Upload
dwila-dwi
View
6.930
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit merupakan keadaan tidak nyaman (discomfort), keadaan kesehatan
badan terganggu secara nyata, penyimpangan dari keadaan sehat, perubahan
dalam badan sehingga penampilan fungsi-fungsi vitalnya. Jenis penyakit fisik
terbagi menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi (degeneratif).
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti
virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar)
atau kimia (seperti keracunan). Contoh penyakitnya malaria, ispa, TB-paru, diare,
DB, hepatitis, campak, depteri, dan lain-lain. Sedangkan penyakit non-infeksi
(degeneratif) adalah penyakit yang disebabkan bukan oleh agen biologi (bakteri,
virus, jamur, parasit, mikroba). Contoh penyakitnya adalah DM, stroke, Ca paru,
hipertensi, masalah gizi dan lain-lain.
Paru-paru merupakan salah satu organ terpenting dalam sistem pernafasan
karena di dalam paru-paru terjadi pertukaran gas yang sangat berguna bagi tubuh
dan kelangsungnan hidup. Hasil pertukaran gas di paru-paru (oksigen) sangat
bermanfaat bagi berlangsungnya proses metabolisme di dalam tubuh.
Pada saat paru-paru terserang penyakit maka akan mempengarungi
keberlangsungan fungsi sistem ogan yang lainya di dalam tubuh, karena semua sel
membutuhkan oksigen supaya proses metabolisme tetap berlangsung. Apabila
pasokan oksigen berkurang akibat terjadi gangguan pertukaran gas di dalam paru-
paru, organ lain pasti akan terkena dampaknya (berdampak sistemik).
Salah satu penyakit yang menginfeksi paru-paru adalah TB paru, penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang bagian tubuh lainnya seperti meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui agen infeksi penyebab TB
paru, mekanisme penyebaran TB paru, tanda-tanda dan gejala penyakit TB paru,
penularan penyakit TB paru, pemeriksaan fisik dan laboratorium terkait penyakit
TB paru, dampak penyakit TB paru dalam tubuh dan pengobatan penyakit TB
1
paru seperti pemberian oksigen dan obat-obatan. Semua hal tersebut penting
untuk diketahui agar penyakit TB paru tidak mudah menginfeksi, penularannya
dapat dicegah dengan maksimal serta dapat ditangani dengan baik dan benar.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan
kepada pembaca tentang penyakit TB, mulai dari tanda-tanda TB, gejalanya,
mekanisme sampai pengobatan atau farmakologinya. Hal ini dimaksudkan agar
kita bisa mengenal tentang penyakit TB karena masih banyak orang yang tidak
tahu akan tanda penyakit ini terutama masyarakat miskin sehingga banyak dari
mereka yang mengetahui bahwa dirinya terkena TBC ketika sudah beberapa lama
penyakit ini diderita.
1.3. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan TB?
b. Bagaimana mekanisme terjadinya TB?
c. Apa saja tanda dan gejala penyakit TB?
d. Bagaimana pengobatan pada penderita TB?
e. Bagaimana ASKEP pada penderita TB?
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan adalah telusur pustaka, yaitu
mengadakan tinjauan kepustakaan untuk memperoleh bahan-bahan yang
berhubungan dengan judul makalah ini. Kami pun menggunakan internet sebagai
sarana referensi yang lain serta dilengkapi dengan diskusi kelompok dengan
tujuan saling memberi masukan terkait materi yang dibuat.
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, Bab I-IV, dan daftar
pustaka. Bab pertama adalah pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab
kedua berisi tinjauan pustaka. Bab ketiga berisi pembahasan, dan bab keempat
kesimpulan dan saran. Terakhir adalah daftar pustaka.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mekanisme Patofisiologi TBC
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis dan penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Agen infeksius utamanya yaitu Mycobacterium tuberculosis,
kuman batang aerobik tahan asam yang merupakan organisme patogen maupun
saprofit, yang tumbuh dengan lambat, dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. TB sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat
kumuh, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.
Tuberkulosis ditularkan melalui transmisi udara saat berbicara, batuk,
bersin, tertawa, atau bernyanyi. Pada saat itu udara yang mengandung droplet
besar (>100 μ) dan kecil (1-5 μ) tersebar. Individu yang rentan atau berisiko
tertular Mycobacterium tuberculosis yaitu individu yang sering berinteraksi secara
lansgung dengan penderita TB, individu imununosupresif, pengguna obat-obatan
IV dan alkoholik, individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (misalnya,
tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas), imigran dari negara dengan insiden
TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia), individu yang
tinggal di daerah kumuh, dan petugas kesehatan.
