Upload
deden-wiguna
View
56
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kewarganegaraan
Citation preview
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KONSTITUSI DAN UNDANG-UNDANG
Disusun oleh :
Adhitya Wira Praja
(5415 12 7425)
Fakultas Teknik
S1 Pendidikan Teknik Bangunan (Non Reguler)
DOSEN: Drs. Zulkifli Lubis, M.Ag
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA DESEMBER 2012
BAB I
LATAR BELAKANG
Mengingat akan pentingnya arti sebuah konstitusi yang merupakan aturan-
aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antar Negara dan warga
Negara. Konstitusi juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract
(kontrak social) yang memuat aturan dalam berbangsa dan bernegara.serta satu-
satunya peraturan yang di buat untuk memberikan batasan-batasan tertentu
terhadaap jalananya pemerinetahan.sehingga dengan hal itu merupkan hal yang
pentinglah kiranya bagi kita untuk mempeljari dan memahami semua hal yang
berhubungan dengan konstitusi dan perundang-undangan.oleh kerena itu kami
akan mencoba memeberikan sedikit gambaran tentang konstitusi ini secara umum
dan bagaimana peranannya dalam sebuah Negara.
TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca
sekalian mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan konstitusi dan
perundang-undangan yang setiap negara memilikinya termasuk juga negara kita
indonesia.yang mana dengan memiliki pemahaman tentang konstitusi dan
perundang-undangan ini kita sebagi generasi penerus bangsa akan mempunyai
arah dan pedoman yang jelas dalam melanjutkan pembangunan ini di masa yang
akan datang yang pada prinsipnya semua agenda penting kenegaraan, serta
prinsip – prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah
tercoverdalam konstitusi dan dilaksanakandalam bentuk perundang-
undangan.untuk itu kami rasa perlu dalam makalah ini mengajak rekan-rekan
sekalian untuk mempelari semua hal yang berhubungan dengan konstitusi ini dan
menumbuhkan kesadaran berkonstitusi kita sebagai warga Negara.
BAB IIPEMBAHASAN
KEDUDUKAN KONSTITUSI
Dalam pengertian yang sederhana, konstitusi adalah suatu dokumen yang
berisi aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi. Organisasi dimaksud
bera¬gam bentuk dan kompleksitas strukturnya, mulai dari orga¬nisasi
mahasiswa, perkumpulan masyarakat di daerah tertentu, serikat buruh, organisasi-
organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi bisnis, perkumpulan
sosial sampai ke organisasi tingkat dunia seperti misalnya Perkumpul¬an
ASEAN, European Communities (EC), World Trade Organization (WTO),
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan sebagainya semuanya membutuhkan
dokumen dasar yang disebut konstitusi.
Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut
sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan negara yang tidak
memiliki satu naskah konstitusi seperti Inggris, tetap memiliki aturan-aturan yang
tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek ketatanegaraan dan para
ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara
Inggris, sebagaimana dikemukakan oleh Phillips Hood and Jackson sebagai
berikut” “a body of laws, customs and conventions that define the composition
and powers of the organs of the State and that regulate the relations of the various
State organs to one another and to the private citizen.”
Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian
peraturan tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tidak tertulis berupa kebiasaan dan
konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan susunan dan
kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara itu,
dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga negara.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan
atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara.
Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi
konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja,
maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang
disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan
yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di
lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan
berlakunya suatu konstitusi.
Hal itu dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat, misalnya melalui
referendum, seperti yang dilakukan di Irlan¬dia pada tahun 1937, atau dengan
cara tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam hubungannya
dengan kewenangan mengubah UUD,secara tidak langsung ini misalnya
dilakukan di Amerika Serikat dengan menambahkan naskah perubahan Undang-
Undang Dasar secara terpisah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan
Konstitusi Amerika Serikat (preambule) terdapat perkataan “We the people”,
tetapi yang diterapkan sesungguhnya adalah sistem perwakilan, yang pertama kali
diadopsi dalam konvensi khusus (special convention) dan kemudian disetu-jui
oleh wakil-wakil rakyat terpilih dalam forum perwakilan negara yang didirikan
bersama.
Dalam hubungan dengan pengertian constituent power tersebut di atas,
muncul pula pengertian constituent act. Dalam hubungan ini, konstitusi dianggap
sebagai consti¬tuent act, bukan produk peraturan legislatif yang biasa (ordinary
legislative act). Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi
mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi.
