54
MAKALAH OBAT DEGENARATIF HIPERTENSI Disusun Oleh: Arwin Widi Astuti(1313015040) Chairunnisa Arbain (1313015069) Debbi Pasedan (1313015037) Desy Apria Ningsih (1313015111) Herlina Ekapratama Dewi (1313015084) Indri Pramita R(1313015050) Maya Apriliani (13130150371)

MAKALAH OBAT DEGENARATIF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Semoga membantu

Citation preview

MAKALAH OBAT DEGENARATIF

MAKALAH OBAT DEGENARATIF

HIPERTENSI

Disusun Oleh:Arwin Widi Astuti(1313015040)

Chairunnisa Arbain (1313015069)

Debbi Pasedan (1313015037)

Desy Apria Ningsih (1313015111)

Herlina Ekapratama Dewi (1313015084)

Indri Pramita R(1313015050)

Maya Apriliani (13130150371)

Mirabeth audria (1313015102)

Nilam Cahaya (1313015029)

Novalia Debora (1313015153)

Nur Rohmah Budiarto N (1313015060)

Sri Indah Mulyaman D (1313015067)

FAKULTAS FARMASIPROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

TAHUN AKADEMIK 2015/2016KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan akhir praktikum bioteknologi farmasi dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam proses penyelesaian laporan akhir ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan, oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat saya harapkan untuk memperbaiki ketidak sempurnaan laporan ini.

Saya mengucapkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan selama proses penyusunan dan apabila terdapat kesalahan kata dalam laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna sebagaimana mestinya. Amin.BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter, karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.

Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya, dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu, upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. Banyak penelitian dilakukan terhadap hipertensi primer, baik mengenai patogenesis maupun tentang pengobatannya.Menurut WHO (1978), batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah diantara normotensi dan hipertensi disebut borderline hypertension.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PengertianBeberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut:

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Brunner dan Suddarth, 2002)Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (Elizabeth J. Corwin, 2009)Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun) (Taufan Nugroho, 2011)Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi (Slamet Suyono, 2001 dan Arif Mansjoer, 2001)Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal (Tom Smith, 1991)Hipertensi adalah peningkatan dari tekanan sistolik standar dihubungkan dengan usia, tekanan darah normal adalah refleksi dari kardiak out put atau denyut jantung dan resistensi puerperal (N.G. Yasmin A, 1993)Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah, hipertensi, berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, dan tekanan sistolik atau kedua-duanya secara terus menerus (Alison Hull, 1996)Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia.Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (2002) yaitu:

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah

KATEGORISISTOLIKDIASTOLIK

Normal< 130< 85

Tinggi Normal Hipertensi130 13985 89

Stadium 1 (ringan)140 15990 99

Stadium 2 (Sedang)160 179100 109

Stadium 3 (berat)180 209110 119

Stadium 4 (sangat berat)> 210> 120

Sumber Brunner dan suddarth (2002)Tekanan darah tubuh diatur oleh Sistem Renin Angiotensin Aldostreon (RAAS) hormon renin dihasilkan oleh ginjal. Bila aliran darah dalm glomeruli berkurang, ginjal akan melepaskan renin. Dalam plasma renin bergabung dengan protein membentuk angiotensin I yang oleh enzim ACE (Angiotensin Converting Enzym) diubah menjadi angiotensin II, yang aktif dan bersifat vasokontriksi dan menstimulir hormon aldosterone yang mempunyai efek retensi air dan garam sehingga volume darah bertambah dan mengakibatkan tekanan darah meningkat.

Disamping RAAS, tekanan darah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

Volume denyut jantung: makin besar volume jantung, tekanan darah akan makin tinggi

Elastisitas dinding arteri: makin kurang elastis, tekanan darah akan semakin tinggi

Neurohormon (adrenalin dan noradrenalin): lepasnya neurohormon dirangsang oleh emosi, gelisah, takut, lelah, dan rokok. Neurohormon bersifat vasokontriksi

Tekanan darah tinggi bukanlah penyakit tetapi kelainan atau gejala yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penciutan aorta atau tumor pada anaka ginjal yang menyebabkan produksi hormon berlebihan.

Hipertensi mengakibatkan resiko besar seperti kerusakan jantung, pembuluh darah, kerusakan ginjal, selaput mata dan komplikasi lain. Faktor lain yang menyebabkan hipertensi antara lain:

Garam, ion Na+ bersifat retensi air sehingga memperbesar pembuluh darah juga memperkuat noradrenalin serta memperkuat vasokontriksi.

Asam glisirizad, mempertinggi tekanan darah pada orang tertentu

Hormon estrogen, dalam pil KB bersifat menahan air dan garam demikian juga dengan hormon androgen

Stress, meningkatakan pelepasan hormone adrenalin yang bersifat vasokontriksi

Kehamilan

EtiologiPenyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain:Kecepatan denyut jantung

Volume sekuncup

Asupan tinggi garam

Vasokontriksi arterio dan arteri kecil

Stres berkepanjangan

Genetik

Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut:

Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur

Kelamin

Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi

Ras

Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih

Pola Hidup

Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penus stres agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi.

InsidenPenyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi; lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.halitu disebabkan karena pada wanita lebih banyak terdapat hormone estrogen, yang mempunyai efek salah satunya adalah retensi air dan mineral,sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan (Brunner & suddarth, 2001).PatofisiologiMekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 2001).Manifestasi klinisAdapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain:

Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium

Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina

Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat

Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus

Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000), anda dari hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain:

Stroke

Infark miokard

Gagal ginjal

Ensefalopati (kerusakan otak)

Kejang

Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002), komplikasi pada hipertensi adalah angina pectoris, infark miokard, hipertropi ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kongestif dan kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.Pengobatan

Prinsip pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah, bila mungkin sampai pada tekanan normal atau pada tekanan yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak dan jantung. Ada 2 cara pengobatan hipertensi, yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi.

Terapi non farmakologi adalah terapi tanpa menggunakan obat-obatan, misalnya dengan menurunkan berat badan, diet garam dan sebagainya (lihat tindakan umum). Sedangkan terapi farmakologi ialah cara terhadap (Stepped Care = SC), ada 4 tahap yaitu:

Tahap pertama, dengan satu obat diuretic tiazida atau beta bloker dosis kecil kemudian dosis dinaikkan

Tahap kedua, dengan 2 obat: diuretic tiazida dan alfa atau beta bloker

Tahap ketiga, dengan 3 obat: diuretic tiazida dan beta bloker dan vasodilator (biasanya hidralazin) atau penghambat ACE

Tahap keempat, dengan 4 obat: diuretic tiazida, beta bloker, vasodilator dan guanetidin atau penghambat ACE

Penggolongan Obat Hipertensi

Tekanan darah ditentukan oleh volume menit jantung dan daya tahan dinding arteriol, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

TD = VM DTP

Keterangan:

TD = Tekanan darah

VM = Volume menit jantung

DTP = Daya tahan perifer

Dari rumus diatas, tekanan darah dapat diturunkan dengan mengurangi VM atau DTP. Obat-obat hipertensi bekerja atas dasar prinsip tersebut. Penurunan VM dilakukan dengan blockade reseptor beta jantung dan dengan mengecilkan volume darah oleh diuretika. Penurunan DTP diatur oleh faktor yang bekerja melalui susunan saraf sentral maupun perifer. Sedangkan zat-zat vasodilatasi bekerja langsung terhadap perifer diluar sistem adrenergik. Menurut zat khasiat farmakologinya, anti hipertensi dibagi 6:

Zat-zat penekan SSP, misalnya reserpine

Zat-zat penekan adrenergic perifer, misalnya propranolol

Zat-zat diuresis, lebih praktis bila diberikan dalam bentuk long acting atau dosis tunggal misalnya clortalidon

Zat-zat vasodilator, misalnya hidralazin

Zat-zat antagonsi kalsium, misalnya nifedipine

Zat-zat ACE bloker dan angiotensin II antagonis, misalnya losartan K dan captopril

Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid), betabloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alphablocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral daya yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi.

Diuretic TiazidDiuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanandarah dengan cara menghambat reabsorps isodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.

Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah,walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Efek samping obat ini yaitu blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena betablocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk memberi peringatan jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablocker yang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Betablockers nonselektif juga menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.

Beta-blocker

Beta blocker memblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapatditemukan di otak.

Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system renninangiotensinaldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.

Terapi menggunakan betablocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Betablocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hatihati. Betablocker yang nonselektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta1 dan beta2.

Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulanbeta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator.

Betablocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Betablocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena reboEfek sampingnya yaitu blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer.

Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena betablocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk memberi peringatan jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien.

Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablocker yang larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Betablockers nonselektif juga

menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.

ACE inhibitor

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.Angitensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini akan menurunkan tekanan darah. Jika system angiotensinreninaldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.

ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.

Antagonis Angiotensin II

Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas.

Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok system reninangitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat.

Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.

Efek samping ACEi dan AIIRA yaitu sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau AIIRA.

Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin.

Calcium channel blockerCalcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, selsel dalam sistem konduksi jantung, dan selsel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium.

Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina.

Efek sampingnya pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal, termasuk konstipasi.

Alpha-blocker

Alphablocker (penghambat adrenoseptor alfa1) memblok adrenoseptor alfa1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten.

Efek sampingnya yaitu alphablocker dapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering terjadi pada dosis pertama kali. Alphablocker bermanfaat untuk pasien lakilaki lanjut usia karena memperbaiki gejala pembesaran prostat.Golongan lain

Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah.

Efek samping antihipertensi vasodilator dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati harus dipantau selama terapi dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga diasosiakan dengan sistemiklupus eritematosus. Minoksidil diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk pasien wanita.Obatobat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja yang mirip dengan konidin tetapi dapat memnyebabkan efek samping pada system imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia hemolitik.

Penggunaan

Kebanyakan hipertensi bekerja lambat, efeknya baru terlihat setelah beberapa hari, sedangkan efek maksimal setelah beberapa minggu. Obat-obat dengan plasma t antara 2-5 jam efek hipotensinya dapat bertahan sampai 20 jam, misalnya reserpine, metildopa, hidralazin, propranolol, metoprolol. Kombinasi antara obat-obat tersebut menghasilkan potensiasi, dengan demikian dosis dapat diturunkan dan efek samping lebih ringan. Obat-obat dengan titik kerja sama (termasuk dalalm 1 kelompok) jika dikombinasikan tidak menghasilkan potensiasi.

Efek Samping

Semua obat hipertensi menimbulkan efek samping seperti hidung tersumbat (karena vasodilator mukosa), mulut kering, rasa letih dan lesu, gangguan lambung usus (mual, diare), gangguan penglihatan dan bradikardia (terkecuali hidralazin yang justru menyebabkan takikardia).

Waktu menelan obat sebaiknya pagi setelah makan, sebab tekanan darah paling tinggi pada pagi hari. Dosis pemberian obat maupun penghentian sebaiknya secara berangsur, ini untuk menghindari penurunan dan kenaikakn drastis.

Obat-Obat Tersendiri

Labetolol

Indikasi

: Hipertensi sedang-berat

Kerjanya: Merupakan derivate salbutamol dengan kerja yang cepat

setelah 2-4 jam. Efek menguat dengan meningkatnya dosis. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil

Efek samping: Hidung tersumbat gangguan gastrointestinal, letih, lemah,

kejang dan hipotensi ortistatik

Klonidina

Indikasi

: Semua bentuk hipertensi

Kontra indikasi: Sick-sinus syndrome

Mekanisme kerja: Merupakan turunan imidazole yang kerjanya kuat

berdasarkan efek adrenolitik sentral. Dalam dosis kecil bersifat fasokontriksi perifer

Sediaan

: Injeksi 0,15 mg/mL

Metildopa

Indikasi

: Hipertensi ringan-sedang

Mekanisme kerja: Bekerja kuat pada SSP dengan stimulasi reseptor pusat vasomotor, sehingga menekan saraf adrenergic perifer

Kontra indikasi: Hepatitis, sirosis hati

Efek samping

: -

Intraksi obat

: Sering dikombinasikan dengan diuretic

Sediaan

: Tablet salut selaput 250 mg

Hidralazin

Indikasi

: Semua tingkat hipertensi

Mekanisme kerja: Mempunyai efek fasodilatasi langsung terhadap dinding arteri

Kontra indikasi: Hipotensi

Efek samping: Gangguan lambung usus, nyeri kepala dan takikardia. Pada penggunaan dosis tinggi yang lama berakibat borok kulit dan habituasi

Sediaan

: Tablet

Reserpin

Adalah salah satu alkaloida dari Rauwolfia serpentineIndikasi

: Hipertensi ringan-sedang

Mekanisme kerja: Efek supresi yang tidak begitu kuat thd SSP. Plasma t pendek, yaitu 1/4 sampai 3 jam, tetapi efek hipotensi bertahan sampai 36 jam, sebab terakumulasi

Efek samping: Depresi psikis dan hipotensni ortostatik, pada permulaan pengobatan timbul gangguan lambung, lelah, mengantuk dan hidung tersumbat

Interaksi obat

: Gagal ginjal dan hati, hipokalsemia

Sediaan

: Tablet 0,1 mg

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Hipertensi adalah apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg, atau apabila pasien memakai obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer dalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup 90% dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut 90% dari kasus-kasus hipertensi.

Saran

Hipertensi merupakan suatu kelainan pada pembuluh darah, dimana terapi yang dilakukan tidak hanya dengan terapi farmakologik, tetapi dapat dilakukan denganterapi non farmakologik dan gaya hidup. Setiap penderita hipertensi sebaiknya menggunkan obat yang tepat sesuai dengan satadium hipertensinya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. EGC: Jakarta.

Doenges. E. Marilynn, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta.Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Kanisius: Yogyakarta.

Hall dan Guyton. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 8. EGC: Jakarta.Mansjoer, Arif, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Media Aesculapius: Jakarta.Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi: Pengendalian Lewat Vitamin, Gizi dan Diet. Arcan: Jakarta.

Sobel, Barry J, et all. 1999. Hipertensi: Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi. Hipokrates: Jakarta.

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.