Individu menghirup basil tuberkel yang berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm
(ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah) dan terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat mereka berkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri, dan lobus atas
paru). Sistem imun berespon dengan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi
awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemejanan.
Masa jaringan baru, granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
3
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makrofag)
menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Masa ini dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemejanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi dengan infeksi tulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus
ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki.
Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit
lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi bengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia,
pembentukan tuberkel, dan kondisinya terus berkelanjutan.
Tuberkulosis berkaitan dengan efusi pleura. Efusi pleura adalah
peningkatan cairan yang berakumulasi di rongga pleura (rongga yang meliputi
paru-paru). Peningkatan cairan di rongga pleura dapat menyebabnya gangguan
pernapasan akibat terganggunya pengembangan paru saat bernapas. Efusi pleura
dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, diantaranya adalah tuberkulosis,
gagal jantung, pneumonia, kanker, dll. Tuberkulosis adalah penyebab efusi pleura
terbanyak di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut The Journal
Chest tahun 2006, Efusi pleura terjadi pada 5% pasien dengan TBC dan jumlah
TBC ekstrapulmoner (termasuk efusi pleura) ini ditingkatkan dengan adanya
pandemik HIV.
Efusi pleura merupakan penyakit sekunder dari TBC. Hal ini terjadi karena
iritasi dari selaput pleura yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran
sehingga menurunkan tekanan onkotik yang menyebabkan cairan masuk ke dalam
rongga pleura. Jadi efusi pleura dapat berhubungan dengan penyakit Tuberkulosis.
2.2. Tanda dan Gejala TB
2.2.1. Batuk
Gejala utama yaitu gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan
ditandai dengan batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau
lebih. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
4
untuk membuang atau mengekskresi produk-produk radang keluar. Terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, oleh sebab itu batuk baru akan terjadi
jika penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan. Sputum ini bersifat mukoid atau purulent. Keadaan yang
berkelanjutan akan mengakibatkan batuk darah, hal ini disebabkan karena
pembuluh darah pecah akibat luka di dalam alveoli.
2.2.2. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut atau kerusakan
sudah semakin meluas, yaitu infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.
2.2.3 Demam
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali, tetapi terkadang panas badan
penderita TB dapat mencapai 40-410C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang
masuk.
2.3. Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan sangat berperan
terhadap peningkatan jumlah kasus tuberkulosis. Sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis paru BTA(+). Penderita Tuberkulosis yang mengandung
banyak bakteri dapat dilihat langung dengan mikroskop pada pemeriksaan
dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular. Sebagian besar dinding
bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat bakteri lebih tahan terhadap asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis
Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet
yang mengandung bakteri tuberkulosis dan dapat bertahan di udara kering
maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena bakteri berada pada sifat
5
dormant. Dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan
penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraseluler yaitu dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain bakteri ini adalah aerob,
sifat ini menunjukan bahwa bakteri lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.
Sekali penderita tuberkulosis batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Seseorang akan terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah bakteri tuberkulosis masuk ke dalam tubuh seseorang yang
sudah terinfeksi melalui pernafasan, bakteri tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka semakin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
2.4. Pemeriksaan Fisik
2.4.1. Inspeksi
Saat melakukan teknik inspeksi, perawat melakukan observasi dari kepala
sampai ke ujung kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membran mukosa,
penampilan umum, bentuk dada, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi
sistemik, pola pernafasan dan gerakan dinding dada.
2.4.2. Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi,
jenis dan jumlah kerja thoraks, daerah nyeri tekan dapat diketahui dan perawat
dapat mengidentifikasi taktil fremitus, getaran pada dada (thrill), angkatan dada
(heaves) dan titik impuls jantung maksimal. Selain itu, palpasi memungkinkan
perawat untuk meraba adanya massa atau benjolan di aksila dan jaringan
payudara.
6
2.4.3. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk menentukan
adanya udara, cairan atau benda padat di jaringan yang berada di bawah objek
tersebut. Perkusi menimbulkan getaran dari daerah di bawah area yang diketuk
dengan kedalaman 4 sampai 6 cm. Lima nada perkusi adalah resonansi,
hiperesonansi, redup, datar dan timpani. Perkusi memungkinkan perawat untuk
menentukan adanya cairan yang tidak normal, udara di paru-paru atau kerja
diafragma.
Perkusi langsung merupakan pemeriksaan dimana dinding dada diketuk
ringan dengan ujung jari tengah. Pada perkusi tidak langsng, bagian distal jari
tengah dan telunjuk dari tangan yang satu kita tempelkan dengan erat pada
dinding dada, kemudian jari tengah tangan yang lain kita pergunakan untuk
mengetuk dengan kuat jari yang ditempelkan pada dinding dada.
2.4.4. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memungkinkan perawat mengidentifikasi bunyi
paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal. Auskultasi bunyi paru
dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang lapangan paru:
anterior, posterior dan lateral. Suara nafas tambahan terdengar jika suatu daerah
paru mengalami kolaps, terdapat cairan di suatu lapangan paru atau terjadi
obstruksi.
2.5. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menentukan kuman tuberkulosis,
mempunyai arti penting dalam penegakkan diagnosis (sebagai alat diagnostik
pasti).Bahan yang dapat digunakan ialah dahak (sputum), bilasan bronkus,
jaringan paru (biopsi), cairan pleura, bilasan lambung, dan liquor cerebrospinalis.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain, yaitu mikroskopik dan biakan atau
kultur.Pemeriksaan yang menggunakan mikroskop biasa yang diberikan
pewarnaan khusus dimana bakteri M.Tuberculosis akan tetap tahan terhadap asam
(tetap memberikan warna merah) sehingga disebut sebagai bakteri tahan asam
(BTA). Dahak diambil sebanyak tiga kali yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu yang
dilakukan secara berturut-turut.
7
Jika didapatkan hasil 2 kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA (+),
bila 1 kali positif, 2 kali negatif maka pemerisaan BTA perlu diulang kembali.
Jika pengulangan pemeriksaan didapatkan 1 kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA (+), sedangkan bila 3 kali negatif dikatakan mikroskopik BTA
(-). Untuk memastikan jenis kuman yang menginfeksi juga dapat dilakukan
pemeriksaan biakan atau kultur kuman dari dahak yang diambil.
2.6. Pemeriksaan Radiologik
Macam-macam pemeriksaan radiologik antara lain foto toraks PA, foto
lateral, top lordotik, bronkografi, CT Scan, dan MRI. Pemeriksaan radiologik
standar ialah foto rentgen dada (paru) dari arah depan dengan atau tanpa foto
(tampak samping) lateral. Pada pemeriksaan foto toraks TB dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform) sehingga sering disebut sebagai
the great imitator.
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TB yang masih aktif,
bila didapatkan gambaran bayangan berawan atau nodular di bagian tas paru,
gambaran kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi
oleh bayangan opak (putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier
(berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul) yang berupa gambaran nodul-nodul
(becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru, dan gambaran berupa efusi
pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif didapatkan gambaran
fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian
atas paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis
(jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax dan atau penebalan pleura
(selaput pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks
(timbulnya udara yang mendesak jaringan paru-paru)dengan atau tanpa efusi
(cairan), yang secara radiologis memberikan gambaran radiolusen (lebih hitam)
dengan corakan bronkovaskuler (paru) menghilang pada pleura yang terisi udara,
gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung.
Bronkografi merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis. Pemeriksaan ini umumnya
dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.
8
Computed Tomography Scaning atau yang sering diseut CT Scan merupakan
pemeriksaan yang dapat memperlihatkan perbedaan densitas jaringan terlihat
lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan yang lebih canggih adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses
dekat apeks paru, tulang belakang, dan peratasan dada-perut. Sayatan dapat dibuat
transversal, sagital dan koronal.
2.7. Pemeriksaan Penunjang Lain
2.7.1. BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Instreumen System)
Mendeteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemah oleh mikobakterium tuberkulosis.
2.7.2. PCR (Polymerase chain reaction)
Mendeteksi DNA kuman secara spesifik melalui amolifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi kuman meskipun hanya ada satu
mikroorganisme dalam spesimen. Teknik ini dapat mendeteksi adanya
resistensi.
