Upload
yuni
View
157
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Hisprung
Citation preview
PROJECT BASED LEAERNING
“ HISPRUNG ”
Disusun untuk memenuhi tugas Blok Sistem Gastrointestinal
Disusun oleh :Kelompok 4 (kelas 1)
Shelly Leonia S 135070200131002 Komang Sanisca N 135070200131003Uswatun Hasanah 135070200131004Ely Fitriyatus S 135070200131009 Moh Yusron 135070200131010Putri Dewi arum Sari 135070201111001Irfan Marsuq Wahyu R. 135070201111002Dwi Kurnia Sari 135070201111003Puput Lifvaria Panta A. 135070201111004Adelita Dwi Aprilia 135070201111005Wahyuni 135070201111006Ratna Juwita 135070201111007Zahirotul Ilmi 135070201111008Ni Putu Ika Purnamawati 135070201111009Ni Luh Putu Saptya W 135070201111010
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2016
1. Definisi Hirsprung adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltic serta tidak adanya evakuasi usu
spontan (Betz, Cecily & swoden, 2000). Kondisi ini merupakan kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonates, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≤ 3 Kg. (Arief Mansjoer, 2000).
Penyakit hisprung disebut juga congenital aganglionik mega kolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persyarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar ( mulai dari
anus keatas) yang tidak mempunyai persyarafan (ganglion), maka terjadi
kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi
membesar (megakolon). P usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit Hirschsprung menurut Sjamsuhidajat dan Wim de jong,
(1997) adalah sebagai berikut:
1. Hirschsprung segmen pendek
Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik meliputi
rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik. Penyakit ini
terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih banyak
daripada perempuan.
2. Hirschsprung segmen panjang
Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas lebih
tinggi dari sigmoid.
3. Hirschsprung kolon aganglionik total
Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah aganglionik
mengenai seluruh kolon.
4. Hirschsprung kolon aganglionik universal
Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah aganglionik
meliputi seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus.
Dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
a. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oelh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi
periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan
diare. Sering tampak lender pada tinjanya. Nyeri biasanya berupa serangan
nyeri tumpu; atau kram, biasanaya di perut sebelah bawah. Perut terasa
kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala –gejalanya.
b. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang
relative tanpa rasa nyeri. Diare mulai muncul secara tiba – tiba dan tidak
dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan.
Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan sedikit
nyeri.
Menurut letak segmen anganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
a. Megakolon kongenital segmen pendek
Bila segmen aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid (70 – 80 %)
b. Megakolon kongenital segmen panjang
Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20 %)
c. Kolon aganglionik total
Bial segmen aglionik mengenai seluruh kolon (5 – 11 %)
d. Kolon aganglionik universal
Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%)
3. Etiologi
Penyebab penyakit hisprung disebabkan aganglionosis Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah
proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan
sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik dan sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan anak FKUI, 1985 :
1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel “ Neural Crest” ambrional yang
berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mesenterikus dan
submukoisa untuk berkembang kearah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Aurbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian
bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan
pada kolon.
4. Faktor risiko
1. Faktor bayi
Umur Bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena
penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyebab
paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).
Riwayat Sindrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom yang
disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum beresiko
menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom Down. 2-10% dari
individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita sindrom Down. Sindrom
Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan kromosom 21. Hal ini
terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung bawaan, dan keterlambatan
perkembangan anak.
2. Faktor ibu
Umur
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat
(sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan
pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest Perkawinan
incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar
kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.
5. Epidemiologi Hisprung
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang
dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens
pada kasus-kasus familial yang ratarata mencapai sekitar 6% (Wyllie, 2000 ; Kartono,
2004).
Menurut penelitian Kartono yang menangani penyakit Hirschsprung di RS Cipto
Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak ditemukan
pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175 orang) sedangkan
untuk umur 1 bulan- 1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175 orang). Kartono juga
mencatat penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%) berjenis
kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%).11 Hasil
penelitian Sari di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 tercatat ada 50 orang
anak yang menderita penyakit Hirschsprung dan dijadikan sampel penelitian. Dari 50
orang sampel tersebut, distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-2 tahun yaitu sebanyak
40 orang (80%). Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang (28%)
berjenis kelamin perempuan yang tercatat menderita penyakit Hirschsprung.
Penelitian yang dilakukan Iqbal dkk. (2010) di Rumah Sakit Sheikh Zayed,
Pakistan menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih tinggi pada anak laki-laki
(70,59% ; 12 dari 17 orang) daripada anak perempuan (29,41% ; 5 dari 17 orang).
Penelitian tersebut juga menunjukkan proporsi penyakit Hirschsprung lebih banyak
ditemukan pada umur < 2 tahun (58,83% ; 10 dari 17 orang) dibandingkan dengan
umur > 2 tahun (41,17% ; 7 dari 10 orang).
