39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli ortodontik yang memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan gigi geligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada periode gigi bercampur. Perkembangan gigi manusia terbagi menjadi gigi desidui, gigi campuran, dan gigi tetap. Gigi bercampur merupakan tumbuhnya gigi susu bersama-sama dengan tumbuhnya gigi tetap. Dalam hal ini, di dalam rongga mulut, terdapat beberapa gigi permanen yang mulai erupsi menggantikan gigi desidui secara bertahap. Selama masa pertumbuhan rahang dan gigi akan ada kemungkinan terjadinya suatu kelainan posisi atau biasa disebut dengan maloklusi. Maloklusi ini dapat terjadi karena banyak hal seperti faktor keturunan, bad habit, kelainan jumlah gigi, kelainan ukuran gigi, kelainan bentuk gigi, dan lain-lain. Kebiasaan buruk atau bad habit dianggap sebagai hal yang memberikan rasa nyaman bagi pemilik Maloklusi | 1

Makalah Modul II Maloklusi.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Maloklusi

Citation preview

Page 1: Makalah Modul II Maloklusi.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli ortodontik yang

memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan gigi

geligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada

periode gigi bercampur. Perkembangan gigi manusia terbagi menjadi gigi

desidui, gigi campuran, dan gigi tetap. Gigi bercampur merupakan tumbuhnya

gigi susu bersama-sama dengan tumbuhnya gigi tetap. Dalam hal ini, di dalam

rongga mulut, terdapat beberapa gigi permanen yang mulai erupsi

menggantikan gigi desidui secara bertahap. Selama masa pertumbuhan rahang

dan gigi akan ada kemungkinan terjadinya suatu kelainan posisi atau biasa

disebut dengan maloklusi.

Maloklusi ini dapat terjadi karena banyak hal seperti faktor keturunan, bad

habit, kelainan jumlah gigi, kelainan ukuran gigi, kelainan bentuk gigi, dan

lain-lain. Kebiasaan buruk atau bad habit dianggap sebagai hal yang

memberikan rasa nyaman bagi pemilik kebiasaan namun berdampak buruk.

Kebiasaan buruk ini meliputi mengisap jari dan jempol, menggigit kuku,

menjulurkan lidah, menggigit bibir, bernapas melalui mulut, dan lain-lain.

Setiap kebiasaan buruk ini memiliki peranan dalam mekanisme terjadinya

maloklusi.

Maloklusi tentunya memiliki dampak bagi penderita meliputi psikologis,

estetik, dan fungsional sehingga diperlukan suatu perawatan yang tepat untuk

mengatasinya. Setiap perawatan memiliki indikasi dan kontraindikasi untuk

pemakaiannya sehingga kita harus paham bahwa penting untuk menegakkan

diagnosis melalui berbagai pemeriksaan dan analisis untuk medapatkan

Maloklusi | 1

Page 2: Makalah Modul II Maloklusi.doc

diagnosis yang tepat terhadap maloklusi beserta jenis klasifikasinya yang

terjadi pada penderita secara mendetail. Selain itu, diperlukan juga cara-cara

pencegahan untuk menghindari terjadinya maloklusi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan maloklusi?

2. Bagaimana klasifikasi dari maloklusi?

3. Apa saja etiologi maloklosi?

4. Pemeriksaan dan analisis apakah yang diperlukan sebelum mendiagnosa

kasus?

5. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis pada skenario, diagnosa

apa yang dapat disimpulkan dari kasus pada skenario?

6. Perawatan apa saja yang dapat dilakukan untuk kasus maloklusi?

7. Berdasarkan skenario, perawatan apa yang efektif untuk dilakukan?

8. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari maloklusi yang tidak

ditangani?

9. Bagaimana cara untuk mencegah maloklusi?

Maloklusi | 2

Page 3: Makalah Modul II Maloklusi.doc

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Maloklusi menurut American Academy of Pediatric Dentistry adalah

ketidaksesuaian posisi gigi dan rahang. Maloklusi merupakan kondisi yang

menyimpang dari tumbuh kembang yang dapat mempengaruhi self cleansing,

kesehatan jaringan lunak, pertumbuhan rahang, bicara, dan penampilan.

B. Klasifikasi maloklusi

1. Klasifikasi Skeletal

Deskripsi ini menghubungkan antara hubungan rahang atas dan rahang bawah

terhadap dasar kranial. Klasifikasi ini terbagi atas tiga kelas, yaitu :

Kelas I skeletal : rahang atas dan rahang bawah pada relasi normal

(orthognathi).

Kelas II skeletal : rahang bawah terlihat lebih kecil dibanding rahang

atas (retrognathi).