2.7.3. Pemeriksaan serologi:
2.7.3.1. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan ini adalah salah satu uji serologik yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi.
2.7.3.2. Immuno Chromatographic Tuberculosis(ICT)
Merupakan uji imunodiagnostik invitro yang digunakan untuk
mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum atau plasma,
dengan menggunakan 5 antigen hasil sekresi M. tuberculosis selama
infeksi aktif.
2.7.3.3. Mycodot
Merupakan uji untuk mendeteksi secara kualitatif antibodi IgG
dalam tubuh manusia secara langsung, melawan antigen
lipoarabinomannan (LAM), merupakan glikolipid yang umum pada
mikobakterium, juga merupakan komponen dinding sel kuman10,11
direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik dan dicelupkan ke
serum penderita. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah
memadai maka warna sisir berubah.
9
2.7.3.4. Peroksidase Anti Peroksida (PAP)
Digunakan untuk menentukan IgG spesifik terhadap M. tuberculosis.
2.7.3.5. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan test tuberkulin ini sangat berarti dalam usaha
mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi (kasus)
tuberkulosis rendah. Di Indonesia karena angka prevalensi TB paru
yang tinggi maka test tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis kurang
berarti terutama pada orang dewasa.
Test dianggap positif bila terjadi pembengkakan atau kemerahan
melebihi ukuran 15 mm. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya atau bila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Tes yang positif tidak
selalu diikuti dengan penyakit, sebaliknya test yang negatif tidak
dapat menyingkirkan diagnosis TB paru.
Jika seseorang menderita TB aktif, tes tuberkulin bernilai positif
(artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya melebihi 14 mm),
tetapi jika proses TB-nya hiperaktif, seperti TB miliaris, seluruh
kemampuan potensi imunitas seluler akan terkuras habis dan tes
akan menjadi negatif.
2.8. Terapi Oksisgen Nasal Kanul
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 - 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
10
Selang Terapi Oksigen Nasal KanulTerapi Oksigen Nasal Kanul
FiO2 estimation: 1 Liter /min = 24 % ; 2 Liter /min = 28 % ; 3 Liter /min = 32 %
4 Liter /min = 36 % ; 5 Liter /min = 40 % ; 6 Liter /min = 44 %
2.8.1. Keuntungan
Pemberian oksigen akan stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur. Biayanya murah dan pemasangannya lebih mudah
dibandingkan kateter nasal. Klien bebas makan dan minum, bergerak,
berbicara, nyaman serta dapat digunakan pada pasien menggunakan
pernafasan mulut.
2.8.2. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen akan berkurang bila klien bernafas melalui mulut.Nasal kanul mudah
terlepas karena kedalaman kanul hanya 1 - 1.5 cm. Nasal Kanul ini tidak dapat
diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4
liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter
tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan
menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Penggunaan
Nasal Kanul ini dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di
hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.
2.8.3. Prosedur tindakan
Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul
yang elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman
bagi klien.(Membuat aliran oksigenlangsung masuk ke dalam saluran nafas
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul
tersebut pas kenyamanannya).
Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai
yang diprogramkan(1 – 6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran
mukosa nasal dan membran mukosa oralserta sekresi jalan nafas).
Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian
pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut
dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
11
Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi
aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,
mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus, epistaksis
dan permukaansuperior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan
kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan
epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit).
2.8.4. Indikasi Pemberian Oksigen Kanal Nasal
Indikasi pemberian oksigen nasal kanul adalah hasil analisis gas darah
serta berbagai gejala sepertih hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan),
dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan
warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan
oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan
lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit) dan
takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari
24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35).
2.9. Asuhan Keperawatan pada Tuberkulosis2.9.1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan: riwayat kontak dengan penderita
b. Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan,
berkeringat malam hari, keletihan, batuk dan sputum, fungsi pernafasan,
nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan pengertian
tuberkulosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium.
2.9.2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
parenkim paru
Intervensi:1. Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dadan
dan kelemahan.
2. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
12
3. Dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk pasien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
4. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan
diri sesuai keperluan.
5. Kolaborasi periksaan AGD dan pemberian oksigen tambahan yang
sesuai.
Tujuan:b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum
2.9.3. Intervensi:1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman
dan penggunaan otot aksesori.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukus/batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3. Berikan pasien posisi semi fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk
dan latihan nafas dalam.
4. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
kontarindikasi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen mukolitik,
brokodilator, kortokosteroid).
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Intervensi:1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare.
2. Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai/tidak disukai.
3. Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik.
4. Dorong dan berikan periode istirahat sering.
5. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
6. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
2.9.4. Evaluasi
Seseorang dengan atau berisiko terinfeksi tuberkulosis:
13
Bedakan antara infeksi dan penyakit tuberkulosis: nyatakan bahwa dia
memiliki reaksi positif pada tes kulit tuberkulin dan daftar gejala yang
menunjukkan aktif penyakit.
Jika diberikan kemoterapi profilaksis dengan INH: catat nama obat, tujuan
dan dosis, catat tanda dan gejala efek samping, catat kapan dan berapa sering dia
minum obat, catat kapan dan dimana mendapatkan suplai obat baru, jelaskan
pentingnya kepatuhan dan penghabisan obat yang diberikan.
Seseorang dengan tuberkulosis aktif: jelaskan bagaimana infeksi
tuberkulosis menyebar, jelaskan dan terapkan langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mencegah penyebaran, catat nama obat, tujuan, dosis, dan efek
samping, patuhi terapi obat dan catat kapan dia minum obat, jelaskan dan terapkan
tindakan yang diambil untuk efek samping, daftar gejala yang menunjukkan
kambuh atau memburuk, catat dimana dia mendapatkan supplai obat baru,
laporkan berapa lama obat harus dilanjutkan dan apa yang terjadi jika dihentikan,
jelaskan gejala yang menunjukkan kebutuhan untuk perawatan setelah selesei
terapi obat
2.10. Farmakologi pada TuberkulosisPengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang
cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.
Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan
mencegah kambuh. Adapun obat-obatan yang umumnya diberikan adalah
Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun
karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter
akan memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan
streptomycin sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal
“Triple Drug”.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu:
Obat primer: INH (isoniazid), Rifampin (RMP), Etambutol (EMB), Streptomisin
(SM), Pirazinamid (PZA). Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan
toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan
dengan obat-obat ini. Obat sekunder: Exionamid (ETA), Paraaminosalisilat
(PAS), Sikloserin (CS), Kapreomisin (CM), dan Kanamisin (KM).
14
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus pemicu 2, seorang ibu rumah tangga berusia 37 tahun
didiagnosis medis TBC. Saat ini ibu rumah tangga tersebut masuk Rumah Sakit
dengan keluhan sesak nafas, batuk tidak sembuh-sembuh hingga 3 minggu, batuk
berdarah, serta demam di malam hari.
Keluhan sesak nafas yang dialami disebabkan oleh terjadinya
penyumbatan saluran nafas karena respon imun berupa peradangan (inflamasi) di
saluran pernafasan (bronkus). Sel makrofag dan neutrofil menelan bakteri,
limfosit spesifik-tuberkulosis melisiskan bakteri dan jaringan normal. Proses ini
mengakibatkan penumpukan sekret, berupa sel-sel atau jaringan (neutrofil,
makrofag, bakteri, sel atau jaringan normal terinfeksi) yang sudah mati.
Penumpukan sekret tersebut ada yang dapat dikeluarkan (batuk produktif) dan
tidak dapat dikeluarkan (batuk tidak produktif). Banyaknya sel-sel atau jaringan
(neutrofil, makrofag, bakteri, sel atau jaringan normal terinfeksi) yang sudah mati
menyebabkan sekret sulit untuk dikeluarkan (batuk tidak produktif), sehingga
menyebabkan terjadinya sesak nafas (dyspnea).
Banyaknya sel-sel atau jaringan (neutrofil, makrofag, bakteri, sel atau
jaringan normal terinfeksi) yang sudah mati menyebabkan sekret sulit untuk
dikeluarkan (batuk tidak produktif) sehingga tubuh merespon dengan cara batuk
terus menerus. Batuk terus menerus tersebut juga dapat diakibatkan oleh
banyaknya sel atu jaringan nekrosis. Keadaan yang berkelanjutan akan
mengakibatkan batuk darah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah pada
dinding bronkus pecah.
Penyebab demam malam hari pada pasien tuberkulosis disebabkan karena
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sebagai respon tubuh dalam
mengkompensasi suhu tubuh terhadap demam. Akan tetapi suhu lingkungan pada
malam hari lebih rendah daripada siang hari sehingga proses pengeluaran panas
tidak berjalan dengan baik. Kondidi ini mengakibatkan suhu tubuh menjadi
semakin tinggi.
