27
A. ANATOMI FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL Sistem skeletal dibagi kedalam dua bagian besar yaitu Axial skeleton yang terdiri dari tulang kepala, vertebra, sternum dan tulang iga. Pembagian berikutnya adalah appendicular skeleton yang terdiri dari ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Berdasarkan jenisnya tulang dapat dibedakan menjadi tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang tidak beraturan, tulang sesamoid, tulang tambahan. Termasuk tulang aksesoris diantaranya adalah sutura dan tulang pipih ditengkorak.

Makalah Osteomielitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

membahas mengenai osteomielitis dan askep osteomielitis

Citation preview

A. ANATOMI FISIOLOGI MUSKULOSKELETAL

Sistem skeletal dibagi kedalam dua bagian besar yaitu Axial skeleton yang

terdiri dari tulang kepala, vertebra, sternum dan tulang iga. Pembagian berikutnya

adalah appendicular skeleton yang terdiri dari ekstremitas atas dan ekstremitas

bawah.

Berdasarkan jenisnya tulang dapat dibedakan menjadi tulang panjang,

tulang pendek, tulang pipih, tulang tidak beraturan, tulang sesamoid, tulang

tambahan. Termasuk tulang aksesoris diantaranya adalah sutura dan tulang pipih

ditengkorak.

Tubuh manusia terdiri dari sekitar 62% air, tetapi jaringan tulang hanya

memiliki sekitar 20% air sehingga tulang menjadi kuat dan lebih keras dari

jaringan lain. Tulang menjadi lebih kaku dan keras dari jaringan lain karena

tersusun atas garam kalsium fosfat dan kalsium karbonat dan juga mengandung

krystal hydroxyapatite. Saat tubuh membutuhkan kalsium fosfat yang disimpan

dalam tulang, kristal hydroxyapatite akan mengalami ionisasi dan mengeluarkan

sejumlah zat yang dibutuhkan tersebut. Proses tersebut dikenal dengan istilah

dekalsifikasi.

Struktur jaringan tulang dibagi menjadi 2, yaitu

1. Jaringan tulang berongga ( Spongy) / Cancellous

Struktur tulang berongga memungkinkan untuk tumpuan yang lebih besar

terhadap beban berat. Bagian yang sangat mencolok pada bagian tulang

berongga ini adalah trabeculae (duri tipis dari jaringan tulang yang dikelilingi

oleh tulang matriks yang jeras karena adanya deposit garam kalsium).

2. Jaringan tulang padat

Tulang padat sangat keras. Tulang memiliki silinder yang terkalsifikasi yang

disebut osteon atau sistem haversian. Silinder terdiri dari lapisan konsentris

atau lamella. Dibagian tengan tulang terdapat central canal (Haversian canals)

yang mengandung persyarafan, pembuluh limfe dan pembuluh darah. Central

canals biasanya memiliki cabang yangdisebut perforating canals yang

menghubungkan dengan periosteum dan dengan endosteum. Tidak seperti

central canal, perforating canals tidak ditutupi oleh lamella. Lamella

mengandung lacuna yaitu rongga kecil tempat sel tulang atau osteosit.

Menyebar seperti jeruji dari lacuna disebut dengan canaliculi yang merupakan

saluran dari nutrisi dan zat-zat buangan dengan cara difusi kedalam dan

keluar pembuluh darah dari central canal.

Tulang terdiri atas 5 jenis sel, yaitu :

1. Sel osteogenik : Banyak ditemukan pada bagian tulang paling dalam dari

periosteum dan sumsum tulang. Memiliki kemampuan untuk berubah bentuk

menjadi osteoblast atau osteoclast selama terjadi stress dan proses

penyembuhan

2. Osteoblast : Mensintesa dan mensekresi substansi dasar yang tidak bermineral

yang disebut dengan osteoid. Saat kalsium terdeposit dalam substansi ini

maka akan menjadi lebih keras dan terkalsifikasi. Peran utama dari osteoblast

sebagai pompa sel untuk menggerakan kalsium keluar dan masuk sel. Banyak

ditemukan pada bagian yang terus tumbuh termasuk periosteum.

3. Osteosit : Merupakan sel utama pada tulang yang sedang tumbuh. Mengisi

lapisan setiap lakuna dalam matriks. Osteosit berasal dari osteoblast yang

mampu mensekresi jaringan tulang sekitar. Memiliki peran dalam

keseimbangan dengan mengatur pengeluaran kalsium dari tulang kedalam

darah. Osteosit juga berperan dalam mempertahankan matriks dalam keadaan

dtabil dan sehat dengan mensekresi enzim dan mempertahankan kandungan

mineral didalamnya.