Hal ini berkaitan dengan :

Rahang bawah yang kecil

Rahang atas besar

Kombinasi keduanya

Kelas III skeletal : rahang bawah terlihat lebih besar dibanding rahang

atas (prognathi).

Hal ini berkaitan dengan :

Rahang bawah yang besar

Rahang atas kecil

Kombinasi keduanya

Maloklusi | 3

Page 4: Makalah Modul II Maloklusi.doc

2. Klasifikasi Angle

Klasifikasi Angle didasarkan atas relasi molar pertama permanen. Bia molar

pertama permanen bergeser karena molar sulung hilang prematur, maka relasi

molar yang ada bukan relasi molar yang sebenarnya sebelum terjadi

pergeseran. Angle berpendapat bahwa letak molar pertama permanen tetap

stabil dalam perkembangannya pada rahang sehingga dengan melihat relasi

molar dapat dilihat pula relasi rahang.

Menurut Angle, klasifikasi ini terbagi atas beberapa kelas, yaitu :

i. Kelas I : terdapat relasi

lengkung anteroposterior yang

normal dilihat dari relasi molar

pertama permanen (netroklusi).

Kelainan yang menyertai dapat berupa, misalnya gigi berdesakan,

gigitan terbuka, protrusi dan lain-lain.

Dalam ortodontik pediatrik, kelas I dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:

Tipe 1 : gigi anterior yang berjejal, gigi molar normal

(crowded).

Tipe 2: hubungan gigi molar normal, gigi anterior terutama

gigi atas terlihat labioversi (protrusi)

Tipe 3 : terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior)

karena inklinasi gigi atas ke palatinal.

Tipe 4 : hubungan molar normal dalam arah mesio-distal,

tetapi hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi

gigitan bersilang (crossbite posterior)

Tipe 5 : hubungan molar pertama tetap normal, tetapi pada gigi

posterior terjadi migrasi ke arah mesial (mesial drifting).

Maloklusi | 4

Page 5: Makalah Modul II Maloklusi.doc

ii. Kelas II : lengkung rahang

bawah paling tidak setengah

tonjol lebih ke distal daripada

lengkung atas dilihat dari

relasi molar pertama permanen(distoklusi).

Divisi 1 : insisivi atas prostrusi sehingga didapatkan jarak gigit

besar, tumpang gigit besar dan kurva Spee positif.

Divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral atas

proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa

normal atau sedikit bertambah

iii. Kelas III : lengkung bawah

paling tidak setengah tonjol

lebih mesial terhadap

lengkung atas dilihat pada

relasi molar pertama permanen (mesioklusi) dan terdapat gigitan

silang anterior.

Dr. Martin Dewey pun merincikan maloklusi Angle kelas III ini

menjadi :

Tipe 1 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah

mesioklusi, sedangkan hubungan gigi anterior adalah insisal

dangan insisal (edge to edge)

Tipe 2 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah

mesioklusi, sedangkan gigi anterior hubungannya normal

Tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya adalah bersilang

(cross bite) sehingga dagu penderita menonjol ke depan.

C. Etiologi Maloklusi

Maloklusi | 5

Page 6: Makalah Modul II Maloklusi.doc

1. Faktor Herediter

Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :

i. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan

maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema

multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai

ii. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan bawah yang

menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.

Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor

genetik sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal.

Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula

yang prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka.

Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor

herediter adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila

dirawat ortodontik, namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa

pengaruh faktor herediter pada maloklusi tersebut. Perkembangan

pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab

etiologi herediter dengan lebih tepat.

Etiologi Maloklusi Kelas 1 Angle

Pola skelet maloklusi kelas I biasanya kelas I tetapi dapat juga

kelas II atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas I

umumnya menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi

bimaksiler (insisivus aras dan bawah proklinasi) mungkin merupakan ciri

khas ras tertentu. Kebanyakan maloklusi kelas I disebabkan faktor lokal

yang dapat menyebabkan kelainan pada maloklusi kelas I juga dapat

terjadi pada maloklusi kelas II dan kelas III.

Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 1 Angle

Maloklusi | 6

Page 7: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Pada maloklusi kelas II divisi 1 sering didapatkan letak mandibula

yang lebih posterior daripada maloklusi kelas I atau maksila yang lebih

anterior sedangkan mandibula normal. Kadang-kadang didapatkan ramus

mandibula yang lebih sempit dan panjang total mandibula juga berkurang.

Terdapat korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarga langsungnya

sehingga beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan maloklusi

kelas II divisi 1 dari faktor poligenik.

Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi 1 juga disebabkan

faktor lingkungan. Jaringan lunak, misalnya bibir yang tidak kompeten

dapat mempengaruhi posisi insisivus atas karena hilangnya keseimbangan

yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisivus atas protrusi.