15
Demam tidak hanya terjadi pada malam hari, tetapi pada siang hari. Suhu
lingkungan siang hari lebih tinggi dibandingkan malam hari, mengakibatkan
proses pengeluaran panas berjalan lebih baik daripada malam hari. Keadaan
tersebut mengakibatkan perbedaan yang signifikan antara demam malam hari dan
siang hari. Demam malam hari cenderung mengakibatkan suhu tubuh lebih tinggi
dibandingkan dengan siang hari.
Salah satu indikasi pemberian oksigen nasal kanul adalah perubahan pola
napas. Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan
bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-
biruan pada permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/
berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan lebih lambat dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal
dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35).
Pada kasus pasien diberikan oksigen nasal kanul 4 liter per menit dengan
Fio2 sekitar 32%-36 % berdasarkan hasil analisis gas darah pasien, didalam
pemicu tidak ditemukan hasil analisis gula darah pasien, tetapi di pemicu terdapat
keterangan bahwa pasien bernafas dengan frekuensi nafas 30 kali per menit. Hal
tersebut menandakan bahwa pasien mengalami gangguan pernafasan takipnea
karena pasien bernafas lebih cepat dari frekuensi nafas normal yaitu 16-20 kali per
menit. Kondisi ini bisa menjadi salah satu indikasi pemberian oksigen salah
satunnya menggunakan nasal kanul, tetapi untuk menentukan dosis (1-6 liter)
diperlukan hasil analisi gas darah pasien.
Seharusnya ibu tersebut minum obat sampai habis dan minimal selama 6-9
bulan. Tujuan dari pengobatan tersebut adalah untuk memusnahkan bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. Namun, ibu tersebut hanya menjalani proses
pengobatan selama 3 bulan, hal tersebut mengakibatkan bakteri penyebab TB
menjadi resisten. Adapun obat primer yang digunakan untuk mengatasi penyakit
tuberkulosis adalah INH (isoniazid), Rifampin (RMP), Etambutol (EMB),
Streptomisin (SM), Pirazinamid (PZA); obat sekunder meliputi Exionamid (ETA),
Paraaminosalisilat (PAS), Sikloserin (CS), Kapreomisin (CM), dan Kanamisin
(KM).
16
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang
ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini
sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga
penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.
4.2. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi. TBC adalah penyakit
yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk
minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke klinik/puskesmas. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat
dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru.
17
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Medical-Surgical Nursing. (Terj. Agung Waluyo).
Jakarta: EGC.
Buku saku diagnosis keperawatan : Dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC,Wilkinson, Judith M. Jakarta : EGC, 2006
Laban, Yoannes Y. (2012). TBC: Penyakit dan Cara Pencegahannya.
Yogyakarta: Kanisius
LeMone, P. dan Burke, K. M. (1996). Medical-surgical nursing: Critical thinking
in client care. California: Addison-Wesley Nursing.
Mader, S. S. (2000). Human biology, (6th. ed.). Ch 8, pp 165-170. Boston: The
McGraw-Hill Companies.
Martini. (2001). Fundamentals of anatomy and physiology, (5thed.).Ch 23, pp
814-844. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Nawas, A. (2009). Diagnosis dan penatalaksanaan TB paru.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/25253f3383a7c6c0c5f56146c7
8a46540d1a329c.pdf (diakses pada 26 September 2012).
Paulsen, D. F. (1996). Basic histology, (3rded.). Ch 17, pp 218-229.Connecticut:
Appleton & Lange.
Patrick, dkk. (1986). Medical-surgical nursing: pathophysiologi concepts. Ch 28,
pp 371-378. USA: J. B. Lippincott Company.
Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. (2006). Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses-proses Penyakit) 6th ed. vol.2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine McCarty. (2003). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Retno. (2001). Diagnosis serologik pada tuberkulosis paru.
http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0101/retn1000.htm (diakses
pada 26 September 2012).
Rod R. Seeley, at all. (2002). Essential of Anatomy and Physiology 4th ed.
Mc.Graw- Hill Companies: New York
18
Sulman, Stanford T.,dkk. (1994). Dasar Bilogis dan Klinis Penyakit Infeksi 4th
ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tim Kesehatan. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
19