Click here to load reader
Upload
mirna-ramzie
View
879
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hati adalah organ tubuh yang sangat berperan dalam proses homeostasis, dan merupakan
organ metabolik terbesar yang tidak hanya berfungsi pada pengolahan dan penyimpanan nutrien,
namun hepar juga memiliki fungsi sebagai detoksifikasi atau degradasi zat – zat sisa dan
senyawa asing lainnya. Jika fungsi hepar sebagai organ tubuh yang berperan dalam homeostasis
terganggu oleh karena beberapa etiologi, akan timbul kegagalan dalam proses pencernaan makan
terutama untuk menghasilkan getah empedu dan fungsi lainnya. ( Hadi, 2002 ).
Salah satu penyakit hati yang memiliki angka kejadian yang tinggi dan menduduki
penyakit hati nomor satu di dunia adalah hepatitis, terutama hepatitis akut. Hepatitis sendiri
menunjukkan proses inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati yang dapat disebabkan oleh
infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan autoimun. Hepatitis akut
dengan gejala dan gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Di
Indonesia sendiri, hepatitis A merupakan bagian terbesar dari penyakit hepatitis akut sedangkan
untuk hepatitis B Indonesia termasuk negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi.
Sebagai organ yang sangat berperan dalam proses metabolisme, penyakit gangguan hati
sangat berhubungan timbal balik dengan nutrisi pasien. Nutrisi atau zat gizi tertentu dipengaruhi
metabolisme nya oleh hati, begitu juga sebaliknya dengan proses penyembuhannya diperlukan
nutrisi tertentu dan perencanaan yang mendukung.
Keadaan ini lah yang membuat penulis kemudian tertarik ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai penyakit hepatitis dan penatalaksanaan nutrisi yang tepat untuk pasien dengan
penyakit hepatitis.
1.2. Tujuan Penelitian
Mengetahui jenis dan komposisi diet yang tepat untuk pasien hepatitis selama rawatan
dirumah sakit.
2
1.3. Manfaat Penelitian
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai diet untuk
penyakit hati.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hepatitis
2.1.1. Definisi
Hepatitis adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh keracunan toksin tertentu
atau karena infeksi virus, yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan virus –
virus lain.
2.1.2. Etiologi
Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil yang dapat dideteksi di dalam feses pada
akhir masa inkubasi dan fase praikterik. HAV terutama ditularkan per oral dengan menelan
makanan yang sudah terkontaminasi dengan feses. Penularan melalui transfusi darah jarang
terjadi, dapat juga akibat sanitasi yang buruk dan kesehatan pribadi yang buruk. Penyakit ini
sering terjadi terutama pada anak – anak atau akibat kontak dengan orang terinfeksi melalui
kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan menelan kerang mengandung
virus yang tidak dimasak dengan baik. Masa inkubasi rata – rata adalah 30 hari. Masa penularan
tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.
Virus hepatitis B merupakan virus DNA berselubung ganda yang memiliki lapisan
permukaan dan bagian inti. HBV dapat ditularkan melalui parental dan menembus membran
mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata – rata adalah sekitar 60 hingga
90 hari. HBsAg telah ditemukan pada hamper seluruh cairan tubuh orang yang terinfeksi, yaitu
darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urin, bahkan feses.
Virus hepatitis C merupakan virus RNA untai tunggal. Sama seperti HBV, HCV
diyakinin dapat ditularkan melalui parental dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan
transfuse darah. Masa inkubasi berkisar dari 15 – 60 hari, dengan rata – rata sekitar 50 hari.
Virus hepatitis D merupakan virus RNA yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg
untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infeksius. Penularan terjadi terutama melalui
serum. Masa inkubasinya diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar 1 hingga 2 bulan. HDV dapar
4
timbul sendiri sebagai infeksi akut, infeksi kronis, atau ko – infeksi atau superinfeksi dengan
HBV.
Virus hepatitis E adalah suatu virus RNA untai tunggal yang kecil dan tidak berkapsul
yang ditularkan secara enterik melalui jalur fekal – oral. Penyakit ini paling sering menyerang
usia dewasa muda sampai pertengahan. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.