Kebiasaan mengisap jari dapat menghasilkan maloklusi kelas II divisi 1

meskipun relasi rahang atas dan bawah kelas I sehingga ada yang

menyebut maloklusi ini sebagai maloklusi kelas II divisi 1 tipe dental.

Posisi bibir ikut berperan pada maloklusi kelas II divisi 1. Pada bibir

yang tidak kompeten pasien berusaha mendapatkan anterior oral seal

dengan cara muskulus sirkum oral berkontraksi dengan mengajukan

mandibula sehingga bibir atas dan bawah dapat berkontak pada saat

istirahat, lidah berkontak dengan bibir bawah atau kombinasi keadaan-

keadaan ini. Bila mandibula diajukan kelainan relasi skeletal nampak tidak

terlalu parah tetapi bila bibir bawah terletak di palatal insisi atas dapat

berakibat retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas

sehingga jarak gigit menjadi lebih besar.

Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle

Maloklusi | 7

Page 8: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang

mempengaruhi skelet dan jaringan lunak. Penelitian pada anak kembar

monozigot menunjukkan bahwa maloklusi kelas II divisi 2 biasanya

dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang dominan tetapi yang

bersifat poligenik.

Pola skelet pada maloklusi kelas II divisi 2 biasanya kelas II ringan

atau kelas I dan meskipun sangat jarang bisa juga pola skelet kelas III

ringan. Tinggi muka yang berkurang disertai relasi skelet kelas II sering

menyebabkan tidak adanya stop antara insisivus bawah dengan insisivus

atas sehingga insisivus bawah bererupsi melebihi normal sehingga terjadi

gigitan dalam. Pengaruh bibir bawah sangat besar terutama bila

didapatkan high lower lip line (bibir bawah menutupi lebih dari sepertiga

panjang mahkota insisivus) yang menyebabkan posisi insisivus atas

retroklinasi.

Etiologi Maloklusi Kelas III Angle

Maloklusi kelas III dapat terjadi karena faktor skelet, yaitu maksila

yang kurang tumbuh sedangkan mandilbula normal atau maksila normal

dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi kedua keadaan

tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh panjang basis kranial serta sudut

yang terbentuk antara basis kranial posterior dan anterior. Kadang-kadang

fosa glenoidal yang terletak anterior menyebabkan mandibula terletak

lebih anterior. Jaringan lunak tidak begitu memainkan peranan dalam

terjadinya maloklusi kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari bibir

dan lidah yang mengompensasi relasi skelet kelas III sehingga terjadi

retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas.

Kelainan Gigi

Maloklusi | 8

Page 9: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah

kekurangan jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia),

misalnya adanya mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada

molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus

yang terletak di antara premolar pertama dan kedua.

Kekurangan Jumlah Gigi

Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau

agenesis gigi. Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama

sekali, untungnya frekuensi sangat jarang dan biasanya merupakan bagian

dari sindrom displasia ektodermal. Bentuk gangguan pertumbuhan yang

tidak separah anodontia adalah hipododontia, yaitu suatu keadaan

beberapa gigi mengalami agenesis (sampai 4 gigi), sedangkan oligodontia

adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari 4 gigi.

Kelebihan Jumlah Gigi

Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di

garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Jenis gigi

kelebihan lainnya adalah yang terletak di sekitar insisivus lateral sehingga

ada yang menyebut laterodens, premolar tambahan bisa sampai dua

premolar tambahan pada satu sisi sehingga pasien mempunyai empat

premolar pada satu sisi. Adanya gigi-gigi kelebihan dapat menghalangi

terjadinya oklusi normal.

Disharmoni Dentomaksiler

Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara

besar gigi dan rahang dalam hal ini lengkung geligi. Keadaan yang sering

dijumpai adalah gigi-gigi yang besar pada lengkung geligi yang normal

atau gigi-gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga

Maloklusi | 9

Page 10: Makalah Modul II Maloklusi.doc

menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmoni

dentomaksiler didapatkan gigi-gigi berdesakan tetapi tidak semua gigi

yang berdesakan disebabkan karena disharmoni dentomaksiler.

Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis yang khas.

Gambaran klinis maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun

di rahang bawah.

2. Faktor Lokal

Gigi Sulung Tanggal Prematur

Gigi sulung tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi

permanen. Semakin muda umur pasien pada saat tanggal premature gigi

sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen

Persistensi Gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained deciduoud teeth

berart gigi sulung yang sudah waktunya tanggal tetapi tidak tanggal

Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi

permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang

terbentuk dapar terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila

mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar

gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang

mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal

bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodotik dan tidak ada pilihan lain

kecuali dicabut.

Pengaruh jaringan lunak

Tekanan dari oto bibir, pipi dan lidah member pengaruh yang besar

terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil

daripada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut

Maloklusi | 10

Page 11: Makalah Modul II Maloklusi.doc

penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak

gigi.

Kebiasaan buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,

berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat

menyebabkan maloklusi. Kebiasaan menghisap jari atau benda-benda lain

dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan

menghisap bibir bawah dapat mengakibatkan proklinasi insisivi atas

disertai jarak gigit yang bertambah dan bertroklinasi insisivi bawah.

Kebiasaan mendorong lidah , kebiasaan menggigit kuku juga dapat

menyebabkan maloklusi tetapi biasnya dampaknya hanya pada satu gigi.

Kebiasaan buruk lainnya adalah bernapas dengan mulut. Bernapas lewat

mulut telah lama diketahui sebagai salah satu penyebab terjadinya

penyimpangan pertumbuhan wajah. Penyimpangan tersebut timbul akibat

ketidakseimbangan aktivitas otot-otot orofasial. Selama bernapas lewat

mulut terjadi perubahan aktivitas otot-otot orofasial. Fungsi abnormal

rongga mulut akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan otot yang

bekerja pada tulang kraniofasial, sehingga mengha- silkan perubahan

morfologi kraniofasial.

Otot-otot di sekitar saluran napas atas seperti otot genioglossus,

masseter, milohyoid, dan orbicularis oris, memiliki berbagai macam

fungsi penting. Otot orbicularis oris merupakan otot yang melekat pada

bagian utama bibir dan berfungsi dalam melakukan pergerakan bibir,

cuping hidung, pipi, dan kulit dagu, sedangkan otot mihohyoid

merupakan otot yang berfungsi untuk mengang- kat dasar mulut dan lidah

saat menelan, juga menurunkan rahang bawah dan mengangkat tulang

lidah. Otot milohyoid termasuk salah satu otot suprahyoid yang berbentuk

segitiga lebar dan membentuk dasar mulut.

Maloklusi | 11

Page 12: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Pergerakan ujung lidah dan dorongan lidah ke depan bawah,

dipengaruhi oleh aktivitas otot genioglossus yang melekat dari

aponeurosis lingua ke spina mentalis mandibula. Otot genioglossus

merupakan otot utama yang berfungsi dalam pergerakan lidah ke depan,

dan sebagai otot pernapasan tambahan. dalam penelitian nya

menyebutkan bahwa otot masseter yang berperan dalam proses

pengunyahan dan penelanan, juga berperan dalam pernapasan. Otot

masseter sebagai otot yang memanjang dari angulus mandibula

(tuberositas masseterika) hingga sisi bawah (dua per tiga) arkus

zigomatikus, dan berfungsi utama sebagai otot penutup rahang.Proses

bernapas lewat mulut dapat meningkatkan aktivitas otot orbicularis oris,

genioglossus dan milohyoid, tetapi menghambat aktivitas otot masseter.

Aktivitas otot milohyoid dan genioglossus meningkat, menyebabkan

posisi lidah lebih rendah dari normal dan rahang bawah turun.

Peningkatan aktivitas otot orbicularis oris menyebabkan bibir atas

terangkat sehingga mulut tetap terbuka sebagai jalan napas .

Bernapas lewat mulut menyebabkan posisi rahang bawah turun dan

lidah berada pada posisi yang lebih rendah dari normal. Adaptasi postural

yang terus berlangsung, dapat menyebabkan peningkatan tinggi wajah,

erupsi berlebih gigi-gigi posterior, ra hang bawah berotasi ke belakang

dan ke bawah, gigitan terbuka anterior, pening- katan jarak gigit, dan

rahang atas menjadi sempit. Lengkung rahang atas yang sempit

disebabkan karena perubahan keseimbangan akibat rahang bawah turun,

sehingga otot buccinators menekan rahang atas secara berlebihan dari

arah lateral, sedangkan tekanan lidah pada rahang atas kurang.

Faktor Iatrogenik

Pengertian iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan professional.

Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan

iatrogenic. Misalnya pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan

Maloklusi | 12

Page 13: Makalah Modul II Maloklusi.doc

piranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat

menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi geraka gigi ke

distal dan palatal.

D. Pemeriksaan untuk Penegakan Diagnosa

Pemeriksaan terhadap pasien, meliputi:

a. Pemeriksaan Subyektif (anamnese)

Pemeriksaan ini berupa keluhan pasien, riwayat perkembangan gigi

sebelum dan sesudah lahir (erupsi gigi decidui, riwayat gigi bercampur,

riwayat gigi permanen), riwayat penyakit yang diderita, dan riwayat

keluarga.

b. Pemeriksaan Obyektif

1. Pemeriksaan klinis:

Pemeriksaan ekstra oral

Bentuk kepala: brachicephalic / mesocephalic / delicochepalic

Bentuk muka

Kedudukan maxilla terhadap cranium dan kedudukan

mandibula terhadap maxilla.

Posisi rahang maxilla / mandibula (normal / retrusif / protrusif)

Otot mastikasi (normal / hipotonus / hipertonus)

Bibir (normal, tebal atau tipis, posisi saat istirahat membuka

atau menutup)

Pipi (cekung atau menggelembung)

Gerakan mandibula saat membuka dan menutup

Pemeriksaan intra oral

Jaringan lunak

Lidah (besar kecil, panjang penek, tonus, keadaan kesehatan)

Ginggiva (ada tidaknya pigmentasi)

Palatum (normal atau tidak, tonus, bercelah atau tidak)

Maloklusi | 13

Page 14: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Glandula tonsila palatina (normal atau tidak, ada atau tidak

inflamasi)

Frenulum labii superior dan inferior

Oral hygiene

Jaringan keras (pemeriksaan gigi geligi, lengkung gigi,

hubungan rahang, anomali gigi)

Relasi rahang atas – rahang bawah (median linenya normal

atau bergeser, relasi posterior, pada anterior diukur overbite

dan overjet). Overbite adalah jarak vertikal antara ujung gigi

incisivus sentral atas dan bawah pada keadaan oklusi.

Hubungan overbite yang ideal adalah incisivus bawah

berkontak dengan sepertiga permukaan palatal dari incisivus

atas dengan jarak 2 – 4 mm. overjet adalah jarak horizontal

antara edge insisial gigi incisivus sentral rahang atas dengan

permukaan labial incisivus sentral rahang bawah pada keadaan

oklusi. Hubungan overjet yang ideal adalah incisivus atas

terletak di depan incisivus bawah dengan jarak 2 – 4 mm.

2. Pemeriksaan laboratoris

Studi model (gambaran rahang atas dan rahang bawah,

pengukuran-pengukuran terhadap gigi dan ukuran tulang).

Pemeriksaan foto

Foto panoramik biasa digunakan pada praktek ortodontik untuk

mendapatkan informasi mengenai angulasi gigi, periode

maturasi, dan keadaan jaringan periodontal. Foto panoramik

juga sangat dibutuhkan untuk mendeteksi adanya agenese,

impaksi kaninus ataupun molar ketiga, abnormalitas akar, serta

keadaan tulang sekitar.

Pemeriksaan sefalometri dapat memberikan informasi tentang

pertumbuhan dan perkembangan tuang kepala, analisis kasus

Maloklusi | 14

Page 15: Makalah Modul II Maloklusi.doc

dan menegakkan diagnosis (adanya kelainan skeletal),

meramalkan perubahan akibat pertumbuhan dan atau

perawatan.

Analisis ruang diperlukan untuk membandingkan antara ruang yang tersedia

dan ruang yang dibutuhkan untuk mengatur gigi sebagaimana mestinya.

Analisis ruang yang digunakan pada periode gigi bercampur, berupa metode

Moyers, metode Huckaba, dan metode Nance.

E. Diagnosis

Di dapatkan kasus protrusi gigi anterior RA dan maloklusi Klas II divisi I.

Protrusi adalah gerakan mendorong mandibula ke depan atau malposisi gigi dari

satu rahang relatif terhadap rahang lain, dapat disebabkan faktor keturunan, bad

habit seperti menghisap jari, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang

salah dan bernafas lewat mulut.

Menurut Moyers (1988) pada penderita maloklusi kelas II divisi I biasanya

ditandai dengan profil wajah yang konveks, overjet yang besar kadang disertai

deepbite. Pada keadaan demikian, tekanan otot – otot wajah dan lidah menjadi

tidak normal, sehingga sering dijumpai sulkus mentolabial yang dalam atau

disebut lip trap. Selain itu menurut Staley (2001), maloklusi kelas II divisi I

digambarkan dengan maksila yang sempit, gigi insisivus atas yang terlihat lebih

panjang dan protrusif, fungsi bibir yang tidak normal dan kadang dijumpai

beberapa bentuk obstruksi nasal serta bernafas melalui mulut.

F. Perawatan Maloklusi

Menurut waktu perawatan dan tingkat maloklusi, perawatan dibagi menjadi 3,

yaitu :

1. Perawatan Preventif

Perawatan prefentif adalah segala tindakan menghilangkan segala pengaruh

yang dapat merubah jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi

Maloklusi | 15

Page 16: Makalah Modul II Maloklusi.doc

malposisi gigi dan hubungan rahang yang abnormal. Misalnya, dalam periode

prenatal anak yang berada dalam kandungan, asupan nutrisi ibu harus baik.

Sedangkan pada saat periode post natal harus dijaga kebersihan mulutnya

(pemilihan dot yang tepat, anak diajari menyikat gigi yang benar) serta dijaga

dari kebiasaan buruk, misalnya menghisap ibu jari.

2. Perawatan Interseptif

Perawatan interseptif adalah perawatan ortodontik pada maloklusi yang telah

mulai tampak, untuk mencegah agar maloklusi yang ada tidak berkembang

menjadi parah.

Macam-macam perawatan interseptif :

Aktivator

Aktivator adalah plat fungsional yang digunakan

pada masa pertumbuhan untuk mengkoreksi

maloklusi kelas II yang disebabkan oleh

defisiensi mandibula. Perawatan : 2-3 tahun pre

pubertal

Head Gear

Head gear adalah perawatan ekstra oral

pada masa pertumbuhan yang digunakan

untuk mengkoreksi maloklusi skeletal

dengan pertumbuhan maksilla vertikal

dan horizontal secara berlebihan. Pada

perawatan head gear dibutuhkan

hambatan pertumbuhan maksilla namun

mandibula juga tetap berkembang. Pemakaiannya 12-16 jam per hari.

Rapid Palatal Ekspansion

Rapid palatal

ekspansion

Maloklusi | 16

Page 17: Makalah Modul II Maloklusi.doc

diindikasikan pada kuba palatum sempit. Alat ini menghasilkan

ekspansi 10mm meliputi 8mm pembukaan sutura dan 2 mm

pergerakan gigi dengan 0,5-1mm per hari. Retensi selama 3-4 bulan.

Face Mask

Diindikasikan untuk mengstimulasi pertumbuhan sutura kedepan.

Chin Cup

Merupakan perawatan ekstra

oral yang bertujuan agar

dagu bisa berotasi ke bawah

dan ke belakang, gigi erupsi

dan terjadi pemanjangan

wajah serta penonjolan dagu

berkurang. Perawatan ini diindikasikan pada kasus mandibula

berlebihan.

Space Maintainer

Space maintainer adalah alat cekat atau lepas yang dirancang untuk

mempertahankan ruang yang ada dalam legkung rahang. Indikasinya

adalah bila kekuatan gerak gigi tidak seimbang dan analisis ruang

menunjukkan adanya kemungkinan kekurangan ruang untuk gigi

pengganti yang akan erupsi.

Space Regainer

Maloklusi | 17

Page 18: Makalah Modul II Maloklusi.doc

Indikasi space regainer adalah apabila untuk mendapatkan kembali

tempat sekitar 3 mm atau kurang. Space regainer ada yang cekat dan

lepasan.

Serial Ekstraksi

Diindikasikan pada kasus diskrepansi lengkung ˂ 4 mm. Tujuan serial

ekstraksi adalah mendorong terjadinya erupsi dini gigi premolar

pertama, kemudian dilakukan pencabutan untuk menyediakan ruang

erupsi bagi gigi caninus permanen. Serial ekstraksi tidak diindikasikan

pada kasus pada kelas I maloklusi dengan crowded ringan, terdapat

skeletal discrepancy, terdapat deep overbite, adanya agenesis gigi.

3. Perawatan Kuratif dilakukan untuk mengoreksi maloklusi atau malposisi yang

ada dan mengembalikan kepada posisi, oklusi, dan lengkung ideal

Berikut beberapa perawatan yang dapat dilakukan pada kasus maloklusi kelas II

divisi 1 antara lain:

a. Removeable appliance

Oral Screen

Oral screen merupakan salah satu alat efektif yang paling mudah

digunakan untuk mengkoreksi protrusi gigi anterior rahang atas. Alat ini

diistilahkan sebagai physiologic appliance karena alat ini tidak

menyebabkan pergerakan gigi dengan bantuan kawat, tetapi menghasilkan

gaya yang menahan gigi anterior rahang atas dengan cara menekan

Maloklusi | 18

Page 19: Makalah Modul II Maloklusi.doc

perioralmusculature.

Twin Block

Alat ini diindikasikan untuk

perawatan maloklusi Kelas II

Divisi I yang disebabkan oleh

mandibula retrognasi dan

maksila normal. Saat twin block

dipasang di dalam mulut, pasien

dapat berbicara dan makan

secara normal karena alat ini tidak banyak membatasi gerakan lidah, bibir

dan mandibula, sama halnya dengan pasien yang memakai gigi tiruan

Alat Frankel

Frankel merupakan alat yang efektif untuk mengoreksi maloklusi

kelas II divisi 1. Berdasarkan kasus maloklus yang dirawat, Frankel

membagi alat dalam beberapa jenis. Untuk perawatan maloklusi kelas II

Maloklusi | 19

Page 20: Makalah Modul II Maloklusi.doc

divisi 1 digunakan alat Frankel tipe I (Fr I). Alat Frankel tipe diberi nama

singkatan dengan FR 1 yang dapat digunakan untuk merawat kelas II

divisi 1 dengan overjet lebih kecil dari 5 mm sampai lebih dari 7mm.

Pre-Orthodontic Trainer

Pre-Orthodontic Trainer merupakan alat miofungsional yang dirancang

oleh Dr Chris Farrell. Alat tersebut metrupakan alat yang siap pakai, tidak

perlu dicetak maupun dibentuk sehingga tidak perlu dikerjakan di

laboratorium. Alat ini beberbentuk seperti parabolik menyerupai lengkung

rahang atas dan rahang bawah yang alami yaitu sempit di bagian anterior

dan lebar di bagian posterior. Pre-Orthodontic Trainer tersedia dalam satu

ukuran yang universal sehingga sesuai untuk semua rahang anak-anak

yang besar maupun yang kecil.

Pre-Orthodontic Trainer merupakan alat yang diciptakan khusus

untuk merawat anak-anak pada periode gigi bercampur yaitu pada usia 6-

10 tahun, saat gigi tetap mulai bererupsi dan anak masih dalam

pertumbuhan. Pada periode gigi bercampur, alat ini dapat digunakan

sebagai perawatan dini untuk mengurangi maloklusi, dengan menjadi

pemandu dari gig geligi. Pre-Orthodontic Trainer bertujuan untuk

menghilangkan buruk myofungsional seperti kebiasaan bernapas dengan

Maloklusi | 20

Page 21: Makalah Modul II Maloklusi.doc

mulut, menghisap jari, dan menjulurkan lidah yang merupakan salah satu

penyebab utama terjadinya maloklusi kelas II divisi 1.

Indikasi penggunaan alat ini tidak hanya pada anak-anak dengan kasus

maloklusi kelas II divisi 1 tetapi juga dapat digunakn pada anak-anak

dengan kasus seperti crowding gigi anaterior rahang bawah, maloklusi

klas II divisi 2 dengan deep bite, maloklusi kelas II dengan open bite, dan

maloklusi kelas III ringan. Kontraindikasi alat ini adalah pada pasien

dengan cross bite gigi posterior maloklusi kelas III yang parah, dan

pasien dengan obstruksi pernapasan yang sempurna serta dengan anak-

anak yang tidak mempunyai motivasi untuk memakai alat ini.

b. Fixed Appliance

MARA (Mandibular Anterior Repositioning Appliance)

Adalah ortodonti cekat yang

menyalurkan tekanan ke gigi yang

digunakan untuk perawatan maloklusi

kelas II divisi 1 dengan memajukan

mandibula ke depan sehingga tercapai

oklusi kelas 1. Perawatan dengan MARA

diindikasikan untuk maloklusi kelas II divisi 1 yang disebabkan oleh retrusi

mandibula dan maksila normal.

Alat forsus

Merupakan alat ortodonti cekat

fungsional berbentuk spring dan

dipasang melekat pada molar

maksilla dan lengkung mandibula.

Pada awal pemakaian, tekanan yang

dihasilkan alat ini menyebabkan rasa

Maloklusi | 21

Page 22: Makalah Modul II Maloklusi.doc

tidak nyaman pada pasien. Indikasinya adalah maloklusi kelas II, maloklusi

kelas II dengan deepbite, kasus non ekstraksi, agenesis premolar dua atau

mikrodonsia, diastema, posisi mesialisasi lengkung rahang. Sedangkan

kontraindikasinya adalah pasien yang alergi terhadap bahan latex.

Rapid palatal ekspansion

Quad helix

Diindikasikan untuk mengekspansi rahang atas. Alat ini dapat digunakan

untuk ekspansi rahang dalam arah anteroposterior. Penyangga dapat

diletakkan pada gigi molar rahang atas.

Perawatan yang mungkin dilakukan untuk indikasi untuk kasus pada skenario adalah:

Terapi awal untuk maloklusi kelas II divisi 1 dapat dilakukan dengan

menggunakan oral screen pada anak. Alat ini berfungsi paling baik apabila

digunakan setiap malam selama 12-14 jam. Anak-anak harus diberi homewear

chart untuk mengingatkan mereka menggunakan alat ini. Menggunakan oral

screen akan menyebabkan rasa sakit pada gigi anterior pada beberapa hari

pertama, tapi rasa sakit itu menghilang apabila alatnya dipakai setiap malam

seperti yang dianjurkan

Tahap kedua pembuatan alat fungsional twin block untuk koreksi posisi

condylus. Perawatan dengan twin block memiliki efek terhadap skeletal dan

dental. Perubahan skeletal dapat ditunjukkan dengan berubahnya panjang

korpus mandibula. Saat twin block terpasang di dalam mulut, Pasien tidak

dapat beroklusi dengan nyaman pada posisi distal sebelumnya, sehingga

mandibula akan berusaha mengadaptasikan gigitan ke depan. Twin block

dikembangkan untuk memperoleh satu cara yang dapat mengarahkan

mandibula ke bawah dan ke depan sehingga respon pertumbuhan fungsional

menyebabkan mandibula berkembang lebih maksimal

Tahap ketiga yaitu pembuatan alat ortodonsi cekat.

Maloklusi | 22

Page 23: Makalah Modul II Maloklusi.doc

G. Dampak Maloklusi

Dampak yang bisa ditimbulkan oleh maloklusi adalah terganggunya faktor

estetik, fungsi, maupun bicara. Sebagian besar maloklusi disebabkan karena

faktor keturunan misalnya : gigi berjejal, diastema, kekurangan atau kelebihan

jumlah gigi, dan macam-macam ketidakteraturan lainnya pada wajah dan rahang.

Gangguan-gangguan yang disebabkan karena masalah dalam mulut bisa

mempengaruhi aktivitas keseharian seperti penurunan jumlah tidur, waktu

senggang yang terbuang, gangguan asupan makanan, dan gangguan psikologis

yang berhubungan dengan penurunan kepercayaan diri, serta hilangnya waktu

kerja dan sekolah.

Maloklusi | 23

Page 24: Makalah Modul II Maloklusi.doc

BAB III

KESIMPULAN

a. Maloklusi merupakan kondisi yang menyimpang dari tumbuh kembang yang

dapat mempengaruhi self cleansing, kesehatan jaringan lunak, pertumbuhan

rahang, bicara, dan penampilan.

b. Secara garis besar, klasifikasi maloklusi terdiri atas klasifikasi skeletal dan

klasifikasi dentoalveolar. Masing-masing klasifikasi memiliki tiga kelas, namun

pada klasifikasi dentoalveolar menurut Angle terbagi menjadi beberapa divisi.

c. Etiologi maloklusi dibedakan menjadi faktor herediter dan faktor lokal. Faktor

herediter meliputi disproporsi ukuran gigi dan rahang serta disproporsi ukuran,

posisi, dan bentuk rahang. Sedangkan faktor lokal meliputi kebiasaan buruk,

prematur loss, persistensi gigi desidui, trauma, dan faktor iatrogenik.

d. Salah satu kebiasaan buruk adalah bernapas melalui mulut yang menjadi

penyebab terjadinya maloklusi yang biasa ditandai dengan mandibula retrognati,

wajah memanjang, palatum dalam, gigi insisivus yang lebih ke depan, dan mulut

terbuka.

e. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan

objektif. Pemeriksaan subjektif meliputi anamnesis dari penderita, sedangkan

pemeriksaan objektif terdiri atas pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratoris.

f. Perawatan maloklusi terdiri atas perawatan preventif, perawatan interseptif, dan

perawatan kuratif.

Maloklusi | 24

Page 25: Makalah Modul II Maloklusi.doc

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Harun, Handayani Hendrastuti, Fery Fajriani. 2012. Buku Ajar Maloklusi

pada Anak, Etiologi, dan Penanganannya. Makassar: Bimer

Achmad Harun, Runkat Jakobus. 2008. Koreksi Protrusif dengan Oral Screen pada

Anak sebagai Tahap Terapi Awal Maloklusi Kelas II Divisi 1. Medan: Dentika

Dental Jurnal

Bakar Abu. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta: Quantum

Kusuma ARP. Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik Etiologi Maloklusi.

Fakultas Kedokteran Gigi Islam Sultan Agung

Mudjari Imam, Susilowati. Dampak Maloklusi Terhadap Kualitas Hidup. Jurnal

Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM

Rahardjo Pambudi. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press

Rahardjo Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press

Ruslan Karin, Zen Yuniar. 2006. Efek Alat Pre-Orthodonti Trainer pada Perawatan

Dini Maloklusi Kelas II Divisi 1. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi

Sulandjari Heryumani. 2008. Buku Ajar Ortodonsia I KGO I. Yogyakarta: Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

Maloklusi | 25