4. Osteoclas : Sel besar banyak inti dan biasanya ditemukan ketika tulang

mengalami resorbsi.

5. Sel pembatas tulang: Ditemukan pada permukaan tulang orang dewasa.

Fungsinya menyediakan sel osteogenik yang dapat berubah dan

berdiferensiasi menjadi osteoblas . Juga berperan sebagai ion barrier untuk

pengaturan keseimbangan mineral terutama kalsium dan fosfat sehingga

kandungannya dalam matriks tetap stabil.

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam

pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan

jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan

Wilson, 2006).

Tulang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan

osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan

proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses

yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,

osteoblas akan mengekskresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan

penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang,

sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian kadar fosfatase

alkali dalam darah dapat menjadi indikator yang baik dalam pembentukan tulang

setelah mengalami fraktur atau metastasis kanker ke tulang.

Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu

lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang padat. Osteoklas adalah sel-sel

berinti banyak yang memungkinkan matriks tulang dan mineral dapat diabsorpsi.

Osteoklas berperan dalam pengikisan tulang. Sel – sel ini menghasilkan enzim –

enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan

mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:

1. Sebagai kerangka tubuh

Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.

2. Proteksi

Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak

dilindungi oleh tulang – tulang tengkorak, jantung dan paru – paru terdapat

pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang iga.

3. Ambulasi dan Mobilisasi

Tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan

tempat, tulang memberikan suatu sistem pengungkit yang digerakan oleh otot-

otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu sistem pengungkit yang

digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.

4. Deposit Mineral

Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang

mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.

5. Hemopoesis

Tulang berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk

menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum

merah tulang tertentu.

B. DEFINISI

Osteomielitis adalah infeksi tulang yang lebih sulit disembuhkan dari

pada infeksi jaringan lunak. Beberapa alasan kenapa infeksi tulang ini sulit

disembuhkan adalah karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap

inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan

tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi

masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan

kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. 2001).

C. ETIOLOGI

Penyebab utama osteomeilitis adalah bakteri sthepilococcus aureus 70-

80%, proteus, pseudomonas, escerehia coli. penyebab lain adalah virus dan jamur.

Klien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah klien yang nutrisinya

tidak bagus, lanjut usia, kegemukan dan penderita diabetes.

Penyebab berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi menjadi :

1. Osteomielitis Primer, yaitu kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka

atau trauma.

2. Osteomielitis Sekunder, yaitu kuman mencapai tulang melalui aliran darah yang

disebabkan infeksi lain.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Fase akut

Biasanya terjadi pada anak-anak. Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari.

Makin panas tinggi, menggigil, malaise umum, nyeri tulang dekat sendi,

tidak dapat menggerakan anggota tubuh, dan leukosit meningkat.

2. Fase kronik

Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak

dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode

berulang nyeri, inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah

dapat terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. Leukosit

sedikit meningkat kdanag tidak meningkat.

E. KLASIFIKASI

I. Menurut kejadian, osteomielitis terbagi 2, yaitu:

1. Osteomielitis Primer, yaitu kuman-kuman secara langsung mencapai

tulang melalui luka.

2. Osteomielitis Sekunder, yaitu Kuman-kuman yang berasal dari suatu

fokus primer melalui aliran darah untuk mencapai tulang (misalnya

infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).

II. Menurut perlangsungannya dibedakan menjadi:

1. Osteomielitis Akut

Tanda-tanda dari osteomielitis akut:

- Demam (>380C)

- Eritema

- Tendersess

- Nyeri yang dirasakan konstan

- Bengkak pada area infeksi

- Peningkatan nilai leukosit

- LED normat atau meningkat

2. Osteomielitis Kronis

Tanda-tanda dari osteomielitis kronis:

- Ulserasi pada kulit

- Nyeri terlokalisasi

- Adanya pus/nanah

- Nilai leukosit normal atau sedikit meningkat

III. Menurut penyebabnya dibedakan menjadi:

1. Eksgenous adalah kuman penyebab infeksi yang berasal dari luar

masuk ke dalam tubuh. Contoh nya adalah fraktur terbuka.

2. Endogenous adalah kuman penyebab infeksi yang dibawa oleh aliran

darah atau disebut hematogen yang berasal dari sumber infeksi yang

jauh atau infeksi pada organ lain.

3. Contiguous adalah infeksi tulang terjadi karena disebabkan adanya

infeksi kulit pada jaringan terdekat.

