatan yang menyenangkan

Hindari stress atau depresi

Pendidikan/ penyuluhan Kesehatan

Pendidikan terhadap penderita mengenai cara-cara mengatur kehidupannya merupakan bagian penting dan tidak dapat dipisahkan dari upaya perawatan penderita. Ada beberapa hal yang diperlukan kepada penderita, antara lain :

Penjelasan mengenai, dasar-dasar perawatannya, dan penyesuain- penyesuain yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatannya serta menumbuhkan kesadaran bahwa ia tidak bisa hidup bebas lagi seperti dulu merupakan kunci keberhasilan perawatannya.

Bahwa bila diet sudah ditentukan maka itu menjadi patokan bagi dirinya menentukan jumlah makanan yang disantap.

Menjaga berat badan agar tetap ideal

Perlunya olahraga

Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita melalui berbagai cara atau media seperti : TV, kaset, video, diskusi kelompok, poster, leaflet, dsb.2. Terapi Farmakologi :

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Diabetes tipe-1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi diabetes tipe-2 dapat diobati dengan obat hipoglikemik oral. Jika pengendalian pola makan dan berolahraga tidak berhasil menurunkan kadar gula darah (Darmansjah, 2002).

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

A.Oral Anti Diabetes Melitus ObatT (jam)Frekuensi pemberianDosis awal (mg)Dosis lazim

(mg)ToksisitasSediaan obat (tablet)

Glipizid (Glucotrol)2-4Dua kali sehari2,55-10`Gastrointestinal,kulit, hematologik5,10

Gliburid (Micronase,

Diabeta)10Sekali atau dua kali52,5-20Gastrointestinal,kulit,hematologik1,25-5,00

Metformin (Glucopage)1,3-4,5

Tiga kali sehari10001500-1700Asidosis laktat500,800

Rosigilatazone

Sekali sehari

4,04-8Edema 4,0

Piogglitazone

Sekali sehari30

30-45Edema30

Bila kadar glukosa tidak dapt dikontrol secara optimal dengan mengunakan cara-cara yang sudah di jelaskan (terapi nonfarmakologi), pasien-pasien diabetes tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau Langerhans yang masih berfungsi, merupakan hal yang terbaik untuk menggunakan sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin. Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya untuk mensekresi insulin, pengobatan dengan sulfonilurea. Efek potensial yang merugikan akibat penggunaan obat-obat hipoglikemik oral dapat dilihat pada tabel 1. Namun, sulfonylurea generasi kedua menyebabkan sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali. Dua bahan campuran sulfonylurea yang sering digunakan adalah Glipizid 2,5mg - 40mg/hari dan Gliburid 2,5 25mg/hari. Gliburid mempunyai waktu yang paling lama daripada Glipizid dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari saja. Gabungan sulfoniluera dengan pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien diabetes tipe 2. untuk menurunkan peningkatan kadar glukosa pospardial pada pasien diabetes tipe 2, absorpsi karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengkonsumsi akarbosa prepandial yaitu penghambat -glukosida yang bekerja pada usus halus dengan menyekat pencernaan kompleks karbohidrat (Price&Wilson, 2006).Oral Anti Diabetes Melitus lainnya yaitu :

i. Pemicu Sekresi Insulin.

a.Turunan Sulfonilurea

Sulfonilurea pertama kali disetujui oleh FDA tahun 1962. Obat-obat golongan ini sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan dan mempertahankan sekresi insulin. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya dapat bermanfaat pada pasien yang sel beta pankreasnya masih punya kemampuan untuk sekresi insulin. Pada penderita dengan kerusakan sel beta pankreas seperti pada diabetes tipe-1, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Sulfonilurea dapat digolongkan menjadi dua generasi yaitu generasi pertama : tolbutamid, klorpropamid, karbutamid, tolazamid, asetoheksamid dan generasi kedua : glibenkamid, glikuidon, glipzid, glikazid, glutril (Daniel, 2006).b.

Meglitinida

Meglitinida juga termasuk jenis obat diebetes yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di pankreas untuk memproduksi insulin. Obat golongan meglitinides antara lain repaglinida, nateglinida, dan mitiglinida. Repaglinida merupakan derivat asam benzoat. Obat ini merupakan meglitinida non-sulfonilurea yang pertama dikenalkan pada tahun 1998. Mekanisme aksi dan profil efek samping repaglinida hampir sama dengan sulfonilurea. Agen ini memiliki onset yang cepat dan diberikan saat makan, dua hingga empat kali setiap hari. Efek samping umum golongan meglinitide adalah diare dan sakit kepala. Sama dengan sulfonilurea, repaglinida memilki risiko pada jantung. Jenis yang lebih baru, seperti nateglinida, memiliki risiko sama namun lebih kecil (Daniel, 2006).

ii. Penambah sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizing)a.Golongan biguanid

Sediaan yang tersedia dari golongan ini ialah fenformin, buformin dan metformin. Mekanisme kerja biguanid berlainan dengan derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran.

Biguanid dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak menyebabkan hipoglikemia. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid. Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus diberikan hati-hati pada orang lanjut usia (Tjay, et al., 2003).

b.Thiazolidinedione

Thiazolidinedione merupakan suatu golongan obat antidiabetes oral yang baru-baru ini dikenalkan meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Thiazolidinedione tidak menyebabkan hipoglikemia jika digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun seringkali diberikan secara kombinasi dengan sulfonilurea, insulin, atau metformin. Rosiglitazone dan pioglitazone adalah obat dari golongan thiazolidinedione yang sudah disetujui. Salah satu studi meyakini rosiglitazone bisa memperbaiki fungsi sel beta dan membantu mencegah progresivitas diabetes. Efek samping obat golongan ini bisa menyebabkan anemia dan dapat memperburuk gagal jantung. Faktanya, troglitazone, agen pertama golongan ini ditarik dari pasaran setelah ditemukan laporan gagal jantung, gagal hati, dan kematian (Daniel, 2006).

iii. Penghambat Alfa Glukosidase (alpha glukosidase inhibitor)

Penghambat alfa glukosidase bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna. Enzim-enzim alfa glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis disakarida maupun polisakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial (setelah makan) pada penderita diabetes. Obat ini tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Saat ini golongan alpha glukosidase inhibitor yang banyak dipakai adalah akarbose (Daniel, 2006).B.Terapi insulin

TipeKeteranganEfek terhadap Glukosa Darah

(Dalam Jam Sesudah Makan Pemberian)

AwalPuncakAkhir

Masa kerja singkat

Lispro

JernihSegera30-90 menit3-5

Regular(crystaline zinc)Jernih30menit2-46-8

Masa kerja sedang

NPH+keruh;suspensi insulin seng kristal,50%jenuh dengan protamin2-34-813,8

Masa kerja panjang

Ultralente (UL)

keruh;suspensi insulin kristal,kadar tinggi tanpa protamin616-1824

GlargineNilai isoelektrik 7,0;penurunan solubilitas pada pH fisiologis;membentuk mikropresitat dalam jaringan subkutan-Tidak ada22,8

Ket: Kerja NPH+ yang lambat diatur oleh kadar protaminnya; tersedia dalam larutan penyangga natrium fosfat.

insulin lente (semi dan ultra) tidak mengandung protamin dan tersedia dalam larutan penyangga natrium asetat; waktu kerja tergantung pada kadar seng serta ukuran kristalnya yang berbeda-beda.

Pada individu sehat, sekresi insulin mengimbangi jumlah asupan makanan yang bermacam macam dengan latihan fisik. Pasien dengan insufisiensi insulin berat membutuhkan suntikan insulin selain program diet. Insulin ini serupa dengan insulin manusia dan disiapkan dengan teknik rekombinan asam deoksiribonukleat (DNA). Perubahan rangkaian struktur kristalin dan asam amino dalam molekul insulin mengakibatkan waktu kerja preparat yang berbeda yang dapat digunakan untuk memodifikasi pengobatan insulin dengan kebutuhan khusus pasien. Insulin di diklasifikasi sebagai masa insulin kerja pendek, masa kerja sedang, atau masa kerja panjang, berdasarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma yang maksimal yaitu waktu untuk meringkan efek yang terjadi setelah pemberian suntikan. Insulin masa kerja pendek mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk mengontrol hiperglikemia postprandial. Insulin dengan masa kerja pendek juga digunakan intuk pengobatan intravena dan penatapelaksana pasien dengan ketoasidosis diabetic. Insulin dengan masa kerja pendek juga dapat dikombinasikan dengan insulin masa kerja panjang . Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6-8 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk pengontrolan harian pasien. Insulin dengan masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya 14-20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada pasien diabetes. Salah satu dari analog insulin yang terbaru adalag Lispro, yaitu analog insulin dengan masa kerja sangat singkat yang menurunkan kemampuan gabungan dan absorpsinya yang lebih cepat.dapat diberikan sebelum dan sesudah makan karena mempunyai waktu kerja yang cepat sehingga dapat menutupi makanan yang dikonsumsi.

Pengendalian glukosa darah pada pasien yang membutuhkan insulin dapat dicapai dengan pemberian Insulin dengan masa kerja sedangsebelum sarapan dan makan makam.dengan dosis yang lebih besar diberikan sebelum sarapan. Insulin dengan masa kerja pendek sering dikombinasikan dengan Insulin dengan masa kerja sedang untuk pengaturan fisiologi dari glukosa pada fase prospandial, khususnya pada pasien diabetes tipe 1.

Pasien diabetes relative dapat hidup normal asalkan mereka dapat mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksana penyakit yang dideritanya. Mereka dapat menyuntikan sendiri insulin, memantau kadar glukosa darah mereka agar dapat mengurangi hiperglikemia atau hipoglikemia. Pada pasien diabetes tipe 2 yang mengalami obesitas, asimtomatik dan mempunyai kadar glukosa cukup tinggi, pengobatan pilihan adalah pembatasan diet dan penurunan berat badan (Price&Wilson, 2006).EVALUASI HASIL TERAPI

Pemeriksaan HbAIc dianjurkan sedikitnya 2 kali setahun untuk mengevaluasi efek perubahan terapi 2-3 bulan sebelumnya untuk menilai pengendalian penyakit Diabetes mellitus dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Bila sasaran pengobatan belum tercapai, dianjurkan melakukan pemeriksaan HbAIc 4 kali setahun. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan profil lipid (TG, HDL, LDL) untuk mengevaluasi hasil terapi (frekuensi pemeriksaan dilakukan sesuai kebutuhan).

Pasien dengan terapi insulin harus ditanya tentang seberapa sering mereka mengalami hipoglikemia dalam setahun. Frekuensi terjadinya hipoglikemia dan panatalaksanaannya harus didokumentasikan. Pasien dengan terapi bedtime insulin harus dimonitor kondisi hipoglikemia dengan menanyakan kepada mereka tentang seberapa sering mereka mengalami mimpi buruk, palpitasi, sebagai akibat dari FPG.

Pasien dengan diabetes mellitus tipe-2 harus melakukan pemeriksan urin rutin sebagai skrining awal untuk uji albuminuria. Frekuensi aktivitas fisik/olahraga, pemeriksaan albumin, uji dilatasi opthalmologis harus didokumentasikan

ALGORITMALangkah-langkah pemilihan obat oral anti hiperglikemik atau insulin dapat dilihat pada gambar berikut :

PATOFISIOLOGI KOMPLIKASI PADA DIABETES

(Djokomoljanto, 2007)

CONTOH KOMPLIKASI PADA PENDERITA DIABETES

( ALOGARITMA dan PENANGANANYA)

1.Komplikasi Kardiovaskular (CVD)Untuk diagnosis DM tipe 2 dan menentukan risiko kardiovaskular dengan menggunakan FPG dan HbA1C digunakan alogaritma dibawah ini :

Pendekatan-pendekatan untuk menurunkan risiko kardiovaskular pada penderita Diabetes :

1. Thiazolidindiones terbutkti secara klinis dapat mengurangi risiko kardiovaskular.

2. Pemeriksaan carotid intima-medika thicknessn (CIMT) merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai terbaik dan terbukti mempunyai hubungan yang tinggi dengan risiko kejadian kardiovaskular.

3. Plogitazon terbukti memperlambat progresifitas CIMT

(Djokomoljanto, 2007)

2.Komplikasi Nefropati

Tahapan nefropati diabetik

Menurut Mogenson, tahapan perjalan nefropati diabetika ada 5 yaitu :

Manajemen Nefropati Diabetik

Cara pengelolaan nefropati diabetik diantaranya adalah:

dengan mengoptimalkan kadar gula darah

mengoptimalkan penurunan tekanan darah (120/80 mmHg)

melakukan test tahunan terhadap adanya mikroalbuminuria (untuk DM tipe 1 yang lebih 5 tahun, dan untuk DM tipe 2 pada saat terdiagnosis.

Pengendalian hipertensi (penggunaan preparat inhibitor angiotensin-converting enzyme [ACE Inhibitor], seperti captopril untuk mengendalikan hipertensi dapat pula mengurangi proteinuria dini).

(Djokomoljanto, 2007)3.KOMPLIKASI HIPERTENSI

Patofisiologinya :

Penanganannya :

(Djokomoljanto,2007)

4.KOMPLIKASI GANGREN

Gangren adalah luka yang berakhir dengan kematian saraf atau jaringan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran darah ke jaringan tersebut .Gejala :

dimulai dengan adanya perubahan kalus (pengerasan pada telapak kaki akibat perubahan titik simpan berat badan).

Perubahan ini penting dilihat untuk mengetahui apakah penebalan kalus disertai infeksi pada jaringan di bawahnya. Karena, kalau telah terjadi neuropati penderita tidak akan merasa nyeri

Patofisiologi :

Penanganan dan Terapi :

terdiri dari :

pengendalian diabetes, penanganan terhadap kelainan kaki, serta

pencegahan dan penanggulangan kaki diabetik.

Pengobatan :

Umum Istirahat Insulin Antibiotik (kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau sefalosporin dan kloramfenikol ) Khusus -Debrimen -Amputasi

5.KOMPLIKASI RETINOPATI

Kelainan patologis mata yang disebut retinopatik diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan tersebut ke otak. Bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis yaitu pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler. Ada tiga stadium utama retinopati: retinopati nonproliferatif (background retinopathy), retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif. Sebagian besar pasien diabetes mengalami retinopati praproliferatif dengan derajat tertentu dalam waktu 5 hingga 15 tahun setelah diagnosis diabetes ditegakkan. Sebagian pasien ini dengan persentase yang sangat kecil akan megalami stadium aatau keadaan proliferatif yang lebih serius yang disebut edema macula disertai dengan terjadinya gangguan penglihatan. Hasil penelitian DCCT ( 1993) memperlihatkan bahwa pemeliharaan kadar glukosa darah dalam tingkat yang normal atau mendekati normal melalui terapi insulin yang intensif telah menurunkan resiko terjadinya retinopati sebesar 76%.

Terapi utama retinopati diabetik adalah fotokoagulasi argon-laser. Terapi sinar laser ini akan menghancurkan pembuluh darah yang pecah/bocor dan daerah-daerah neovaskularisasi. Bagi pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya pendarahan, fotokoagulasi panretinal dapat menur nkan kecepatan progresivitas retinopati kearah kebutaan. Fotokoagulasi panretinal meliputi aplikasi sistemik luka bakar laser multipel (lebih dari 1000) di seluruh retina (kecuali daerah macula). Tindakan ini menghentikan pertumbuhan pembuluh darah baru yang menyebar luas dan perdarahan dari pembuluh yang pecah.

Peranan fotokoagulasi panretinal yang ringan (dengan membuat luka bakar sepertiga hingga setengah jumlah lika bakar laser) pada stadium awal retinopati proliferatif atau pada pasien dengan perubahan praproliferatif sedang diselidiki. Untuk mengatasi edema makula dapat dilakukan foto koagulasi fokal guna membuat luka bakar laser yang lebih kecil didaerah ter tentu mikroaneurisma pada regio makula. Sejumlah penelitian yang dilakukan baru baru ini memperlihatkan bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi angka gangguan visual akibat edema macula sebesar 50%.CONTOH KASUS DAN SOLUSINYA

KASUS 1Seorang wanita berumur 48 tahun datang kepada seorang dokter untuk mengkonsultasikan masalah berat badannya. Wanita tersebut telah menikah, bekerja sebagai penjaga perpustakaan, dan dia juga telah mempunyai 2 orang anak. Dia selalu sarapan pagi dan makan malam dirumah, sedangkan untuk makan siang dia makan dilokasi yang berbeda-beda.

(Lake F, 2007)Hasil profil klinis :

Age: 48Weight: 178 lbs. Height: 5' 3"BMI: 31.5

Glucose MonitoringLast A1C: 8.2%Fasting:158 mg/dLRandom: 219 mg/dL

Lipid Profile Total: 230 mg/dLLDL: 145 mg/dLHDL:45 mg/dLTriglycerides: 200 mg/dL

Kidney Profile Creatinine:1.0 mg/dLMicroalbuminuria:negative

Liver Function ALT: normal AST: normal Blood Pressure Normal: 130/82 mmHg

Cardiovascular conditionnormal

Eye ExamNormal

Foot ExamNormal pulses and sensation

For other conditions: Antihistamines for nasal allergiesNonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs) for joint pain

hyperglycemia, hyperlipidemia and obesityRekomendasi untuk pasien :

1.Merubah pola hidup

- menjaga asupan makanan

- meningkatkan aktivitas fisik (olahraga)

2.Edukasi Diabetes mellitus

- dasar-dasar perawatan diabetes

- cara menggunakan alat glucose meter

- cara membaca hasil pemeriksaan gula darah

3.Pengobatan Diabetes Melitus

Dengan kadar A1c 8.2% yang setara dengan kadar glukosa 215 mg/dl. Dengan nilai yang cukup besar ini maka untuk menormalkan hiperglikemianya tidak cukup hanya dengan mengatur pola makan.

Pengobatan yang harus dipilih untuk menurunkan kadar glukosa darahnya, apakah :

Metformin

Sulfonylure

Meglitinide

Thiazolodinediones

Pilihan yang tepat: Metformin, dosis rendah: 250 mg bid

Pasien diinformasikan bahwa jika dalam 2 minggu ternyata kadar glukosa rata-ratanya diatas 130 mg/dL, maka dia harus meningkatkan dosis metformin menjadi 500 mg bid. Dua minggu setelah itu, jika kadar glukosa rata-ratanya masih diatas 130 mg/dL, dia dapat meningkatkan lagi dosisnya menjadi 850 mg bid. Kadar dosis efektif maksimum 1000 mg bid.

Metformin merupakan obat pilihan karena :

Dapat menurunkan kadar A1c hingga 1.5%

Tidak menyebabkan hipoglikemia

Membantu menurunkan berat badan

Mengurangi gangguan saluran pencernaan

Target untuk mencapai hasil yang diharapkan adalah 3 bulan

Obat lainnya bukan merupakan pilihan utama karena :

Sulfonylurea, dapat menyebabkan hipoglikemia dan menambah berat badan.

Meglitinide, dapat menyebabkan hipoglikemia dan menambah berat badan. Thiazolodinediones, dapat menyebabkan edema, menambah berat badan dan mahal.KASUS 2Pengacara laki-laki berumur 54 tahun memiliki kadar glukosa yang tinggi selama beberapa tahun, tetapi baru terdeteksi dengan jelas ketika ada kunjungan di kantornya yang mengadakan pemeriksaan secara acak terhadap karyawannya. Ternyata kadar glukosanya melebihi 300mg/dL, dan ia mengakui bahwa ia menderita kencing manis. Sebelumnya dia memiliki penyakit serangan jantung dan melakukan beberapa pengobatan kardiovaskular dan hipertensi. Tes fisiknya hari ini normal. Dia memiliki BMI 28. Dia mengakui sering merasa lelah, dan sering terbangun pada malam hari untuk kencing sedikitnya dua sampai tiga kali setiap minggu.

(Lake F, 2007)Profil klinik

Age: 54Weight:212 lbs. Height: 6' 1"

Blood glucoseLast A1C: 10.2%Fructosamine: 429 mmo/L(nl 130mg/dL, dengan target glukosa darah puasa 180 mg/dL, dia akan ditingkatkan dosis glargin 3-4 unit. Jika rata-rata glukosa darah puasa antara 130-180 mg/dL, dia akan ditingkatkan dosis glargin 1-2 unit. Dia akan kembali dalam 5 minggu untuk evaluasi. Pasien diinstruksikan untuk menelepon kantor dokter jika eksperimen level kadar glukosa puasa lebih rendah dari 90 mg/dL, atau reaksi alergi lainnya terhadap glargin.Kunjungan 2: 5 minggu kemudian

A1c pasien menurun ke 9,5%, dan dia mengaku tidak terjadi hipoglikemia

Berat badannya meningkat sebanyak 2,5 lbs (1,1 kg), yang merupakan efek ketika terapi inisiasi insulin

Level fruktosamin menurun hingga 317 mmol/L

Akhir-akhir ini dia menggunakan 20 U glargin

Pasien membawa print out dari software pengaturan glukosa darahnya.rata-rata glukosa darah selama minggu yang lalu diperlihatkan pada table dibawah:

Terapi apa yang mungkin untuk disarankan?

Melanjutkan peningkatan glargin

Permulaan aksi cepat ketika memasukkan insulin dalam tubuh

Diganti dengan insulin campuran (kombinasi aksi sedang dan aksi cepat insulin)

Diganti dengan metformin

Jawaban yang disarankan: melanjutkan peningkatan glargin

Adalah sesuai untuk lanjut meningkatkan glargin, mengingat glukosa darah puasa nya adalah 184 mg/dL dengan variabilitas yang rendah (standar deviai kurang dari sepertiga rata-rata), dengan tidak ada hipoglikemia. Ia belum mencapai target glukosa darah puasa 100 mg/dL.

Meskipun diganti dengan insulin campuran merupakan suatu pilihan, pasien dokter ini mengingikan menyesuaikan dosis glargin dalam rangka menurunkan glukosa puasa pasien tersebut

Pertimbangan yang lain adalah bahwa pasien ini memahami apa yang ia sedang lakukan, maka lebih mudah untuk menjalankannya.

Diganti dengan metformin akan bersifat prematur. Pasien harus mencapai kendali glikemik lebih baik untuk suatu periode waktu yang lebih panjang sebelum pemakaian obat oral dapat dipilih sebagai suatu pilihan sehat

Pasien diberitahu bahwa jika ia menjangkau 30 U glargin, ia boleh membagi dosis, separuh pagi-pagi dan setengah lagi pada malam hari. Hal ini untuk mencegah ketidaknyamanan penyuntikan dalam kaitannya dengan volume hormon insulin.

Kunjungan selanjutnya yaitu 4 minggu kemudianKunjungan 3: 4 minggu kemudian

A1c pasien menurun sampai 8,6%

Saat ini dia menggunakan 28 U glargin sebagai dosis tunggal pada sore hari

Level fruktosaminnya jatuh hingga 274mmol/L Level rata-rata glukosa pasien pada minggu terakhir ditunjukkan pada tabel dibawah.

Pasien menunjukkan bahwa sebanyak dua pembacaan glukosa puasa nya adalah antara 70 dan 78 mg/dL. Ia bangun merasakan lapar pagi itu, tetapi tidak punya keluhan lainnya

Apa terapi yang dianjurkan untuk dilakukan?

Melanjutkan meningkatkan glargin

Permulaan aksi cepat waktu makan insulin

Diganti dengan insulin campuran

Diganti dengan metformin

Jawaban yang dianjurkan:pengawalan aksi cepat insulin

Sejak glukosa darah puasa pasien glukosa darah puasa pasien kini kurang dari 130 mg/dL, dan ia telah mengalami beberapa puasa glukosa darah yang pembacaannya antara 70-78 mg/dL, peningkatan dosis glarginnya boleh jadi bukan merupakan terapi yang terbaik untuk saat ini.

Sebagai gantinya, suatu pilihan sesuai adalah untuk mulai aksi cepat waktu makan insulin pada di makanan yang terdahulu yang level glukosa darahnya paling tinggi

Glukosa darahnya paling tinggi sebelum makan siang, oleh karena itu 4 unit lispro diresepkan, menggunakan pulpen dengan jarum 8mm , untuk diambil sebelum sarapan

variabilitas glukosa darah pasien ( standar deviasinya) rendah, maka ia diberi tahu untuk meningkatkan sarapan lispronya dengan 1 unit setiap 3 hari sampai nya rata-rata pre-lunch glukosa darahnya kurang dari 130 mg/dL.

"Suatu pilihan pada waktu ini dapat diubah ke hormon insulin campuran, suatu kombinasi intermediate-acting dan rapid-acting hormon insulin. Bagaimanapun, dalam rangka memelihara kendali glukosa darah puasa nya, pasien akan memerlukan dua suntikan: satu sebelum sarapan satu sebelum makan malam. Penggunaan hormon insulin antara makan siang meningkatkan resiko nocturnal hipoglikemia, berdasarkan efek waktu puncaknya. dalam kaitan dengan pemilihan waktu efek puncak nya. Oleh karena itu, keputusan untuk menambahkan rapid-acting hormon insulin yang lebih awal di dalam hari telah diuraikan di atas.

Memisahkan injeksi aksi lama dan aksi cepat mengikuti fleksibilitas yang terbesar dengan makanan, dan memperkenalkan pasien kepada penggunaan yang mungkin dari terapi basal/bolus insulin pada waktu mendatang.

Suatu kelanjutan kunjungan 4 minggu dijadwalkan. Catat frekunsi kunjungan lanjutan setiap 4 sampai 5 minggu. Ini mengikuti interaksi pasien dengan dokter agar tepat waktu dan pencapaian target glukosa darah yang cepat.

Kunjungan 4: 4 minggu kemudian

Hanya dalam 3 bulan, kontrol glikemik pasien telah sangat meningkat

Saat ini dia menggunakan 28 U glargin pada sore hari, dan 7 U lispro sebelum sarapan

A1c nya turun drastis dari 10,2% sampai ke 7,5%, terjadi pengurangan sebesar 2,7 %. Keseluruhan plasma glukosa darahnya turun dari 286mg/dL pada kunjungan pertama, sampai 164mg/dL sekarang. Catatan bahwa A1cnya tidak secara penuh mencerminkan penurunan dalam level glukosa darahnya.

Komentar pasien bahwa ia merasa lebih energik, dan bisa jalan-jalan bersama istrinya beberapa kali setiap minggu.

Level fruktosaminnya adalah 254 mmol/L, yang secara garis besar normal.

Berat badan pasien naik yaitu 1.5 lbs (0.7 Kg).

Glukosa darah rata-rata untuk minggu lalu ditunjukkan dalam tabel

Terapi apa yang disarankan sekarang:

Peningkatan dosis glargin

Penambahan dosis kedua aksi cepat insulin

Diganti metformin

Ditambah sulfonil urea

Jawaban yang disarankan: penambahan dosis kedua aksi cepat insulin

Penambahan dosis kedua aksi cepat lispro insulin sebelum makan malam dalam rangka menurunkan glukosa darah sewaktu. Hal ini juga membantu mengurangi glokosa darah puasanya.

Pasien diberi tahu untuk mengambil sejumlah kecil 3U dosis lispro sebelum makan malam.

Menambahkan sulfonil urea atau metformin pada cara hidup pasien ini masih prematur dan tidak diperlukan sebab pasien sedang mentaati terapi hormone insulinnya.

Kunjungan pada minggu ke 4 dijadwalkan

Kunjungan 5: 4 minggu kemudian

Pada 4 minggu kemudian pasien kembali. Sekarang dia menggunakan 30 U glargin sebagai dosis tunggal sore, dengan tidak ada keluhan. Dia menggunakan 7 U lispro sebelum sarapan, dan 4 U lispro sebelum makan malam A1cnya sekarang 7% Glukosa darah rata-rata untuk minggu lalu ditunjukkan pada tabel dibawah. Kecilnya standar deviasi mengindikasikan bahwa ia sangat menjaga glukosa darahnya.

Pasien diberi selamat.

Dengan pendidikan diabetes, pasien memiliki kemampuan untuk menjaga kadar darahnya, dan kesetiaan cara hidup pasien terhadap diabetes, pasien ini aman dalam kendali glikemik sempurna didalam 17 minggu, atau hanya dalam 4 bulan saja. Ia melaporkan bahwa ia merasakan lebih baik dan mempunyai lebih energi. Ia memperoleh suatu jumlah berat/beban yang kecil dalam kaitan dengan penghapusan glikosuria.

" Pasien dapat dijadwalkan untuk kelanjutan kunjungan setiap 3 sampai 4 bulan.

Fungsi sel beta dapat diperbaiki setelah pengobatan hiperglikemia. Setelah memperoleh control glikemik yang baik, dia boleh menggunakan obat oral seperti metformin.

Bagaimanapun, diabetes tipe 2 merupakan penyakit progresif, maka ada suatu kemungkinan terapi insulin digunakan pada masa mendatang. ( Lake F, 2007)DAFTAR PUSTAKA

Daniel. 2006. Medikasi Spesifik Diabetes Melitus Tipe 2. Tersedia di: http://www.majalah-farmacia.com/. [Diakses 18 September 2008]. Darmansjah, I. 2002. Practical Diabetes Therapy. Tersedia di: http://www.iwandarmansjah.Web.id/. [diakses18 September 2008].

Djokomoljanto. 2007. Diabetes Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: Penerbit CV Agung.

Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit FK UI. Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Muchid, A, et al. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen kesehatan RI.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.

Price, S & Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Shahab, A. 2007. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit FK UI.

Tjay, et al. 2003. Obat-Obat Penting. Khasiat, Efek, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-5. Jakarta: Gramedia.

Tjokroprawiro, Askandar. 1991. Diabetes Mellitus : Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-dasar Terapi. Edisi II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijaya, A. 1997. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Diabetes Melitus. Jakarta: Forum Diagnosis Laboratorium Klinik Prodia.

(Dipiro, et al.,2006)

KLASIFIKASI DM:1. DM tipe 1 :kerusakan SEL BETA pulau langerhans

*Autoimun

*Idiopatik2. DM tipe 2 : RESISTENSI INSULIN

3.DMGestasional4.DM tipe LAIN

Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat / zat kimia

Karena infeksi

. Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus

(Gustaviani, 2007Manifestasi Klinik...

Gejala:-Poliuria -Polidipsia -Polifagia -Berat Badan turun -Penglihatan kabur Komplikasi akut:-Hiperglikemia & Ketoasidosis -Sindroma hiperosmolar non ketosisGejala hiperglikemia kronis:-suseptibilitas terhadap infeksi Komplikasi kronis:-Retinopati (potential loss of vision)-Nefropati (renal failure)Neuropati perifer (foot ulcers, amputation, Charcot joint)-Neuropati autonom (causing gastrointestinal, genitourinary, and cardiovascular symptoms & sexual disfunction) (Dipiro, et al., 2006; Price & Wilson, 2006).

Normal Belum pasti Diabetes Melitus Diabetes Melitus

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma vena < 110 110-199 > 200

Darah kapiler < 90 90-199 > 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma vena < 110 110-125 > 126

Darah kapiler < 90 90-199 > 200

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (Karbohidrat cukup) 2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan 3. Puasa semalam selama 10-12 jam, paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih diperbolehkan4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit5. Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa6. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Muchid, et al., 2006).

Pemeriksaan kadar HbAIc dapat digunakan

sebagai kontrol hiperglikemia dan kadar

gula darah selama 2-3 bulan sebelumnya. Kadar normal HbAIc kurang dari 4-6% atau sekitar 5,5% dari Hb total, Sedangkan pada penderita diabetes pada umumnya lebih tinggi sekitar 7-10%

Pemeriksaan C-Peptide lebih

dapat diandalkan dan merupakan

indikasi dari produksi insulin oleh sel beta, karena mempunyai waktu paruh yang

lebih lama dibandingkan insulin (2-5 kali lebih lama)

meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes, menghilangkan keluhan dan tanda Diabetes melitus serta mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit, mikroangiopati, dan neuropati dengan tujuan akhir turunnya morbiditas dan mortalitas dini Diabetes melitus (pengendalian hiperglikemia, tekanan darah, berat badan dan lipid) (Dipiro, et al., 2006)

Melakukan aktivitas dan olahraga

Pengaturan pola makan melakukan kegiatan yg menyenangkan Banyak berdoa

Hindari stres

1.Antidiabetika Oral

(i)Pemicu Sekresi Insulin.

a. Turunan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya dapat bermanfaat pada pasien yang sel beta pankreasnya masih punya kemampuan untuk sekresi insulin.

Sulfonilurea dapat digolongkan menjadi dua generasi yaitu generasi pertama : tolbutamid, klorpropamid, karbutamid, tolazamid, asetoheksamid dan generasi kedua : glibenkamid, glikuidon, glipzid, glikazid, glutril (Daniel, 2006). b.Meglitinida

Meglitinida juga termasuk jenis obat diebetes yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di pankreas untuk memproduksi insulin.

Obat golongan meglitinides antara lain repaglinida, nateglinida, dan mitiglinida. Mekanisme aksi dan profil efek samping repaglinida hampir sama dengan sulfonilurea. (Daniel, 2006).

(ii) Penambah sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizing)

a. Golongan biguanid

Sediaan yang tersedia dari golongan ini ialah fenformin, buformin dan metformin. Obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran.

Biguanid dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak menyebabkan hipoglikemia. (Tjay, et al., 2003).

b. Thiazolidinedione

Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Thiazolidinedione tidak menyebabkan hipoglikemia jika digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun seringkali diberikan secara kombinasi dengan sulfonilurea, insulin, atau metformin.

Contoh obat golongan ini :

-Rosiglitazone

-Pioglitazone

Efek samping obat golongan ini bisa menyebabkan anemia dan dapat memperburuk gagal jantung. (Daniel, 2006). (iii) Penghambat Alfa Glukosidase (alpha glukosidase inhibitor)

Penghambat alfa glukosidase bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna. Enzim-enzim alfa glukosidase berfungsi untuk menghidrolisis disakarida maupun polisakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial (setelah makan) pada penderita diabetes. Contoh : akarbose

(Daniel,2006).

Tipe Keterangan Efek terhadap Glukosa Darah (Dalam Jam Sesudah Makan Pemberian)

Awal Puncak Akhir

Masa kerja singkat

Lispro Jernih Segera 30-90menit 3-5

Regular(crystaline zinc) Jernih 30menit 2-4 6-8

Insulin masa kerja singkat Mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam setelah penyuntikan. Insulin ini juga digunakan untuk pengobatan intravena dan penatalaksana pasien dengan ketoasidosis diabetic. Insulin ini juga dapat dikombinasikan dengan insulin masa kerja panjang .

(Price&Wilson, 2006) Tipe Keterangan Efek terhadap Glukosa Darah (Dalam Jam Sesudah Makan Pemberian)

Awal Puncak Akhir

Masa kerja sedang

NPH+ keruh;suspensi insulin seng kristal,50%jenuh dengan protamin2-34-813,8

Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6-8 jam setelah penyuntikan dan digunakan untukpengontrolan harian pasien.

(Price&Wilson, 2006)Tipe Keterangan Efek terhadap Glukosa Darah (Dalam Jam Sesudah Makan Pemberian)

Awal Puncak Akhir

Masa kerja panjang

Ultralente (UL) keruh;suspensi insulin kristal,kadar tinggi tanpa protamin 616-1824

Glargine Nilai isoelektrik 7,0;penurunan solubilitas pada pH fisiologis;membentuk mikropresitat dalam jaringan subkutan -Tidakada22,8

Insulin dengan masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya 14-20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada pasien diabetes.

Pemeriksaan HbAIc

Pemeriksaan profil lipid (TG, HDL, LDL)

Frekuensi terjadinya hipoglikemia dan panatalaksanaannya harus didokumentasikan.

Pasien dengan diabetes mellitus tipe-2 harus melakukan pemeriksan urin rutin sebagai skrining awal untuk uji albuminuria.

Frekuensi aktivitas fisik/olahraga, pemeriksaan albumin, uji dilatasi opthalmologis harus didokumentasikan

(Dipiro, et al.,2006)

CONTOH KOMPLIKASI PADA PENDERITA DIABETES

( ALOGARITMA dan PENANGANANYA) 1.Komplikasi Kardiovaskular (CVD)

Untuk diagnosis DM tipe 2 dan menentukan risiko kardiovaskular dengan menggunakan FPG dan HbA1C

digunakan alogaritma dibawah ini :

2.Komplikasi NefropatiTahapan nefropati diabetik

3.KOMPLIKASI HIPERTENSI Patofisiologi

Penanganannya :

4. KOMPLIKASI GANGREN

Patofisiologi

Terapi utama retinopati diabetik adalah fotokoagulasi argon-laser. Terapi sinar laser ini akan menghancurkan pembuluh darah yang pecah/bocor dan daerah-daerah neovaskularisasi. Bagi pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya pendarahan, fotokoagulasi panretinal dapat menur nkan kecepatan progresivitas retinopati kearah kebutaan. Fotokoagulasi panretinal meliputi aplikasi sistemik luka bakar laser multipel (lebih dari 1000) di seluruh retina (kecuali daerah macula). Tindakan ini menghentikan pertumbuhan pembuluh darah baru yang menyebar luas dan perdarahan dari pembuluh yang pecah.

Peranan fotokoagulasi panretinal yang ringan (dengan membuat luka bakar sepertiga hingga setengah jumlah luka bakar laser) pada stadium awal retinopati proliferatif atau pada pasien dengan perubahan praproliferatif sedang diselidiki. Untuk mengatasi edema makula dapat dilakukan foto koagulasi fokal guna membuat luka bakar laser yang lebih kecil didaerah ter tentu mikroaneurisma pada regio makula. Sejumlah penelitian yang dilakukan baru baru ini memperlihatkan bahwa tindakan tersebut dapat mengurangi angka gangguan visual akibat edema macula sebesar 50%.KASUS

Hasil profil klinis :

DAFTAR PUSTAKA Daniel. 2006. Medikasi Spesifik Diabetes Melitus Tipe 2. Tersedia di: http://www.majalah-farmacia.com/. [Diakses 18 September 2008]. Darmansjah, I. 2002. Practical Diabetes Therapy. Tersedia di: http://www.iwandarmansjah.Web.id/. [diakses18 September 2008.Djokomoljanto. 2007. Diabetes Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: Penerbit CV Agung.Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit FK UI. Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Muchid, A, et al. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen kesehatan RI. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. Price, S & Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Shahab, A. 2007. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit FK UI. Tjay, et al. 2003. Obat-Obat Penting. Khasiat, Efek, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-5. Jakarta: Gramedia. Tjokroprawiro, Askandar. 1991. Diabetes Mellitus : Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-dasar Terapi. Edisi II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, A. 1997. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Diagnosis dan Pengelolaan Diabetes Melitus. Jakarta: Forum Diagnosis Laboratorium Klinik Prodia.

Kondisi pankreas yang buruk

R

I

N

G

K

A

S

A

N

Kurang olahraga dan byk makan makanan berlemak

EMBED PowerPoint.Slide.12

Fungsi sel menurun

Sekresi insulin menurun

Sekresi insulin meningkat

Faktor genetik

Glukosa darah meningkat

Resisten insulin meningkat

Obesitas sentral

Overweight

BMI?25 kg/m2

Hiperglikemi ringan sampai sedang (HbA1C300 mg/24 jam. Pada tahap ini biasanya hipertensi sudah timbul.

TAHAP 5

ERSD atau tahap gagal ginjal terminal , biasanya timbul setelah 10 tahun timbulnya proteinuria.

TAHAP 1

Adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal pada awal diagnosis Diabetes ditegakkan masih reversible.

57

HIPERGLIKEMIK(yang lama)

perubahan patologi pada pembuluh darah

penebalan tunika intima "hiperplasia membran basalis arteria", oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).

lekosit DM tidak normal sehingga : fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnakan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler

kadar fripronogen reaktivitas trombosit akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.

HIPERGLIKEMIK(yang lama)

perubahan patologi pada pembuluh darah

penebalan tunika intima "hiperplasia membran basalis arteria", oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).

lekosit DM tidak normal sehingga : fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnakan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler

kadar fripronogen reaktivitas trombosit akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.