Kemungkinan virus hepatitis F dan virus hepatitis G masi diperdebatkan. Pada HFV tidak
dapat dipastikan bahwa virus hepatitis F benar – benar ada, sedangkan virus hepatitis G
merupakan suatu flavivirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminan. HGV dapat
ditularkan melalui air, namun juga dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kelompok yang
beresiko adalah individu yang telah menjalani transfusi darah, tertusuk jarum suntik secara tidak
sengaja, penggunaan obat melalui intravena, atau pasien hemodialisis.
2.1.3. Manifestasi Klinis
Stadium praikterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi
lebih coklat.
Stadium ikterik yang berlangsung selama 3 – 6 minggu. Ikterus mula – mula terlihat pada
sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi pasien masih
lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati
membesar dan nyeri tekan.
Stadium pascaikterik (rekonvalensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal
lagi. Penyembuhan pada anak – anak lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan
kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.
Gambaran klinis hepatitis virus bervariasi, mulai dari yang tidak merasakan apa – apa atau
hanya mempunyai keluhan sedikit saja sampai keadaan yang berat, bahkan koma dan
kematian dalam beberapa hati saja.
2.1.4. Pengobatan
1. Istirahat Mutlak
Yang terpenting adalah istirahat mutlak kepada pasien. Lamanya istirahat mutlak yang
dianjurkan bergantung pada keadaan umum penderita dan hasil tes faal hati terutama terhadap
5
kadar bilirubin serum. Bila keadaan umum sudah normal atau baik kembali dan tes faal hati
terutama kadar bilirubin serum sudah dalam batas normal, kepada penderita dapat dimulai
dengan mobilisasi, dimulai dengan duduk, berdiri, berjalan dan selanjutnya. Sebaiknya penderita
dapat dipulangkan, setelah kadar bilirubin serum kurang dari 1,5 mg%.
Pada umumnya, penderita yang ringan akan memakan waktu istirahat mutlak 3 minggu,
sedangkan penderita yang berat memakan waktu 6 minggu.
2. Medikamentosa
a. Anti hepatotoksik
Essential phospholipid (EPL) merupakan salah satu preparat yang sering dimanfaatkan untuk
pengobatan penyakit hati kronis, karna dapat membantu memperbaiki fungsi hati, dan
merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem membran seluler dan partikal
subseluler. Dari hasil penelitian memperlihatkan dengan pemberian EPL pada penderita hepatitis
kronis terbukti mengalami perbaikan pada membran sel, nekrosis fokal dan mobilisasi sel
Kupfer. Struktur kimia EPL serupa seperti struktur kimia membran sel hati, sebagian besar di
organel dari sel hati, lainnya di membran dari mitokondria. Jadi, ultrastruktur yang rusak
direkrontruksi kembali dan fungsi membran yang terbatas dinormalkan kembali, dan proses
enzim yang vital diaktifkan kembali.
Fitofarmaka merupakan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang makin banyak
dimanfaatkan. Bahkan, Departemen Kesehatan menganjurkan dan menggalakkan fitofarmaka ini
mengingat bahan alam ini banyak ditemukan di Indonesia. Khusus untuk pengobatan untuk
hepatitis akut dan kronis telah dilakukan uji coba secara klinis efektivitasnya dari kurkuma
kompleks yang mengandung 20 mg kurkuminoid berasal dari curcumma domestica val dan 5 mg
minyak atsiri berasal dari curcuma xanthorhiza roxb sebagai fitofarmaka. Dari hasil uji coba
klinis tersebut dapat disimpulkan, bahwa kurkuma kompleks mempunyai efektivitas untuk
pengobatan hepatitis akut dan kronis. Selanjutnya, penelitian tersebut ditingkatkan berupa cursil
yang mengandung curcuma kompleks ditambah silimarin berasal dari silybium marianum.
Komposisi cursil ialah 10 mg kurkuminoid, 20 mg minyak atrisi dan 35 mg silimarin. Dari hasil
uji coba klinis, tampak efektivitas terhadap hepatitis akut dan kronis, karena cursil mempunyai
beberapa sifat yaitu antihepatotoksik, antioksidatif, antiinflamasi, menghambat peroksidase lipid
di sel membran, melindungi sel Kufer, dan meningkatkan kapasitas sintase sel hati.
6
b. Kortikosteroid
Apabila setelah 3 minggu dari penyakit tidak menunjukkan perbaikan dan tetap ada anoreksi,
walaupun telah diberikan tindakan konservatif, baru dapat diberikan preparat kortikosteroid.
Dosis yang diberikan pertama kali yaitu ACTH 20-40 units secara intravena per 24 jam atau 80-
100 units intramuskular per 24 jam tiap hari. Atau hidrokortisone dengan dosis 100-200 mg per
24 jam tiap hari, atau bergantung pada berat ringannya penyakit, dapat ditinggikan. Atau
prednisone dengan 40-60 mg sehari per oral. Bila kadar bilirubin menurun 50%, obat tersebut
dapat diteruskan paling lama 3 minggu atau lebih bergantung kepada berat ringannya penyakit.
3. Terapi Simtomatik
a. Gelisah dan tidak bisa tidur
Dengan memberikan antihistamin misalnya difenhidremin hodroklorida (Benadril), karena
sifatnya sedatif dan tidak mempunyai efek hepatotoksik. Dosis yang dianjurkan yaitu 20-50 mg
3-4 kali sehari.
b. Mual dan muntah
Dapat diberikan benadril, piribenzamin atau dramamin dengan dosis 50 mg. Selain itu dapat
juga diberikan obat golongan prokinetik, misalnya metoklopramid (primperam), domperidon
(motilium).
c. Pruritus
Keluhan ini jarang terjadi pada hepatitis akut. Bila terjadi ditemukan hanya 10-20% dari
seluruh penderita. Untuk itu diberikan antihistamin seperti, dramamin.
2.1.5. Komplikasi
1. Kelainan psikis, akibat perawatan dan pengobatan yang dianggap menyiksa pasien.
2. Edema serebral
7
2.1.6. Prognosis
1. Penyembuhan umumnya terjadi namun kadang-kadang terjadi relaps ringan dalam waktu satu
tahun sejak awal timbulnya penyakit.
2. Jarang terjadi nekrosis masif, yang dapat fatal atau menjadi hepatitis kronik aktif
3. Penderita dengan hepatitis B mungkin menyebabkan timbulnya kompleks imun dengan
komplikasi-komplikasi yang terjadi kemudian.
2.1.7. Pencegahan
Pada virus hepatitis A yang penyebarannya secara fekal – oral, pencegahan masih sulit
karena adanya karier dari virus A yang ditetapkan. Virus ini resisten terhadap cara – cara
sterilisasi biasa, termasuk klorinasi. Sanitasi yang sempurna, kesehatan umum, dan pembuangan
tinja yang baik sangat penting karena dianggap infeksius. Virus dikeluarkan tinja mulai sekitar 2
minggu sebelum ikterus.
Pada virus hepatitis B yang dapat ditularkan melalui darah dan produk darah sebaiknya
tidak mendonorkan darah. Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi yang
dilakukan terhadap bayi – bayi setelah melakukan penyaring HBsAg pada ibu – ibu hamil.
Namun pada saat ini, imunisasi diberikan pada bayi – bayi baru lahir tanpa melakukan
pemeriksaan penyaring pada ibunya.
2.1.8. Penatalaksanaan Gizi pada Hepatitis
2.1.8.1. Diet Penyakit Hati
Menurut Atmarita (2005), terdapat 3 jenis diet khusus penyakit hati. Hal ini didasarkan pada
gejala dan keadaan penyakit pasien. Jenis diet penyakit hati tersebut adalah Diet Hati I (DH I),
Diet Hati II (DH II), dan Diet Hati III (DH III). Selain itu pada diet penyakit hati ini juga
menyertakan Diet Garam Rendah I.
8
1. Diet Garam Rendah I (DGR I)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi
berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan
makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah
200-400 mg Na.
2. Diet Hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi
dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan
dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan
dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched
Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites
dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya
diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan
sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum
membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain makanan
per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
3. Diet Hati II (DH II)
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan
nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa.
Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total)
dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A
& C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet
mengikuti pola Diet Rendah garam I.
4. Diet Hati III (DH III)
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien
hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu
9
makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi
karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III
Garam Rendah I.
2.1.8.2. Tujuan Diet
Adapun tujuan Diet Hati secara umum antara lain:
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati,
dengan cara:
2. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau
meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa.
3. Mencegah katabolisme protein.
4. Mencegah penurunan BB atau meningkatkan BB bila kurang.
5. Mencegah atau mengurangi asites, varises esophagus, dan hipertensi portal.
6. Mencegah koma hepatik.
2.1.8.3. Syarat Diet
1. Energi tinggi untuk mencegah pemecahan protein, yang diberikan bertahap sesuai
kemampuan pasien, yaitu 40-45 kkal/Kg BB.
2. Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energo total, dalam bentuk yang mudah
dicerna atau dalam bentuk emulsi. Bila pasien mengalami steatorea, gunakan lemak
dengan asam lemak rantai sedang. Pemberian lemak sebanyak 45 Kg dapat
mempertahankan fungsi imun dan proses sintesis lemak.
3. Protein agak tinggi, yaitu 1.25-1.5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme protein. Asupan
minimal protein 0.8-1g/Kg BB, protein nabati memberikan keuntungan karena
kandungan serat yang dapat mempercepat pengeluaran amoniak melalui feses.
4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu, diberikan
suplemen vitamin B kompleks, C, dan K serta mineral Zn dan Fe bila ada anemia.
10
5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat
diuretika, garam natrium dapat diberikan lebih leluasa.
6. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi.
7. Bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan biasa sesuai
kemampuan saluran cerna.
Bahan Makanan yang Dibatasi:
Bahan makanan yang dibatasi untuk Diet Hati I, II, dan III adalaha dari sumber
lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak dan santan
serta bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak,
ketimun, durian, dan nangka.
Bahan Makanan yang tidak dianjurkan:
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Hati I, II, III adalah makanan
yang mengandung alkohol, teh atau kopi kental.
CONTOH MENU 3 HARI
Menu Hari I Menu Hari II Menu Hari III
Pagi
Bubur Tepung + Kinca
Pagi
Bubur kacang ijo
Pagi
Bubur Tepung + Kinca
Selingan
Roti panggang coklat
Selingan
Pudding maizena
Pepaya
Selingan
Roti saus karamel
Siang
Bubur nasi
Siang
Ayam suir kecap
Siang
Bubur nasi
11
Ikan panggang bumbu kecap
Macaroni kukus saus tomat
Bening bayam
Pepaya
Macaroni panggang
Cah bayam jagung
Jus apel
Semur ayam kecap
Setup wortel
Jus Jeruk manis
Selingan
Pudding maizena
Pisang susu
Selingan
Kraker selai nanas
Selingan
Pudding maizena
Pisang cokelat
Malam
Nasi Tim
Semur Ayam
Jeruk Manis
Malam
Cah semur daging
Nasi Tim
Setup wortel
Malam
Nasi Tim
Pepes Tahu
Cah Bayam Rebus
Maccaroni Schootel Ayam
Syarat Diet Untuk Penderita Penyakit Hati:
Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan makanan cukup untuk
mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja hati. Syaratnya adalah sebagai berikut :
1. Kalori tinggi, kandungan karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein disesuaikan dengan
keadaan penderita.
2. Diet diberikan secara berangsur, disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pendeita.
3. Cukup vitamin dan mineral.
4. Rendah garam atau cairan dibatasi bila terjadi penimbunan garam/air.
5. Mudah dicerna dan tidak merangsang.
12
6. Bahan makanan yang mengandung gas dihindarkan.
2.1.8.4. Macam-Macam Diet Untuk Penderita Penyakit Hati
Diet 1
Untuk penderita sirosis hati yang berat dan hepatitis akut prekoma.
Biasanya diberikan makanan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana misalnya
sari buah, sirop, teh manis. Pemberian protein sebaiknya dihindarkan. Bila terjadi penimbunan
cairan atau sulit kencing maka pemberian cairan maksimum 1 liter perhari. Diet ini sebaiknya
diberikan lebih dari 3 hari.
Diet 2
Diberikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan mulai timbul nafsu
makan.
Diet berbentuk lunak atau dicincang, tergantung keadaan penderita. Asupan protein dibatasi
hingga 30 gram perhari, dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
Diet 3
Untuk penderita yang nafsunya cukup baik.
Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung keadaan penderita. Kandungan protein bisa sampai
1 g/kg berat badan, lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna.
13
Diet 4
Untuk penderita yang nafsu makannya telah membaik, dapat menerima protein dan tidak
menunjukan sirosis aktif.
Bentuk makanan lunak atau biasa, tergantung kesanggupan penderita. Kalori, kandungan protein
dan hidrat arang tinggi, lemak, vitamin dan mineral cukup.
2.1.8.5. Pemilihan Bahan Makanan Bagi Penderita Hepatitis :
Bahan makanan yang baik dikonsumsi penderita hepatitis :
1. Sumber hidrat arang seperti nasi, havermout, roti putih, umbi-umbian.
2. Sumber protein antara lain telur, ikan, daging, ayam, tempe, tahu, kacang hijau, sayuran
dan buah-buahan yang tidak menimbulkan gas.
3. Makanan yang mengandung hidrat arang tinggi dan mudah dicerna seperti gula-gula, sari
buah, selai, sirup, manisan, dan madu.
Dan beberapa pantangan yang harus dihindari antara lain:
1. Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas, seperti ubi, singkong, kacang merah, kol,
sawi, lobak, nangka, durian dan lain-lain.
2. Hindari makanan yang telah diawetkan seperti sosis, ikan asin, kornet, dan lain-lain.
3. Pilihlah bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak banyak seperti daging yang
tidak berlemak, ikan segar, ayam tanpa kulit.
4. Sebaiknya pilih sayur-sayuran yang sedikit mengandung serat seperti bayam, wortel, bit,
labu siam, kacang panjang muda, buncis muda, daun kangkung dan sebagainya.
5. Bumbu-bumbu jangan terlalu merangsang. Salam, laos, kunyit, bawang merah, bawang
putih dan ketumbar boleh dipakai tetapi jangan terlalu banyak.
14
6. Hindarkan makanan yang terlalu berlemak seperti daging babi, usus, babat, otak, sum-
sum dan santan kental.
Bagi penderita hepatitis, terapi diet sangat penting untuk dilakukan. Kandungan gizi pada
terapi diet penderita hepatitis berbeda-beda tergantung pada kondisi penderita. Total kalori yang
diberikan juga berbeda, tergantung besar badan dan aktifitas penderita. Kandungan hidrat arang
dalam diet harus dibuat semaksimal mungkin agar glikogen tersedia cukup banyak dalam hati.
Protein juga harus disediakan dalam jumlah yang cukup sehingga akan menghambat
metamorfosis lemak atau berbagai zat beracun dalam parenkim.
Dalam kondisi akut, bubur merupakan konsumsi yang paling tepat bagi pasien, sehingga
kerja hati dalam pelaksanaan metabolisme tidak terlalu berat. Para ahli gizi menganjurkan,
selama kondisi pasien masih lemah sebaiknya konsumsi bubur terus dilakukan.
Selain itu, pada umumnya kurang baik jika terlalu banyak mengurangi lemak kecuali bila
ada gejala kuning pada mata atau kulit. Lemak yang mengandung banyak asam lemak esensial
seperti minyak nabati atau minyak ikan boleh diberikan seperti biasa.
15
BAB 3
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
1. Tujuan pengaturan diet pada penderita penyakit hati adalah memberikan makanan
cukup untuk mempercepat perbaikan fungsi tanpa memperberat kerja hati.
2. Terapi diet pada pasien hepatitis berbeda-beda tergantung dari kondisi pasien, besar
badan, dan aktifitas dari pasien tersebut dengan syarat yaitu kalori tinggi, kandungan
karbohidrat tinggi, lemak sedang dan protein disesuaikan dengan keadaan penderita
serta cukup vitamin dan mineral.
3. Pada kasus berat, mungkin pasien sangat memerlukan pemberian glukosa melalui
infus. Tahap selanjutnya dimana pasien masih dapat minum maka harus diberikan
sebanyak mungkin cairan hidrat arang dalam bentuk air buah yang diberi gula.
Selanjutnya bila kondisi sudah mulai membaik, diet dapat diperluas menurut selera
pasien. Mengingat bervariasinya kondisi penderita hepatitis, maka diet yang diberikan
di Rumah Sakit juga bermacam-macam, mulai diet hati I, II, III, dan IV
16
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 120-136.
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Amirudin, Rifal. 2007. Hepatobilier. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo, Aru W., dkk. 2007. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 415 – 419.
Arisman. 2008. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG
Hadi, Sujono. 2002. Hati. Dalam : Gastroenterologi. Bandung : P.T. ALUMNI, 402 – 475.
Janquiera, Luiz Carlos., Carneiro, Jose. 2007. Organ – Organ yang Berhubungan dengan Saluran Cerna. Dalam : Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 318 – 330.
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI, 513-517.
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robbins, S.L., dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Alih bahasa, Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi, FK Unair. Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 304 – 305.
Sherwood, Lauralee. 2007. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Santoso, Beatricia I. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC : 563 – 570.
Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. United States of America : Von Hoffman Press.
17