6. PATOFISIOLOGI(terlampir)
7. Manifestasi Klinis
Gejala pada neonates meliputi:
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena
usus tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan mengandung feses dan empedu sebagai akibat
obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi
usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan
retensi isi usus dan distensi abdomen.
f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan
mengkonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air ke dalam
usus disertai obstruksi usus.
Tanda dan gejala pada anak-anak meliputi:
a. Konstipasi persisten akibat menurunnya motilitas GI.
b. Distensi abdomen akibat retensi feses.
c. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.
d. Ekstremitas yang lisut (pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
gangguan motilitas intestinal dan pengaruhmya pada nutrisi serta asupan
makanan.
e. Kehilangan jaringan subkutan 9pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder
akibat malnutrisi.
f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan
homeostasis cairan seta elektrolit yang ditimbulkan.
Tanda dan gejala pada dewasa (yang lebih jarang ditemukan):
a. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
b. Konstipasi intermitten yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena
gangguan motilitas usus. (Kowalak, 2012)
8. Pemeriksaan Diagnostik Hirschsprunga. Anamnesis
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis
adalah adanya keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada
umumnya keluar > 24 jam, muntah berwarna hijau, adanya obstipasi masa
neonatus. Jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut
kembung, dan pertumbuhan terhambat. Selain itu perlu diketahui adanya riwayat
keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-
laki terdahulu meninggal sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak dapat
defekasi.
b. Pemeriksaan FisikPada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi.
Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah
kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bau dari feses,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan
terjadi pembusukan.
c. Foto abdomenPada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi masih sulit untuk membedakan usus halus dan usus
besar.
Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung
d. Enema bariumPemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda
khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di
proksimal daerah transisi. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-
tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi
barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses
ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat
menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Foto barium enema pada penderita penyakit Hirschsprung
e. BiospsiDiagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan melalui
prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada pleksus
myenterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Di samping itu akan
terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf (parasimpatik). Akurasi
pemeriksaan akan semakin tinggi apabila menggunakan pengecatan
immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada
serabut saraf parasimpatik. Biasanya biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu
dua, tiga, dan lima sentimeter proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap
meragukan, maka dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus
Auerbach. Dalam laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap
rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi.
f. Manometri anorektalPemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter
anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil
pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini
memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau
komputer. Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi
peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak
berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna setelah
distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.
Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit Hirschsprung
Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada penderita penyakit Hirschsprung
(Betz,2002)
9. PENATALAKSANAAN MEDIS1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu:
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat
anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi
pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian
akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaannya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara
lain:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada
anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan)
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
(FKUI, 2000 : 1135)
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status
fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti
enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein
serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total (NPT)
Pengobatan medisTujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:
1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit,
menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti
sepsis. Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika
diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam
penatalaksanaan medis awal.
2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang
besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik
prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya
enterocolitis.
3. Untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang
normal pada pasien post-operatif.
Tindakan bedah3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave.
Apapun teknik yang dilakukan, membersihan kolon sebelum operasi definitif sangat
penting.
1. Prosedur Swenson
a. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
menangani penyakit Hirschsprung
b. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis
oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal
2. Prosedur Duhamel
a. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai
modifikasi prosedur Swenson
b. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa
bagian rektum yang aganglionik dipertahankan
c. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus
bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara
rektum dan sakrum), kemudian end-to-sideanastomosis dilakukan pada
rektum yang tersisa
3. Prosedur Soave
a. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang
mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah
ujung muskuler rektum aganglionik
b. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang
aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat
anastomosis primer pada anus
Pertimbangan khusus
Sebelum dilakukan pembedahan kedaruratan untuk dekompresi :
- Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan cegah syok
- Berikan nutrisi yang adekuat dan lakukan terapi hidrasi melalui pemberian cairan
infus sebagaimana diperlukan. Transfusi dapat dilakukan untuk mengoreksi
keadaan syok atau dehidrasi.
- Atasi distress pernapasan dengan mempertahankan tubuh pasien pada posisi
tegak. (Tempatkan bayi di tempat duduk bayi.)
Sesudah kolostomi atau ileostomi :
- Tempatkan bayi dalam incubator yang dihangatkan dengan mengatur suhu pada
36,7o hingga 37,2o (98 oF hingga 99 oF) atau dalam alat penghangat (radiant
warmer). Pantau tanda-tanda vital, awasi kemungkinan sepsis dan enterokolitis
(peningkaan frekuensi pernapasan dan distensi abdomen).