IV. Tahapan/Fase

1. Inflamasi

Pada fase inflamasi ditandai dengan kongesti vaskular dan

peningkatan tekanan intraoseus. Trombosis intravaskular

mengakibatkan adanya obstruksi aliran darah.

2. Supurasi

Pembentukan pus dalam 2-3 hari pada subperiosteum.

3. Sekuestrum

Adanya peningkatan tekanan, obstruksi vaskular, dan pembentukan

trombus pada periosteum dan endosteum, menyebabkan nekrosos

tulang sekitar 7 hari.

4. Involuktrum

Pembentukan formasi tulang baru pada permukaan periosteum.

5. Resolusi atau progresi menuju komplikasi

Pencegahan komplikasi osteomielitis dengan cara penatalaksanaan

antibiotik yang rasional dan terapi bedah yang efektif pada fase awal

penyakit.

F. FAKTOR RESIKO

1. nutrisi dan higinitas buruk

2. imunitas dan virulensi kuman

3. lansia

4. kegemukan

5. DM

6. Tuberculosis

7. Adanya luka terbuka

8. Artritis rheumatoid

9. Mendapatkan terami kortikosteroid jangka panjang

10. Pernah menjalani pembedahan sendi

11. Menjalani pembedahan ortopedi lama

12. Mengalami infeksi luka yang mengeluarkan pus

13. Mengalami infeksi insisi marginal/dehisensi luka

G. KOMPLIKASI

1. Abses Tulang

2. Abses Vetebral

3. Sepsis / Syok Sepsis

4. Lepasnya inplant protestik

5. Selulitis

6. GangguanPertumbuahan karena kerusakan tulang

H. PENCEGAHAN

1. Beritahukan tentang penyakit osteomyelitis ini secara lengkap meliputi

penyebabnya, cara penyembuhannya dan lain-lain.

2. Ajarkan dan beritahu kan kepada pasien dan keluarga mengenai tanda-

tanda terjadinya penyebaran infeksi .Jika terjadi segera laporkan kepada

pihak medis

3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga carape rawatan luka yang steril kepada

pasien terutama ketika pasien sudah kembali kerumah.

4. Ajarkan dan beritahukan tentang penggunaan antibiotic secara benar dan

harus di konsumsi sesuai resep karenahal ini menjadi salah satu factor

penting dalam proses penyembuhan osteomyelitis.

5. Berikan pengetahuan mengenai terjadinya kekambuhan pada penyakit

osteomyelitis serta penangan yang harus dilakukan bila terjadi kekambuhan

kembali adalah segera laporkan kepihak medis tidak kepada dukun tulang.

6. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen

7. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang

8. Lingkungan operasi dan teknik operasi dapat menurunkan insiden

osteomielitis

9. Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien pembedahan

10. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Sinar-X, pada awalnya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Sekitar

2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang,

pengangkatan periosteum, dan pembentukan tulang baru.

2. MRI

3. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit , peningkatan

laju endap darah dan protein C reaktif’. Pemeriksaan MCH (Mean

Corpuscular Hemoglobin) untuk mengetahui rata-rata banyaknya Hb pada

eritrosit, normalnya 26-34 pg. MCV (Mean Corpuscular Volume) untuk

menghitung rata-rata volum eritrosit, normalnya 80-100 fL. MCHC (Mean

Corpuscular Hemoglobin consentration), normalya 32-36 g/dL.

4. Kultur darah dan abses digunakan untuk menentukan jenis antibiotik yang

sesuai

5. Pemeriksaan foto polos didapatkan adanya sekuestrum.

J. PENATALAKSANAAN

1. Intervensi non-operatif

a. Imobilisasi

Untunk mengurangi nyeri dan menghindari fraktur.

b. Rendam salin hangat

Dilakukan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk meningkatkan

Aliran darah.

c. Antibiotika

Mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Pada stadium akut

diberikan antibiotik spektrum luas, dimulai dengan memberikan

antibiotik secara intravena. Kemudian dilakukan kultur darah untuk

mengetahui jenis antibiotik yang sesuai dengan terapi. Jika infeksi

dapat terkontroldapat diberikan per oral. Antibiotik harus diberikan

minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) unyuk mencapai tingkat

kesembuhan yang memadai.Alternatifnya dengan menggunakan

antibiotic beads untuk lebih memfokuskan antibiotic di area infeksi

(local).

d. Irigasi

Lakukan irigasi dengan larutan salin fisiologi steril 7-8 hari pada

jaringan purulen dan jaringan nekrotik diangkat. Terapi antibiotik

dilanjutkan.

