Upload
jepri-agung-priyanto
View
74
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis atau dikenal sebagai penyakit liver atau hati disebabkan
peradangan pada jaringan hati. Timbulnya peradangan ini akibat infeksi virus,
salah satunya adalah virus hepatitis B (VHB). Menurut WHO (2002), hepatitis B
adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan infeksi virus yang paling banyak
tersebar dan dapat menimbulkan infeksi yang berkepanjangan, sirosis hati, kanker
hati hingga kematian. Hepatitis B bersifat akut atau kronik dan termasuk penyakit
hati yang paling berbahaya dibanding dengan penyakit hati yang lain karena
penyakit ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, hanya sedikit warna kuning
pada mata dan kulit disertai lesu. Penderita sering tidak sadar bahwa sudah
terinfeksi virus Hepatitis B dan tanpa sadar pula menularkan kepada orang lain.
Berdasarkan data WHO tahun 2008, penyakit Hepatitis B menjadi
pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia
termasuk Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B
ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta
orang, sementara di Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita
penyakit Hepatitis B. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi VHB sejak
usia kanak-kanak. Sejumlah negara di Asia, 8-10 persen populasi orang menderita
Hepatitis B kronik.
Sanityoso (2009) mengatakan bahwa mayoritas pengidap Hepatitis B
terdapat di negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus
Hepatitis B adalah sebesar 34% dan cenderung meningkat karena jumlah
pengidapnya terus bertambah terlebih lagi terdapat carrier atau pembawa penyakit
dan dapat menjadi penyakit pembunuh diam-diam (Silent Killer) bagi semua
orang tanpa kecuali. Di pedesaan penyakit Hepatitis menduduki urutan pertama
sebagai penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok penyakit
menular, sedangkan di daerah perkotaan menduduki urutan ketiga.oleh karena itu,
1
pengetahuan mengenai virus Hepatitis B perlu ditingkatkan guna mengatasi
permasalahan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana definisi penyakit hepatitis B ?
2. Bagaimana deskripsi virus Hepatitis B, baik struktur dan morfologi,
organisasi genom, siklus hidup dan replikasi, dan daya tahan, serta proses
patogenesisnya ?
3. Bagaimana penanda serologi dari virus hepatitis B ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit hepatitis
B?
5. Bagaimana cara penularan hepatitis B ?
6. Bagaimana pencegahan penyakit hepatitis B ?
7. Bagaimana cara vaksinasi virus hepatitis B ?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Menjelaskan definisi penyakit hepatitis B ?
2. Menjelaskan deskripsi virus Hepatitis B, baik struktur dan morfologi,
organisasi genom, siklus hidup dan replikasi, dan daya tahan, serta proses
patogenesisnya ?
3. Menjelaskan penanda serologi dari virus hepatitis B ?
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
hepatitis B?
5. Menjelaskan cara penularan hepatitis B ?
6. Menjelaskan pencegahan penyakit hepatitis B ?
7. Menjelaskan cara vaksinasi virus hepatitis B ?
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat memberikan informasi, baik kepada pemerintah,
masyarakat, maupun akademisi mengenai virus hepatitis B sehingga dapat
digunakan sebagai salah satu kajian mengenai penyakit hepatitis B.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi Penyakit Hepatitis B
Menurut Lubis (2008), hepatitis adalah kerusakan parenkim hati, disertai
dengan infiltrasi sel-sel radang dan gangguan fungsi hati serta menimbulkan
gejala klinis yang disebabkan oleh virus hepatitis.Virus hepatitis yang saat ini
ditemukan dan pathogen pada manusia adalah virus hepatitis A, B, C, D, E.
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) merupakan jenis
hepatitis yang sering dijumpai. Hepatitis B dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan diseluruh dunia ( Lin & Kirchner, 2004).