- Lakukan pemantauan dan catat asupan serta haluaran cairan (yang meliputi pula
pemantauan cairan drainase dari ileostomy atau kolostomi) dan keseimbangan
elektrolit dengan cermat. Ileostomi berpotensi menimbulkan kehilangan elektrolit
yang berlebihan. Ukur dan catat jumlah cairan drainase dari pipa NGT dan
gantikan cairan serta elektrolit menurut instruksi dokter. Cek feses dengan teliti
untuk mendeteksi pengeluaran air yang berlebihan melalui feses – tanda
kehilangan cairan.
- Lakukan pemeriksaan urine untuk berat jenis serta kandungan glukosanya
(hiperalimentasi dapat menimbulkan diuresis osmotic) dan pemeriksaan darah.
- Untuk mencegah pneumonia aspirasi dan perekahan kulit, balikkan dan ubah
posisi tubuh pasien dengan sering. Di samping itu, lakukan pula pengisapan
(suction) nasofaring dengan sering.
- Pertahankan daerah disekitar stoma tetap bersih serta kering dan selubungi
stoma dengan kassa steril atau kantung kolostomi atau ileostomi untuk
menampung cairan yang keluar dari lubang tersebut. Gunakan teknik perawatan
aseptic sampai luka benar-benar sembuh. Awasi kemungkinan prolaps,
perubahan warna, atau perdarahan yang berlebihan. (Perdarahan dengan
jumlah sedikit sering terjadi.) untuk mencegah ekskorasi, taburkan bedak
khusus, seperti karaya gum, pada kulit di sekitar stoma atau gunakan lempeng
pelindung stoma.
- Pemberian nutrisi oral dapat dimulai ketika bising usus terdengar kembali.
Pasien bayi akan dapat menerima ASI atau formula elemental dengan baik.
- Sebelum pulang, jika mungkin, rujuk dahulu orang tua bayi dengan terapi
enterostoma untuk memperoleh informasi tentang perawatan ostomi.
Sebelum pembedahan korektif
- Lakukan lavase kolon setidaknya sehari sekali dengan larutan normal saline
untuk mengevakuasi isi kolon; enema dan preparat laksan yang biasa dipakai
tidak cukup adekuat untuk membersihkan kolon. Catat secara akurat jumlah
cairan lavase yang diteteskan ke dalam stoma. Ulangi lavase sampai cairan
yang mengalir balik tidak lagi mengandung partikel feses.
- Berikan antibiotic sebagai persiapan operasi pada usus sebagaimana
diinstruksikan dokter.
Sesudah pembedahan korektif
- Jaga agar luka operasi tetap bersih serta kering dan periksa apakah terdapat
reaksi inflamsi yang signifikan (sedikit inflamasi masih wajar). Jangan
menggunakan thermometer rektal untuk mengukur suhu ataupun memberikan
preparat supositoria rektal sebelum luka operasi benar-benar sembuh. Setelah
tiga atau empat hari, bayi akan memperdengarkan bising usus yang pertama dan
mengeluarkan feses cair yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Catat
frekuensi buang air besarnya.
- Periksa apakah terdapat darah dalam urine; khususnya pada anak laki-laki;
manipulasi yang ekstensif saat pembedahan dapat menimbulkan trauma
kandung kemih.
- Awasi kemungkinan tanda-tanda kebocoran anastomosis (berupa distensi
abdomen mendadak yang tidak mereda sekalipun sudah dilakukan aspirasi isi
lambung, lomnjakan suhu tubuh dan iritabilitas yang ekstrem); keadaan ini dapat
mengakibatkan abses pelvis.
- Mulai pemberian nutrisi oral ketika bising usus aktif mulai terdengar dan
pengeluaran cairan melalui pipa ngt berkurang. Sebagai pemeriksaan tambahan,
lakukan penjepitan pipa NGT dengan klem secara intermiten selama waktu yang
singkat sesuai instruksi dokter. Jika penjepitan ini menyebabkan disensi
abdomen, pasien belum siap memulai pemberian nutrisi oral. Mulai pemberian
nutrisi oral dengan cairan jernih dan tingkatkan volume larutan nutrisi menurut
toleransi pasien.
- Beri tahu orang tua untk menunda pemberian makanan jika pada pemberian
sebelumnya meningkatkan frekuensi defekasi. Redakan kekhawatiran mereka
dengan menerangkan bahwa anak mereka dapat kembali mengontrol kerja
sfingternya dan kelak dapat mengonsumsi makanan biasa, namun ingatkan pula
bahwa kontinensia total bisa terjadi selama beberapa tahun an konstipasi dapat
timbul kembali sewaktu-waktu.
- Karena bayi yang menderita penyakit Hirschprung memerlukan pembedahan
dan perawatan di rumah sakit pada usia dini, orang tua dapat menghadapi
kesulitan dalam membentuk ikatan emosi dengan bayi mereka. Untuk
meningkatkan ikatan tersebut, anjurkan orang tua agar sebanyak mungkin
berpartisipasi dalam perawatan anak mereka.
