9
Komunikasi dan Empati Dokter Pasien Imelda Gunawan 102012205 Kelompok : A6 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan I. Latar Belakang Komunikasi dalam hidup kita merupakan hal yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan sosial kita. Karena dengan melakukan komunikasi kita dapat berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam bidang kedokteran, komunikasi yang paling menonjol adalah komunikasi antara dokter dengan pasien. Dengan adanya komunikasi antara dokter dengan pasien, dokter dapat melakukan segala prosedur pemeriksaan dengan lancar. Selain komunikasi dokter juga harus memiliki rasa empati bagi pasiennya, karena dengan adanya empati doter dapat lebih memahami, menghayati dan dapat menempatkan dirinya pada posisi pasien. Sehingga dokter dapat lebih mengerti bagaimana kondisi pasiennya. Tetapi pada kenyataannya komunikasi dan empati antara dokter dengan pasien sering mengalami banyak

makalah individu.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Komunikasi dan Empati Dokter PasienImelda Gunawan102012205Kelompok : A6Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

PendahuluanI. Latar BelakangKomunikasi dalam hidup kita merupakan hal yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan sosial kita. Karena dengan melakukan komunikasi kita dapat berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam bidang kedokteran, komunikasi yang paling menonjol adalah komunikasi antara dokter dengan pasien. Dengan adanya komunikasi antara dokter dengan pasien, dokter dapat melakukan segala prosedur pemeriksaan dengan lancar. Selain komunikasi dokter juga harus memiliki rasa empati bagi pasiennya, karena dengan adanya empati doter dapat lebih memahami, menghayati dan dapat menempatkan dirinya pada posisi pasien. Sehingga dokter dapat lebih mengerti bagaimana kondisi pasiennya. Tetapi pada kenyataannya komunikasi dan empati antara dokter dengan pasien sering mengalami banyak rintangan. Rintangan ini merupakan kendala yang dapat mengganggu kelangsungan prosedur pemeriksaan pasien, seperti terjadi kesalahpahaman atau ketidaknyamanan pasien terhadap dokternya. Sehingga pasien tidak bisa secara nyaman menceritakan keluhannya kepada dokter.II. Rumusan MasalahPasien menderita batuk berdarah yang sudah pernah dialami 2 tahun lalu. Setelah berobat, ia menghentikan pengobatannya karena bosan yang seharusnya berlangsung selama 6 bulan dan sampai saat ini ia masih merokok 20 batang per hari.III. TujuanMengetahui pentingnya komunikasi yang efektif dan sikap empati pada hubungan antara dokter dengan pasien. Dan mengetahui dan mencari solusi masalah utama pada skenario yang diberikan.IsiI. SkenarioPasien laki-laki 35 tahun, datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak. Batuk seperti ini pernah dialaminya 2 tahun yang lalu. Pasien berobat untuk sakitnya tersebut dan stop obat karena bosan minum obat yang direncanakan dokter akan berlangsung minimal 6 bulan. Pasien ini masih merokok 20 batang per hari.II. PembahasanKomunikasi Dokter PasienKomunikasi adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang melakukan interaksi yang berguna sebagai proses menyalurkan suatu informasi atau pesan ke penerima melalui banyak saluran.1 Yang dimaksudkan dengan banyak saluran adalah ada banyak cara yang dapat digunakan seperti melalui pembicaraaa, gerak tubuh, ataupun tulisan. Biasanya komunikasi dilakukan oleh seorang konselor atau pemilik pesan ke seorang komunikan atau penerima pesan.Dalam bidang kedokteran, komunikasi adalah kunci kesuksesan dokter untuk melayani dan merawat pasiennya. Karena dengan adanya komunikasi, pasien dapat menceritakan keluhannya kepada dokter secara nyaman dan jelas sehingga dokter dapat memberikan respon balik yang sesuai dengan kebutuhan sang pasien pada saat itu. Komunikasi antara dokter dengan pasien sangat penting karena pasien memberikan kepercayaan secara bebas kepada dokter untuk memeriksa dan menentukan pengobatan untuk pasien tersebut2. Sehingga sangat disarankan agar dokter dan pasien melakukan komunikasi yang efektif dalam setiap interaksinya, karena komunikasi efektif juga diyakini dapat membantu penyembuhan pasien dan mengurangi adanya tuntutan hukum yang dapat diterima oleh dokter.3 Komunikasi antara dokter-pasien menurut sifatnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara verbal dan non-verbal. Verbal adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan ataupun tulisan. Komunikasi lisan adalah kondisi dimana kedua individunya bertemu langsung atau bertatap wajah dan komunikasi tertulis adalah komunikasi disampaikan melalui tulisan seperti melalui SMS, fax, surat menyurat dan email4. Dalam interaksi dokter-pasien, komunikasi verbal memiliki beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti nada suara, sifat kata-kata yang dipakai (tajam, ancaman,dll), kualitas suara (keras/tidak), pace (kecepatan), dan intonasi (tinggi/ rendah). Dalam komunikasi verbal ini dibutuhkan juga kemampuan untuk:1. Mendengar aktif;2. Terampil berdialog;3. Memahami perasaan;4. Mengendalikan emosi; dan5. Empati.Dengan kemampuan yang disebutkan diatas seorang dokter dapat mencapai tujuannya, antara lain :1. Dokter menanyakan identitas pasien;2. Menanyakan riwayat penyakit pasien;3. Menjelaskan status kesehatan pasien; dan4. Memberi masukan dan perencanaan pengobatan kepada pasienKomunikasi non-verbal adalah komunikasi yang berlangsung tanpa adanya kata-kata secara langsung, tapi biasanya dalam aktivitas sehari-hari komunikasi non-verbal melengkapi komunikasi verbal. Komunikasi non-verbal antara lain berupa gerakan tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, penampilan, dan paralinguistik. Contoh paralinguistik adalah hembusan nafas, perubahan tinggi nada, perubahan keras suara, kelancaran suara, dan senyum yang dipaksakan.Dalam komunikasi dokter-pasien secara umum pastinya memiliki banyak hambatan yang menyulitkan komunikasi antara dokter-pasien. Beberapa rintangan yang memungkinkan dalam skenario antara lain :1. Adanya sifat pasif atau dominasi dari dokter;2. Perasaan tidak nyaman dari dokter;3. Pemberian kepastian palsu dari dokter;4. Sikap introgatif;5. Tidak menghargai satu sama lain;6. Menanggapi dengan khotbah, ceramah, nasihat;7. Konfrontasi sebelum ada empati; dan 8. Pembatasan topik diskusi sehingga adanya beda persepsi.Kewajiban PasienPasien dalam proses interaksi dengan dokter juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya, karena saat pasien memilih untuk berobat dengan dokter, berarti dia memiliki peran yang signifikan untuk keberhasilan interaksi dokter-pasien. Dengan adanya kewajiban, pasien akan lebih menghargai dan mempercayai dokter yang dipilihnya. Kewajiban pasien antara lain :1. Memeriksakan diri sedini mungkin kepada dokter;2. Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya;3. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter;4. Menandatangani surat-surat PTM, surat jaminan dirawat di rumah sakit dan lain-lainnya;5. Yakin pada dokter, dan yakin akan sembuh; dan6. Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pemeriksaan dan pengobatan serta honorarium dokter.5Apabila pasien tidak menjalankan kewajibannya dengan benar, maka hubungan komunikasi dan empati antara dokter dengan pasien tidak akan berjalan dengan baik. Kelalaian pasien dalam menjalankan kewajibannya pada skenario ini mengakibatkan kerugian bagi pasiennya sendiri, karena pasien menghentikan pengobatannya sehingga kemungkinan besar penyakit yang diderita pasien belum sembuh seluruhnya.Perubahan PerilakuSeorang pasien dalam masa perawatannya dapat dinilai dari perilakunya yang dapat berubah sesuai dengan tingkatannya. Tingkatan perubahan perilaku :1. Prekontempelasi : belum ada niat perubahan perilaku yang ditunjukan oleh pasien;2. Kontempelasi : pasien sadar tentang masalahnya dan ingin mengubah perilakunya menjadi lebih sehat, namun pasien belum siap untuk berkomitmen;3. Persiapan : pasien siap untuk berubah dan mengejar tujuannya, tapi masih memiliki kemungkinan untuk gagal;4. Tindakan : pasien sudah melakukan perilaku sehat minimal 6 bulan dari usaha untuk berperilaku sehat.5. Pemeliharaan: pasien sudah mempertahankan perilaku sehatnya dalam waktu yang cukup lama, dan dilihat kembali setelah 6 bulan. Dari tingkatan perilaku yang disebutkan diatas, pasien yang ada pada skenario menunjukan bahwa ia sudah mencapai tingkatan prekontempelasi dan kontempelasi. Karena pasien sudah berobat dan mengonsumsi obatnya namun ia belum siap untuk berkomitmen demi kesembuhannya, ditambah lagi ia masih merokok. Dari tindakannya ia sudah menyadari akan penyakit yang dideritanya tapi gagal dalam usaha perilaku sehatnya.