Virus Hepatitis mengganggu fungsi liver yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menurun. Perubahan morfologik pada hati seringkali serupa
untuk berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, ukuran dan warna
hati tampak normal, tetapi kadang-kadang sedikit edema, membesar dan berwarna
seperti empedu. Secara histologik, terjadi asuhan hepato selular menjadi kacau
cidera, dan nekrosis sel hati, serta peradangan perifer. Perubahan ini reversibel
sempurna bila fase akut penyakit mereda pada beberapa kasus nekrosis submasif
atau masif dapat mengakibatkan gagal hati yang berat dan kematian (Corwin,
2000).
Dari kelima jenis Hepatitis (Hepatitis A, B, C, D, E, dan G), Hepatitis B
adalah jenis penyakit yang paling serius. Tak ada kecenderungan musim tertentu
ataupun golongan umur tertentu untuk dapat terjangkit penyakit ini, meskipun
tentu saja ada kelompok-kelompok dengan resiko terjangkit yang lebih tinggi,
misalnya penyalahguna obat-obatan secara parenteral, tenaga kesehatan, orang-
orang yang baru mendapat transfusi darah, penderita dan staf hemodialisa,
penduduk yang memiliki kehidupan seks bebas dan bayi baru lahir yang ibunya
adalah penderita penyakit ini (Anania, 2010).
VHB terdapat dalam semua cairan tubuh dari penderitanya, baik dalam
darah, sperma, cairan vagina dan air ludah. Virus ini mudah menular pada orang-
orang yang hidup bersama dengan orang yang terinfeksi melalui cairan tubuh tadi.
Secara umum, seseorang dapat tertular HBV melalui hubungan seksual dengan
3
penderita, bergantian jarum suntik dengan penderita, menggunakan alat yang
terkontaminasi darah dari penderita (pisau cukur, tato, tindik, dsb), 90% berasal
dari ibu yang terinfeksi VHB, transfusi darah yang terinfeksi VHB, peralatan
dokter gigi dan peralatan dokter bedah, jika sterilisasi peralatannya kurang
sempurna (Anania, 2010).
Gejala Hepatitis B mirip dengan gejala penyakit flu. Kadang-kadang
bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Karena itulah, banyak kasus
Hepatitis B yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dapat dilakukan pengobatan
secara dini. Gejala penyakit Hepatitis pada umumnya sama, sehingga sukar untuk
dibedakan secara klinis. Secara umum, gejalanya yaitu nafsu makan berkurang,
mual, muntah, demam, bagian putih mata menjadi kuning, mudah lelah, nyeri otot
dan persendian, sakit kepala, nyeri perut dibagian kanan atas, diare, warna tinja
seperti dempul, warna urin seperti teh, dan berat badan berkurang 2,5 – 5 kg.
Gejala ini umumnya terjadi pada hari ke 40 – 180 setelah terinfeksi HBV.
Menurut Wang Xinyao dan Qiu Maoliang, ada tiga tipe kelainan yang tampak
pada penderita Hepatitis B (Anania, 2010).
Gambar 1. Kenampakan Hati yang terjangkit Virus Hepatitis B. (Anania, 2010)
Hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati
dapattumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya
memerlukan waktu berbulan-bulan disertai diet dan istirahat yang baik.
4
Gambar 2. Sel-sel hati yang terinfeksi virus Hepatitis B (Anania, 2010)
2.2 Virus Hepatitis B
2.2.1 Sejarah Penemuan
Penyakit kuning (jaundice) sudah dikenal sejak abad V sebelum
Masehi di Babilonia (Deinhardt, 1991), yang kemudian ditulis oleh
Hippocrates dalam De Morbus Internis. Hippocrates (460-375 SM) seorang
tabib Yunani Kuno, menemukan bahwa penyakit kuning ini menular sehingga
ia menamakannya sebagai icterus infectiosa. Bukti bahwa penyakit kuning
dapat ditularkan dengan inokulasi darah atau produk darah manusia sudah
ditemukan pada tahun 1883. Era baru sejarah hepatitis B dimulai sejak
penemuan Australian antigen oleh Baruch Blumberg dkk. Pada tahun 1963
yang dipublikasikan 2 tahun kemudian. Penelitian-penelitian selanjutnya
membuktikan bahwa antigen tersebut adalah bagian luar dari virus hepatitis
B, yang kemudian disebut HbsAg dan partikel VHB utuh yang kini dinaman
partikel Dane (Merry, 2001).
2.2.2 Struktur dan Morfologi
Menurut Chisari & Ferrari (1997), Virus Hepatitis B (VHB) utuh
adalah suatu virus DNA yang berlapis ganda (double shelled) dengan
diameter 42 nm. Bagian luar virus ini terdiri dari selubung (envelopepe)
HBsAg (surface antigen) yang merupakan protein yang mengandung lipid,
sedangkan bagian dalam adalah nukleokapsid yang mempunyai diameter 28
nm, bersifat antigenik disebut sebagai core antigen (HbcAg). Di dalam core
5
terdapat DNA Virus, sebagian berantai tunggal dan sebagian berantai ganda
(partial double stranded). DNA rantai panjang terdiri atas 3220 basa dengan
polaritas negatif, sedangkan rantai pendek 1700-2800 basa dengan polaritas
positif.
Virion virus Hepatitis B merupakan partikel kecil berbentuk batang
dan tidak beraturan. Partikel virus yang matang mengandung genom yang
disebut partikel Dane (Madigan et. al., 2009). Sebuah partikel Dane memiliki
panjang 42 nm dan struktur bulat yang merupakan seluruh virion. Dalam
serum terinfeksi juga dapat ditemukan partikel berbentuk bola dan filamen
dengan lebar 22 nm. Partikel berbentuk bola dan filamen hanya mengandung
protein permukaan, sedangkan partikel Dane memiliki inti protein
nucleocapsid (HBc) berupa polimerase dan melingkar, sebagian berupa DNA
untai ganda (Kidd-Ljunggren, 1996).
Gambar 3. Morfologi Virus hepatitis B (Dane Partikel), (Greenwood, dkk.,
1997)
Protein yang dibuat oleh virus ini bersifat antigenik serta memberi
gambaran tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah : (1)
Surface antigen atau HBsAg yang berasal ari selubung, yang positif kira-kira
2 minggu sebelum terjadinya gejala klinis. (2) Core antigen atau HBcAg yang
merupakan nukleokapsid virus hepatitis B. (3) E antigen atau HBeAg yang
berhubungan erat dengan jumlah partikel virus yang merupakan antigen
spesifik untuk hepatitis B.
6
Gambar 4. Virus Hepatitis B ( WHO, 2002)
2.2.3 Organisasi Genom
Menurut Greenwood (1997), dalam replikasi virus hepatitis B,
ekspresi genom hampir sama dengan virus manusia yang lain. Struktur dan
organisasi genetik VHB tersusun dengan kompak. Genom VHB merupakan
genom kecil yang berupa sepasang rantai DNA yang berbentuk lingkaran
dengan panjang rantai yang tidak sama (partially double strand). Genom
tersebut mempunyai 4 Open Reading Frame (ORF) yaitu :
a. ORF 1 menyandi DNA polymerase 844 asam amino.
b. ORF 2 menyandi 3 protein yaitu p24 (Protein S terdiri dari 226 asam
amino) merupakan komponen terbanyak, p30 (protein pre S2 terdiri dari
55 asam amino), p39 (protein pre S1 terdiri dari 117 asam amino).
Jumlah komponen p39 10-20% terdapat pada partikel bulat dan 1-2%
pada partikel filamen.
c. ORF 3 menyandi HbcAg terdiri dari 183 asam amino dan 29 asam
amino. Protein ini berperan dalam morfogenesis dan pada saat virus
menembus membran sel.
d. ORF 4 menyandi protein 154 asam amino.
Gambar 5. Genom VHB (WHO, 2002)
7
Regio S terdiri dari gen S, Pre-S1 dan Pre-S2; berfungsi untuk
mengkode sintesis protein bungkus luar (HbsAg). Di duga reseptor PHSA
(polymer Human Serum Albumine) yang terdapat pada translasi pre-S2
dipermukaan hepatosit sebagai perantara perlekatan VHB pada hepatosit.
Selain itu, regio pre-S2 mengandung epitop pada permukaan HbsAg dan
dapat menghasilkan antibodi yang berfungsi untuk mengeliminir VHB. Regio
C dan gen C mengatur sintesis protein bagian dalam, HbcAg dan HbeAg.
Sintesis DNA polimerase diatur oleh regio P. Fungsi regio X belum jelas dan
diduga berperan dalam transaktivasi transkripsi (Notoatmojo, 1997).
Gambar 6. Organisasi genom VHB, (Beck & Nassal, 2007)
Kejadian mutasi genetik VHB hanya sedikit sekali, 1.4-3.2 banding
100.000 titik penggantian per tahun. Mutasi menyebabkan perubahan genotip
(80%), sehingga protein yang dibentuk terjadi perubahan fungsi. Mutasi VHB
dapat berupa mutasi pre-core, mutasi core, mutasi pre-S dan mutasi HBx.
Mutasi pada pre core akan menyebabkan HbeAg tidak dapat terbentuk
walaupun dalam tubuh penderita DNA VHB masih mengadakan replikasi.
Pada penderita ini ditemukan anti-Hbe dan DNA VHB positif. Mutasi pada
core ditemukan HbeAg dan anti-HBs positif yang dapat terjadi pada pengidap
kronik. Mutasi pada HBsAg mengakibatkan VHB tidak dapat mengenali anti-
8
HBs yang beredar dalam serum sehingga penderita tetap infeksius walaupun
anti-HBs sudah positif. Mutasi HBsAg sering ditemukan pada bayi yang lahir
dari ibu dengan HbeAg positif. Walaupun bayi tersebut telah diberi HBIg dan
vaksinasi, ternyata bayi tersebut tetap terkena infeksi VHB. Hal ini terjasi
karena VHB yang masuk ke dalam tubuh bayi telah mengalami mutasi
sehingga tidak dikenal oleh anti-HBs yang terbentuk oleh vaksinasi pada bayi
tersebut (Notoatmojo, 1997).
2.2.4 Siklus Hidup dan Replikasi
Replikasi adalah suatu bentuk aktivitas virus di dalam sel hati yang
terinfeksi yang dapat berupa bahan-bahan genom dan protein virus, yang
menyusun progeni virus dan mengeluarkannya dari sel. Virus Hepatitis B
mempunyai tropisma yang sangat spesifik untuk sel hati sehingga
replikasinya terjadi di dalam sel hati dan berlangsung melalui suatu perantara
RNA.
Menurut Soemohardjo & Gunawan (1999), Siklus replikasi VHB dibagi
menjadi beberapa tahap yaitu :
a. Atachment (Penempelan VHB pada hepatosit. Partikel Dane menempel
pada hepatosit dengan perantara protein pre-S1, protein pre-S2 dan PHSA.
Penempelan ini diikuti dengan proses penetrasi VHB ke dalam hepatosit,
transportasi di salam sitoplasma dan pelepasan DNA ke dalam nukleus.
b. Transkripsi DNA virus menjadi pre-genom RNA dan mesenger RNA.
DNA VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula berupa dua untai
DNA yang tidak sama panjang, kemudian akan terjadi proses DNA repaire
berupa memanjangnya rantai DNA yang pendek (DNA (+) strand)
sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau covalently
closed circle DNA (cccDNA). Selanjutnya terjadi transkripsi cccDNA
menjadi pre-genom RNA (RNA(+)) dan beberapa mesenger RNA yaitu
mRNA LHBs, mRNA MHBs serta mRNA SHBs.
c. Translasi pre-genom RNA dan mesenger RNA menjadi protein. Translasi
pre-genom RNA akan menghasilkan protein core (HbcAg), HbeAg dan
9
enzim polimerase, sedangkan translasi mRNA LHBs, mRNA MHBs serta
mRNA SHBs akan menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs.
d. Encapsidation pre-genom RNA ke dalam protein core. Proses
encapsidation yaitu up-take pre-genom RNA ke dalam protein core
(HbcAg). Proses ini juga disebut proses assembly dan terjadi di dalam
sitoplasma.
e. Reverse transcription pre-genom RNA menjadi DNA (-) strand. Proses
maturasi genom dimulai dengan proses reserved transcription pre-genom
RNA menjadi DNA (-) strand. Proses ini terjadi bersamaan dengan
degradasi pre-genom RNA.
f. Sintesis DNA (+) strand merupakan proses maturasi genom.
g. Envelopment partikel core oleh LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses ini terjadi
di dalam retikulum endoplasmik. Disamping itu di dalam retikulum
endoplasmik terjadi juga sintesis partikel VHB lainnya, yaitu partikel
tubuler dan partikel bentuk sferis/bulat yang masing-masing hanya terdiri
dari LHBs, MHBs, dan SHBs (tidak mengandung partikel core dan genom
VHB).
h. Sekresi partikel-partikel VHB. Melalui aparatus golgi, partikel-partikel
VHB disekresi, yaitu : partikel Dane, partikel bentuk tubuler dan partikel
bentuk bulat. Selain itu, hepatosit juga akan mensekresi HbeAg langsung
ke dalam sirkulasi darah, karena HbeAg bukan merupakan bagian partikel
VHB.
Gambar 8. Siklus Hidup VHB (WHO, 2002)
10Gambar 7. Siklus Hidup VHB (Marry, 2001)
Gambar 8. Replikasi Virus Hepatitis B (Beck & Nassal, 2007)
2.2.5 Daya Tahan Virus
VHB stabil pada suhu -200C sampai lebih dari 20 tahun dan tahan
terhadap pembekuan serta pencairan ebrulang kali. Stabil pada suhu 370C dan
tahan terhadap iradiasi ultraviolet. Pada suhu 1000C selama 10 menit, 600C
selama beberapa jam dan pada pH 2,4 selama 6 jam infektivitasnya hilang
tetapi antigenisitasnya tetap. Sodium hipoklorit 0,5 % menyebabkan
hilangnya antigenisitas HbsAg dan infektivitas virion dalam waktu 3 menit,
tetapi dalam serum yang tidak diencerkan dibutuhkan konsentrasi yang lebih
tinggi lagi (5%), (Merry, 2001).
2.2.6 Patogenesis
Infeksi VHB terjadi bila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam
hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan
kode genetik itu akan “memerintahkan” sel hati untuk membuat protein-
protein yang merupakan komponen VHB. Jadi, sebenarnya virus yang ada di
dalam tubuh penderita itu dibuat sendiri oleh hepatosit penderita yang
bersangkutan dengan genom VHB yang pertama masuk sebagai cetak biru
(Merry, 2001).
11
Gambar 9. Virus Hepatitis B menempel pada sel hati dengan perantara poly HAS (Marry, 2001)
Proses perjalanan infeksi pada individu yang terkena infeksi hepatitis
B, sangat tergantung pada aktivitas terpadu sistem pertahanan tubuh. Bila
aktivitas pertahanan tubuh baik, infeksi akan diikuti proses penyembuhan.
Sebaliknya bila salah satu sistem pertahanan terganggu akan terjadi infeksi
hepatitis B kronik (Thomas, 1990).
Virus hepatitis B melakukan replikasi di dalam sel hati (hepatosit)
terlihat dari adanya DNA virus dan HbcAg dalam inti sel serta HBsAg dalam
sitoplasma dan dinding sel hati. HbcAg juga terdapat pada membran
sitoplasma sel hati. Adanya antigen-antigen tersebut menimbulkan reaksi
imun yang melibatkan limfosit T CD4+, CD8+ cytotoxic T cell, NK (natural
killer) dan limfosit B. Selanjutnya sel-sel tersebut bekerja sama merusak sel
hati yang terinfeksi virus hepatitis B (Greenwood, 1997).
Dalam keadaan normal ekspresi MHC (Major Histocompatibility
Complex) kelas 1 pada permukaan sel hati sangat sedikit, ekspresi ini
diperkuat oleh interferon yang dilepaskan oleh sel hati terinfeksi virus.
Bertambahnya MHC kelas 1 pada permukaan sel akan memperkuat
kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen virus hepatitis B, dan
memperkuat juga kemampuan untuk menimbulkan lisis pada sel-sel yang
terinfeksi (Greenwood, 1997).
Virus hepatitis B sendiri diperkirakan noncytocidal (tidak merusak
sel, sistem imun hospes yang menimbulkan kerusakan (lisis) sel hati
12
terinfeksi. Hal ini terbukti pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
sangat rendah (immunocompromised), infeksi hepatitis B memberi gejala
lebih ringan. Manifestasi hepatitis B dapat ringan dan sembuh sendiri, tetapi
dapat juga kronik dan yang paling berat adalah fulminant hepatitis. Sampai
saat ini belum diketahui mekanisme yang menentukan perjalanan hepatitis B,
diduga merupakan kombinasi keadaan hospes, virus penyebab dan keadaan
lingkungan (greenwood, 1997).
2.3 Penanda Serologi Virus Hepatitis B
2.3.1. HBsAg dan anti-HBs
Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi
hepatitis B surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti
bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti
tidak ada infekis virus hepatitis B aktif. Pada inidividu-individu yang sembuh
dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg
terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi
virus hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari
enam bulan. Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi
terhadapHBsAg (anti-HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan
kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya. Sama juga,
individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap virus hepatitis B
mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah (Darmawan, 2010).
2.3.2 Anti-HBc
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak
dapat terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari
hepatitis B core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi virus
yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif. Antibodi terhadap
hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc),
bagaimanapun, terdeteksi dalam darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari
antibodi-antibodi anti-HBc (IgM dan IgG) dihasilkan. IgM anti-HBc adalah
suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi hepatitis B akut.
IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung
13
sampai enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc
berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap
seumur hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau
mengembangkan infeksi kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari anti-
HBc dapat digunakan secara spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi virus
hepatitis B akut. Selain itu, menentukan hanya total anti-HBc (tanpa
memisahkan kedua komponennya) adalah sangat tidak bermanfaat
(Darmawan, 2010). .
2.3.3 HbeAg dan Anti-HBe
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti-HBe,
adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan
kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus
hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah
biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran
HBeAg berarti aktivitas virus yang sedang berlangsung dan kemampuan
menularkan pada yang lainnya, sedangkan kehadiran anti-HBe menandakan
suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang
lebih kecil (Darmawan, 2010).
2.3.4 Hepatitis B virus DNA
Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus hepatitis
B adalah pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. Anda ingat
bahwa DNA adalah material genetik dari virus hepatitis B. Tingkat-tingkat
yang tinggi dari hepatitis B virus DNA mengindikasikan suatu
reproduksi/replikasi virus dan aktivitas virus yang sedang berlangsung.
Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang rendah atau tidak terdeteksi
dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus hepatitis B yang tidak aktif.
Beberapa tes-tes laboratorium yang berbeda (assays) tersedia untuk mengukur
hepatitis B virus DNA. PCR (polymerase chain reaction) adalah metode
(assay) yang paling sensitif untuk menentukan tingkat hepatitis B virus DNA.
Ini berarti bahwa PCR adalah metode yang terbaik untuk mendeteksi jumlah-
jumlah yang sangat kecil dari penanda virus hepatitis B. Metode ini bekerja
dengan memperbesar material yang sedang diukur sampai semilyar kali untuk
14
mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat mengukur sekecil 50
sampai 100 kopi (partikelpartikel) dari virus hepatitis B per mililiter darah.
Tes ini, bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk penggunaan
diagnosis yang praktis. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya
adalah untuk menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak
aktif (diam). Perbedaan ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus
DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari DNA mengindikasikan
suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang rendah mengindikasikan
suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi, pasien-pasien denga penyakit yang
tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-partikel virus per
mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif
mempunyai beberapa milyar partikel-partikel per mililiter. Oleh karenanya,
siapa saja yang HBsAg positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak
aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat
terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif (Darmawan, 2010).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
2.4.1 Faktor Host
Menurut Darmawan (2010), Semua faktor yang terdapat pada diri manusia
yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B.
Faktor host meliputi:
a. Umur,
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada
bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun
dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi
kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%.
Hal ini berkaitan dengan terbentuknya antibodi dalam jumlah cukup
untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B
dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
15
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering
terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat
imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas
seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika
suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah
dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar
operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-
hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air
kemih).
2.4.2 Faktor Agent.
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus.
Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan
HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas
4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi
dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia.
Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi
di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang
dan China (darmawan, 2010).
2.4.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar
yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor
lingkungan adalah: Lingkungan dengan sanitasi jelek,daerah dengan angka
prevalensi VHB nya tinggi,daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi,
mata,daerah unit laboratorium,daerah unit bank darah,daerah tempat
pembersihan,daerah dialisa dan transplantasi,daerah unit perawatan penyakit
dalam Darmawanm (2010).
16
2.5 Cara Penularan Penyakit Hepatitis B
Menurut Lubis (2008), penyakit hepatitis B ini dapat ditularkan kepada semua
orang dan semua kelompok umur. Penularan virus hepatitis B dapat melalui cara
yaitu :
a. Penularan secara Horizontal
Penularan ini dapat melalui transfusi darah yang terkontaminasi dengan
virus hepatitis B dan pada orang yang sering mendapat hemodialisa. Virus
hepatitis B dapat juga masuk ke dalam tubuh kita melalui luka atau lecet
pada kulit dan selaput lendir, misalnya tertusuk jarum menindik telinga,
pembuatan tatto, pengobatan tusuk jarum (akupungtur), kebisaan
menyuntik diri sendiri menggunakan jarum yang tidak steril (drus abuser)
dan penggunaan alat kedokteran dan alat perawatan yang disterilisasi
kurang sempurna.
b. Penularan secara vertikal
Penularan virus hepatitis B dari seorang ibu hamil yang mengidap virus
hepatitis B kepada bayi yang dilahirkannya
c. Penularan melalui Hubungan Seksual
Penularan virus hepatitis B melalui hubungan seksual dapat terjadi jika
cairan tubuh, seperti cairan vagina, semen, air liur (saliva) kontak dengan
kulit atau membran mukosa yang rusak/mikrolesi seperti mulut, organ
genitalia, ataupun rektum dan penularan ini dapat terjadi pada kontak
seksual pada homoseksual maupun heteroseksual.
2.6 Pencegahan Penyakit Hepatitis B
Menurut Sanityoso (2009), secara umum ada dua cara pencegahan yaitu :
a. Mengubah perilaku yang mempermudah penularan, misalnya mengurangi
atau hanya satu pasangan seksual, menggunakan kondom untuk hubungan
seksual yang mungkin akan tertular, menghindari penggunaan jarum
suntik secara bergantian khususnya pada penyalahguna obat (drug abaser),
darah untuk transfusi harus diuji dahuku terhadap virus hepatitis B,
menerapkan prosedur penanganan kesehatan yang baik untuk mencegah
penularan hepatitis b khususnya untuk tenaga kesehatan.
17
b. Imunisasi
Imunisasi perlu dilakukan, baik imunisasi pasif maupun aktif. Untuk
imunisasi pasif digunakan hepatitis B immuneglobulin (HBIg), dapat
memberikan proteksi secara cepat untuk jangka waktu terbatas yaitu 3-6
bulan. Pada orang dewasa HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah
terpapar VHB. Sedangkan Imunisasi aktif diberikan terutama kepada bayi
baru lahir dalam waktu 12 jam pertama.
2.7 Vaksinasi Hepatitis B
Vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg yang diproduksi dari yest
Sachharomyces cerevisiae dengan teknoogi tekombinan DNA dan digunakan
sebagai immunisasi preexposure dan prophylaxis postexposure. Ada dua vaksin
hepatitis B monovalent yang tersedia, digunakan untuk dewasa dan anak-anak
yaitu Recombivax dan Engerix B. Pemberiannya secara series sebanyak tiga
dosis, diberikan intramuscular pada musculus deltoid (Workowski & Levine,
2002).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hepatitis atau dikenal sebagai penyakit liver atau hati disebabkan
peradangan pada jaringan hati. Timbulnya peradangan ini akibat infeksi virus,
salah satunya adalah virus hepatitis B (VHB). Virus hepatitis B spesifik
menyerang sel hati (hepatosit) dan melakukan siklus hidup serta replikasinya di
dalam sel tersebut. Virus ini termasuk ke dalam virus DNA. Hepatitis B dapat
menyerang semua orang dengan berbagai kelompok umur. Penularannya dapat
terjadi secara horizontal (misalnya melalui alat suntik yang tidak steril) dan secara
vertikal (diturunkan dari ibu penderita hepatitis B) serta melalui perilaku seks
bebas. Pencegahan penyakit hepatitis B dapat dilakukan dengan mengubah gaya
hidup yang lebih sehat dan imunisasi.
3.2 Saran
Hepatitis B merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,
kajian dan penelitian mengenai penyakit ini perlu dilakukan, baik untuk
pencegahannya maupun pengobatannya sehingga dapat meurunkan angka
kematian peada penderita penyakit hepatitis B.
19
Daftar Pustaka
Anania, Agnes. 2010. All about Hepatitis B. Fakultas farmasi, Universitas Sanata
Dharma.
Beck, Juergen & Michael Nassal. 2007. Hepatitis B Virus Replication. World
Journal of Gastroenterology, The WJG Press. 13 (1): 48-64.
Chisari, F.V & Ferrari C. 1997. Viral Hepatitis, in Viral Pathogenesis.
Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Darmawan, Arief. 2010. Refleksi Kasus Interpretasi Serologi Hepatitis. Makalah.
Yogyakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Kidd-Ljunggren, K., Oberg, M. & Kidd, A. H. 1995. The hepatitis B virus X
gene: analysis of functional domain variation and gene phylogeny using
multiple sequences. Journal of General Virology 76, 2119–2130.
Lin, K.W, Kirchner J.T. 2004. Hepatitis B. USA : American Family Physician.
Health & Medical Complete. Page 75.
Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Sexually Transmitted Hepatitis B. Thesis.
Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Madigan, M., John M., David S., & David C. 2009. Brock Biology of
Microorganism. San Francisco: Pearson Benjamin Cumming. Page 992.
Merry, Vincentia. 2001. Pengelolaan hepatitis B dalam Kehamilan dan
Persalinan. Tesis. Semarang : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Notoatmojo, H. 1997. Infeksi Virus hepatitis B pada Anak : Studi tentang Faktor-
Faktor Persistensi. Disertasi. Semarang : Badan Penrbit Universitas
Diponegoro.
Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I
Edisi V. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Soemohardjo, S & Gunawan S. 1999. Hepatitis B. Jakarta : EGC.
Workowski, K, & Levine W.C. 2002. Sexually Transmitted Diseases Treatment.
Guidelines.
20
World Health Organization. 2002. Hepatitis B. http://www.who.int/emc. Diakses
16 November 2012.
Widjaya, S. 1996. Epidemiology of Hepatitis B and Hepatitis C Virus Infection in
an Urban Area in Jakarta, Indonesia : A Hospital and Population Based
Study. Thesis for The Degree of Doctor in de Medische Wetenschappen,
Leuven. Jakarta.
21