2. Intervensi Operatif

Indikasi dilakukan tindakan operatif atau pembedahan:

1. Adanya abses

2. Rasa sakit yang hebat

3. Adanya sequester

4. Bila dicurigai adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma

epidermoid)

Tindakan operatif yang lazim dilakukan:

a. Sequestrektomi

Pembedahan untuk mengangkat jaringan sequestra. Sequestra

Dibuang melalui debridement pada tulang yang mengalami infeksi

sehingga terjadi revaskularisasi pada jaringan tulang.

b. Bone graft

Terdapat tiga fase yang dilakukan:

1. Mengeksisi tulang yang mengalami nekrotik.

2. Memasang tulang grafts.

3. Menutup kulit tulang/pencangkokan.

Tulang yang sering diambil oleh dokter adalah tulang ileum posterior

dari klien sendiri. Tulang diletakan pada tempat yang telah dibuat dan

dilakukan balutan.

c. Bone segment transfer

Pada umumnya transfer tulang dilakukan pada gangguan skeletal yang

meluas, umumnya tempat donor difibula atau iliaka.

d. Amputasi

Tindakan/prosedur membuang sebagian dari satu atau beberapa

anggota tubuh.

Tindakan ini dilakukan sebagai jalan terakhir jika tindakan operatif

tidak dapat menyelamatkan penderita. Tindakan ini dilakukan sedistal

mungkin, untuk panjang punting tungkai bawah 12-18 cm dari sendi

lutut.

Indikasi dilakukan amputasi:

1. Dead

Bagian tubuh yang mati, akibat penyakit pembuluh darah perifer,

trauma parah, luka bakar, dan forse bite.

2. Dangerouse

Penyakit yang tergolong berbahaya, seperti tumor ganas, sepsis

yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury

pelepasan torniquet ayau penekanan lain akan berakibat pada

kegagalan ginjal.

3. Damn Nulsance

Keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat lebih

buruk dari pada tidak mempunyai anggota gerak. Hal ini dapat

disebabkan oleh nyeri hebat, malformasi berat, sepsis berulag,

atau kehilangan fungsi yang berat.

K. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

a. Identitas pasien : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, dan lain-lain

b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang: kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka,

riwayat operasi serta tidak adekuat pengobatan

Riwayat penyakit dahulu: kaji adanya infeksi tulang, riwayat DM.

c. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: tingkat kesadaran pasien, rasa nyeri serta tanda-tanda

vital pasien

Sistem pernapasan

Sistem kardivaskular

Sistem musculoskeletal

Sistem perkemihan

Pola nutrisi dan metabolisme

ANALISA DATA

No. DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS :Pasien mengeluh nyeri saat

digerakkanDO:a. keluar pus pada luka fraktur

terbuka

Inflamasi¯

Respon dari mediator kimia

¯Mengenai reseptor nyeri

¯Impuls ke otak

¯Persepsi nyeri

Nyeri

2 DS : Pasien mengeluh nyeri saat digerakkan.DO :

a.      

Pelepasan mediator kimia

¯Peningkatanpermeabilit

askapiler¯

Shift cairandari intra selkeintertisial

¯edema

¯Menekanpembuluhdarah

¯Penurunanvaskularisasi

¯Metabolism anaerob

¯Pembentukanasamlaktat

¯Nyeriototdansendi

¯Gangguan mobilitas fisik

Gangguan mobilitas

fisik

3 DS: - DO: keluarnya pus dari luka sebagai hasil inflamasi.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi pada pus positif kuman klebsiella pneumonia

Inflamasi¯

Pelepasan mediator kimia

¯prostaglandin

¯Interlukin 1

¯Hipotalamus

¯Meningkatkan set point

Hipertermi

No. DATA ETIOLOGI MASALAH

¯hipertermi

4. DS : pasien selalu mengatakan jangan sampai kakinya di amputasiDO: lukasulitsembuh, hasil antibiotic resisten : hamper semua antibiotic kecuali meronem : suspectible

osteomyelitis¯

Resistenantibiotik¯

Infeksisulitsembuh¯

Resikoamputasi¯

ansietas

Ansietas

5 DS: DO: luka sulit sembuh setelah 2

minggu. Hasil pemerikasaan antibiotic; Kuman resisten semua antibiotic kecuali meronem. Direncanakan debridement danpemberian antibiotic bead.

Resikopenyebaraninfeksi

L. Rencana Keperawatan

1. Nyeri b/d adanya proses inflamasi ditandai dengan :

DO : Keluar pus pada luka fraktur terbuka

DS : Pasien mengeluh nyeri

Tujuan : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan

menunjukkan tindakan santai, dan menunjukkan penggunaan

keterampilan relaksasi.

Intervensi Rasional

1. Kaji Skala nyeri, lokasi dan karakteristik luka fraktur

2. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

3. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

4. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan kembalinya fungsi saraf.

Pergerakan di daerah fraktur dapat menyebabkan rasa nyeri meningkat dan komplikasi malformasi.

Peningkatan aliran balik vena dapat mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan

5. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).

6. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional).

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

meningkatkan sirkulasi vaskuler.Meningkatkan sirkulasi umum,menurunakan area tekanan lokal dankelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,meningkatkan kontrol terhadap nyeriyang mungkin berlangsung lama.

Peningkatan relaksasi dan rasa kontrol terhadap nyeri dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.

Menurunkan nyeri melalui mekanismepenghambatan rangsang nyeri baiksecara sentral maupun perifer.

Menilai perkembangan masalah pasien.

2. Gangguan mobilitas fisik b/dadanya edema . Ditandai dengan :

DO :

DS : capasien mengeluh nyeri saat digerakkan

Tujuan : Pasien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada

tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan

posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan

mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang

memampukan melakukan aktivitas

Intervensi Rasional

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan pasien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan pasien.

3. Berikan papan penyangga kaki,gulungan trokanter/tangan sesuai

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa control diri/harga diri, membantumenurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah muskulo skeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatandiri (kebersihan/eliminasi)sesuai keadaan pasien.

5. Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan pasien.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi pasien dan program imobilisasi.

ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian pasien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan pasien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah pasien.

3. Hipertermi b/d adanya proses inflamasi. Ditandai dengan :

DO : keluarnya pus dari luka

DS :

Tujuan : Pasien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, dan demam.

Intervensi Rasional

1. Kaji penyebab hipertermi

2. Observasi Suhu Tubuh

3. Beri kompres hangat

4. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik

Hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secara lokal maupun secara sistemik. hal ini perlu diketahui sebagai dasar dalam rencana intervensi.

Proses peningkatan suhu menandakan terjadinya proses inflamasi

Kompres air hangat mempercepat proses vasodilatasi pembuluh darah

Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur panas

4. Ansietas b/d krisis situasi, adanya ancaman terhadap gambaran diri dan

adanya ancaman kematian

DO : Luka sulit sembuh, hasil antibiotik resisten

DS : pasien mengatakan jangan sampai kakinya di amputasi

Tujuan : Pasien akan menunjukkan kecemasan yang berkurang atau hilang

Intervensi Rasional

1. Diskusikan tentang keamanan tindakan

2. Dorong pasien dalam mengekspresikan ketakutan atau masalah.

3. Dorong pasien dalam menggunakan menajemen stress

4. Berikan penjelasan mengenai mamfaat diamputasi dan bahaya jika diamputasi

Menenangkan dan menurunkan ansietas karena ketidaktahuan dan atau takut menjadi kesepian

Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian awal, juga selama pemulihan

Membantu memfokuskan kembali perhatian, emningkatkan relaksasi dan dapat meingkatkan kemampuan koping

Pengetahuan akan menurunkan tingkat kecemasan karena pasien merasa lebih paham

5. Resiko penyebaran infeksi b/d adanya luka fraktur terbuka

DS :

DO : luka sulit sembuh

Tujuan : Pasien akan menunjukkan kecemasan yang berkurang

atau hilang

Intervensi Rasional

1. Lakukan perawatan traksi dan perawatan luka sesuai protocol

2. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas

Mencegah infeksi sekunder dan mempercepat penyembuhan luka.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

luka/serum/tulang)

4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Mengevaluasi perkembangan masalah pasien

M. PATOFISIOLOGI

Daftar Pustaka

1. Price, A.S., Wilson M.L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta : EGC.

2. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

ECG

3. Noor helmi, Zairin.2012.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Jakarta :

Salemba Medika

4. Haryani, ani. dkk. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia. Bandung: CV. Cakra

askep klien gangguan musculoskeletal

5. Dr.dr.zairin Noor Helmi. 2012.buku ajar gangguan musculoskeletal

6. heryati,suratun.2008. askep klien gangguan muskuloskeletal. Jakarta: EGC;

7. Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Ganguan Muskuloskeletal. Jakarta :

Salemba Medika.

8. Noor Hemi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:

Salemba Medika