Seperti dikatakan oleh Bryce, konstitusi tertulis merupakan :
“The instrument in which a constitution is embodied proceeds from a source
different from that whence spring other laws, is regulated in a different way, and
exerts a sovereign force. It is enacted not by the ordinary legislative authority but
by some higher and specially empowered body. When any of its provisions
conflict with the provisions of the ordinary law, it prevails and the ordinary law
must give way”.
Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula
dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan
hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental
sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan
lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar
peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar
dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Atas dasar logika demikian itulah maka
Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya memiliki kewenangan
untuk menafsirkan dan menguji materi peraturan produk legislatif (judicial
review) terhadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika tidak secara
eksplisit memberikan kewenangan demikian kepada Mahkamah Agung .Basis
pokok berlakunya konstitusi adalah adanya kesepakatan umum atau persetujuan
(consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan
berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga
masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau
dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut
negara. Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement. Jika
kesepakatan umum itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara
yang bersangkutan, dan pada gilirannya perang saudara (civil war) atau revolusi
dapat terjadi. Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga peristiwa besar dalam
sejarah umat manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789,
di Amerika pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun di Indonesia
pada tahun 1945, 1965 dan 1998.
1. PERUBAHAN UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa
reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi
konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan
karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan
mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good
governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda
Sidang MPR dari 1999 hingga 2002 . Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang
Umum MPR Tahun 1999. Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi
kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000.
Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi
masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan
perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan¬-
ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan
tahap ini mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-
asas landasan bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga
negara, serta ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum. Sedangkan
perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 2002.
Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan
hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan
aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan
materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan
perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199
butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang
tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan
merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena
mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu
menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat
dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya masing-
masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat besar
(concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip
saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Prinsip-prinsip
tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum
yang demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya
yang harus dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut.
Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum
hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar,
UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan
berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the
living constitution).
2. NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS
Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam perubahan
UUD 1945 adalah prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1
Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Negara Indonesia adalah negara
hukum’. Bahkan secara historis negara hukum (Rechtsstaat) adalah negara yang
diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan
umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem pemerintahan negara yang
menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat) .
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf
dari zaman Yunani Kuno. Plato, dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”
menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling baik kedua (the
second best) guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep negara hukum
modern di Eropa Kontinental dikembangkan dengan menggunakan istilah Jerman
yaitu “rechtsstaat” antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl,
Fichte, dan lain-lain. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika konsep negara
hukum dikembangkan dengan sebutan “The Rule of Law” yang dipelopori oleh
A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah
nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara adalah hukum.
Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
semakin kompleksnya kehidupan masyarakat di era global, menuntut
pengembangan prinsip-prinsip negara hukum. Dua isu pokok yang senantiasa
menjadi inspirasi perkembangan prinsip-prinsip negara hukum adalah masalah
pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Saat ini, paling tidak dapat
dikatakan terdapat dua belas prinsip negara hukum, yaitu Supremasi Konstitusi
(supremacy of law), Persamaan dalam Hukum (equality before the law), Asas
Legalitas (due process of law), Pembatasan Kekuasaan (limitation of power),
Organ Pemerintahan yang Independen, Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak
(independent and impartial judiciary), Peradilan Tata Usaha Negara
(administrative court), Peradilan Tata Negara (constitutional court), Perlindungan
Hak Asasi Manusia, Bersifat Demokratis (democratische-rehtsstaats), Berfungsi
sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat), serta
Transparansi dan Kontrol Sosial.
Dalam suatu negara hukum, mengharuskan adanya pengakuan normatif
dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah
diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pengakuan normatif
mengenai supremasi hukum terwujud dalam pembentukan norma hukum secara
hirarkis yang berpuncak pada supremasi konstitusi. Sedangkan secara empiris
terwujud dalam perilaku pemerintahan dan masyarakat yang mendasarkan pada
aturan hukum. Dengan demikian, segala tindakan pemerintahan harus didasarkan
atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-
undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dulu atau mendahului perbuatan
yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan administratif harus
didasarkan atas aturan atau rules and procedures.
Namun demikian, prinsip supremasi hukum selalu diiringi dengan dianut
dan dipraktikkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin
peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan
mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh
dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hukum tidak dimaksudkan untuk
hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan
menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara
hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan democratische
rechtsstaat. Berdasarkan prinsip negara hukum, sesungguhnya yang memerintah
adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis
tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa
dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.
Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara
hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah
wujud perjanjian sosial tertinggi. Oleh karena itu, aturan-aturan dasar
konstitusional harus menjadi dasar dan dilaksanakan melalui peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara dan kehidupan
masyarakat. Dengan demikian, perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar
tentu saja berpengaruh terhadap sistem dan materi peraturan perundang-undangan
yang telah ada. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap jenis
peraturan perundangan-undangan serta materi muatannya. Adanya perubahan
UUD 1945 tentu menghendaki adanya perubahan sistem peraturan perundang-
undangan, serta penyesuaian materi muatan berbagai peraturan perundang-
undangan yang telah ada dan berlaku.
Sebagai wujud perjanjian sosial tertinggi , konstitusi memuat cita-cita
yang akan dicapai dengan pembentukan negara dan prinsip-prinsip dasar
pencapaian cita-cita tersebut. UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia
merupakan dokumen hukum dan dokumen politik yang memuat cita-cita, dasar-
dasar, dan prinsip-prinsip penyelenggaraan kehidupan nasional. Pasal II Aturan
Tambahan UUD 1945 menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal .
Pembukaan dan pasal-pasal adalah satu kesatuan norma-norma konstitusi yang
supreme dalam tata hukum nasional (national legal order).
Cita-cita pembentukan negara kita kenal dengan istilah tujuan nasional
yang tertuang dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) memajukan
kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut akan dilaksanakan dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berdiri di atas lima dasar yaitu
Pancasila sebagaimana juga dicantumkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD
1945.
Untuk mencapai cita-cita tersebut dan melaksanakan penyelenggaraan
negara berdasarkan Pancasila, UUD 1945 telah memberikan kerangka susunan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Norma-norma dalam UUD 1945 tidak hanya
mengatur kehidupan politik tetapi juga kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini
karena para pendiri bangsa menghendaki bahwa rakyat Indonesia berdaulat secara
penuh, bukan hanya kedaulatan politik. Maka UUD 1945 merupakan konstitusi
politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi sosial yang harus menjadi acuan dan
landasan secara politik, ekonomi, dan sosial, baik oleh negara (state), masyarakat
(civil society), ataupun pasar (market). Sebagai konstitusi politik, UUD 1945
mengatur masalah susunan kenegaraan, hubungan antara lembaga-lembaga
negara, dan hubungannya dengan warga negara. Hal ini misalnya diatur dalam
Bab I tentang Bentuk Kedaulatan, Bab II tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang
Kementerian Negara, Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Bab VII tentang Dewan
Perwakilan Rakyat, Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB
tentang Pemilu, Bab VIII tentang Hal Keuangan, Bab VIIIA tentang Badan
Pemeriksa Keuangan, Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab IX tentang
Wilayah Negara, Bab X tentang Warga Negara Dan Penduduk khususnya Pasal
26, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 28I ayat (5), Bab XII
tentang Pertahanan Dan Keamanan Negara, Bab XV tentang Bendera, Bahasa,
Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Bab XVI tentang Perubahan
Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan.
Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 juga mengatur bagaimana sistem
perekonomian nasional seharusnya disusun dan dikembangkan. Ketentuan utama
UUD 1945 tentang sistem perekonomian nasional dimuat dalam Bab XIV Pasal
33. Ketentuan tentang sistem perekonomian nasional memang hanya dalam satu
pasal yang terdiri dari lima ayat. Namun ketentuan ini harus dielaborasi secara
konsisten dengan cita-cita dan dasar negara berdasarkan konsep-konsep dasar
yang dikehendaki oleh pendiri bangsa. Selain itu, sistem perekonomian nasional
juga harus dikembangkan terkait dengan hak-hak asasi manusia yang juga
mencakup hak-hak ekonomi, serta dengan ketentuan kesejahteraan rakyat.
Sebagai konstitusi sosial, UUD 1945 mengatur tata kehidupan bermasyarakat
terutama dalam Bab X tentang Warga Negara Dan Penduduk khususnya Pasal 27
dan Pasal 28, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab XIII tentang Pendidikan
Dan Kebudayaan, dan Bab XIV tentang Perekonomian Nasional Dan
Kesejahteraan Rakyat khususnya Pasal 34.
3. BUDAYA SADAR BERKONSTITUSI
Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi
yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Kontitusi mengikat segenap
lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi
pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara
sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam
UUD 1945. Dalam perspektif hukum, kata “pelaksanaan” (implementation)
terdiri dari dua konsep fungsional, yaitu; pertama, identifying constitutional
norms and specifying their meaning; dan kedua, crafting doctrine or
developing standards of review.
Agar setiap lembaga dan segenap warga negara dapat melaksanakan
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945, diperlukan
adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar
berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma
dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi
dasar bagi masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai
rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan
menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pasti
mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang
dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara
penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui pelaksanaan hak
dankewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan
kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi
tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun
penyalahgunaan konstitusi.