KesimpulanDalam skenario ini, didapati bahwa pasien menghentikan pengobatannya karena bosan mengonsumsi obat yang seharusnya dikonsumsi selama 6 bula dan ia tetap merokok berat. Kemungkinan yang terjadi dari skenario tersebut adalah kurangnya komunikasi dan empati yang dilakukan oleh dokter-pasien, sehingga informasi yang ditangkap oleh pasien kurang jelas ataupun ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien saat melakukan pemeriksaan kepada dokternya. Komunikasi yang dilakukan oleh dokter-pasien adalah kunci utama dari keberhasilan pengobatan penyakit pasien. Komunikasi baik secara verbal ataupun non-verbal sangat berperan dalam hubungan ini, dengan adanya komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak maka pasien dan dokter pun akan saling menghormati dan menunjukan empatinya masing-masing sehingga akan memperlancar interaksi dokter-pasien. Dengan interaksi yang baik akan mempermudah proses penyembuhan penyakit pasien. Pasien juga pada skenario ini menunjukan kelalaiannya dalam menjalankan kewajiban pasien yaitu menuruti nasihat dokter dan patuh pada terapi, sehingga ia memberhentikan pengobatannya di tengah jalan yang dapat menyebabkan kurang maksimalnya pengobatan yang ia terima. Selain itu pasien juga memiliki perilaku pada tahap prakontempelasi dan kontempelasi karena pasien sudah menyadari penyakitnya tapi dia belum siap untuk berkomitmen dalam usahanya sendiri. Dalam keberhasilan interaksi antara dokter-pasien yang dibutuhkan adalah komunikasi dan empati antara dua pihak dan komitmen kedua pihak untuk memberhasilkan hubungannya. Agar muncul rasa saling menghargai dan mempercayai antara dokter-pasien.

Daftar Pustaka1. Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo (hal 6)2. Soetjiningsih, dkk. 2007. Modul Komunikasi Pasien-Dokter : Suatu Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC (hal 6-7)3. Cahyono, J.B.S.D.. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktek Kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Kanisius4. Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima.Jakarta: Elex Media Komputindo (hal 82-83)5. Hanifia, M Jusuf dan Amri Amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC (hal 52-53)