-
10.Komplikasi HisprungKomplikasi hisprung biasanya muncul setelah tindakan bedah dilakukan.
Beberapa komplikasi yang muncul antara lain :
1. Enterokolitis
Merupakan peradangan usus kronis yang disebabkan oleh perubahan pada
komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1,
infeksi Clostridium difficile atau rotavirus. Pada keadaan yang sangat berat
enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang ditandai dengan
demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok.
Enterokolitis dilaporkan terjadi sampai 58% pada penderita penyakit hirschprung
pasca tindakan bedah.
2. Sepsis dan syok septik
Infeksi pada penyakit hirschprung berasal dari kondisi obstruksi usus letak
rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding
usus sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoreksia. Jaringan iskemik
mudah terinfeksi oleh kuman. Kuman menjadi lebih virulen. Terjadi infeksi kuman
daru lumen usus ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular dan akhirnya ke
rongga peritoneal sehingga terjadilah sepsis. Kondisi ini kemudian dapat
menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah dan disertai dengan
kegagalan sirkulasi yang selanjutnya disebut sebagai syok septik.
3. Nekrosis dan perforasi
Iskemia yang terjadi pada dinding usus dapat berlanjut. Dalam keadaan iskemia
metabolisme terganggu, jaringan tidak mendapatkan sirkulasi darah yang baik
sehingga dapat terjadi nekrosis dan perforasi (Verawati, 2014)
Potensi komplikasi untuk operasi kompleks yang berhubungan dengan penyakit
hirschprung mencakup seluruh spektrum komplikasi bedah GI. Komplikasi pasca bedah
yang paling sering meliputi enterokolitis setelah prosedur swenson, sembelit setelah
perbaikan duhamel dan diare serta inkontinensia setelah prosedur pull melalui soave.
Secara keseluruhan komplikasi yang paling umum adalah kebocoran anastomosis dan
obstruksi usus (Wagner, 2015).
11.Pencegahan Hisprung
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering terjadi pada neonatus. Pencegahan
yang baik dilakukan ketika masa kehamilan ibu. Hal-hal yang harus diperhatikan saat
kehamilan adalah
- Makanan Sehat Untuk Ibu Hamil
Ibu Hamil harus memperbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung
vitamin, antioksidan, dan mineral penting lainnya. Nutrisi tersebut bisa didapatkan
dari nasi dengan karbohidrat kompleks, sayuran, buah, sumber protein, dan susu
khusus ibu hamil. Dengan terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada ibu hamil, maka
kesehatan ibu hamil tetap baik dan mampu menjalani keseharian dengan lancar.
- Mengurangi Aktivitas yang Menguras Tenaga
Kesehatan Ibu Hamil harus tetap dijaga, dengan menjaga tempo dan periode
waktu beraktivitas. Tidak sedikit ibu hamil yang masih tetap beraktivitas seperti
bekerja, mengurus anak, dan beragam aktivitas yang melelahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Tentu saja, semua aktivitas harus dikelola dengan baik agar tidak
menimbulkan rasa lelah yang berlebihan. Aktivitas yang baik untuk ibu hamil, tentu
saja olahraga ringan atau senam hamil.
- Konsultasi Kehamilan secara Rutin
Ibu Hamil harus meningkatkan pengawasan kepada kesehatannya dan Janin.
Cara paling mengontrol Pola Hidup Sehat Ibu Hamil, adalah dengan melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin (satu bulan sekali). Pemeriksaan ini bertujuan
untuk memastikan bahwa semua hal yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan
janin dapat diawasi secara baik oleh bidan atau dokter yang menangani kehamilan.
- Menghindari konsumsi alkohol dan rokok
Minuman beralkohol maupun merokok dapat meningkatkan resiko bayi lahir dengan
kekurangan seperti keterbelakangan mental maupun penyakit lainnya.
- Olahraga
Menjaga kebugaran dan kesehatan tubh merupakan hal yang harus dilakukan
agar kesehatan anda dan bayi terjamin. olahraga seperti yoga, renang jogging,
peregangan dan senam sangat dianjurkan untuk ibu hamil
DAFTAR PUSTAKA Mansjoer , arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta : Media
aesulapius FKUI.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Buku
Kuliah 1, Infomedika, Jakarta.
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschsprung) .
Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Jilid
II. Jakarta: EGC
Betz, Cecily, dkk. 2002. BUku Saku Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC
Verawati, Siska. 2014. “Karakteristik Bayi yang Menderita Penyakit Hirschsprung
di RSUP H. Adam Malik Kota Medan”.
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/5079/2772. Diakses
Wagner, Justin P. 2015. “Hirschprung Disease”.
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview#a2. Diakses
Kowalak, Jennifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta: EGC.
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC