View
288
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH MPK SENI “WAYANG”
“Seni Gerak (Tari) dalam Pertunjukan Wayang”
NAMA : DEWI LESTARI NATALIA
NPM : 1006704530
JURUSAN : TEKNIK METALURGI & MATERIAL
1
PENDAHULUAN
Seni dan budaya Indonesia sangatlah beragam. Salah satu seninya adalah
seni wayang. Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari lima abad ini
membawa kisah Ramayana dan Mahabharata, pagelaran selama semalam suntuk
ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam, berefleksi dan memahami
filosofi tentang kehidupan. Berbicara tentang wayang dikandung sejumlah
pengertian, yakni: wayang mengacu pada boneka (sejenisnya), wayang mengacu
pada pertunjukan (performance), wayang mengacu pada kisah (lakon), dan
wayang mengacu pada orang-orang yang menari. Suatu pertunjukan wayang atau
teater lokal mengandung sejumlah jenis seni yang diramu menjadi satu kesatuan,
yakni: seni drama (sanggit), musik (vokal– instrumen), rupa, gerak (tari), dan seni
sastra. dalam makalah ini lebih menekankan tentang seni gerak (tari) pada sebuah
pertunjukan wayang.
2
PEMBAHASANSeratus tahun silam, negara kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk.
Yang ada kelompok- kelompok etnis seperti Jawa, Bali, Minang, dan Melayu
yang hidup terpisah-pisah di bawah kekuasaan penjajah Belanda. Sebelum
penjajah hadir, penguasa pribumi-raja-raja, terutama Jawa dan Bali-
melegitimasikan kekuasaan dan pengaruhnya dengan patronase dan
penyelenggara berbagai pertunjukan sebagai bagian dari upacara negara, agama,
atau kegiatan rekreasi dan hiburan semata.
Melalui upacara spektakuler seperti garebeg, sekaten, eka dasa rudra, dan
galungan para raja menunjukkan kebesarannya. Melalui wacana konsep dewa-
raja, ratu gung binathara, gelar kebesaran sayidin panata gama kalifatullah tanah
Jawa, rakyat diyakinkan akan kekuasaan dan kebesaran penguasa. Masyarakat
Jawa masa lalu terbagi dua kelompok para priyagung dan rakyat biasa (kawula
alit). Posisi tak menguntungkan rakyat kecil ini secara tradisi harus diterima
dengan patuh tanpa bertanya. Tiga ratus tahun berjuang tanpa hasil, raja-raja Jawa
dan Bali kemudian banyak yang pasrah dan memusatkan perhatiannya pada
kegiatan gamelan, tari dan wayang, atau mistik.
Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan.
Dalam seni gerak wayang dikandung aturanaturan, norma-norma atau wewaton
yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika
menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam
pertunjukan wayang yakni udanagara. Udanegara yakni tatacara bertutur kata,
bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang di
dalamnya dikandung etika dan estetika. Yang dimaksud gerak wayang meliputi,
antara lain: menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak
wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi, dan
wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula
prinsip wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak), wirasa (benar dan
tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama dalam
gerak).
3
Sabetan (gerak wayang) berasal dari kata sabet, yang artinya pengembat,
sebat; disabet berarti diembat, disekat, dibingkah; disabeti berarti dibelasah;
nyabet artinya menjatuhkan kartu, melakukan wayang kulit; dan sabet dalam
krama inggil berarti pedang. Pengertian sabetan, nyabet yang diacu yakni
melakukan wayang kulit, menggerakkan, menjalankan, memainkan boneka
wayang. Gerak wayang menyangkut bagaimana tokoh berbicara, bersikap, dan
bertindak dalam hubungannnya dengan tokoh yang lainnya. Dalam suatu gerakan
wayang terjadi perpindahan atau perubahan pada tubuh atau sebagaian kecil
anggota tubuh boneka-boneka wayang. Djelantik mengatakan bahwa gerak
merupakan suatu unsur penunjang yang paling sangat berperan dalam seni tari.
Dengan gerak terjadi perubahan atau perpindahan pada tubuh atau pada anggota
tubuh atau pada sebagian yang kecil dari anggota tubuh.
Di Jawa dan Bali
pertunjukan tari erat terkait
dengan gamelan dan
wayang. Empat tahun
sebelum Indonesia merdeka
pada tahun 1941, di Keraton
Yogyakarta lahir tari baru,
yaitu beksan golek Menak
yang menurut tradisi
diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, lebih tepatnya, barangkali, oleh
seniman-seniman keraton Yogya di bawah petunjuk dan patronase Sri Sultan.
Tampak bahwa orientasi nilai masyarakat Jawa tradisional kepada kelompok
sangat kuat. Orientasi ini menuntut kepatuhan dan penghargaan kepada yang lebih
tua dan berkuasa. Di dalam penciptaan seni, orientasi kolektif-daerah dan tuntutan
perfeksi-teknik lebih menonjol dari pada kreativitas. Yang juga harus diingat
bahwa penciptaan genre baru di dalam konteks tradisi, sering dilakukan dengan
memanfaatkan elemen-elemen seni pertunjukkan yang sudah ada, seperti tampak
dalam wayang golek menak karya Sultan HB IX yang bertolak dari wayang
(golek Menak), gamelan, dan tari klasik Jawa gaya Yogyakarta.
4
Menjelang kemerdekaan, semasa angkatan Pujangga Baru, intelektual dan
seniman Indonesia menghadapi dilema, apakah akan mengembangkan budaya
Indonesia mengikuti model Barat yang menekankan pentingnya individualisme
dan kreativitas, atau model Timur yang memfokus wacana kepada kesadaran
kelompok dan perfeksi teknik. Berbeda dengan modernisasi seni sastra, musik dan
seni rupa yang mengacu pada model Barat, modernisasi tari dilakukan bertolak
dari tradisi lokal. Balet, misalnya, di Indonesia tidak pernah diterima sebagai
dasar pengembangan tari secara nasional.
Dalam petunjukan wayang boneka wayang digerakkan sesuai dengan
dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang mencakup berapa lebar dan panjang
layar, jangkauan dan jarak antara gunungan sebagai pembatas simpingan kanan
dan kiri, dan jarak antara blencong (lampu) dengan layar. Sedangkan dimensi
waktu mengacu kepada gending-gending yang disajikan yang turut serta dalam
membangun suasana gerakan. Gending-gending tersebut disajikan dengan tempo
dan irama tertentu, sesuai dengan kebutuhan gerakan wayang. Gending-gending
yang disajikan dalam pertunjukan wayang besifat melayani adegan atau gerakan
apa yang sedang dilakukan oleh seorang tokoh. Penyajian gendinggending secara
khusus termasuk dalam seni karawitan. Adapun yang dimaksud karawitan yakni
bentuk seni musik tradisional yang menampilkan komposisi nada dan irama
tertentu secara harmoni dengan menggunakan gamelan sebagai instrumennya
Fungsi wayang dan gamelan yang mendua sebagai hiburan dan sebagai
sarana ritual terus berlangsung sejak zaman kolonial sampai sekarang. Hal inilah
yang membuat wayang dan gamelan sangat digemari masyarakat golongan
menengah atas, maupun bawah. Gamelan kecuali dapat dimainkan secara mandiri,
dapat pula berfungsi sebagai pengiring pertunjukan tari, wayang, atau upacara.
Wayang juga dipertunjukkan dalam konteks upacara agama dan spiritual seperti
ruwatan, nadaran, kematian, ngunjung, sedekah bumi, dan bersih desa. Karena
fungsinya yang mendua-sebagai sarana upacara dan hiburan-wayang merupakan
satu-satunya seni tradisi yang tak lekang diterpa terik mentari. Pada awal
kemerdekaan, wayang baru dicipta sebagai alat promosi berbagai pihak.
5
KESIMPULAN
Suatu pertunjukan wayang tidak terlepas dari setiap seni yang terkait di
dalamnya, seperti salah satunya adalah seni gerak (tari) atau sabetan. Para
seniman dalang memiliki pijakan norma-norma atau konvensi-konvensi dalam
menampilkan tokohtokoh wayang. Konvensi-konvensi tersebut terwujud biasanya
dari hasil kesepakatan bersama di antara para seniman dalang yang telah
mentradisi sejak lama. Konvensi-konvensi yang mengikatnya itu dipandang
sebagai wewaton, yang disebut udanegara, yakni tata cara, unggah-ungguh, tata
krama, atau etika tokoh wayang (bagaimana seorang tokoh bertutur kata, bersikap,
dan bertindak ketika mengadakan komunikasi dengan tokoh yang lainnya). Di
samping itu seniman dalang memperhatikan pula aspek wiraga, wirasa, dan
wirama, yakni kesatuan harmoni antara harmoni antar gerak tubuh, rasa, dan
irama.
6
DAFTAR PUSTAKA
Darmoko, 1999. Wayang: Bentuk Isi dan Nilainya. Depok: FSUI.
_______ , “Seni Gerak dalam Pertunjukan Wayang Tinjauan Esterika”, Makara,
Sosial Humaniora, Vol. 8, No. 2, Agustus 2004: 83-89
Kembang, Tjakra. “Seni Tari Gelar Perang Wayang Indonesia”.
http://wayang.wordpress.com/2010/03/06/wyuha-gelar-perang/ 26
Oktober 2010 (pukul 00.42)
Murgiyanto, Sal. “Tari, Wayang, dan Gamelan Seabad Lewat”.
http://heritageofjava.com/portal/article.php 26 Oktober 2010 (pukul
00.42)
Wikipedia. “Wayang”. http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang 26 Oktober 2010
(pukul 00.42)
7