Upload
okta-via-anggraini
View
538
Download
41
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Etika Profesi Keguruan (Butir Pertama Kode Etik Guru Indonesia)
Citation preview
MAKALAH ETIKA PROFESI KEGURUANButir Pertama Kode Etik Guru Indonesia “Guru Berbakti
Membimbing Peserta Didik untuk Membentuk Manusia Indonesia
Seutuhnya yang Berjiwa Pancasila”Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Keguruan yang diampu oleh
dosen Drs. Heru Pramono, SU
Disusun oleh Anggota Kelompok 1:
Faidatun Nikmah (13405241001)
Afrilia Dwi Nurvitasari (13405241015)
Vida Khotrunada (13405241033)
Okta Via Anggraini (13405241068)
Bentar Dwi Saputra Ardi (13405244022)
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
MAKALAH ETIKA PROFESI KEGURUANButir Pertama Kode Etik Guru Indonesia “Guru Berbakti
Membimbing Peserta Didik untuk Membentuk Manusia Indonesia
Seutuhnya yang Berjiwa Pancasila”Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Keguruan yang diampu oleh
dosen Drs. Heru Pramono, SU
Disusun oleh Anggota Kelompok 1:
Faidatun Nikmah (13405241001)
Afrilia Dwi Nurvitasari (13405241015)
Vida Khotrunada (13405241033)
Okta Via Anggraini (13405241068)
Bentar Dwi Saputra Ardi (13405244022)
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.,
Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat, karunia, serta hidayahNya kepada kita semua.
Berkat rahmat dan karuniaNya-lah, makalah Etika Profesi Keguruan ini dapat
disusun dan diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi
Keguruan tentang Butir Pertama Kode Etik Guru Indonesia “Guru Berbakti
Membimbing Peserta Didik untuk Membentuk Manusia Indonesia Seutuhnya
yang Berjiwa Pancasila” yang diampu oleh dosen Drs. Heru Pramono, SU.
Kita pasti mengetahui akan adanya peribahasa yang mengatakan bahwa
“tak ada gading yang tak retak”, peribahasa ini betul adanya. Perlu diketahui
bahwasanya penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran yang membangun dari
berbagai pihak, baik dari kawan-kawan mahasiswa dan mahasiswi maupun dosen
pengampu mata kuliah Etika Profesi Keguruan.
Demikian makalah yang dapat kami susun. Atas perhatian dan partisipasi
dari para pembaca, saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.,
Yogyakarta, 1 Agustus 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………................................. 1
Kata Pengantar ………………………….……………....……………… 2
Daftar Isi ……………………………….……………...…….................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………….….................... 4
B. Identifikasi Masalah ……………….………................................ 5
C. Rumusan Masalah ……..……………….……....….…………… 5
D. Tujuan ……….…………….………………....…......................... 5
E. Manfaat ......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kode Etik Guru Indonesia ................................................................. 7
B. Penjabaran dari Butir Pertama Kode Etik Guru Indonesia ................ 8
C. Bentuk-bentuk Penyimpangan dari Butir Pertama
Kode Etik Guru Indonesia ……………………………………….… 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 15
B. Saran …………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi dan tujuan dari pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 3) adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru
mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Guru
Indonesia selalu tampil secara professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
Dalam menjalankan tugasnya, guru menjadikan Kode Etik Guru
Indonesia sebagai pedoman. Kode Etik Guru Indonesia terdiri atas sembilan
butir yang saling berkesinambungan. Salah satunya adalah butir pertama yang
berbunyi “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dari butir pertama
tersebut sudah tentu memiliki makna yang dapat dijabarkan sesuai dengan
oeran guru dalam menjalankan tugasnya. Akan tetapi, dalam praktiknya tidak
semua guru mampu untuk menjalankan apa yang menjadi pedoman dalam
butir tersebut. Penyimpangan-penyimpangan masih saja terjadi dan memberi
dampak yang negatif bagi guru serta siswa.
4
B. Identifikasi Masalah
1. Kode Etik Guru Indonesia.
2. Penjabaran dari butir pertama Kode Etik Guru Indonesia.
3. Bentuk-bentuk penyimpangan dari butir pertama Kode Etik Guru
Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diambil rumusan
masalah dari makalah ini sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kode Etik Guru Indonesia?
2. Bagaimana penjabaran dari butir pertama Kode Etik Guru Indonesia?
3. Apa saja bentuk-bentuk penyimpangan dari butir pertama Kode Etik Guru
Indonesia?
D. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Menjelaskan makna Kode Etik Guru Indonesia.
2. Memaparkan penjabaran dari butir pertama Kode Etik Guru Indonesia.
3. Memberikan contoh bentuk-bentuk penyimpangan dari butir pertama
Kode Etik Guru Indonesia.
E. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Makalah mengenai Kode Etik Guru Indonesia butir pertama ini
diharapkan dapat berguna bagi penelitian-penelitian dengan tema sama
atau relevan.
5
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Penulis
Melalui makalah ini, penulis dapat memahami mengenai Kode Etik
Guru Indonesia butir pertama.
b. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi Kode Etik Guru
Indonesia butir pertama.
c. Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat tentang Kode
Etik Guru Indonesia butir pertama.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kode Etik Guru Indonesia
Sebagai salah satu profesi, guru melalui Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) menyusun sendiri kode etik profesinya dengan nama Kode
Etik Guru Indonesia”. Hingga saat ini, salah satu yang menjadi pedoman guru-
guru di Indonesia dalam mendidik peserta didik adalah Kode Etik Guru
Indonesia.
Yang dimaksud dengan Kode Etik Guru Indonesia adalah pedoman/
aturan-aturan/ norma-norma tingkah laku yang harus ditaati dan diikuti oleh
guru profesional di Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya sehari-hari sebagai guru profesional.
Kode Etik Guru di Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan
nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik,
sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI
dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun
di luar sekolah serta dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat. Dengan
demikian, Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Seperti halnya
profesi lain, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang
dihadiri oleh seluruh utusan. Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh
penjuru tanah air, pertama dalam Kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan
kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di
Jakarta.
Menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009), rumusan lengkap dari
Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada
7
umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-
undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas terwujdunya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab
itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan
mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang
pendidikan. (Sumber: Kongres Guru ke XVI, 1989 di Jakarta)
B. Penjabaran Butir Pertama Kode Etik Guru Indonesia
Butir pertama dari Kode Etik Guru Indonesia adalah “Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila”.
Dari bunyi butir pertama di atas, kiranya dapat dikelompokkan
menjadi dua komponen yaitu bahwa guru berbakti membimbing anak
seutuhnya dan guru membimbing anak agar menjadi manusia pembangunan
8
yang ber-Pancasila. Menurut Sutomo (1993), yang dimaksud dengan manusia
seutuhnya adalah manusia dewasa jasmani dan rohani, selain itu juga
mempunyai intelektual, sosial maupun segi-segi lainnya pada pribadi anak
didik yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Sedangkan manusia
pembangunan yang ber-Pancasila ini dijelaskan dalam tujuan pendidikan
nasional yaitu UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab
II pasal 3 bahwa, ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Pada bagian yang pertama di atas masih memerlukan perincian lebih
lanjut dan karena itu maka teks lengkap dari kode etik guru Indonesia bagian
pertama oleh Purwanto (1995) diberi penjelasan sebagai berikut:
1. Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-
masing.
2. Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi (jasmaniah dan
rohaniah) bagi anak didiknya.
3. Guru harus menghayati dan mengamalkan Pancasila.
4. Guru dengan bersungguh-sungguh mengintensifkan Pendidikan Moral
Pancasila bagi anak didiknya.
5. Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya
kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang
membangun.
6. Guru membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan,
ketrampilan kepada peserta didik.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tentu saja di
dalamnya termuat berbagai nilai-nilai dari masing-masing sila. Nilai-nilai
yang termuat sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri.
9
Untuk itu, peserta didik sudah seharusnya menjiwai nilai-nilai Pancasila yang
ada karena peserta didik merupakan bagian dari manusia Indonesia. Dalam
menjiwainya, peran guru dibutuhkan untuk membimbing peserta didik. Dalam
membimbing, tiga prinsip dari Ki Hajar Dewantara “ing ngarsa sung tuladha,
ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” masih menjadi yang relevan
untuk digunakan hingga saat ini. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa
pendidikan harus memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan
harus dapat mengendalikan peserta didik.
Pancasila juga merupakan dasar pendidikan dan pengajaran Nasional.
Sila-sila dari Pancasila di samping merupakan norma-norma fundamental juga
merupakan norma-norma praktis, sila-sila tersebut menyatakan adanya dua
macam interaksi antara hubungan secara horizontal (manusia dengan sesama
makhluk) dan hubungan secara vertikal (antara manusia dengan Tuhan).
Hubungan horizontal tersebut merupakan realisasi dari sila-sila sampai dengan
kelima. Sedangkan hubungan vertikal adalah merupakan realisasi dari sila
pertama. Pancasila merupakan dasar dari pada Kode Etik Guru Indonesia,
yang harus ditanamkan dan menjiwai setiap pendidik dan profesinya baik
sebagai manusia, sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Penjabaran peran guru yang dapat diterapkan dari masing-masing sila
adalah sebagai berikut:
1. Sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, di sini peran guru untuk
membimbing peserta didiknya agar meyakini bahwa kekurangan yang
diberikan Tuhan kepadanya semata-mata bentuk kecintaanNya. Oleh
karena itu, guru wajib membimbing peserta didik untuk dapat selalu
bersyukur terhadap apa yang diberikan kepadanya.
2. Sila kedua berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, di sini peran
guru untuk mendidik anak agar mengerti arti penting kesopanan,
keramahan, kebaikan dan kejujuran serta menanamkan tata krama dengan
memberi suri tauladan yang baik. Hal ini penting dilakukan karena peserta
didik nantinya juga akan kembali dalam masyarakat, hidup bersama di
dalam masyarakat yang tentunya mempunyai suatu aturan (etika) tertentu
10
yang wajib ditaati sehingga jika peserta didik sadari di sekolah sudah
dibimbing untuk terbiasa menaati sebuah etika dan ditanamkan sebuah tata
krama yang baik maka nanti jika di masyarakat juga akan bertata krama
baik sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat.
3. Sila ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia”, berarti peran guru di sini
adalah untuk mendidik peserta didik agar mereka mempunyai konsep diri
bahwa mereka hidup bersama di tengah masyarakat yang harus tetap
dipertahankan keutuhannya walaupun masing-masing dari mereka
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jika guru mampu membimbing
peserta didiknya untuk mempunyai rasa persatuan maka minimal akan
tumbuh rasa kekeluargaan di lingkungan sekolah sehingga akan tercipta
lingkungan yang nyaman untuk menimba ilmu.
4. Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”, dalam sila ini
mengandung makna bahwa guru berperan mendidik peserta didik untuk
selalu bermusyawarah dalam menghadapi setiap masalah, berdiskusi setiap
menemui persoalan baik itu kecil maupun besar agar dapat terselesaikan
dengan benar, cepat dan tepat. Guru disini juga berperan menjembatani
jika ada masalah di antara diri peserta didiknya. Guru membimbing,
artinya mengarahkan peserta didik itu untuk memecahkan sebuah masalah.
5. Sila kelima berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, di
sini peran guru adalah mendidik peserta didik untuk berlaku adil terhadap
sesamanya sehingga tercipta masyarakat yang saling menghargai. Peserta
didik berlaku adil di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun di
dalam kehidupan sosialnya. Ini akan berhubungan dengan kodrat peserta
didik sebagai makhluk sosial.
Di samping penerapan yang dipaparkan di atas, menjadi salah satu
tugas guru dalam rangka membimbing peserta didik adalah memberi contoh
yang baik dan menegur serta memperbaiki tingkah laku peserta didik saat
mereka salah. Internalisasi Pancasila dilakukan melalui berbagai penerapan
pembelajaran inovatif, kreatif, dan kontekstual secara utuh melalui pendidikan
11
nilai dan moral, pendekatan lingkungan meluas, pembelajaran aktif, terpadu,
berkelompok, keteladanan, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah yang
berkarakter Pancasila (Winaputra, 2014).
Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengemukakan beberapa hal yang
harus diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan
fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
1. Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai
individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta
mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
2. Sikap positif dan wajar terhadap siswa.
3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, dan
menyenangkan.
4. Pemahaman terhadap siswa secara empatik.
5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
6. Penampilan diri (guru) secara asli tidak berpura-pura di depan siswa.
7. Konkrit dalam menyatakan diri.
8. Penerimaan terhadap siswa secara apa adanya.
9. Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu
siswa untuk menyadari perasaannya itu.
11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa
terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan
siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.
Dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila diharapkan peserta
didik dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Artinya bahwa mereka
memiliki etika yang bagus sehingga dapat menjunjung tinggi nilai kesopanan,
kesantunan, kejujuran dan kebaikan. Jika kesemuanya itu ada maka tidak akan
ada lagi masalah-masalah di Indonesia khususnya yang menyangkut krisis
moral.
12
C. Bentuk-bentuk Penyimpangan dari Butir Pertama Kode Etik Guru
Indonesia
Dalam menjalankan perannya, masih ada guru yang melakukan
penyimpangan terhadap kode etik yang seharusnya menjadi pedoman. Salah
satunya adalah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan guru terhadap
butir pertama Kode Etik Guru Indonesia. Contoh bentuk penyimpangan-
penyimpangan tersebut antara lain:
1. Guru bersikap fanatik terhadap salah satu agama dan tidak menerapkan
toleransi antar umat beragama.
2. Guru melakukan doktrin terhadap peserta didiknya dalam hal kepercayaan.
3. Guru tidak menunjukan kejujuran sehingga tidak pantas untuk ditiru.
misalnya: memanipulasi nilai, mencuri waktu mengajar, pilih kasih.
4. Guru bersikap diskriminatif terhadap peserta didik yang satu dengan yang
lainnya.
5. Guru bersikap pilih kasih kepada peserta didik.
6. Guru tidak objektif (subjektif) dalam melakukan penilaian hasil belajar
peserta didik.
7. Guru bersikap tidak sopan santun sehingga memberi contoh yang buruk
bagi peserta didiknya.
8. Hubungan antara guru dan peserta didik yang tidak harmonis. Misal:
saling menjatuhkan.
9. Guru menimbulkan adanya perpecahan antar peserta didik.
10. Guru tidak mengajarkan pentingnya bermusyawarah dalam memecahkan
suatu persoalan.
11. Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga
membentuk perilaku yang menyimpang.
12. Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan
mengancam murid apabila melanggar peraturan atau tidak mengikuti
kehendak guru.
13
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru
yang melakukan kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru
sebagai salah satu profesi yang salah satu tugasnya adalah memberi
keteladanan yang baik terhadap peserta didik.
2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi
yang ketat,agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik.
3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya
sesuai kode etik keguruan.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi
peserta didik yang berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu
menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel.
5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya.
Apabila guru memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan
tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat
dipergunakan secara lebih efektif.
6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada
peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan
keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan
kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta
didik.
7. Pembelajaran harus sesuai konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia).
Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi
pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan.
Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas
internalisasi.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman/ aturan-aturan/
norma-norma tingkah laku yang harus ditaati dan diikuti oleh para guru
profesional di Indonesia dalam tugasnya sehari-hari.
2. Butir pertama menjelaskan bahwa guru membimbing anak didiknya
dengan seutuhnya, yaitu manusia yang sehat jasmani, rohani dan memiliki
kemampuan intelektual maupun sosial. Serta guru membimbing anak didik
agar menjadi manusia yang ber-Pancasila, yaitu manusia yang menjunjung
tinggi asas Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya.
3. Dari Kode Etik Guru Indonesia pada butir pertama dapat dijumpai
beberapa penyimpangan yang dilakukan guru, yaitu berupa ketidakjujuran,
keberpihakan, dan kriminalitas.
B. Saran
1. Guru yang ada di Indonesia sudah sebaiknya berpedoman pada Kode Etik
Guru Indonesia yang telah disepakati bersama. Seluruh butir yang ada
sudah selayaknya menjadi pedoman dalam menjalankan tugasnya dan
sebisa mungkin menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi.
2. Pemerintah sudah saatnya memperhatikan profesi guru melalui upaya-
upaya yang dapat mensejahterakan guru. Di sisi lain, pemerintah harus
bertindak tegas terhadap guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
3. Masyarakat hendaknya menjadi pihak yang ikut mengawasi jalannya tugas
guru dan mendukung kebijakan pemerintah berkaitan dengan penerapan
Kode Etik Guru Indonesia demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas
di Indonesia.
15
DAFTAR PUSTAKA
Natawidjaja, Rochman dan Moh. Surya. 1985. Buku Materi Pokok Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan, Modul 1-3. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwanto, Ngalim. 1995. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutomo, dkk. 1997. Profesi Kependidikan. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Winaputra, Udin S. 2014. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam Konteks Kurikulum 2013”. Jurnal PPKn, Vol. 2, No.1, Januari 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
16