Salah satu bentuk nyata pentingnya budaya sadar berkonstitusi bagi
pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan kewenangan Mahkamah
Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan
dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945.
Namun Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif.
Mahkamah Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada
permohonan pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh masyarakat.
Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar
berkonstitusi berupa kesadaran akan hak konstitusionalnya sebagai warga
negara baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak
konstitusional telah dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang. Di sisi
lain, juga diperlukan adanya kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas
hak konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan
pengujian konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya.
Jika tidak ada budaya sadar berkonstitusi, masyarakat tidak akan mengetahui
apakah haknya terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya
konstitusional untuk mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan
banyak dilanggar oleh ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya
konstitusi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan
dalam praktik. Di sisi lain, dalam budaya berkonstitusi juga terkandung
maksud ketaatan kepada aturan hukum sebagai aturan main (rule of the game)
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segenap komponen bangsa harus
bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, serta apabila timbul
permasalahan atau sengketa, harus diselesaikan melalui mekanisme hukum.
Budaya mematuhi aturan hukum merupakan salah satu ciri utama masyarakat
beradab. Hal ini sangat diperlukan terutama dalam konteks politik, misalnya
dalam pelaksanaan Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, maupun Pemilukada. Tanpa adanya kesadaran berkonstitusi, yaitu
kedasaran mematuhi rambu-rambu permainan dan mekanisme penyelesaian
sengketa, momentum politik yang sejatinya adalah untuk membentuk
pemerintahan yang demokratis dapat tergelincir ke dalam konflik yang justru
merugikan masyarakat serta kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu,
diperlukan kesadaran baik bagi untuk peserta pemilu, penyelenggara pemilu,
maupun pihak dan lembaga lain yang memiliki peran dalam pelaksanaan
Pemilu. Semua permasalahan yang muncul harus dipercayakan dan
diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah ditentukan. Sebaliknya,
lembaga yang memiliki kewenangan terkait dengan pelaksanaan pemilu juga
harus menjalankan wewenangnya dengan baik.
Oleh karena itulah harus ada upaya secara terus-menerus untuk
membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar berkonstitusi tercipta
tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam konstitusi. Lebih dari itu,
juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan menerapkan konstitusi
dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu proses
panjang dan berkelanjutan.
Setiap warga negara dan penyelenggara negara harus mempelajari dan
memahami UUD 1945 melalui berbagai cara dan berbagai media. Untuk itu
informasi tentang konstitusi harus tersedia agar mudah diakses dengan cepat
dan mudah pula dipahami. Oleh karena itu, peningkatan budaya sadar
berkonstitusi tidak hanya dilakukan melalui forum tatap muka, tetapi melalui
berbagai bentuk kemasan dan media yang berbeda-beda.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya mendekatkan UUD 1945
sebagai konstitusi kita kepada masyarakat umum serta menumbuhkan the
living contitution adalah karena pembahasan masalah konstitusi dan materi
muatan yang terkandung di dalamnya selalu menggunakan kerangka pikir,
rujukan teori, dan rujukan praktik yang berasal dari luar negeri.
Untuk itu, diperlukan upaya domestikasi UUD 1945, yaitu menjadikan UUD
1945 dan pengkajiannya dilakukan dengan merujuk pada pengalaman bangsa
Indonesia dan problem nyata yang dihadapi oleh masyarakat. Pengkajian
sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia selama ini masih terbatas mulai
penjajahan Belanda. Padahal, sebelumnya terdapat kerajaan-kerajaan di
wilayah nusantara yang memiliki sistem dan struktur ketatanegaraan
tersendiri yang dapat dibandingkan dengan sistem ketatanegaraan modern.
Sebagai contoh, pembagian fungsi kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan
yudikatif sudah terbentuk walaupun kekuasaan Raja cukup dominan karena
menjadi ketua dari semua lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi
kekuasaan tersebut. Bahkan prinsip demokrasi juga mulai terlihat karena
pengambilan keputusan diambil secara musyawarah oleh wakil-wakil
masyarakat, meskipun keputusan terakhir tetap ada pada pimpinan tertinggi.
Kenyataan-kenyataan sejarah tersebut dapat dijumpai di kerajaan dan satuan
pemerintahan lain di berbagai wilayah nusantara.
Dengan elaborasi pengalaman bangsa Indonesia sendiri dan dikaitkan dengan
perkembangan yang terjadi dalam UUD 1945, maka masyarakat akan
merasakan bahwa sistem dan pemikiran yang menjadi materi muatan UUD
1945 bukan lagi sebagai hal yang asing, tetapi tumbuh dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Jika
hal ini diiringi dengan upaya mendekatkan UUD 1945 dengan masyarakat,
misalnya melalui penulisannya dalam bahasa dan huruf daerah, masyarakat
dapat menjadikan UUD 1945 benar-benar sebagai landasan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat akan dapat mensikapi
masalah yang dihadapi berdasarkan norma-norma konstitusional. Hal ini
menjadi awal dari berkembangnya kehidupan dan pemikiran konstitusional
sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat (the living constitution).
4. PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis
bagiseluruh warga Negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad ke-21 ini,
hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan
betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perngkat negera. Konstitusi dan Negara
ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa konstitusi merupakan
sekumpulan aturan yang mengatur organisasi Negara, serta hubungan antara
Negara dan warga Negara sehingga saling menyesuaikan diri dan saling bekerja
sama. Dr.A. Hamid S Attamini menegaskan bahwa konstitusi atau Undang-
undang Dasar merupakan suatu hal yang sngat penting sebagai pemberi pegangan
dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur
bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Bagir Manan mengatakan bahwa hakikat konstitusi merupakn perwujudan paham
tentang konstitusi atau konstitualisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan
pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di
pihak lain.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instruman untuk membatasi
kekuasaan dalam suatu Negara, Miriam Budiarjo mengatakan:
“Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional, Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasan pemerintah sedemikain rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenag. Denagn demikian diharapkan hak-hak
warga Negara akan lebih terlindungi.”Dalam konteks pentingnya konstitusi
sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa
konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu membagi
kekuasaan dalam Negara dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa
dalam Negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang
Negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan,
maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi diantara beberapa lembaga kenegaraan,
seperti antara lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif. Selain sebagai
pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-
hak warga negarqa. Hak-hk tersebut mencakup hak-hak asas, seperti hak untuk
hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu Negara ini,Struycken dalam
bukunya “Het Staatsreet van Het Koninkrijk der Nederlander” menyatakan bahwa
Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokuman formal
yang berisikan:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun untuk waktu yang akan datang;
4. Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang–undang tersebut,
menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman bagi penerus
bangsa dalam menjalankan suatu Negara. Dan pada prinsipnya semua agenda
penting kenegaraan, serta prinsip – prinsip dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara, telah tercover dalam konstitusi.
Bab II
Peraturan Perundang-Undangan
1. Pengertian
Dalam konteks negara indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum.
2. Jenis dan Hierarki
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:
1. UUD 1945 , merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2. Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah (PP)
4. Peraturan Presiden (Perpres)
5. Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.
3. Undang Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
Naskah resmi UUD 1945 adalah:
Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal
Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002).
Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah dinyatakan dalam Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
4. Undang undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan erwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
6. Peraturan PemerintahPeraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
7. Peraturan PresidenPeraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
8. Peraturan DaerahPeraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
9. Pengundangan Peraturan Perundang-undanganAgar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
10.Bahasa dalam Peraturan Peraturan Perundang-undangan
Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Namun demikian bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan azas sesuai dengan kebutuhan hukum.
Penyerapan kata atau frase bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan, jika kata atau frase tersebut memiliki konotasi yang cocok, lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia, mempunyai corak internasional, lebih mempermudah tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
11.Ketetapan MPR
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang bersifat penetapan, yaitu menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres, serta memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.
BAB IIIPENUTUP
KESIMPULAN
Konstitusi
• Konstitusi berasal dari kata constituer (bhs Perancis) yang berarti membentuk. Dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara• Konstitusi sebagai peraturan dasar/awal mengenai negara. Sebagai dasar pembentukan negara, landasan penyelenggaraan bernegara• Berarti hukum dasar- nya negara, hukum tertinggi negara . Hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis (pengertian luas)• Sebagai undang-undang dasar – nya negara (Konstitusi tertulis/ pengertian sempit)• Sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.(pengertian luas)• Konstitusi penting bagi negara karena penyelenggaran bernegara diatur dan didasarkan atas konstitusi negara
Perundang Undangan
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairul, Konstitusi dan kelembagaan Negara, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 1999.
Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, cet. Ke-1
Kusnardi, Moh., et.ai., Ilmu Negara, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2000, cet.ke-4.
Lubis, M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1982.
Thaib, Dahlan,et.al., Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT> Raja Grafindo Persada, 2001, cet.ke-2.
Ubaidillah, Ahmad, et.al., Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000, edisi pertama.
http://id.wikipedia.org/wiki/konstitusi
http://marsaja/wordpress.com/konstitusidiindonesia
http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi